1
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kata ambilan merupakan kata pinjaman dari bahasa lain, baik daerah maupun asing. Biasanya masih dalam keadaan asli atau serupa dengan bahasa
aslisumbernya. Ia diungkap dengan ditransliterasikan ke bahasa yang terpengaruhsasaran serta belum masuk kedalam kosakata resmi bahasa Indonesia.
1
Berbeda dengan kata serapan, kata serapan adalah kata yang sudah diserap dalam bahasa Indonesia yang dibuktikan dengan masuknya kata itu ke dalam kamus
besarbahasa Indonesia KBBI.
2
Kata ambilan yang merupakan kata asing yang sering dipakai dalam literaturebuku. Tetapi jika membuka kamus KBBI, kata tersebut belum ada. Dalam
literaturbuku yang menggunakan bahasa ambilan penulisannya pun masih ditulis miring dan harus ditransliterasikan terlebih dahulu untuk menunjukkan apakah
bahasa tersebut asing atau tidak. Meski sudah dikenal paling tidak di kalangan tertentu yang akrab dan bagian dari wacana yang berkembang di antara mereka.
3
Kata ambilan Arab yang dipakai dalam buku keislaman dan tindak tutur pemakainya menunjukkan pola keagamaan, baik pola keagamaan fundamentalis,
dakwahis, politis, jihadis, maupun polatipologi mainstreammoderat. Selain itu, jika kata ambilan Arab yang dipakai dalam teks dianalisis melalui teorianalisis
1
Sukron Kamil, dkk, Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab Dalam Teks-Teks KeislamanJakarta: UIN Jakarta,2013, h. 6
2
Lihat
http:bahasakita.comkata-serapan-arab-dalam-bahasa-indonesia.
3
Sukron Kamil, dkk,Pola Keagamaan dan Bahasa: Studi Kontekstual Kata Serapan Arab dalam Teks-Teks KeislamanJakarta: UIN Jakarta,2013,h. 26
2
semantik sintaktikal,
konotasi teks,
sosial budaya,
pola keagamaan
ormaskelompok sosial keagamaan menjadi lebih tampak lagi. Bahkan, melalui cara ini juga ditemukan sejumlah akar problem yang melahirkan pola keagamaan
mereka.
4
Lahirnya penggunaan kata ambilan Arab yang belum menjadi bahasa Indonesia lebih menunjukkan pola keagamaan. Salah satunya di kalangan Hizbut
Tahrir Indonesia yang umumnya berasal dari kelompok dakwahis dan politis banyak menggunakan kata ambilan Arab. Misalnya kata Daulah Islâmiyah dan
Khilâfah Islâmiyah yang merupakan dua istilahambilan Arab yang menjadi gagasan sentral HTI. Karenanya, dua istilah ini yang paling banyak digunakan oleh
HTI. Daulah Islâmiyah yang berarti negara Islam dan Khilâfah Islâmiyah yang berarti kepemimpinan Islam merupakan dua istilah yang sangat melekat dengan
HTI. Cita-cita dari perjuangan HTI adalah menjadikan NKRI sebagai Daulah Khilâfah Islâmiyah. Pemakaian kedua istilah tersebut tidak menggunakan
padanannya dalam bahasa Indonesia, karena konsep yang terdapat dalam kedua istilah tersebut tidak akan sama ketika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
5
Selain kata Daulat Islamiyah yang tidak ditemukan padanannya dalam bahasa
Indonesia, Kata mabda yang secara etimologis adalah ism makan dari kata
„bada’a-yabda’u-mabdaan’ yang berartipermulaan. Secara terminologis mabda berartipemikiranmendasar yang dibangun di atas pemikiran-pemikiran cabang.
6
Dalam padanan bahasa Indonesia, mabda memiliki padanan dengan kata ideologi.
4
SukronKamil, dkk, PolaKeagamaandan Bahasa: StudiKontekstual Kata Serapan Arab dalamTeks-TeksKeislaman,Jakarta: UIN, 2013, h. 6
5
Sukron Kamil, h. 6 6
http:hizbut-tahrir.or.idcategory20090328islam-ideologis
3
Walaupun mempunyai padanannya dalam bahasa Indonesia, HTI tetap menggunakan kata mabda ketika menjelaskan tentang ideologi.
Pemerkayaan kosakata melalui pengambilan kata Arab atau istilah dari bahasa lain adalah suatu keniscayaan. Tidak ada bahasa modern yang steril dari kata
ambilan. Bahasa Inggris yang merupakan bahasa terkemuka meminjam lebih dari sepertiga dari bahasa lain. Hal demikian juga terjadi dalam bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia mengambil banyak sekali bahasa asing, seperti Sansakerta, Arab, Belanda, Cina dan Inggris. Pengambilan kata ini karena kebutuhan pretise.
Perkembangan dan perubahan kebahasaan dapat terjadi baik dalam ranah makna, tata bahasa, maupun kosakata. Kosakata merupakan bidang yang cepat
berkembang dan banyak mengalami perubahan. Hal ini dibuktikan dengan adanya sejumlah pengambilan kata baru dalam pola keagamaan di Indonesia,
misalnyadalam bahasa Indonesia pada beberapa dekade terakhir, dalam kelompok salafi dakwahis dan politis HTI. kata mabda ideologiI, akhi saudara, thâghût
syetan, daulah Negara, Qiyâdah kepemimpinan, dan daulat perjalanan untuk dakwah harta rampasan perang.
7
Kalangan yang hampir sama seperti salafi dakwahis semisal Jama‟ah Tabligh, PKS, MMI, juga melakukan hal yang
sama. Dalam hal ini bahasa merupakan cerminan pola pikir dan pola rasa yang bisa
diteliti lewat teori kontekstual yang tercakup di dalamnya kajian atas fenomena bahasa sintaktikal serta wacana dan juga konteks sosial budaya yang
melingkupinya, maka kajian atas pola keagamaan lewat teks-teks kebahasaan
7
Taqiyuddin An-Nabhani, Mafahim Hizbut Tahrir, Jakarta: Hizbut Tahrir Indonesia, 2001,h.10
4
dalam literatur keislaman kontemporer di Indonesia bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Pola keagamaan fundamentalisme salafi dakwahis dan politis,
bahkan radikalisme salafi jihadis bisa diteliti lewat kajian atas fenomena kebahasaan dalam buku pedomannya atau teks-teks keislaman yang dilahirkan
oleh kelompok-kelompok Islam tersebut. Dengan pemaparan di atas agar fokus dalam penelitian, maka penelitian ini
akan mengkaji kata ambilan Arab yang dipakai dalam buku pedoman keislaman kontemporer Mafahim Hizbut Tahrir. hal Ini terkait dengan keunggulan bahasa
Arab dalam menampung konsep-konsep keagamaan yang dalam bahasa Indonesia sering kali tidak ditemukan padananya. Berdasarkan pemikiran di atas penulis
membahas skripsi ini dengan judul: Makna Konotasi Kata Ambilan Bahasa Arab dalam Buku
Mafahim Hizbut Tahrir Indonesia.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah