Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan Tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan Di Wilayah puskesmas pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura tahun 2010

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TENTANG PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA TAHUN 2010

Oleh :

081000203

LATIFAHANUM KOTO

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TENTANG PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA TAHUN 2010

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan masyarakat

Oleh:

NIM : 081000203 LATIFAHANUM KOTO

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

GAMBARAN PENGETAHUAN SIKAP DAN TINDAKAN BIDAN TENTANG

PENANGANAN PERDARAHAN PASCA PERSALINAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN

TANJUNG PURA TAHUN 2010

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : NIM. 081000203

LATIFAHANUM KOTO

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 19 Januari 2011 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

NIP. 19510520 198703 2 001 NIP. 19531018 198203 2 001

dr. Ria Masniari Lubis, M.Si

Penguji II Penguji III Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes

NIP. 19711225 199501 2 001 NIP. 19761005 200912 2 003 Maya Fitria, SKM, M.Kes Medan, Maret 2011

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dekan,

NIP. 19610831 198903 1 001 Dr. Drs. Surya Utama, MS


(4)

ABSTRAK

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi 500 ml dan secara kasat mata mencapai 1000 ml yang dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti mengeluh lemah, berkeringat dingin dan menggigil.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian ini mencakup seluruh populasi untuk pengetahuan dan sikap. Tetapi untuk tindakan dilakukan bagi bidan yang pernah menangani kasus perdarahan pasca persalinan yaitu sebanyak 20 orang .

Hasil dari penelitian menunjukkan dari 33 bidan, sebanyak 51,5% memiliki pengetahuan baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan. Sebanyak 84,8% memiliki sikap baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan dan dari 20 orang bidan yang menangani perdarahan pasca persalinan sebanyak 5% yang melakukan 7 tindakan yang semestinya dilakukan tetapi melakukan 1 tindakan yang semestinya tidak dilakukan.

Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Langkat agar lebih meningkatkan pengetahuan, sikap terutama tindakan bidan dalam penanganan perdarahan pasca persalinan dengan melakukan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) serta melakukan uji kompetensi terhadap bidan dilapangan dan kepada bidan yang ada dilapangan untuk lebih banyak belajar dan berlatih


(5)

ABSTRACT

Post-parity hemorrhage is the bleeding which occurs shortly after the birth process has taken place with a noticeable volume exceeding 500 ml up to 1000 ml which can cause a change in vital signs, such as feeling weak, having a cold sweat and shivering from cold.

This study was descriptive in nature with a cross sectional approach aiming togive a description of midwives knowledge, attitude and act in handling post-parity hemorrhage at the Lokal Government Clinic of Pantai Cermin. The population in this study involved all the midwives (33 people) working at the lokal Government Clinic of Pantai Cermin. While the sample in this study involved the whole population for knowleadged attitude, act was only done for the midwives who had handled postpartum hemorrhage cases,namely as many as 20 people.

The research findings showed that out of 33 midwives, 51,5% had good attitude in handling post-parity hemorrhage. And from among the 20 midwives handling post parity hemorrhage, 5 % did seven proper acts and one improper act.

It is recommended that the Public Health Service of Langkat enhance the knowleadge,attitude and especially the act of the midwives in handling post-parity hemorrhage by conducting Normal Maternity Care (APN) training as well as testing the competency of the field and appealing to the midwives in the field for more learning and practice.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : LATIFAHANUM KOTO

Tempat/ Tanggal Lahir : Pasar Batugerigis / 22 September 1972

Agama : Islam

Status Perkawinan : Menikah Jumlah anggota Keluarga : 2 (dua) orang

Alamat : Dusun Serba Guna Desa Pematang Cengal Kecamatan : Tanjung Pura Kabupaten Langkat

Riwayat Pendidikan

Tahun 1979 - 1985 : SD Negeri I Barus Tahun 1985 - 1988 : SLTP Negeri I Barus Tahun 1988 - 1991 : SPK Flora Medan

Tahun 1991 - 1992 : Program Pendidikan Bidan Dep Kes Medan Tahun 2002 – 2004 : Akademi Kebidanan Poltekkes Medan Tahun 2008 – 2011 : Fakultas Kesehatan Masyarakat USU Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Gambaran

Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan Tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan Di Wilayah puskesmas pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura tahun 2010 .

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun skripsi ini terutama kepada ibu dr Yusniwarti Yusad, Msi dan ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dosen Pembimbing penulis, yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingna kepada penullis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, Ph.D selaku Ketua Departemen Kependudukan dan Biostatistika fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas sumatera Utara. 3. Bapak Drs. Alam Bakti Kaloko, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademi. 4. Ibu Sri Rahayu Sanusi, SKM, M.Kes dan Ibu Maya Fitria, SKM, M.kes selaku

Dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staff Bagian kependudukan dan Biostatistik Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(8)

6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

7. Dr Rudi Tanumiharja Selaku kepala Puskesmas Pantai Cermin yang telah memberi izin kuliah dan Izin Penelitian kepada penulis.

8. Ayahanda (jamadin Koto) dan Ibunda (khairani tanjung) beserta adik-adikku tercinta dan Seluruh Keluarga yang selalu memberikan doa dan dukungannya serta segala yang terbaik bagi penulis.

9. Teristimewa Untuk Suami (Awaluddin SPd) tercinta yang selama ini telah cukup banyak berkorban untuk penulis baik itu moril maupun materi .

10. Sahabat-sahabat terbaikku: kak Juli, Elhanum, renova, Desmiati, Erni, Mardiuli, Ana Pasca, Tika, Dian, Cory, Aan, Rida, Devina, Rafael, Neni, Amy, tria , Ani, dan Semua teman-teman Ekstensi 08 yang selalu memberikan doa dan motivasi bagi penulis.

11. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga kebaikan semua pihak yang telah banyak membantu penulis mendapat rahmat dan hidayah dari Allah SWT. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya keluarga besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Medan, Maret 2011 Penulis,


(9)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Riwayat hidup ... iii

Kata Pengantar ... vi

Daftar isi ... v

Daftar Tabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Perdarahan Pasca Persalinan ... 7

2.1.1. Defenisi Perdarahan Pasca Persalinan ... 7

2.1.2. Patofisiologiperdarahan pasca Persalinan ... 9

2.1.3. Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan ... 11

1. Atonia Uteri ... 11

2. Robekan Jalan Lahir ... 17

3. Retensio Plasenta ... 22

2.2. Perilaku bidan ... 28

2.2.1.Pengetahuan bidan ... 29

2.2.3. Sikap bidan ... 30

2.2.4. Praktek atau tindakan bidan ... 32

2.3. variabel yang diteliti ... 33

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

3.1. Jenis penelitian ... 34

3.2. Lokasi dan waktu penelitian ... 34

3.3. populasi dan Sampel ... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Instrumen Penelitian ... 35

3.6. Defenisi Oprasional Variabel ... 35

3.7. Aspek Pengukuran ... 36


(10)

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 39

4.1. Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin dan Wilayah Kerja... 39

4.1.1. Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin ... 39

4.1.2. Demografi ... 39

4.2. Karakteristik bidan ... 41

4.2.2. Pendidikan bidan ... 42

4.2.3. Lama bekerja bidan ... 42

4.3. Pengetahuan bidan tentang perdarahan pasca persalinan ... 43

4.4. Sikap bidan tentang perdarahan pasca persalinan ... 47

4.5. Tindakan bidan tentang perdarahan pasca persalinan... 50

BAB V PEMBAHASAN ... 55

5.1. Pengetahuan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan. 55

5.2. Sikap bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan ... 55

5.3. Tindakan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

6.1. Kesimpulan... 61

6.2. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN :

Lampiran 1. Surat keterangan Telah Selesai Pengumpulan Data dari Puskesmas Pantai Cermin.


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin

Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 41 Tabel 4.2 Distribusi Frekwensi Umur Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai

Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 42 Tabel 4.3 Distribusi Frekwensi Pendidikan Bidan di Wilayah Puskesmas Pantai

Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 43 Tabel 4.4 Distribusi Frekwensi Lama Bekerja Bidan di Wilayah Puskesmas

Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 43 Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Tiap Pertanyaan Pengetahuan Bidan tentang

Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas

Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010... 44 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan tentang Penanganan

Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 47 Tabel 4.7 Distribusi jawaban Tiap Pertanyaan Sikap tentang Penanganan

Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai

CerminKecamatan Tanjung Pura Tahun2010 ... 48 Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Bidan Penanganan Perdarahan

Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun2010 ... 51 Tabel 4.9 Distribusi jawaban Tiap Pertanyaan Tindakan Bidan tentang Penanganan

Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai

CerminKecamatan Tanjung Pura Tahun2010 ... 52 Tabel 4.10 Distribusi Frekuensi Tindakan Bidan dalam Menangani Perdarahan

Pasca Persalinan di Wilayah Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010 ... 55 Tabel 4.11 Tabel Silang Sikap dan Pengetahuan Bidan tentang Penanganan

Perdarahan pasca Persalinan di Wilayah Keja Puskesmas


(12)

ABSTRAK

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi 500 ml dan secara kasat mata mencapai 1000 ml yang dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti mengeluh lemah, berkeringat dingin dan menggigil.

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin. Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian ini mencakup seluruh populasi untuk pengetahuan dan sikap. Tetapi untuk tindakan dilakukan bagi bidan yang pernah menangani kasus perdarahan pasca persalinan yaitu sebanyak 20 orang .

Hasil dari penelitian menunjukkan dari 33 bidan, sebanyak 51,5% memiliki pengetahuan baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan. Sebanyak 84,8% memiliki sikap baik tentang penanganan perdarahan pasca persalinan dan dari 20 orang bidan yang menangani perdarahan pasca persalinan sebanyak 5% yang melakukan 7 tindakan yang semestinya dilakukan tetapi melakukan 1 tindakan yang semestinya tidak dilakukan.

Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Langkat agar lebih meningkatkan pengetahuan, sikap terutama tindakan bidan dalam penanganan perdarahan pasca persalinan dengan melakukan pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) serta melakukan uji kompetensi terhadap bidan dilapangan dan kepada bidan yang ada dilapangan untuk lebih banyak belajar dan berlatih


(13)

ABSTRACT

Post-parity hemorrhage is the bleeding which occurs shortly after the birth process has taken place with a noticeable volume exceeding 500 ml up to 1000 ml which can cause a change in vital signs, such as feeling weak, having a cold sweat and shivering from cold.

This study was descriptive in nature with a cross sectional approach aiming togive a description of midwives knowledge, attitude and act in handling post-parity hemorrhage at the Lokal Government Clinic of Pantai Cermin. The population in this study involved all the midwives (33 people) working at the lokal Government Clinic of Pantai Cermin. While the sample in this study involved the whole population for knowleadged attitude, act was only done for the midwives who had handled postpartum hemorrhage cases,namely as many as 20 people.

The research findings showed that out of 33 midwives, 51,5% had good attitude in handling post-parity hemorrhage. And from among the 20 midwives handling post parity hemorrhage, 5 % did seven proper acts and one improper act.

It is recommended that the Public Health Service of Langkat enhance the knowleadge,attitude and especially the act of the midwives in handling post-parity hemorrhage by conducting Normal Maternity Care (APN) training as well as testing the competency of the field and appealing to the midwives in the field for more learning and practice.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tingginya angka kematian ibu di dunia pada tahun 2000 disebabkan kehamilan persalinan dan nifas mencapai 529.000 yang tersebar di Asia 47,8% (253.000), Afrika 47,4% (251.000), Amerika Latin dan Caribbean 4% (22.000), dan kurang dari 1% (2.500) di negara maju (Abid, 2009).

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) tahun 2005 Indonesia masih merupakan salah satu negara penyumbang AKI terbesar di dunia dan di Asia Tenggara dengan AKI sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup (KH), sedangkan Thailand sebesar 129 per 100.000 KH, Malaysia jauh lebih baik yaitu hanya sebesar 39 per 100.000 KH dan Singapura sudah sangat baik sekali hanya dengan AKI sebesar 6 per 100.000 KH. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 melaporkan AKI sebesar 228 per 100.000 KH, namun laporan WHO yang dikutip oleh Depkes RI (2008) AKI di Indonesia disebutkan mencapai 420 per 100.000 KH.

Angka kematian ibu (AKI) di Sumatera Utara 5 (lima) tahun terakhir secara berturut-turut adalah sebagai berikut; tahun 2002 terdapat 360 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2003 terdapat 345 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 terdapat 330 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2005 terdapat 315 per 100.000 kelahiran hidup dan tahun 2006 tetap 315 per 100.000 kelahiran hidup (Dinkes Provsu, 2009).

Berdasarkan data Depkes RI tahun 2008, secara nasional penyebab langsung kematian ibu dengan penyumbang AKI terbesar adalah perdarahan 28%, eklampsia


(15)

(24%), infeksi (11%), komplikasi peuperium 8% dan partus macet 5% (Depkes RI,2008).

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa perdarahan merupakan peyumbang terbesar proporsi penyebab kematian ibu. Walaupun angka kematian ibu telah menurun dengan meningkatnya pelayanan kesehatan obstetri namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan faktor utama dalam penyebab kematian ibu (Yoseph, 2008).

Hal-hal yang menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah; atonia uteri 60%, sisa plasenta 24%, retensio plasenta 17%, laserasi jalan lahir 5%, dan kelainan darah 0,8% (Mochtar, 1998).

Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan. Lebih dari separuh jumlah seluruh kematian ibu terjadi dalam waktu 24 jam setelah melahirkan, sebagian besar karena terlalu banyak mengeluarkan darah. Walaupun seorang perempuan dapat bertahan hidup setelah mengalami perdarahan setelah persalinan, namun ia akan menderita anemia berat (Faisal, 2008).

WHO (2006) telah merekomendasikan program Making Pregnancy Safer yang salah satu fokus penanganannya pada pencegahan perdarahan pasca persalinan. perdarahan pasca persalinan dini seringkali dapat ditangani dengan perawatan dasar, namun keterlambatan dapat mengakibatkan terjadinya komplikasi lebih lanjut sehingga memerlukan pelayanan yang komperhensif. Pencegahan, diagnosis dan penanganan pada jam-jam pertama sangatlah penting untuk mengatasi perdarahan (Wijaya, 2008).


(16)

Sebagian besar dari komplikasi itu dapat ditangani melalui penerapan teknologi kesehatan yang ada. Dengan kata lain bahwa kematian ibu sebenarnya dapat dicegah, namun banyak faktor yang mempengaruhi baik politis dan teknis yang membuat teknologi kesehatan kurang diterapkan di tingkat masyarakat. Karena berbagai alasan, termasuk ketidaktahuan dan hambatan ekonomis. Kemiskinan dan rendahnya pengetahuan dan status sosial ekonomi, perempuan yang tidak punya andil. Terbatasnya memperoleh informasi dan pengetahuan baru, hambatan membuat keputusan, terbatasnya akses memperoleh pendidikan yang memadai, dan kurang peka terhadap kebutuhan perempuan (WHO, 2001).

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategi terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kesakitan dan Kematian Bayi (AKB), bidan memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun berada (Kepmenkes RI, 2007).

Menurut ketua Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Wastidar Musbir, sebanyak 80% penduduk Indonesia bermukim di sekitar 69.061 desa. Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mempunyai angggota yang tersebar di seluruh Pelosok Indonesia dengan jumlah sekitar 73.526 orang yang meliputi 30 propinsi dengan 318 cabang dan 1243 ranting, maka diharapkan profesi bidan yang berada dekat dengan masyarakat dapat memberikan pelayanan kesehatan yang seoptimal mungkin. Terutama pelayanan pada ibu dan anak (IBI, 2006).


(17)

Di Kabupaten Langkat tahun 2007 kematian ibu berjumlah 13 orang dari 22.983 persalinan dengan penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan 38,46%, eklamsia 30,76%, lain lain 30,76%. Tahun 2008 berjumlah 14 orang dari 23.086 persalinan dan penyebab kematian ibu adalah perdarahan 64,28%, eklamsia 21,42%, lain lain 14,28%, dengan penolong persalinan adalah bidan (Dinkes Langkat 2009) Sedangkan di Puskesmas Pantai Cermin tahun 2008 kematian ibu berjumlah 2 orang dari 1347 persalinan dengan penyebab kematian ibu adalah perdarahan 50%, eklamsia 50% dan tahun 2009 terdapat 31 orang ibu bersalin yang mengalami perdarahan dari 1.357 persalinan (2,28%) ( data laporan puskesmas Pantai Cermin, 2009).

Faktor penyebab tidak langsung kematian ibu dapat disebabkan oleh bidan tidak memiliki kemampuan memberikan pelayanan emergensi dalam penanganan perdarahan pasca persalinan, dari survei awal yang dilakukan terhadap bidan Puskesmas Pantai Cermin dari 10 bidan terdapat 3 bidan yang tidak tahu tentang tanda-tanda, penyebab perdarahan pasca persalinan, 3 orang yang memiliki sikap kurang didalam penanganan perdarahan pasca persalinan dan 4 orang yang memiliki tindakan yang kurang tentang penanganan perdarahan pasca persalinan.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Gambaran pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2010.


(18)

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut; “Bagaimana Gambaran Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura.

2. Untuk mengetahui gambaran sikap bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura. 3. Untuk mengetahui gambaran tindakan bidan tentang penanganan perdarahan

pasca persalinan di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura.


(19)

1.4 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Puskesmas dalam upaya peningkatan pelayanan asuhan kebidanan, khususnya pada ibu yang mengalami perdarahan pasca persalinan sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu.

2. Sebagai bahan masukan bagi Bidan untuk evaluasi dalam melakukan

penatalaksanaan kala IV persalinan normal sebagai upaya pencegahan terjadinya perdarahan pasca persalinan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perdarahan Pasca Persalinan.

2.1.1 Definisi Perdarahan Pasca Persalinan

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi sesudah sesaat proses persalinan berlangsung dengan volume perdarahan melebihi dari 500 ml. Kondisi dalam persalinan menyebabkan kesulitan untuk menentukan volume perdarahan yang terjadi karena tercampur dengan air ketuban, dan serapan pakaian atau kain alas tidur. Oleh sebab itu operasional untuk periode pasca persalinan adalah setelah bayi lahir. Sedangkan tentang jumlah perdarahan, disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal dimana dapat menyebabkan perubahan tanda vital, seperti; pasien mengeluh lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/menit, dan kadar Hb <8 g% (Saifuddin, 2001).

Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat dikategorikan sebagai perdarahan pasca persalinan dan perdarahan yang secara kasat mata mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius.


(21)

Definisi baru mengatakan bahwa setiap perdarahan yang dapat mengganggu homeostasis tubuh atau mengakibatkan tanda hipovolemia termasuk dalam kategori perdarahan pasca persalinan. Perdarahan sebanyak lebih dari 1/3 volume darah atau 1000 ml harus segera mendapatkan penanganan. Perdarahan pasca persalinan dapat terjadi segera setelah janin lahir, selama pelepasan plasenta atau setelah plasenta lahir (Siswosudarmo, 2008).

Perdarahan obstetri dapat terjadi setiap saat, baik selama kehamilan, persalinan, maupun masa nifas. Oleh karena itu, setiap perdarahan yang terjadi dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas harus dianggap sebagai suatu keadaan akut dan serius, karena dapat membahayakan ibu dan janin (Khoman, 2002).

Berdasarkan waktu kejadiannya perdarahan pasca persalinan dibagi dua bagian, yaitu:

1. Perdarahan pasca persalinan dini (Early Post Partum haemorrhage, atau Perdarahan Pasca persalinan Primer, atau perdarahan pasca persalinan segera). Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, robekan jalan lahir.

2. Perdarahan masa nifas (PPH kasep atau Perdarahan Persalinan Sekunder atau perdarahan pasca persalinan lambat, atau Late PPH). Perdarahan pasca persalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Perdarahan pasca persalinan sekunder sering diakibatkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal (Faisal, 2008).


(22)

Faktor-faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah grandemultipara, jarak persalinan pendek kurang dari 2 tahun, dan persalinan yang dilakukan dengan tindakan yakni; pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa dan persalinan dengan narkosa atau persalinan yang dilakukan dengan menggunakan anastesi yang terlalu dalam (Manuaba, 1998).

Sebagian besar kehilangan darah terjadi akibat arteriol spiral miometrium dan vena desidua yang sebelumnya dipasok dan didrainase ruang intervilus plasenta. Karena kontraksi pada rahim yang sebagian kosong menyebabkan pemisahan plasenta, terjadilah perdarahan dan berlanjut hingga otot rahim berkontraksi di sekitar pembuluh darah dan bekerja sebagai pengikat fisiologi-anatomi. Kegagalan kontraksi rahim setelah pemisahan plasenta (atonia uteri) mengakibatkan perdarahan yang terlalu banyak di tempat plasenta (Hacker, 2001).

2.1.2. Patofisiologi Perdarahan Pasca Persalinan

Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka. Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus, akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan pasca persalinan.


(23)

Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan servix, vagina dan perineum (Muhaj, 2009).

Diagnosis yang dapat ditegakkan terhadap perdarahan pasca persalinan ditandai dengan :

a. Perdarahan banyak yang terus-menerus setelah bayi lahir.

b. Pada perdarahan melebihi 20% volume total, timbul gejala penurunan tekanan darah, nadi, dan napas cepat, pucat, ekstremitas dingin sampai terjadi syok.

c. Perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio plasenta atau laserasi jalan lahir.

d. Perdarahan setelah plasenta lahir. Perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan lahir.

e. Riwayat partus lama, partus presipitatus, perdarahan antepartum atau penyebab lain (Mansjoer, 1999).

Perdarahan pasca persalinan juga dapat disertai dengan komplikasi disamping dapat menyebabkan kematian. Perdarahan pasca persalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan tubuh penderita berkurang. Perdarahan banyak, kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi bagian tersebut. Gejala-gejalanya adalah astenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea, dan kehilangan fungsi laktasi (Wiknjosastro, 2002).


(24)

2.1.3 Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan

Penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah 1. Atonia Uteri

Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus sebanyak 500-800 cc/menit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 cc/menit dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi (JNPK/ Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007).

Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh atonia uteri adalah;

a) uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan. b) Kala I atau II yang memanjang.

c) Persalinan cepat (partus presipitatus).

d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi). e) Infeksi intrapartum.

f) Multiparitas tinggi.

g) Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre-eklampsia/eklampsia (JNPK, 2007).


(25)

Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi (JNPK, 2007). Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari terjadinya ;

a) Partus lama.

b) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil; seperti pada kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar.

c) Multiparitas.

d) Anestesi yang dalam. e) Anestesi lumbal.

Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III persalinan, dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus (Wiknjosastro, 2002).

a. Diagnosis

Perdarahan pasca presalinan ditandai juga dengan timbulnya perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok.


(26)

Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan - setelah anak lahir, secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan 1 jam sesudahnya.

Apabila terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera. Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir.

Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian karena perdarahan pasca persalinan dapat dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan darah banyak. Perdarahan pasca persalinan merupakan sebab utama kematian dalam persalinan (Wiknjosastro, 2002).

b. Penanganan Atonia Uteri

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan pasca persalinan, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta (Wiknjosastro, 2002).


(27)

Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu;

1) Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan terlebih dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal. Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar paha kanan 1/3 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu.

2) Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan dengan memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial.

Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada vulva.

Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU Oksitosin intramuskuler . kemudian periksa kandung kemih dan lakukan


(28)

kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual.

Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati-hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban.

3) Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).

Kemudian dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan; kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan lahir (Hadijono, 2006).

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan taktil (masase) fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan langkah-langkah berikut :

a. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.

b. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi, lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus berkontraksi secara baik.

c. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, maka diperlukan tindakan lain.


(29)

d. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual eksternal.

e. Keluarkan tangan perlahan-lahan.

f. Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular (kontraindikasi hipertensi) atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus akan berkontraksi.

g. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat mungkin, sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.

h. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik. i. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,

hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan bedah dan transfusi darah.

j. Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi bimanual internal.

k. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan dengan laju 500/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc/ jam (JNPK, 2007).


(30)

2. Robekan Jalan Lahir

Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali (JNPK, 2007).

Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir (Hadijono, 2006).

Cedera selama kelahiran merupakan penyebab perdarahan postpartum kedua terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep atau ekstraktor vakum.

Dinding pembuluh darah dalam jalan lahir mengembang selama kehamilan dan dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis disepanjang aspek-aspek posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut lateral sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan (Hacker, 2001). a. Klasifikasi Klinis

1. Robekan perineum

Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan


(31)

dalam tengkorak janin serta melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal.

Apabila mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum yang robek dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan otot perineum. dan pada robekan tingkat tiga sampai pada otot spinter Sedangkan robekan tingkat empat, bisa sampai mukosa rektum (JNPK,2007).

2. Robekan dinding vagina

Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan. (Wiknjosastro, 2002).

3. Robekan serviks

Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping serviks bahkan


(32)

kadang-kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang, versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi, dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap (Sastrawinata, 2004).

4. Ruptura uteri

Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula. Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan antara ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika tidak disebut ruptura uteri inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura uteri terbagi atas; 1) Ruptur uteri spontan, 2) Ruptur uteri traumatik, 3) Ruptur uteri pada parut uterus (Wiknjosastro, 2002).


(33)

b. Penanganan Robekan Jalan Lahir

Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan robekan jalan lahir atau episiotomi. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu merasa santai.

1. Ruptura perineum dan robekan dinding vagina Lakukan penjahitan laserasi pada perineum:

1) Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.

2) Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan penjahitan sudah didisinfeksikan tingkat tinggi atau steril.

3) Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah di anastes, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk secara jelas menentukan batas-batas luka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.

4) Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.

5) Tutup Mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah kearah cincin himen.

6) Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian


(34)

antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan sebarapa dekat jarum ke puncak luka.

7) Teruskan kearah bawah tapi tepat pada luka, menggunakan jahit jelujur, hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah di jahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot, mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan dan/atau mendekatkan jaringan tubuh secara efektif.

8) Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkuticuler. Jahitan ini akan menjadi jahitan lapisan kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm dan kurang. Luka ini akan menutup dengan sendirinya pada saat penyembuhan luka.

9) Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.

10)Ikat benag dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang dan sisakan sekitar 1,5 cm.

11)Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.

12)Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada jahitan pada rektum. Jika ada jahitan teraba, ulangi periksa rektum enam minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna (misalkan jika


(35)

ada fistula rektovagina atau ibu melaporkan inkotensia alvi atau feses), ibu segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.

13)Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman. 14)Nasehati ibu untuk :

- Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering.

- Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum.

- Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali perhari.

- Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri (JNPK, 2007).

3. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Saifuddin, 2001).

Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta terbagi atas beberapa bagian, antara lain adalah;

a. Plasenta adhesiva, yaitu implantasi yang kuat dari jojot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

b. Plasenta akreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.


(36)

c. Plasenta inkreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta hingga mencapai atau memasuki miometrium.

d. Plasenta perkreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.

e. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontriksi ostium uteri (Saifuddin, 2001).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta, antara lain adalah;

a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.

b. Kelainan dari plasenta dan sifat pelekatan plasenta pada uterus.

c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi (Faisal, 2008).

Kondisi umum yang menjadi penyebab retensio plasenta adalah :

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam.

2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalangi plasenta keluar (Plasenta inkarserata).


(37)

Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan (Mochtar, 1998).

a. Penanganan Retensio Plasenta

Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, maka harus diusahakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2002).

Setelah bayi lahir dilakukan dengan segera manajemen aktif kala III yaitu: 1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir. 2.Melakukan penegangan tali pusat terkendali.

3. Massase fundus uteri.

Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanan aktif persalinan kala tiga dengan memberikan oksitosin 10 IU intramuskuler dan teruskan penenganagn tali pusat terkendali dengan hati-hati. Teruskan melakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika plasenta masih tetap belum lahir, rujuk segera kerumah sakit.

Bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual. b. Prosedur Plasenta Manual

1) Berikan cairan IV : Nacl 0,9% atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang besar (16 atau 18G) untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali norma.

2) Siapkan peralatan untuk melakukan tehnik manual, yang HARUS dilakukan secara aseptik.


(38)

4) Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10 mg IM.

5) Cuci tangan sampai kebagian siku dengan sabun, air bersih mengalir dan handuk bersih, gunakan sarung tangan panjang steril/DTT.

6) Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.

7) Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

8) Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap kebawah) kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.

9) Setelah mencapai bukaan serviks, mintak seorang asisten/penolong lain untuk memegang klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.

10) Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga kekavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta.

11) Bentangkan tanga obstetrik menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat kejari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat).

12) Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plsenta paling bawah.

 Bila plsenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebalah atas dan disisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah (posterior ibu)

 Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebalah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap keatas (anterior ibu)


(39)

13) Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluasan pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri sambil digeser keatas (kranial ibu) hingga semua perleketan plasenta terlepas dari dinding uterus.

14) Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

15) Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten/penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar.

16) Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorsokranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.

17) Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lainyang digunakan.

18) Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

19) Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir. 20) Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering. 21) Periksa kembali tanda vital ibu.

22) Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.

23) Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih di perlukan dan asuhan lanjutan.


(40)

24) Beritahukan pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan.

25) Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan (JNPK, 2007). c. Rangsang Taktil (masase) Fundus Uteri

Segera setelah plasenta lahir,Lakukan massae fundus uteri: 1) Letakkan telapak tangan pad fundus uteri.

2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang di berikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam, perlahan rileks.

3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri.

4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastiakan keduanya lengkap dan utuh:

a. Periksa plasenta sisi maternal untuk memastikan bahwa semuanya lengkap dan utuh (tidak ada bagian yang hilang).

b. Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang.

c. Periksa plasenta sisi foetal untuk memastiakan tidak adanya kemungkinan lobus tambahan (suksenturiata).

d. Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya.

5) Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi . Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus


(41)

uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik. 6) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca

persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan (JNPK, 2007).

2.2. Perilaku bidan

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak lain. Menurut Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi terhadap stimulus yang berasal dari luar organisme, namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respons tiap-tiap orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku dan terdiri atas dua bagian yaitu; 1) Faktor internal, merupakan karakteristik orang yang bersangkutan dan bersifat bawaan, misalnya; tingkat kecerdasan, emosional, dan jenis kelamin; 2) Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mempengaruhi perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku juga merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan


(42)

tindakan. Perilaku manusia bersifat holistik. Perilaku profesional dari bidan mencakup:

1. Dalam melaksanakan tugasnya, berpengang teguh pada filosofi etika profesi bidan dan asfek legal.

2. Bertanggung jawab dan mempertanggung jawabkan keputusan klinis yang dibuatnya.

3. Senantiasa mengikuti perkembangan pengetahuan dan keterampilan mutakhir secara berkala.

4. Menggunakan pencengahan universal untuk mencengah penularan penyakit dan strategi penggendalian infeksi.

5. Menggunakan konsultasi rujukan yang tepat selama memberi asuhan kebidanan.

6. Menghargai dan memanfaatkan budaya setempat sehubungan dengan praktik kesehatan, kehamilan, kelahiran, periode pasca persalinan, bayi baru lahir, dan anak.

7. Menggunakan keterampilan komunikasi.

8. Bekerjasama dengan dengan petugas kesehatan lain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan keluarga (Atik purwandari,2008).

2.2.2 Pengetahuan Bidan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari


(43)

pengalaman dan hasil penelitian ternyata perilaku yang didasari pengetahuan akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Pengetahuan bidan dapat diperoleh dari pendidikan atau pengamatan, informasi yang didapat seseorang serta melalui pelatihan. Pengetahuan dapat menambah ilmu seseorangserta merupakan proses dasar dari kehidupan manusia. Melalui pengetahuan, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktivitas yang dilakukan oleh bidan seperti halnya dalam pelaksanaan penanganan perdarahan pasca persalinan tidak lain adalah hasil yang diperoleh dari pendidikan dan pelatihan, sehingga dapat memberikan dorongan didalam mencegah perdarahan pasca persalinan

2.2.3 Sikap Bidan

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.

Sikap bidan merupakan pendapat atau penilaian seseorang terhadap cara-cara didalam penatalaksanaan penanganan perdarahan pasca persalinan. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang setuju (mendekat) tidak setuju (menjauhi) suatu hal tetapi ada kalanya sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terlalu terwujud dalam suatu tindakan nyata.


(44)

Sikap mempunyai tiga komponen pokok, seperti yang di kemukakan Allport dalam Notoatmodjo ( 2003), menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

a. Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi memegang peranan penting dalam penentuan sikap yang utuh.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni (Notoatmodjo, 2003) :

a. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) danmemperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek.

b. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan oleh objek.

c. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

d. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jaawab atas segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi.


(45)

2.2.4 Praktek atau Tindakan Bidan

Tindakan merupakan perbuatan nyata atau aktivitas hasil dari pengaruh faktor internal dan eksternal individu yang didukung dengan kondisi yang memungkinkan tampilnya tindakan secara nyata.

Tindakan bidan merupakan perbuatan atau aktivitas yang dilakukan oleh bidan didalam penanganan pertolongan persalinan yang didasarkan pada kompetensi atau kemampuan yang dimiliki yang diperoleh dari pengalaman dan pelatihan yang dilakukan.

Pengukuran tindakan dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung pengukuran tindakan dilakukan dengan pengamatan, dan secara tidak langsung dilakukan dengan wawancara. Praktek atau tindakan mempunyai beberapa tingkatan, antara lain; 1) Persepsi, yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil; 2) Respons terpimpin, yakni melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan contoh; 3) Mekanisme, yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan; 4) Adopsi, merupakan praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan tersebut sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).


(46)

2.3. Variabel yang diteliti

Berdasarkan Latar Belakang, masalah, dan tujuan penelitian, maka yang menjadi variabel dalam penelitian ini adalah :

Pengetahuan

Sikap

Tindakan

Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional yaitu penelitian yang melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja, dilakukan pada saat pemeriksaan dan tidak melakukan tindak lanjut (Sastroasmoro, 2010).

Penelitian ini bertujuan melakukan deskripsi mengenai gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Pemelihan lokasi ini dengan pertimbangan masih tingginya perdarahan pasca persalinan yaitu 2,28% dibandingkan dengan Puskesmas Selesai 0,004% yaitu 5 orang dari 1270 persalinan dan Puskesmas Tanjung Selamat 0,003% yaitu 3 orang dari 1027 persalinan. Pada survei awal ditemukan bidan yang memiliki pengetahuan, sikap dan tindakan kurang tentang penanganan perdarahan pasca persalinan.

3.2.2 Waktu Penelitian


(48)

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini mencakup seluruh bidan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin yang berjumlah 33 orang. Sampel dalam penelitian ini mencakup seluruh populasi untuk pengetahuan dan sikap. Tetapi untuk tindakan dilakukan bagi bidan yang pernah menangani kasus perdarahan pasca persalinan yaitu sebanyak 20 orang bidan .

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Cara Pengumpulan Data

1. Data primer dikumpulkan dengan wawancara menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dan masing-masing responden diwawancarai dalam waktu yang berbeda dengan cara mengunjungi rumah ke rumah responden.

2. Data sekunder diperoleh dari bagian administrasi Puskesmas Pantai Cermin.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini berupa kuesioner yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan teoritis.

3.6 Definisi Operasional Variabel

a. Pengetahuan bidan adalah Segala sesuatu yang diketahui oleh bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan, meliputi pengertian, tanda tanda, cara penilaian, serta penyebab perdarahan.


(49)

b. Sikap bidan adalah pandangan atau tanggapan bidan yang masih tertutup dan belum merupakan tindakan nyata tentang penanganan perdarahan pasca persalinan

c. Tindakan bidan adalah penanganan yang dilakukan oleh bidan kepada pasien yang mengalami perdarahan dalam 24 jam setelah melahirkan sehingga perdarahan tersebut dapat dihentikan meliputi tata laksana kasus, pemeriksaan jalan lahir, manual plasenta

d. Penanganan perdarahan pasca persalinan adalah upaya yang dilakukan oleh bidan dalam pencegahan dan penghentian perdarahan pasca persalinan.

3.7 Aspek Pengukuran

a. Pengetahuan bidan

Pengukuran pengetahuan bidan dilakukan melalui 15 pertanyaan yang bersifat tertutup dan terdiri dari 4 pilihan (a,b,c dan d). Jawaban diukur secara skoring, dengan nilai untuk setiap jawaban yang benar = 1 dan jawaban yang salah = 0, sehingga total skor maksimal adalah 15 dan skor minimal adalah 0.

Selanjutnya pengetahuan dikategorikan berdasarkan; baik, cukup, dan kurang (Pratomo, 1986).

- Baik, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak > 75% atau skor > 11.

- Cukup, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak 40-75% atau skor 6-11.


(50)

- Kurang, apabila responden menjawab pertanyaan dengan benar sebanyak <40% atau skor < 6.

b. Sikap bidan

Pengukuran sikap bidan dilakukan melalui 15 pertanyaan yang bersifat tertutup dan terdiri dari 5 pilihan, yaitu; Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu-ragu (R), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Jawaban diukur secara skoring dan pada pertanyaan sikap positif yakni pertanyaan 1,2,3,4,5,6,7, dan 8 nilai untuk setiap jawaban yang diberikan; Sangat Setuju (SS) = 5, Setuju (S) = 4, Ragu-ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) = 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 1.

Sedangkan pada pertanyaan sikap negatif yakni pertanyaan 9,10,11,12,13,14,15 dan 16 nilai untuk setiap jawaban yang diberikan; Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Ragu-ragu (R) = 3, Tidak Setuju (TS) = 4, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 5.

Sehingga total skor maksimal adalah 75 dan skor minimal adalah 15. Selanjutnya sikap dikategorikan berdasarkan; baik dan tidak baik.

- Baik, apabila skor responden > 50% atau 39-75 - Tidak baik, apabila skor responden <

c. Tindakan bidan

50% atau 15-38

Pengukuran tindakan bidan dilakukan melalui 14 pertanyaan yang bersifat tertutup yang terdiri dari 2 pilihan (Ya dan Tidak). Tindakan dikategorikan berdasarkan; atas jumlah tindakan yang dilakukan yaitu: 7 tindakan yang


(51)

semestinya dilakukan yakni pertanyaan 1,2,3,4,5,6, 7, dan 7 tindakan yang semestinya tidak dilakukan yakni pertanyaan 8,9,10,11,12,13,14.

3.8 Pengolahan dan Analisis Data 3.8.1 Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul diolah secara manual dan komputerisasi untuk mengubah data menjadi informasi. Adapun langkah-langkah dalam pengolahan data dimulai dari editing, yaitu memeriksa kebenaran data yang diperlukan. Coding, yaitu memberikan kode numerik atau angka kepada masing-masing kategori. Data entry yaitu memasukkan data yang telah dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputerisasi.

3.8.2 Analisis Data

Data yang telah diolah akan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekwensi dan dilanjutkan dengan membahas hasil penelitian berdasarkan teori dari kepustakaan yang ada.


(52)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin dan wilayah kerja 4.1.1 Gambaran Umum Puskesmas Pantai Cermin

Puskesmas Pantai Cermin merupakan salah satu puskesmas yang terdapat diwilayah Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat yang wilayah kerja mencakup 18 desa dan 1 kelurahan. Terletak di Desa Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara, dengan jarak 25 km dari kota Stabat ibu kota Kabupaten Langkat

Wilayah kerja puskesmas Pantai Cermin merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian 11 m dari permukaan laut dengan luas 5300 Ha.

Batas wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin sebagai berikut:

- Utara : Selat Malaka/Sumatera

- Timur : Kecamatan Secanggang

- Selatan : Kecamatan Hinai/Kecamatan Padang Tualang

- Barat : Kecamatan Gebang/Kecamatan Padang Tualang

4.1.2. Demografi

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin tahun 2010 sebesar 71.780 jiwa yang tersebar di 18 desa 1 kelurahan.


(53)

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

No Nama Desa Jumlah Penduduk

1 Desa Pulau Banyak 3326

2 Desa Pematang Cengal 9401

3 Desa Pematang Tengah 2752

4 Desa Teluk Bakung 3896

5 Desa Baja Kuning 2145

6 Desa Pematang Serai 2757

7 Desa Pantai Cermin 5501

8 Desa K Bubun 2580

9 Desa K langkat 1617

10 Kelurahan Pekan Tanjung Pura 15447

11 Desa Serapuh Asli 1257

12 Desa Pekubuan 4948

13 Desa Lalang 2007

14 Desa T Kuda 2018

15 Desa K Serapuh 2126

16 Desa P Perupuk 2634

17 Desa Suka Maju 2872

18 Desa Karya Maju 2215

19 Desa Pematang Cengal Barat 2463


(54)

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk terbesar di wilayah kerja Puskesmas Pantai Cermin terdapat di Kelurahan Pekan Tanjung Pura sebesar 15447 jiwa, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Desa Serapuh Asli sebesar 1257 jiwa.

4.2 Karakteristik Bidan

Karakteristik bidan meliputi umur, pendidikan, dan lama bekerja.

4.2.1 Umur bidan

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Umur Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

No Umur (tahun) n %

1 20-29 12 36,4

2 30-39 16 48,5

3 40-49 3 9,1

4 50-59 2 6,1

Jumlah 33 100,0

Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa umur bidan lebih banyak berumur diatas 30 tahun sebanyak 21 orang (63,6%).


(55)

4.2.2 Pendidikan Bidan

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Pendidikan Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

No Pendidikan N %

1 D1 Kebidanan 6 18,2

2 D3 Kebidanan 27 81,8

Jumlah 33 100,0

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa pendidikan bidan memiliki tingkat pendidikan D3 Kebidanan sebanyak 27 orang (81,8%) dan D1 Kebidanan sebanyak 6 orang (18,2%). Dari 33 bidan yang ada diwilayah kerja puskesmas Pantai Cermin yang telah mengikuti pelatihan Asuhan Persalinan Normal (APN) sebanyak 3 orang.

4.2.3 Lama Bekerja Bidan

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Lama Bekerja Bidan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

No Lama Bekerja (tahun) N %

1 0-9 22 66,66

2 10-19 7 21,21

3 20-29 3 9,1

4 30-39 1 3,03

Jumlah 33 100,0

Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa bidan memiliki lama kerja paling banyak adalah 0-9 tahun sebanyak 22 orang (66,66%) dan lama kerja yang paling sedikit adalah 30-39 tahun sebanyak 1 orang (3,03%).


(56)

4.3 Pengetahuan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan

Pengetahuan Bidan terkategori atas tiga yaitu baik, cukup dan kurang. Pengetahuan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan yaitu pengetahuan tentang pengertian perdarahan pasca persalinan, tanda-tanda perdarahan, serta gejala-gejalanya, dan juga upaya yang dilakukan dalam menanganinya. Secara rinci dapat dilihat tinkat pengetahuannya berikut ini.

Tingkat pengetahuan bidan diukur melalui beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan penanganan perdarahan pasca persalinan. Secara rinci dapat dilihat sebagai berikut

Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Tiap Pertanyaan Pengetahuan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

No Pernyataan N %

1 Perdarahan pada atonia uteri, uterus perlu dirangsang agar berkontraksi dengan baik yaitu dengan cara

a. Melakukan massase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta

28 84,4 b. Memberikan oksitosin 20 IU secara intramuskuler 5 15,2 2 Tindakan penanganan yang dapat dilakukan pada atonia

a. Segera lakukan komprensi bimanual interna 33 100 3 Sebelum memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah

dinding uterus agar berkontraksi terlebih dahulu dilakukan

a. Pengosongan kandung kemih 21 63,6

b. Penyuntikan oksitosin 10 IU intramuskuler 10 30,3

c. Penyuntikan ergometergin 0,2 mg IM 2 6,1

4 Setelah dilakukan Kompresi Bimanual Internal uterus tidak berkontraksi tindakan yang dilakukan


(57)

a. Anjurkan keluarga untuk melakukan Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)

16 46,5

b. Lakukan Kompresi Aorta 7 21,2

c. Massase fundus uterus 1 3,0

d. Rujuk pasien 9 27,3

5 Setelah dilakukan KBI uterus berkontraksi tindakan yang dilakukan adalah

a. Anjurkan keluarga untuk melakukan KBE 13 39,4

b. Berikan ergometergi 0,2 mg IM 9 27,3

c. Teruskan KBI 6 18,2

d. Pemijatan pada fundus 5 15,2

6 Untuk mencengah terjadinya retensio plasenta perlu dilakukan

a. Penyuntikan oksitosin 10 i.u IM 26 78,8

b. Perengangan tali pusat terkendali (PTT) 6 18,2

c. Massase 1 3,0

7 Sebelum melakukan penyuntikan oksitosin pada pelaksanaan manajemen aktif kala III terlebih dahulu dipastikan

a. Bayi sudah lahir 3 9,1

b. Kehamilan tunggal 29 87,9

c. Plasenta sudah lahir 1 3,0

8 Sebelum melakukan manual plasenta terlebih dahulu dilakukan tindakan

a. Tekan fundus uteri 2 6,1

b. Pasang infuse 25 75,8

c. Massase fundus uteri 3 9,1

d. Berikan ergometergin 0,2 mg IM 3 9,1

9 Untuk memastikan robekan jalan lahir bukan dejat tingkat tiga atau empat dilakukan tindakan

a. Masukkan jari yang bersarung tangan kedalam anus untuk mengidentifikasi sfinter ani

27 81,8


(58)

10 Tindakan yang dilakukan pada manajemen aktif kala III adalah

a. Pemberian suntikan oksitosin 25 75,8

b. Penjahitan pada robekan jalan lahir 2 6,1

c. Pemijatan pada fundus 6 18,2

11 Robekan jalan lahir yang terjadi pada mukosa vagina, kulit dan otot perineum tindakan yang dilakukan adalah

a. Penyuntikan vit K 1 3,0

b. Penjahitan 30 90,9

c. Dirujuk 2 6,1

12 Robekan jalan lahir yang dilakukan penjahitan oleh bidan adalah robekan jalan lahir derajat tingkat

a. Satu 12 36,4

b. Dua 21 63,6

13 Plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit dan telah di lakukan manajemen aktif kala III tindakan yang dilakukan adalah

a. Penyuntikan ulang oksitosin 10 IU secara intramuskuler 33 100 14 Tertahannya plasenta selama 30 menit setelah bayi lahir dan

terjadi perdarahan seorang bidan harus melakukan tindakan

a. Merujuk ke RS 15 45,5

b. Manual plasenta 17 51,5

c. Menyuntikkan ergometrin 0,2 mg IM 1 3,0

15 Kandung kemih yang penuh pada proses persalinan dapat menyebabkan terjadinya

a. Robekan jalan lahir 13 39,4


(59)

Dari tabel 4.5, diketahui bahwa 84,8% bidan sudah mengetahui jika perdarahan pada atonia uteri, uterus perlu dirangsang dengan melakukan massase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta, 100% bidan sudah mengetahui bahwa penanganan yang dapat dilakukan pada atonia uteri adalah dengan segera melakukan kompresi bimanual interna, 87,9% bidan sudah mengetahui sebelum penyuntikan oksitosin terlebih dahulu dipastikan kehamilan tunggal, 100% bidan sudah mengetahui apabila plasenta tidak lahir dalam waktu 15 menit dan telah dilakukan manajemen kala III tindakan yang dilakukan adalah penyuntikan ulang oksitosin 10 IU secara intramuskuler.

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

Pengetahuan n %

Baik 17 51,5

Cukup 14 42,4

Kurang 2 6,1

Total 33 100,0

` Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa pengetahuan bidan tentang penanganan pasca persalinan yaitu 17 orang (51,5%) yang mempunyai pengetahuan baik, yang mempunyai pengetahuan cukup 14 orang (42,4%) dan yang mempunyai pengetahuan kurang 2 orang (6,1%)


(60)

4.4 Sikap Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan

Sikap bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan dikategori atas dua yaitu baik, dan tidak baik. Sikap Bidan tersebut diukur melalui beberapa pernyataan yang berkaitan dengan penanganan perdarahan pasca persalinan, secara rinci dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 4.7 Distribusi Jawaban Tiap Pernyataan Sikap tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

Pernyataan Sikap SS S R TS STS

TFU lebih dari normal pada kehamilan aterm dapat menyebabkan terjadinya atonia uteri sebaiknya persalinan dilakukan di RS.

9 (27,3%) 15 (45,5%) 2 (6,1%) 4 (12,1%) 3 (9,1%)

Melakukan manajemen kala tiga merupakan salah satu upaya untuk mencegah

terjadinya perdarahan pada ibu bersalin. 16 (48,5%) 10 (30,3%) 3 (9,1%) 3 (9,1%) 1 (3,0%)

Pemberikan 0,2 mg ergometrin intramuskular atau misoprostol 600-1000 mg per rektal

merupakan penanganan terhadap atonia uteri untuk mencengah perdarahan 6 (18,2%) 17 (51,5%) 4 (12,1%) 5 (15,2%) 1 (3,0%)

Pemasangan kateterisasi pada kandung kemih yang penuh adalah untuk mencengah terjadinya retensio plasenta

12 (36,4%) 16 (48,5%) 1 (3,0%) 1 (3,0%) 3 (9,1%)

Untuk retensio plasenta tanpa perdarahan pasien harus segera dirujuk ke RS

2 (6,1%) 7 (21,2%) 1 (3,0%) 18 (54,5%) 5 (15,2%)


(61)

Retensio plasenta dengan perdarahan harus segera dilakukan manual plasenta.

3 (9,1%) 8 (24,2%) 3 (9,1%) 11 (33,3%) 8 (24,2%)

Untuk memastikan robekan jalan lahir tingkat 3 dan 4 tindakan yang dilakukan adalah memasukkan jari kedalam anus 14 (42,4%) 13 (39,4%) 2 (6,1%) 3 (9,1%) 1 (3,0%) Untuk menghentikan

perdarahan pada robekan jalan lahir dilakukan penjahitan yang dimulai dipuncak luka kurang lebih 1cm. 8 (24,2%) 17 (51,5%) 2 (6,1%) 5 (15,2%) 1 (3,0%) Laparatomi merupakan

tindakan penaganan yang tepat dapat dilakukan bidan pada perdarahan pasca persalinan

2 (6,1%) 1 (3,0%) 2 (6,1%) 6 (18,2%) 22 (66,7%)

Pemeriksaan jalan lahir tidak perlu dilakukan jika

perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir dan uterus berkontraksi. 2 (6,1%) 0 (0%) 3 (9,1%) 8 (24,2%) 20 (60,6%)

Pemberian oksitosin 10 IU intramuskuler sebelum bayi lahir akan mempercepat pelepasan plasenta 8 (24,2%) 5 (15,2%) 0 (0%) 11 (33,3%) 9 (27,3%)

Pemijatan uterus dan

mendorongnya ke bawah akan mempercepat plasenta dilahirkan 3 (9,1%) 1 (3,0%) 3 (9,1%) 16 (48,5%) 10 (30,0%)

Melakukan tekanan yang keras pada uterus, sangat membantu melahirkan plasenta pada ibu yang mengalami retensio plasenta 2 (6,1%) 4 (12,1%) 1 (3,0%) 15 (45,5%) 11 (33,3%)


(62)

Robekan jalan lahir tingkat dua yang tidak dilakukan

penjahitan tidak mempengaruhi kehilangan darah 2 (6,1%) 3 (9,1%) 1 (3,0%) 19 (57,6%) 8 (24,2%)

Alat dan bahan yang digunakan pada penjahitan robekan jalan lahir tidak perlu dipastikan sudah didesinfektan tingkat tinggi atau disterilkan.

1 (3,0%) 1 (3,0%) 3 (9,1%) 7 (21,2%) 21 (63,6%)

Keterangan : SS = Sangat Setuju S = Setuju

R = Ragu-Ragu TS = Tidak Setuju

ST = Sangat Tidak Setuju

Dari tabel 4.7, dapat diketahui bahwa 72,8% bidan setuju TFU lebih dari normal pada kehamilan aterm dapat menyebabkan terjadinya atonia , 78,8% bidan setuju melakukan manajemen kala tiga, 69,7% bidan tidak setuju retensio plasenta tanpa perdarahan pasien segera dirujuk karena manual dapat dilakukan bidan menurut teori retensio plasenta tanpa perdarahan tidak dapat dilakukan manual karena tidak ada bagian plasenta yang terlepas, 57,5% bidan tidak setuju retensio plasenta dengan perdarahan dilakukan manual plasenta karena retensio plasenta dengan perdarahan harus segera dirujuk untuk mengurangi resiko perdarahan menurut teori retensio plasenta dengan perdarahan harus segera dilakukan manual plasenta karena sebagian plasenta sudah ada yang terlepas.


(63)

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Sikap Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Tahun 2010

Sikap N %

Baik 28 84,8

Tidak Baik 5 15,2

Total 33 100,0

Berdasarkan Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa sikap bidan dalam menangani perdarahan pasca persalinan yaitu 28 orang (84,8%) yang mempunyai sikap baik, dan hanya 5 orang (15,2%) yang mempunyai sikap tidak baik.

4.5 Tindakan Bidan tentang Penanganan Perdarahan Pasca Persalinan

Tindakan bidan tentang penanganan perdarahan pasca persalinan dikategori atas jumlah tindakan yang semestinya dilakukan dan jumlah tindakan yang semestinya tidak dilakukan. Tindakan bidan tersebut diukur melalui beberapa pernyataan yang berkaitan dengan penanganan perdarahan pasca persalinan, secara rinci dapat dilihat sebagai berikut :


(1)

La paratom i m eru pakan tind aka n pe nen gan an yan g te pat yan g da pa t dil aku kan pa da perd ara han pa sca persalin an

2 6,1 6,1 6,1

1 3,0 3,0 9,1

2 6,1 6,1 15,2

6 18,2 18,2 33,3

22 66,7 66,7 100,0

33 100,0 100,0

sangat set uju setuju ragu ragu tidak s etuj u sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumul ative Percent

Pemeriksaan jalan lahir tidak perlu dilakukan jika perdarahan yang terjadi setelah plasenta lahir dan uterus berkontraksi

2 6,1 6,1 6,1

3 9,1 9,1 15,2

8 24,2 24,2 39,4

20 60,6 60,6 100,0

33 100,0 100,0

sangat setuju ragu ragu tidak s etuju sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumul ative Percent

pemberian oksitosin 10 iu intramuskular sebelum bayi lahir akan mempercepat pelepasan plasenta

8 24,2 24,2 24,2

5 15,2 15,2 39,4

11 33,3 33,3 72,7

9 27,3 27,3 100,0

33 100,0 100,0

sangat setuju setuju tidak s etuju sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumul ative Percent

Pe mij atan ute rus dan me ndorongnya ke ba wa h akan mem pe rcepat plasent di lahi rkan

3 9,1 9,1 9,1

1 3,0 3,0 12,1

3 9,1 9,1 21,2

16 48,5 48,5 69,7

10 30,3 30,3 100,0

33 100,0 100,0

sangat set uju setuju ragu ragu tidak s etuju sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent


(2)

Me lakuka n te kanan yang ke ras pada uterus, sa nga t m embantu untuk me lahir pl asenta pada ibu ya ng m engala mi rete nsio pla senta

2 6,1 6,1 6,1

4 12,1 12,1 18,2

1 3,0 3,0 21,2

15 45,5 45,5 66,7

11 33,3 33,3 100,0

33 100,0 100,0

sangat set uju setuju ragu ragu tidak s etuj u sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumul ative Percent

robekan j alan lahir tingkat dua yang tidak dila kuka n penj ahitan tidak me mpeng ke hila nga n darah

2 6,1 6,1 6,1

3 9,1 9,1 15,2

1 3,0 3,0 18,2

19 57,6 57,6 75,8

8 24,2 24,2 100,0

33 100,0 100,0

sangat set uju setuju ragu ragu tidak s etuj u sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumul ative Percent

Al at dan baha n yang diguna kan pa da penj ahitan robe kan jal an l ahir tida k pe di pastikan sudah didesinfektan tingkat inggi atau di sterilkan

1 3,0 3,0 3,0

1 3,0 3,0 6,1

3 9,1 9,1 15,2

7 21,2 21,2 36,4

21 63,6 63,6 100,0

33 100,0 100,0

sangat set uju setuju ragu ragu tidak s etuj u sangat tidak setuju Total

Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumul ative Percent


(3)

Se tela h pe rtolongan persalinan a pakah saudara mel akukan pe meriksa an jalan lahir

4 20,0 20,0 20,0

16 80,0 80,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

Apaka h sa uda ra m ela kukan Kom presi Bi manual Inte rnal sel ama me nit pada pe rda raha n dengan a tonia uteri

12 60,0 60,0 60,0

8 40,0 40,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

agar uterus dapat berkontraksi dengan baik, apakah saudara membersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagian dan

lubang serviks

8 40,0 40,0 40,0

12 60,0 60,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

untuk mencegah terja dinya re tensio plasenta apakah saudara me lakuka n m anaj eme n a ktif kala tiga se telah ba yi la hir

3 15,0 15,0 15,0

17 85,0 85,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

apaka h sa uda ra m ela kukan m anual plasenta pada pasie n de nga re tensio plase nta yang m enga lam i pe rda raha n

13 65,0 65,0 65,0

7 35,0 35,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent


(4)

jika tindakan manual tida k be rha sil untuk me nge luarkan pla sent apaka h sa uda r se gera me lakukan ruj uka n

5 25,0 25,0 25,0

15 75,0 75,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

pe njahitan pa da robe kan jala n la hir a pakah saudara lakuka n de n anaste si

6 30,0 30,0 30,0

14 70,0 70,0 100,0

20 100,0 100,0

tidak ya Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

apaka h sa uda ra m ela kukan m anual plasenta pada pasie n retans pla senta tanpa pe rdaraha n

8 40,0 40,0 40,0

12 60,0 60,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent

pada keadaan yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri apakah saudara selalu mengantisipasinya dengan memberikan suntikan

oksitosin 20 iu secara intramuskular

10 50,0 50,0 50,0

10 50,0 50,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

untuk menghi nda ri atau m engura ngi terj adinya robe kan perineu apaka h sa uda ra m ela hirkan kepa la ja nin dengan ce pat

14 70,0 70,0 70,0

6 30,0 30,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumulative Percent


(5)

un tuk mel ahirkan plasenta ap aka h sa uda r m end oron g fu ndu s ke ar ba wah ibu setelah ba yi la hir

1 5,0 5,0 5,0

19 95,0 95,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumul ative Percent

Ap aka h pe nja hita n lu ka m eru pakan tinda kan pertam a ya ng saud a lakuka n p ada rob ekan jal an l ahir

12 60,0 60,0 60,0

8 40,0 40,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumul ative Percent

apakah saudara memberikan misoprostol 600-1000 mcg perrectal, jika uterus tidak berkontraksi dalam 5 menit setelah dilakukan massase

fundus uteri

10 50,0 50,0 50,0

10 50,0 50,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumul ative Percent

ap aka h sa uda ra m ela kukan p enja hita n p ada rob eka n jal an l ahi tin ggkat ti ga

3 15,0 15,0 15,0

17 85,0 85,0 100,0

20 100,0 100,0

ya tidak Total Valid

Frequency Percent Valid P ercent

Cumul ative Percent


(6)

pkat

17 51,5 51,5 51,5

14 42,4 42,4 93,9

2 6,1 6,1 100,0

33 100,0 100,0

baik cukup kurang Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent

skat

28 84,8 84,8 84,8

5 15,2 15,2 100,0

33 100,0 100,0

baik tidak baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pkat

17 51,5 51,5 51,5

14 42,4 42,4 93,9

2 6,1 6,1 100,0

33 100,0 100,0

baik cukup kurang Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent

skat

28 84,8 84,8 84,8

5 15,2 15,2 100,0

33 100,0 100,0

baik tidak baik Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

pkat * ska t Crossta bul ation

Count

17 0 17

11 3 14

0 2 2

28 5 33

baik cukup kurang pk at

Total

baik tidak baik

sk at


Dokumen yang terkait

Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

4 55 139

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap dan Pelayanan KB Dengan Keikutsertaan Pria Dalam Program KB DI Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Pantai Cermin Tahun 2008

5 191 93

Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Bidan Praktek Swasta Tentang Inisiasi Menyusu Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa Kecamatan Tanjung Morawa

0 43 72

Hubungan Pengetahuan Dengan Sikap Bidan Praktek Swasta Tentang Asuhan Sayang Ibu Pada Proses Persalinan Di Wilayah Kerja Puskesmas Tanjung Morawa

2 54 82

Pengetahuan Dan Tindakan Bidan PTT Dalam Penanganan Perdarahan Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Karo Tahun 2008

0 47 71

Pengetahuan dan Sikap Bidan Tentang Inisiasi Menyusu Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Timur Tahun 2010

0 33 57

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

1 10 104

Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Suami Tentang Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap Pada Baduta Di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2016

0 5 104

BAB I PENDAHULUAN - Determinan Pemanfaatan Pelayanan KB MKJP di Wilayah Kerja Puskesmas Pantai Cermin Kecamatan Tanjung Pura Langkat Tahun 2015

0 0 11

DETERMINAN PEMANFAATAN PELAYANAN KB MKJP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANTAI CERMIN KECAMATAN TANJUNG PURA LANGKAT TAHUN 2015

0 0 17