Tesis BENDERA DI HIZBUT TAHRIR INDONESIA
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
(KAJIAN KONTEKS SEJARAH, KONTEKS BUDAYA, DAN ESTETIKA SEMIOTIS)
Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2
Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa
diajukan oleh
Deni Junaedi
10/306637/PMU/06659
Kepada SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012
PRAKATA
Kendati sempat diwaspadai sebagai intel oleh seorang angota Hizbut Tahrir (HT), atau dicurigai sebagai mata-mata yang akan mendirikan negara Islam oleh seorang dosen UGM, dan juga disamakan dengan Snouck Hurgronje oleh salah satu teman sekelas, alhamdulillah, akhirnya tesis ini dapat terselesaikan. Sejak semester satu, ketika niatan meneliti bendera yang digunakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (HTI DIY) terungkapkan, respon terhadapnya cukup beragam, namun paling tidak terbagi dua. Di satu sisi antusias mendukung dan selalu bersalaman erat jika bertemu, di sisi lain mencibir dan menganggap sebagai pekerjaan kaum fundamentalis.
Penelitian yang dianggap “fundamentalis” ini sebenarnya justru terinspirasi oleh tokoh fiktif, Robert Langdon. Dosen
simbologi dari Universitas Harvard rekaan Dan Brown itu menjadi tokoh utama di tiga novelnya yang terkenal, Angles and Demons, The Da Vinci Code, dan The Lost Simbol. Jika Langdon menyibukkan diri dengan mencermati budaya visual kaum pagan, saya ingin meneliti budaya visual Islam. Jika Langdon berdekatan dengan organisasi esoterik Freemasonry yang berskala simbologi dari Universitas Harvard rekaan Dan Brown itu menjadi tokoh utama di tiga novelnya yang terkenal, Angles and Demons, The Da Vinci Code, dan The Lost Simbol. Jika Langdon menyibukkan diri dengan mencermati budaya visual kaum pagan, saya ingin meneliti budaya visual Islam. Jika Langdon berdekatan dengan organisasi esoterik Freemasonry yang berskala
Selain itu, hal-hal yang kontroversial memang menantang bagi seorang wartawan (profesi kedua saya selain dosen seni rupa ISI Yogyakarta). Tantangan semakin menarik ketika penelitian seni rupa ini justru berada di lingkungan yang tidak pernah bersinggungan dengan seni rupa. Bahkan, artefak yang diteliti jarang disadari sebagai karya seni rupa, maka tidak aneh jika
beberapa orang menyatakan, “Apa hubungannya dengan seni rupa? ”
Untuk itu, sesuatu yang menantang dibutuhkan bimbingan seseorang
yang suka tantangan, pintar, dan cerdas. Keberuntungan besar ketika saya menemukaannya. “Ini orang
yang te pat!” batin saya ketika mengenal Dr. G.R. Lono Lastoro S., M.A., seorang dosen yang awalnya mengaku tidak memahami dunia seni ternyata mahir menganalisanya dengan pendekatan antropologi maupun semiotika. Maka, tidak salah jika dia ada di deretan pertama ucapan terima kasih dalam penelitian ini.
Demikian pula, ucapan terima kasih saya haturkan kepada Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. Sifat kebapakannya membuat situasi sivitas akademika Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM terasa hangat dan tidak angker, Demikian pula, ucapan terima kasih saya haturkan kepada Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. Sifat kebapakannya membuat situasi sivitas akademika Program Studi Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa UGM terasa hangat dan tidak angker,
Yang tidak dapat terlupakan adalah ucapan terima kasih buat Prof. Dr. R. M. Soedarsono. Meskipun awalnya ragu-ragu, dialah yang pertama kali mengijinkan saya mengangkat tema ini. Setelah dosen karismatik yang di masa mudanya sangat energetik
ini mengatakan, “Silakan,” keberanian saya muncul. Selanjutnya, dosen yang oleh banyak mahasiswa dianggap “merepotkan” namun tidak habis-habis saya haturkan rasa terima kasih adalah Prof. Drs. SP. Gustami, S.U. Dialah yang
menyadarkan saya untuk terus belajar menulis, bahkan kembali mempelajari subjek dan predikat. Dia juga yang memberi pemahaman pada saya tentang struktur berfikir dalam kajian ilmiah. Saya akui, kelasnya adalah kelas paling dinamis.
Kemudian, karena saya menggandrungi estetika, ucapan terima kasih untuk Dr. St. Sunardi tidak akan terlupa. Ketika buku teori estetika tampak gelap gulita, kehadirannya membuat bidang ini terang benderang; meskipun bukan berarti tidak ada mahasiswa yang kehilangan senyum segar ketika keluar dari kelasnya. Bagaimanapun estetika memang penuh rahasia.
Terima kasih penuh takzim saya haturkan kepada narasumber yang telah mau menerima wawancara dengan terbuka. Terutama adalah Ir. Muhammad Ismail Yusanto, juru Terima kasih penuh takzim saya haturkan kepada narasumber yang telah mau menerima wawancara dengan terbuka. Terutama adalah Ir. Muhammad Ismail Yusanto, juru
Ucapan terima kasih yang penuh keriangan adalah untuk teman-teman sekelas. Suasana diskusi yang tidak hanya pedas namun juga membawa solusi menjadikan kelas terasa berseri-seri. Tentu saja prakata ini akan menjadi daftar presensi jika semua dituliskan. Berikut ini adalah sebagian dari mereka: Agus Sutejo, Nano Warsono, I Gede Arya Sucitra, Mikke Susanto, Sumarno, Eli, Ayu, mbak Vivi, Novi, juga mas Kris dan istrinya yang sama-sama mendapat beasiswa.
Lalu, rasa terima kasih yang tidak bisa saya ukur adalah untuk ustad Mirza Satriawan, Ph.D (tapi dia tidak mau dipanggil ustad). Dosen fisika UGM yang bergabung dengan HT saat mendapat beasiswa di Amerika Serikat ini mampu dengan sabar mengajarkan Islam kepada saya secara rutin. Konsep-konsepnya sangat tertata, bagai ruangan yang habis dirapikan, hingga mudah mengambil barang yang dibutuhkan. Terima kasih juga Lalu, rasa terima kasih yang tidak bisa saya ukur adalah untuk ustad Mirza Satriawan, Ph.D (tapi dia tidak mau dipanggil ustad). Dosen fisika UGM yang bergabung dengan HT saat mendapat beasiswa di Amerika Serikat ini mampu dengan sabar mengajarkan Islam kepada saya secara rutin. Konsep-konsepnya sangat tertata, bagai ruangan yang habis dirapikan, hingga mudah mengambil barang yang dibutuhkan. Terima kasih juga
Demikian pula, teman-teman ngaji yang dengan rendah hati mau berdiskusi tidak dapat terlewatkan dari ucapan terima kasih. Mereka adalah Teguh Wiyatno yang lukisannya diburu kolektor, Paikun yang juga seorang pematung lulusan ISI Yogyakarta, Bagus Triyono yang goresan pensil warnanya mempesonakan, dan mas Bambang yang juga dosen UPN.
Terakhir tapi paling besar dan penuh sayang adalah terima kasih untuk keluarga. Tanpa Sulistyaningsih, istriku yang mampu menciptakan rumah bagai surga bagi penulis, maka tesis ini tidak akan terwujud. Kepenatan menulis sirna seketika saat melihat wajah cantik kedua anakku, Balanca Qolta dan Dalil Aqli. Make dan Pake, atau ibu Tri Badriyah dan bapak Dini M., adalah orang tua yang selalu mendoakan anaknya. Doni Riwayanto, adikku yang tengah mengerjakan tesis tentang jazz di Pascasarjana ISI Yogyakarta, selalu memperkaya konsep melalui diskusinya. Demikian pula, rasa terima kasih diberikan kepada keluarga kakakku, Tri Handini Yuniati. Terima kasih yang besar juga dihaturkan kepada ibu Sri Rahayu dan bapak Teguh Warsidi, yang telah dengan nekat mengijinkan putri tercantiknya saya nikahi.
49
BAB II. LIWA DAN RAYAH DALAM KONTEKS SEJARAH ……
49
A. Periode Jahiliyah ……………………………………..
52
B. Periode Nabi Muhammad …………………………..
53
1. Visual Liwa dan Rayah ...............................
53
a. Ground Liwa dan Rayah .......................
55
b. Charge Liwa dan Rayah .......................
c. Shape, Ukuran, dan Rasio Liwa dan
d. Material Liwa dan Rayah ......................
58
e. Displai Liwa dan Rayah ........................
59
2. Penggunaan Liwa dan Rayah .....................
3. Bendera Kabilah Arab yang Diterima Nabi
C. Periode Khulafaur Rasyidin ………………………..
67
D. Periode Umawiyah hingga Usmaniyah …………..
1. Ground Bendera Periode Umawiyah hingga
a. Ground Putih ………………………………..
74
b. Ground Hitam ……………………………….
78
c. Ground Hijau ………………………………..
79
d. Ground Merah ……………………………….
2. Charge Bendera Periode Umawiyah hingga
Usmaniyah ……………………………………..…
84 Charge Kaligrafi Kalimat Sahadat dan
a.
Tulisan Lain …………………………………. 84
87
b. Charge Bulan Sabit dan Bintang ……….
97
c. Charge Pedang ………………………………
d. Charge Lingkaran ………………………….. 101
e. Charge Mahluk Hidup ……………………. 104
E. Periode Setelah Keruntuhan Khilafah …………... 110
1. Bendera Negara di Negeri Muslim ………….. 112
a. Pengaruh Barat pada Bendera Negara
di Negeri Muslim …………………………… 112
b. Kontinuitas dan Perubahan Bendera
Negara di Negeri Muslim …………………. 120
i. Kontinuitas dan Perubahan Ground
Bendera Negara ………………………. 120
ii. Kontinuitas dan Perubahan Charge
Bendera Negara ………………………. 124
2. Bendera Organisasi Islam …………………….. 127
a. Organisasi Islam tanpa Liwa dan Rayah 127
b. Organisasi Islam dengan Liwa dan
Rayah …………………………………………. 137
i. Liwa dan Rayah di Organisasi Islam selain Hizbut Tahrir …………………. 137
Pengalaman Estetis …………………………..… 253
Pengalaman Estetis …………………………..… 255
D. Ringkasan ……………………………………………… 256
BAB V. KESIMPULAN ……………………………………………….. 260
KEPUS TAKAAN ………………………………………………………….. 266 DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………..
277 PENULIS …………………………………………………………………..
283
DAFTAR GAMBAR
BAB I.
Gambar 1.1 : Liwa berwarna dasar putih dengan kalimat sahadat berwarna hitam ………………………
4 Gambar 1.2
: Rayah berwarna dasar hitam dengan kalimat sahadat berwarna putih …………….
4 Gambar 1.3
16 Gambar 1.4
: Bagian bendera ………………………………….
17 Gambar 1.5
: Bentuk (shape ) bendera ……………………….
: Tipe bendera …………………………………….. 18 Gambar 1.6
: Ejaan laa illaaha illaa Allah, Muhammad Rasul Allah, huruf tebal menunjukkan kata yang dibaca ………………………………………. 20
Gambar 1.7 : Berbagai gaya khat …………………………….. 24 Gambar 1.8
: Surat Nabi Muhammad untuk Raja Bizantium …………………………………………
25 Gambar 1.9
: Sk ema teori ………………………………………. 37 Gambar 1.10
: Posisi DIY di kepulauan Indonesia …………. 40 Gambar 1.11
: Alur Pikir ………………………………………….
BAB II.
Gambar 2.1 : Liwa dan rayah dalam film The Message …. 54 Gambar 2.2
milik Nabi
Muhammad,
karena menggunakan khat sulus cukup sempurna
: Ragam bendera Khilafah Usmaniyah ………
: Prajurit Usmaniyah membawa bendera berbentuk pennon ………………………………
70 Gambar 2.5
: Bendera Usmaniyah saat pertempuran Lepanto, berbentuk pennant …………………
70 Gambar 2.6
: Bendera Kesultanan Cirebon, seperti kombinasi warna liwa …………………………. 72 Gambar 2.7
: Bendera Kesultanan Cirebon, seperti kombinasi warna rayah ……………………….
72 Gambar 2.8
: Bendera Pasukan Aceh dengan ground keputih-putihan dan charge hitam ………...
Gambar 2.9 : Bendera Pasukan Aceh dengan ground keputih-putihan dan charge hitam …………
73 Gambar 2.10
: Panji hitam pada arak-arakan prajurit di Baghdad, dilukis oleh al-Wasithi tahun 1237 ……………………………………………….. 75
Gambar 2.11 : Bendera
tombak, interpretasi G.A. Embleton atas Mamluk
hitam terkait
di
75 Gambar 2.12
saat memimpin Perang Salib ……..………….
: Warna hitam pada bendera Kanjeng Kyai
Kesultanan Yogyakarta ……………………………………….. 77 Gambar 2.13
: Jolly Roger, bendera bajak laut yang ditengarai sebagai olok-olok terhadap rayah ………………………………………………. 78
Gambar 2.14 : Ragam bendera Khilafah Usmaniyah, banyak menggunakan warna merah ……….
80 Gambar 2.15
: Bendera berwarna merah digunakan
al-Fatih saat penahlukan Konstantinopel tahun 1453 ….
: Ground merah pada bendera perang pasukan Aceh dalam pertempuran di
83 Gambar 2.17
Jambo Anyer tahun 1902 …
: Warna merah yang telah pudar pada bendera Aceh di perang Barus 1540, terlihat bagian muka dan belakang ………..
83 Gambar 2.18
: Ground
bendera Si Singamangaraja XII ………………………….…
: Bendera merah milik pemerintahan Islam di Sudan yang ditemukan tentara Inggris pada tahun 1885 ……………………………….. 86
Gambar 2.20 : Kalimat sahadat di bendera pasukan Aceh, kini tersimpan di Museum Negeri Aceh ……
86 Gambar 2.21
: Bendera Khilafah Usmaniyah tahun 1682 .. 86 Gambar 2.22
: Simbol bulan sabit dan bintang, di tengah atas, digunakan di Assiria tahun 1900-612 SM, bulan sabit sebagai representasi Dewa
Sin atau Dewa Bulan ………………………….. 88 Gambar 2.23
: Simbol bulan sabit dan bintang di keempat sisi koin uang dirham Umawiyah …………... 90
Gambar 2.24 : Bendera bergambar bulan sabit dan bintang digunkan Khilafah Ummayah saat
92 Gambar 2.25
komando jihad tahun 1914 …………………..
: Charge bulan sabit dan bintang, bendera Khilafah Usmaniyah, digunakan ulama
93 Gambar 2.26
India di Delhi tahun 1920 …………………….
: Charge bulan
pada bendera Usmaniyah di perang Malta tahun 1 565 ….
sabit
93 Gambar 2.27
: Charge bulan sabit digunkan Angkatan laut Usmaniyah …………………………………. 94 Gambar 2.28
: Bendera bergambar bulan sabit di benteng Usmaniyah akhir abad ke- 15 ………………..
94 Gambar 2.29
: Heksagram di endera Usmaniyah 1571 …… 96 Gambar 2.30
96 Gambar 2.31
: Heksagram pada bendera Israel …………….
: Bulan sabit dan bintang di bendera Aceh yang dipakai 1850 hingga 1900 …………….. 97 Gambar 2.32
: Bulan sabit dan bintang di bendera Kesultanan Pontianak …………………………. 97
Gambar 2.33 : Bendera
tahun 1512, bergamabr pedang Zulfikar …………………..
Usmaniyah
98 Gambar 2.34
: Bendera Usmaniyah saat pertempuran Slankamen, 1691 ……………………………….
99 Gambar 2.35
: Charge pedang Zulfikar di Bendera Si Singamangaraja XII ……………………………. 101
Gambar 2.36 : Surat Nabi Muhammad untuk al-Mundhir 102 Gambar 2.37
: Charge lingkaran di ground hitam dalam Cerita Menak ……………………………………. 103 Gambar 2.38
: Bendera dengan charge lingkaran di ground hitam dibawa prajurit Kraton Yogyakarta … 104 Gambar 2.39
: Buraq di bendera Kesulta nan Bugis ……….. 106 Gambar 2.40
: Buraq di manuskrip Bagdad tahun 1380- an …………………………………………………... 106 Gambar 2.41
: Buraq dan tulisan Muhammad dalam komik kontemporer ……………………………. 106
Gambar 2.42 : Kaligrafi Macan Ali di Persia, diperkirakan abad- 19 …………………………………………... 107 Gambar 2.43
: Charge burung elang pada pasukan Usmaniyah di pertempuran Varna tahun
1444, potongan karya Stephen Turnbull … 109
Gambar 2.44 : Pola bicolor pada bendera Polandia ………… 115 Gambar 2.45
: Pola bicolor bendera Indonesia ………………. 115 Gambar 2.46
: Pola tribar bendera Hongaria ………………… 115 Gambar 2.47
: Pola tribar bendera Yaman …………………… 115 Gambar 2.48
: Pola tricolor bendera Perancis ……………….. 115 Gambar 2.49
: Pola tricolor bendera Mali …………………….. 115 Gambar 2.50
: Bendera Bahamas berpola triagle ............... 116 Gambar 2.51
: Bendera Sudan berpola triagle ……………… 116 Gambar 2.52
: Coat of arms di bendera Mesir ………………. 118 Gambar 2.53
: Tughra Sultan Mahmud II, tahun 1808- 1839 ……………………………………………….. 119 Gambar 2.54
: Hitam, putih, hijau, dan merah di bendera Yordania; representasi Pan- Arab …………… 121 Gambar 2.56
: Merah pada bendera Maroko, konon merepresentasikan warna bendera Nabi
Muhammad ……………………………………… 121 Gambar 2.57
: Bendera Arab Saudi, terdapat kalimat sahad at dan pedang …………………………… 124 Gambar 2.58
: Bulan sabit dan bintang pada bendera Turki ………………………………………………. 125 Gambar 2.59
: Bulan sabit dan bintang pada bendera Tunisia ……………………………………………. 125
Gambar 2.60 : Bulan sabit dan bintang pada bendera GAM ……………………………………………….. 125
Gambar 2.61 : Lima bintang pada bendera Singapura, melambangkan demokrasi, perdamaian,
perkembangan, hukum, dan kesamaan … 126 Gambar 2.62
: Bendera Hamas dengan ground hijau dan charge kalilat sahadat dengan lafaz Allah terletak men onjol di bagian tengah atas …
130 Gambar 2.63
: Versi lain bendera Hamas, ground hijau dan charge kalimat sahadat dalam komposisi lingkaran …………………………… 130
Gambar 2.64 : Ground hijau dan charge pedang di bendera Ikhwanul Muslimin Mesir ……………………. 130 Gambar 2.65
: Warna hijau pada bendera dan bangunan NU ………………………………………………….. 130 Gambar 2.66
: Charge kakbah di bendera PPP ……………… 131 Gambar 2.67
: Charge kalimat sahadat dan matahari 131 : Charge kalimat sahadat dan matahari 131
bergerigi
di
ground hijau
: Matahari bergerigi lambang Persis …………. 131 Gambar 2.69
: Matahari bergerigi lambang Majapahit ……. 131 Gambar 2.70
: Kalimat sahadat pada umbul-umbul di Kadipiro Yogyakarta untuk menyambut
Ramadhan 1433 H …………………………..… 133 Gambar 2.71
: Kalimat sahadat di gerbang Sekaten tahun 2010 ……………………………………………….. 133
Gambar 2.72 : Kalimat sahadat di Masjid ISI Yogyakarta .. 133 Gambar 2.73
: Kalimat sahadat di selubung keranda …. 133 Gambar 2.74
: Bulan sabit dan bintang di bendera Laskar Hizbullah …………………………………………. 135
Gambar 2.75 : Bulan sabit dan bintang di bendera NII, Kartosuwiryo berpose di depannya ………… 135 Gambar 2.76
: Bulan sabit dan empat bintang di bendera DI/TII Aceh pimpinan Daud Beureueh ……. 135 Gambar 2.77
: Bulan sabit dan bintang berpadu dengan matahari pada daidanki , bendera PETA ….. 136 Gambar 2.78
: Bulan sabit dan bintang di bendera PSII dan Masjumi, saat Pemilu 1955 ……………. 136 Gambar 2.79
: Bulan sabit dan bintang di bendera PBB, saat pawai tanggal 29 Juli 2011 di Jakarta 136 Gambar 2.80
: Rayah di belakang pimpinan al-Qoida, Osama bin Laden ………………………………. 139 Gambar 2.81
: Rayah negara Emirat Kaukasus, terdapat
140 Gambar 2.82
gambar pedang …
: Rayah di MMI, terdapat gambar pedang … 140 Gambar 2.83
: Liwa dan rayah dengan lingkaran di HSM Somalia …………………………………………… 141 Gambar 2.84
: Liwa tanpa tambahan charge di HSM Somalia …………………………………………… 141 Gambar 2.85
: Rayah tanpa tambahan charge di HSM Somalia …………………………………………… 141
Gambar 2.86 : Rayah dengan charge pedang di HSM S omalia …………………………………………… 141 Gambar 2.87
: Rayah dengan lingkaran putih di al-Qaeda Aceh ……………………………………………….. 142
Gambar 2.88 : Rayah dengan lingkaran putih di pelaku
142 Gambar 2.89
bom Cirebon …
: Liwa dengan tambahan tulisan nama organisasi ………………………………………… 144
Gambar 2.90 : Podium berselubung bendera dengan kalimat sahadat di Masjid Kwitang Jakarta,
145 Gambar 2.91
24 April 1943 …
: Emblem rayah dari Mujahidin, dengan gambar pedang ………………………………….. 146
Gambar 2.92 : Emblem rayah dari Mujahidin, dengan gambar AK47 ……………………………………. 146 Gambar 2.93
: Derivasi rayah pada topi Panglima Khathab 146 Gambar 2.94
: Derivasi liwa dalam bentuk stiker di helm seorang wanita tanpa kerudung ……………. 147
Gambar 2.95 : Rayah dikibarkan HT di Beirut Libanon t anggal 4 Maret 2011 ………………………….. 150 Gambar 2.96
: Liwa dan rayah di HT Palestina …………….. 150 Gambar 2.97
: Liwa di HT Mesir, tanggal 18 November 2011 ……………………………………………….. 151 Gambar 2.98
: Liwa di HT Banglades, tanggal 23 Oktober 2009 ……………………………………………….. 151 Gambar 2.99
: Liwa dan rayah di HT Pakistan, tanggal 17 April 2010 ………………………………………… 151
Gambar 2.100 : Liwa dan rayah di HT Inggris, tanggal 26 Februari 2011 …………………………………… 151 Gambar 2.101 : Liwa dan rayah di HT Australia, tanggal 4 Juli 2010 …………………………………………. 151
Gambar 2.102 : Pengibar liwa dan rayah oleh peserta KKI, di Stadion GBK tanggal 12 Agustus 2007 … 153 Gambar 2.103 : Aksi pengibar liwa dan rayah saat KKI …… 153 Gambar 2.104 : Aksi pengibaran liwa oleh sabab HTI di
Jakarta, saat Konjab 1432 H tanggal 29 Juni 2011 ………………………………………… 155
Gambar 2.105 : Liwa dan rayah di HTI Meulabuh Aceh, saat Pawai Muharram tahun 2010 …………. 155 Gambar 2.106 : Liwa dan rayah di HTI Medan dalam aksi tanggal 22 Januari 2011 ……………………… 155
Gambar 2.107 : Liwa dan rayah di HTI Bangka Belitung, saat Konjab 1432 H, 19 Juni 2011 ………… 156
Gambar 2.108 : Liwa dan rayah di HTI Jabar, saat Konjab 1432 H, 29 Juni 2011 …………………………. 156 Gambar 2.109 : Liwa dan rayah di HTI Makasar saat aksi
23 Januari 2011 ………………………………… 156 Gambar 2.110 : Liwa dan rayah di HTI Sulawesi Tenggara,
saat Konjab 1432 H, 12 Juni 2011 ………… 156 Gambar 2.111 : Liwa yang terdiri dari enam bagian dan
rayah di HTI Kalimantan Selatan, saat Konjab 1432 H, 12 Juni 2011……………….. 156
Gambar 2.112 : Liwa di HTI Papua di Jayapura, saat Konjab 1432 H, 12 Juni 2011 ………………. 157 Gambar 2.113 : Tulisan DPP HTI di liwa dan rayah saat unjuk rasa menolak uji materi UU Penistaan Agama, di Jakarta ………………… 159
Gambar 2.114 Skema posisi liwa dan rayah dalam
k onteks sejarah …
BAB III.
Gambar 3.1 : Eko
Ahsanta, memperlihatkan skrin sablon untuk pembuatanliwa atau rayah ………………….. 182
Pujiyanto,
pemilik
Gambar 3.2 : Rayah di etalase Solfi …………………………. 182 Gambar 3.3
: Rayah dijual di acara Konjab 1432 H tanggal 19 Juni 2011 ………………………….. 182
Gambar 3.4 : Liwa dan rayah pernah digunakan HTI DIY hingga menyentuh tanah, saat Konjab 1432 H tanggal 19 Juni 2011, dalam gambar hanya terlihat rayah ………………… 186
Gambar 3.5 : Bendera Gula Kelapa dibawa prajurit Keraton Yogyakarta hingga menyentuh
tanah ………………………………………………. 186 Gambar 3.6
: Anak-anak mendapat bendera, saat pawai menjelang Ramadhan tanggal 29 Juni 2011 187 Gambar 3.7
: Wisatawan macanegara mendapat bendera, saat pawai menjelang Ramadhan tanggal
29 Juni 2011 ……………………………………. 187 Gambar 3.8
: Anak sabab HTI DIY yang diajak aksi ikut membawa liwa dan rayah ……………………. 187
Gambar 3.9 : Liwa dan rayah dalam aksi menolak liberalisasi migas tanggal 21 Januari 2011 di perempatan Kantor Pos ………………….… 189
Gambar 3.10 : Liwa dan rayah disamping balon berwarna warni, dalam pawai menjelang Ramadhan
tanggal 29 Juni 2011 ………………………….. 189 Gambar 3.11
: Liwa dan rayah, tampak di kiri atas, digunakan dalam Konjab 1432 H tanggal
192 Gambar 3.12
19 Juni 2011 …
: Liwa dan rayah, tampak di tengah atas, digunakan di Seminar Rajab 1431 H tanggal 10 Juli 2010 …………………………… 192
Gambar 3.13 : Liwa dan rayah di depan masjid kampus UNY, acara diskusi tanggal 24 Oktober 2010 ……………………………………………….. 192
Gambar 3.14 : Rayah di Syawalan tanggal 17 September 2011 ……………………………………………….. 192 Gambar 3.15
: Posko Peduli Merapi HTI tahun 2010, liwa dan rayah kecil tampak di dekat pintu ……. 192 Gambar 3.16
: Rayah di Idul Adha yang diselenggarakan HTI DIY 6 November 2011 ……………………. 193 Gambar 3.17
: Usai sholad Idul Adha, siswa BPTT berpose di depan rayah ………………………………….. 193 Gambar 3.18
: Liwa dan rayah tidak digunakan di Diskusi Meja Forum Intelektual Muslim 15 Januari 2011, dalam gambar tampak pembicara Revrison Baswir, bukan ang gota HT …
195 Gambar 3.19
: Liwa dan rayah tidak digunakan di Training Pemuda 19 Desember 2010 …
195 Gambar 3.20
: Liwa dan rayah tidak digunakan di daurah
195 Gambar 3.21
16 Januari 2011 …
: Logo HTI berlatar belakang warna gelap, bergambar liwa …………………………………. 198 Gambar 3.22
: Logo HTI berlatar belakang warna terang, bergambar rayah ……………………………….. 198 Gambar 3.23
: Logo HTI lama, menggunakan gambar liwa dan rayah ………………………………………… 198 Gambar 3.24
: Logo Pusat Kantor Media HT, bergambar rayah ……………………………………………… 198
Gambar 3.25 : Derivasi rayah untuk topi dan ikat kepala . 199 Gambar 3.26
: Derivasi liwa untuk ikat kepala …………….. 199 Gambar 3.27
: Derivasi rayah untuk jaket …………………… 200 Gambar 3.28
: Kaos bergambar rayah tanpa sahadat, terdapat juga tulisan Khilafah ………………. 200 Gambar 3.29
: Kaos gerakan Anarchist, juga bergambar bendera hitam …………………………………… 200 Gambar 3.30
: Stiker rayah di mobil ………………………….. 201 Gambar 3.31
: Stiker rayah di motor ………………………….. 201 Gambar 3.32
: Hiasan liwa dan rayah ………………………… 202 Gambar 3.33
: Bentuk liwa pada backdrop diskusi di UNY tanggal 24 Oktober 2010 ……………………… 203
Gambar 3.34 : Bentuk liwa dan rayah di VCD keluaran HTI …………………………………………………. 203
Gambar 3.35 : Rayah di laman situs resmi HTI ……………. 204 Gambar 3.36
: Apropriasi foto upacara bendera dengan rayah ………………………………………………. 204 Gambar 3.37
: Apropriasi Naruto membawa rayah ………… 205 Gambar 3.38
: Kata “Khilafah” dalam poster aksi tanggal
21 Januari 2011 ………………………………… 206 Gambar 3.39
: Kata “Syariah” dalam poster aksi tanggal
21 Januari 2011 ………………………………… 206 Gambar 3.40
: Baju lurik pengibar rayah di pawai tanggal
29 Juni 2011 ……………………………………. 207 Gambar 3.41
: Bulan sabit maupun liwa dan rayah di logo HTI Press …………………………………………. 208 Gambar 3.42
: Skema posisi liwa dan rayah dalam konteks budaya HTI DIY ……………………… 212
BAB IV.
Gambar 4.1 : Rayah dengan sablon positif di kain satin .. 217 Gambar 4.2
: Sisi belakang rayah dengan sablon positif di kain yang tidak tertembus cat …………… 217
Gambar 4.3 : Sisi belakang rayah dengan sablon positif di kain yang dapat tertembus cat ………….. 217 Gambar 4.4
: Rayah dengan sablon negatif di kain peles, kadang masih tersisa warna putih kain di sisi fly ……………………………………………… 217
Gambar 4.5 : Sisi belakang rayah dengan sablon negatif, sebagaimana ditulis di dua sisi, tapi
kalimat sahadat terbalik ……………………… 217 Gambar 4.6
: Rayah 3 x 4 m dengan kain dril dan teknik stensil ……………………………………………… 218 Gambar 4.7
: Liwa kecil terbuat dari kertas dengan teknik fotokopi ………………………………..… 218 Gambar 4.8
: Rayah berbahan vinil dengan teknik print digital, terlalu memantulkan cahaya ………. 218
Gambar 4.9 : Ground liwa adalah putih, ground rayah ialah hitam …………………………………….… 220 Gambar 4.10
: Fotokopi gambar rayah … 221 Gambar 4.11
: Ground hitam pada rayah hasil fotokopi … 221 Gambar 4.12
: Komposisi khat paling mirip dengan yang
225 Gambar 4.13
tertera di logo HTI …
: Huruf wawu dan lam di sudut kiri bawah
225 Gambar 4.14
saling bertumpukan …
: Proporsi panjang dan lebar charge lebih kecil ……………………………………………….. 225
Gambar 4.15 : Komposisi khat berbentuk lingkaran ……… 225 Gambar 4.16
: Lafaz Allah terletak menonjol di bagian tengah atas …………………………………….… 225 Gambar 4.17
: Komposisi maupun proporsi huruf dan
menunjukkan konsistensi ……………………………………….. 225 Gambar 4.18
berukuran 60 x 85 cm …
: Bendera buatan Solfi, kira-kira berukuran
227 Gambar 4.20
55 x 85 cm …
: Bendera yang dijual di toko buku Rumah Muslim, kira- kira berukuran 74 x 96 cm … 227 Gambar 4.21
berukuran 300 x 400 cm …
: Rayah dengan bunting berupa rumbai- rumbai berwarna kuning …………………….. 228 Gambar 4.23
: Paling sering, liwa dan rayah dikibarkan langsung dengan tongkat, saat aksi Tolak
Obama 13 November 2011 …………………… 231
Gambar 4.24 : Kadang liwa dan rayah dikibarkan pada satu tongkat, saat aksi Menolak Kenaikan BBM 29 Maret 2012 …………………………… 231
Gambar 4.25 : Liwa dan rayah didirikan dengan tiang, foto di ringroad Barat menjelang Konjab
1432 H 19 Juni 2011 ………………………….. 231 Gambar 4.26
: Liwa roboh di ringroad Barat, foto menjelang Konjab 1432 H 19 Juni 2011 … 231
Gambar 4.27 : Rayah berukuran besar dipasang sebagai backdrop, saat Liqo Syawal di Masjid Agung
Bantul 2010 ……………………………………… 232 Gambar 4.28
: Liwa dan rayah dipasang di dinding dan tiang di kanan kiri pembicara, saat Syawalan HTI Sleman 25 September 2011 di Masjid Agung Sleman ……………………… 232
Gambar 4.29 : Liwa dan rayah dipasang di podium, di Posko Bencana Merapi 2010 ………………… 232
Gambar 4.30 : Liwa dan rayah dipasang vertikal dan digantung di langit-langit teras JEC saat
Konjab 1432 H 19 Juni 2011 ……………….. 232 Gambar 4.31
: Liwa dan rayah dipasang berselang-seling; saat Seminar Rajab 1431 H tanggal 10 Juli
2010 ……………………………………………….. 233 Gambar 4.32
: Liwa atau rayah dibentangkan dengan tangan, saat aksi Tolak Obama 13
November 2011 …………………………………. 233 Gambar 4.33
: Liwa dan rayah sebagai properti utama pertunjukan di Konferensi Rajab 1432 H tanggal 19 Juni 2011 ………………………….. 234
Gambar 4.34 : Konfigurasi kata Khilafah di acara Konjab
19 Juni 2011, pementasan ini merupakan satu rangkaian dengan pengibaran liwa dan rayah ………………………………………… 241
Gambar 4.35 : Tidak terdapat pembatasan jumlah liwa dan rayah di HTI DIY; foto diambil saat
aksi “Tolak Obama” tanggal 13 November 2011 ……………………………………………….. 245
Gambar 4.36 : Liwa dan rayah juga dibawa Muslimah HTI DIY …………………………………………………. 245
Gambar 4.37 : Liwa dan rayah di jalan lingkar Yogyakarta, menandakan kegiatan Konjab 1432 H
tanggal 19 Juni 2011…………………………… 247 Gambar 4.38
: Liwa di depan Masjid Agung Bantul bulan September 2010, merujuk pada kegiatan Liqa Syawal HTI DIY Bantul …………………. 247
Gambar 4.39 : Liwa di meja dalam sekelompok wanita berkerudung di Masjid UMY tanggal 30 September 2011 kemungkinan besar mengindikasikan
tersebut diselenggarakan Muslimah HTI DIY ……….. 247 Gambar 4.40
kegiatan
: Efek energetik berupa kepalan tangan dan pekikan takbir, dalam Konjab 1432 H tanggal 19 Juni 2011 ………………………….. 254
Gambar 4.41 : Skema estetika semiotis liwa dan rayah di HTI DIY ………………………………………….… 259
DAFTAR SINGKATAN
BPPT
: Balai Pelatihan Teknik Traksi
DIY
: Daerah Istimewa Yogyakarta
DPD
: Dewan Pimpinan Daerah
DPP
: Dewan Pimpinan Pusat
FUI
: Forum Umat Islam Gb. : Gambar
GBK
: Gelora Bung Karno
HDI
: Hizbud Dakwah Islam
HMI
: Himpunan Mahasiswa Islam
HSM
: Harakah ash-Shabab al-Mujahidin
HT
: Hizbut Tahrir
HTI DIY
: Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta
HTI
: Hizbut Tahrir Indonesia
IAIN
: Institut Agama Islam Negeri
IKIP
: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
ISI
: Institut Seni Indonesia
JEC
: Jogja Expo Center
KKI
: Konferensi Khilafah Internasional
Konjab
: Konferensi Rajab
MMI
: Majelis Mujahidin Indonesia
NU
: Nahdhotul Ulama
Parpol
: Partai Politik
Persis
: Persatuan Islam
PII
: Pelajar Islam Indonesia
Santer
: Santri Terbang
Saw
: Salallahu alaihi wa salam
SMK
: Sekolah Menengah Kejuruan
STEI
: Sekolah Tinggi Ekonomi Islam
UII
: Universitas Islam Indonesia
UNY
: Universitas Negeri Yogyakarta
UPN
: Universitas Pembangunan Nasional
: War on Terrorism
INTISARI
Penelitian ini mengkaji bendera yang digunakan Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (HTI DIY). Partai politik yang tidak masuk parlemen ini menggunakan dua jenis bendera, liwa dan rayah. Liwa berwarna putih dan rayah berwarna hitam, keduanya bertuliskan kaligrafi Arab berlafaz kalimat sahadat.
Bendera itu dikaji dari konteks sejarah, konteks budaya, dan estetika semiotis. Data penelitian kualitatif ini diperoleh melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan kajian pustaka.
Melalui konteks sejarah terlihat, liwa dan rayah pernah digunakan Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin. Selanjutnya, berbagai jenis bendera bermunculan pada periode Khilafah Umawiyah hingga Usmaniyah. Setelah keruntuhan Khilafah, beberapa organisasi Islam, termasuk Hizbut Tahrir (HT), kembali mengibarkannya.
Dalam konteks budaya terungkap, liwa dan rayah disiapkan sebagai bendera negara Khilafah yang dicita-citakan HT. HTI DIY menegaskan bahwa bendera itu bukan benderanya tapi bendera Islam, namun hampir semua kegiatannya yang bersifat terbuka menggunakannya. Hal ini menunjukkan bahwa bendera tersebut menjadi artefak penting baginya.
Analisis estetika semiotis menunjukkan, sebagai objek estetis, bentuk liwa dan rayah di HTI DIY memperlihatkan keragaman, namun tetap sesuai dengan acuan yang tertulis di buku resmi HT. Bendera itu mengandung nilai estetis yang berupa: nilai simbolis, yaitu mengacu pada Islam dan Khilafah; nilai ikonis, yakni peniruan terhadap bendera Nabi Muhammad; dan nilai indeksikal, menunjukkan keberadaan HTI DIY. Pengalaman estetis yang dialami aktifis HTI DIY, ketika melihat penggunaan bendera itu, berupa efek emosional yang berujud rasa haru atau sublim. Pengalaman itu terjadi bersamaan dengan efek energetis yang berupa acungan kepalan tangan; maupun efek logikal tentang penegakan Khilafah.
Kata kunci: Liwa dan rayah, Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, estetika semiotis, konteks sejarah, konteks budaya.
ABSTRACT
This study examines the flag used by Hizb ut-Tahrir Indonesia Yogyakarta (HTI DIY). There are two kinds of flags, liwa and rayah. Liw a’s ground is white and Rayah’s color is black, both charged the profession of faith (shahada) in Arabic Calligraphy.
Those flags are analyzed from a historical context, cultural context, and semiotic aesthetics. This qualitative research data obtained through observations, interviews, documentation studies, and literature review.
In the historical context, liwa and rayah have been used by the Prophet Muhammad and the first four caliphs. Furthermore, different types of flags were popped up in the period of Umayyad until Ottoman Caliphate. After the collapse of the Caliphate, the Islamic organizations, including Hizb ut-Tahrir (HT), re-raise it.
In cultural contex, liwa and rayah will be flags of a new Caliphate aspired by HT. HTI DIY confirms that both were not flags of HT but flags of Islam. However, almost all of its external activities exploit them. This indicates that the flags has become an important artifact for it.
In semiotic aesthetics, as aesthetic object, the forms of liwa and rayah show varieties, but still in accordance with written references in its official book. Those flags contain aesthetic values, that is: symbolic values, which refer to Islam and the Caliphate; iconic value, i.e. imitation of flags of Muhammad prophet; and indexical value, indicating the presence of HTI DIY. Aesthetic experience experienced by HTI DIY activists when looking at the use of the flags is depicting the emotional effects, as tumult or sublime. This experience occurs simultaneously with energetical efect, that is
a fist raising; and logical efect, that is reviving of Caliphate.
Key words: Liwa and rayah, Hizb ut-Tahrir Indonesia Yogyakarta, semiotic aesthetics, historical contex, cultural contex.
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Beberapa bendera yang tengah digunakan Hizbut Tahrir Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta (HTI DIY) dicabut oleh orang tidak dikenal. Bendera yang dipasang di jalan lingkar Yogyakarta itu merupakan bagian dari acara Konferensi Rajab 1432 H tanggal 19 Juni 2011; konferensi ini digelar untuk retrospeksi dan introsepsi keruntuhan Khilafah. Sepuluh hari kemudian, peristiwa serupa juga terjadi di seputar Gelora Delta
Sidoarjo Jawa Timur. 1
Masalah itu dapat dimaknai secara berbeda, yaitu kesukaan atau ketidaksukaan terhadap HTI DIY maupun bendera yang digunakan olehnya. Kesukaan terlihat ketika bendera yang dilepas
ternyata dipasang lagi di sebuah warung bubur kacang hijau. 2 Ketidaksukaan dimungkinkan karena keberadaan HTI DIY, atau HT pada umumnya, menimbulkan kontroversi.
1 Peristiwa tersebut telah dikonfirmasi dalam wawancara dengan Dhuha Ghufron, Penanggungjawab ( Mas‟ul) HTI DIY, tanggal 29 Juli 2011.
2 Wawancara dengan Muhammad Nazir, koordinator publikasi acara Konferensi Rojab 1432 H, tanggal 4 November 2011.
Kontroversi terhadap HT terlihat pada fenomena peningkatan dukungan padanya di satu sisi, dan penolakan terhadapnya di sisi lain. Salah satu penolakan disodorkan lewat buku Ilusi Negara Islam, yang antara lain menyebutkan bahwa HT
adalah gerakan politik berbahaya bagi bangsa. 3 Perlawanan terhadap kelompok Islam ideologis itu juga dilakukan Ed Husain lewat memoar Matinya Semangat Jihad. Dalam buku yang awalnya terbit di Inggris dengan judul The Islamist itu dinyatakan bahwa
HT berbahaya bagi Inggris. 4 Selain itu, acapkali HT diberi julukan bernada negatif, fundamentalis. 5 Demikian pula, seorang mantan aktifis HTI yang juga dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Ainur Rofiq al-Amin, pada buku yang diadaptasi dari disertasinya tahun 2011, Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia, menyatakan bahwa HTI pantas mendapat piala sebagai penghayal terbesar karena proyek
3 Abdurrahman Wahid, ed., Ilusi Negara Islam: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia (Jakarta: Gerakan Bhinneka Tunggal
Ika, the Wahid Institut, Maarif Institut, 2009), passim. Untuk menjawab hal itu, HTI menerbitkan buku Ilusi Negara Demokrasi yang antara lain memaparkan usaha Barat dalam memperalat demokrasi sebagai alat untuk menindas Dunia Ketiga; Arief B. Islandar, ed., Ilusi Negara Demokrasi (Bogor: Al-Azhar Press, 2009), passim.
4 Ed Husain, Matinya Semangat Jihad Catatan Perjalanan Seorang Islamis, terj. Abdul Malik (Tangerang: Pustaka Alvabet, 2008), passim.
5 Syarif Hidayatullah, Islam “Isme-Isme” Aliran dan Paham Islam di Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 84.
penegakan Negara Islam di Indonesia. 6 Terkadang, HT juga dipandang sebagai gerakan terselubung dan misterius. 7
Penelitian ini berusaha masuk ke dalam partai “terselubung dan misterius” itu, khususnya yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), dengan konsentrasi pada bendera yang digunakan olehnya. Penelitian ini merupakan upaya pemahaman (verstehen) terhadap budaya visual yang digunakan HTI DIY.
Saat mengadakan kegiatan yang melibatkan masyarakat luas, HTI DIY hampir selalu mengibarkan dua jenis bendera, yaitu liwa dan rayah. Liwa adalah bendera berwarna dasar putih dan bertuliskan kalimat sahadat berwarna hitam (gb. 1.1). Kalimat tersebut menggunakan bahasa dan kaligrafi Arab. Lafaz sahadat berbunyi laa ilaaha illaa Allah Muhammad Rasul Allah yang berarti
„tidak ada sesembahan selain Allah, Muhammad rasul Allah‟. Kebalikannya, rayah memiliki warna dasar hitam dengan kalimat sahadat berwarna putih (gb. 2.2).
6 Ainur Rofiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbut Tahrir di Indonesia (Yogyakarta: LkiS, 2012), sampul depan. Pernyataan
al-Amin dijawab Juru Bicara HTI, Ismail Yusanto, yaitu al-Amin disebut telmi (telat mikir) karena lembaga di luar Islam pun, misalnya National Intellegence Council (NIC) yang ada di Amerika Serikat, beberapa tahun sebelumnya telah memprediksi kemungkinan kemunculan Khilafah; Ismail Yusanto, ”Telmi”, majalah Al-Wa‟ie (No. 141, Tahun XII, 1-31 Mei 2012), 40-41.
7 Abdul Mun‟im al-Hafni, Ensiklopedia: Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam Seluruh Dunia, terj. Muhtarom
(Jakarta: Grafindo, cetakan ke-2 1999), 265.
Gambar 1.1 Gambar 1.2 Liwa berwarna dasar putih
Rayah berwarna dasar hitam
dengan kalimat sahadat dengan kalimat sahadat
berwarna hitam berwarna putih (Foto: Deni Junaedi, 2011) (Foto: Deni Junaedi, 2011)
HTI DIY adalah bagian dari Hizbut Tahrir (HT) yang didirikan oleh Taqiyuddin an-Nabhani di Yerusalem Palestina pada tahun 1953. 8 HT berkembang di lebih dari 70 negara, 9 antara lain: Amerika Serikat, Inggris, Australia, Yaman, Tunisia, Malaysia, dan Indonesia. 10 Parpol yang tidak terlibat di parlemen itu sampai ke Indonesia pada tahun 1982, pertama kali diterima di kota Bogor. HT di wilayah Indonesia disebut Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Konsep HT masuk ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 1988, kepengurusan HTI DIY secara resmi dibentuk pada
tahun 1992. 11
8 John L. Esposito, ed., The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, volume 2 (New York: Oxford University Press, 2001), 125.
9 Illya Muhs in, “Gerakan Penegakan Syariah Islam: Studi tentang Gerakan Sosial Hizbut Tahrir Indoensia di DIY” (Tesis Program Studi Sosiologi Sekolah Pascasarjana UGM, 2007), 123.
10 Fahmi Amhar, “Peta Global Perjuangan Menegakkan Khilafah”, dalam majalah Al- Wa‟ie (No. 119, Tahun X,1-31 Juli 2010), 9-11. 11 Muhsin, 2007,117-123.
bermakna „partai p embebasan‟. Dalam bahasa Arab, hizb berarti „partai‟ dan at-
Secara harfiah,
Hizbut
Tahrir
tahrir berarti „pembebasan‟. HT dideklarasikan sebagai partai politik yang berlandaskan ideologi Islam. 12 Tujuannya adalah mengembalikan kejayaan Islam melalui penegakan Khilafah atau Negara Islam yang menyatukan seluruh dunia. 13 Kendati bertujuan mendirikan negara, HT melarang penggunaan senjata
atau perlawanan fisik dalam perjuangannya. 14
Dalam penelitian ini, bendera yang digunakan HTI DIY dicermati dari ranah objek estetis, nilai estetis, dan pengalaman estetis, yang terjalin dalam proses estetis atau estesis. Estesis dipandang sebagai teks dan diletakkan dalam konteks sejarah dan konteks
semiotis dengan memperhatikan konteks waktu maupun ruang diharapkan dapat menjadi pisau bedah fenomena pengibaran liwa dan rayah oleh HTI DIY, sebagai bagian fenomena Internasional.
budaya.
Pendekatan estetika
12 Esposito, 2001, 125-126. 13 Hizbut Tahrir, Mengenal Hizbut Tahrir dan Strategi Dakwah Hizbut Tahrir, terj. Abu Afif dan Nur Khalish (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah, cetakan ketiga 2009), 3.
14 Redaksi al- Wa‟ie, “Rachmad S. Labib: Hizbut Tahrir Tidak Menggunakan Kekerasan”, dalam majalah Al-Wa‟ie (Jakarta: HTI, No.18 ,Tahun XI, 1-30 Juni 2011), 20.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, mengapa liwa dan rayah digunakan oleh HTI DIY?; kedua, bagaimana konteks sejarah bendera tersebut?; ketiga, bagaimana keberadaan bendera itu dalam konteks budaya HTI DIY?; dan keempat, bagaimana estetika semiotis bendera tersebut?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan memahami fenomena pengibaran liwa dan rayah di HTI DIY. Analisis yang digunakan adalah estetika semiotis, yaitu analisis dalam kerangka estesis yang meliputi pembahasan objek estetis, nilai estetis, dan pengalaman estetis. Estesis atau proses estetis tersebut ditempatkan dalam konteks sejarah dan konteks budaya agar diperoleh pemahaman yang tepat.
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai pengkayaan konsep estetika. Kajian terhadap budaya visual atau karya seni rupa yang digunakan oleh institusi politis berbasis ideologi agama, sebagaimana HTI DIY, juga bermanfaat bagi beragam institusi, misalnya, institusi pendidikan, agama, politik, atau bahkan negara. Secara umum, penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat seni rupa atau masyarakat luas untuk menumbuhkan kesadaran terhadap budaya visual di dalam lingkungan keseharian.
Penelitian ini juga bermanfaat bagi penulis untuk pengkayaan pengamatan terhadap budaya seni rupa dengan pendekatan multidisiplin, yaitu estetika, sejarah, dan budaya.
D. Tinjauan Pustaka
Sebelum penelitian ini dilakukan, telah ada beberapa pustaka terkait dengan liwa dan rayah, kaligrafi, atau HTI DIY. Namun demikian, belum ada yang secara khusus meneliti tentang liwa dan rayah yang digunakan oleh HTI DIY.
1. Pustaka terkait Liwa dan Rayah
Bentuk maupun penggunaan liwa dan rayah telah diteliti oleh Abdullah bin Muhammad bin Sa‟d Al-Hujaili dalam Al-„Alamu Nabawiy as-Syarif. 15 Dosen Jurusan Pengadilan dan Politik Pemerintahan di Universitas Islamiyah Madinah Munawarah itu menggunakan pendekatan historis dalam penelitiannya. Sumber data yang digunakan adalah hadis Nabi dan catatan sejarah.
Dalam buku itu disebutkan, sebelum kedatangan Islam, masyarakat Arab telah menggunakan bendera untuk berbagai kepentingan, seperti: peperangan, mainan anak, penjual arak, penyair wanita, maupun dipajang di tempat pelacuran. Setelah
15 Abdullah bin Muhammad bin Sa‟d al-Hujaili, al-„Alamu Nabawiy as-Syarif wa Tatbiqatihi al-Qadimatu wa al- Ma‟ashiratu (Madinah al-
Munawarah: Maktabat al- „Ulum wa al-Khikam, 2002), passim.
pemerintahan Islam terbentuk di Madinah pada tahun 622, liwa dan rayah digunakan Nabi Muhammad dalam peperangan. Setelah Nabi Muhammad wafat, pemerintahan Khulafaur Rasidin tetap menggunakan bendera tersebut. Selanjutnya, Khilafah Bani Umawiyah yang memimpin pada tahun 661 hingga 749 mengubah bendera negara menjadi berwana hijau, juga memakai baju resmi kenegaraan berwana hijau; warna tersebut menjadi simbol pemerintahan. Lalu, Bani Abbasiyah yang berkuasa sejak 749 hingga 1200 kembali menggunakan bendera hitam meskipun dengan penambahan materi tulisan; pakaian para pemimpin pun
berwarna hitam. 16
Pustaka lain yang menyinggung liwa adalah karya Gabriella Elgenius pada salah satu subbab “The Origin of European National Flags ” dalam buku Flag, Nation, Symbolism in Europe and
America. 17 Peneliti dari University of Oxford itu menggunakan pendekatan sosiologis untuk melihat bendera sebagai identitas yang membedakan antara “kita” dan “yang lain” (the other).
Elgenius menyatakan bahwa bendera berwarna hitam dan putih telah digunakan pada awal abad ketujuh sebelum kelahiran Islam. Selanjutnya, Muhammad menggunakan sebuah bendera berwarna hitam dan sebuah bendera berwarna putih. Elgenius
16 Al-Hujaili, 2002, passim. 17 Gabriella Elgenius, “The Origin of European National Flags”,
dalam Thomas Hylland Eriksen dan Richard Jenkins, ed., Flag, Nation, Symbolism in Europe and America (New York: Routledge, 2007), passim.
tidak mencantumkan sumber data untuk informasi ini. Pernyataannya bahwa Muhammad menggunakan satu bendera berwarna hitam berbeda dengan pendapat al-Hujaili, yang menggunakan hadis sebagai sumber data, bahwa rayah, atau
panji hitam, berjumlah banyak. 18
Selanjutnya Elgenius menyatakan, pemerintahan awal setelah kematian Muhammad menggunakan warna bendera yang diasosiasikan dengan Muhammad sebagai seorang nabi. Kemudian, para pemimpin Arab mengembangkan warna dan tulisan tersendiri, pergantian dinasti diikuti dengan perubahan warna bendera. Pilihan warna dan inskripsi oleh pemerintah berkuasa merupakan bentuk identitas politik yang kelak menjadi basis untuk seluruh bendera modern. Berbeda dengan bangsa Cina yang mengidentifikasi setiap warna bendera dengan konsep filsafat atau agama, bangsa Arab menghubungakan warna bendera
dengan kepemimpinan seseorang atau dinasti. 19
Kedua kepustakaan terkait dengan liwa dan rayah tersebut tidak menyinggung penggunaannya oleh HT, apalagi HTI DIY. Dengan demikian, tulisan Al-Hujaili maupun Elgenius berbeda dengan penelitian ini.
18 Al-Hujaili, 2002, 68. 19 Elgenius, 2007, 17-18.
2. Pustaka terkait Hizbut Tahrir
Penelitian tentang HTI DIY dikerjakan oleh Illya Muhsin dalam tesis “Gerakan Penegakan Syariah Islam: Studi tentang Gerakan Sosial Hizbut Tahrir Indone sia di DIY”. 20 Penelitiannya menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan etnografis. Muhsin menggunakan teori gerakan sosial yang, antara lain, dikembangkan oleh Dough McAdam. Ia menyatakan bahwa kemunculan HT, termasuk HTI, atau khususnya HTI DIY, dapat dilihat dalam tiga aspek, yaitu: normatif, historis, dan sosiologis. Secara normatif, HT muncul karena terdapat kewajiban penegakan syariah Islam dalam sistem negara Khilafah. Secara historis, kemunculan HT terkait dengan fakta bahwa Khilafah Islam pernah tegak dan membawa umat Islam pada pencapaian peradapan gemilang selama 13 abad. Secara sosiologis, hal tersebut muncul karena krisis multi dimensional di berbagai belahan dunia.
Pada penelitian lain, untuk mengetahui faktor yang mendukung proses internasionalisasi gerakan HT, Dian Nur Ainy mengerjakan tesis berjudul “Gerakan Organisasi Internasional
Islam Hizbut Tahrir ”. 21 Penelitian ini menggunakan teori politik, khususnya terkait dengan gerakan Islam politis yang diungkapkan oleh Joel Beinin dan Guilain Denoeux. Penelitian kualitatif ini
20 Muhsin, 2007, passim. 21 Dian Nur Ainy, “Gerakan Organisasi Internasional Islam Hizbut
Tahrir” (Tesis Program Studi Ilmu Politik Konsentrasi Hubungan Internasional, Sekolah Pascasarjana UGM Yogyakarta, 2007), passim.
mengambil subjek HT yang ada di Inggris, Jerman, Uzbekistan, Turki, serta Indonesia. Ainy menyatakan bahwa gerak penyebaran HT ke dunia Internasional didukung oleh berbagai faktor. Pertama, metodologi pergerakannya berpedoman pada tahapan yang dicontohkan
Nabi Muhammad. Kedua, struktur partai menggunakan sistem sel. Ketiga, pergerakan memanfaatkan teknologi informasi modern. Keempat, rasa ketidakpuasan umat Muslim terhadap pemerintah yang tengah berkuasa. Di sisi lain, keadaan demokratis atau tidaknya suatu negara bukan menjadi faktor utama bagi perkembangan HT.