2.1.3 Penyebab Perdarahan Pasca Persalinan
Penyebab terjadinya perdarahan pasca persalinan adalah 1.
Atonia Uteri Atonia uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi
dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. Pada kehamilan cukup bulan aliran darah ke uterus
sebanyak 500-800 ccmenit. Jika uterus tidak berkontraksi dengan segera setelah kelahiran plasenta, maka ibu dapat mengalami perdarahan sekitar 350-500 ccmenit
dari bekas tempat melekatnya plasenta. Bila uterus berkontraksi maka miometrium akan menjepit anyaman pembuluh darah yang berjalan diantara serabut otot tadi
JNPK Jaringan Nasional Pelatihan Klinik, 2007. Beberapa faktor predisposisi yang terkait dengan perdarahan pasca persalinan yang
disebabkan oleh atonia uteri adalah; a
uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan. b
Kala I atau II yang memanjang. c
Persalinan cepat partus presipitatus. d
Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin augmentasi. e
Infeksi intrapartum. f
Multiparitas tinggi. g
Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre- eklampsiaeklampsia JNPK, 2007.
11
Universitas Sumatera Utara
Seorang ibu dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan dalam waktu kurang dari 1 jam. Atonia uteri menjadi penyebab lebih dari 90 perdarahan
pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi JNPK, 2007. Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari terjadinya ;
a Partus lama.
b Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil; seperti pada
kehamilan kembar, hidramnion atau janin besar. c
Multiparitas. d
Anestesi yang dalam. e
Anestesi lumbal. Atonia uteri juga dapat terjadi karena salah dalam penanganan kala III
persalinan, dengan cara memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus Wiknjosastro,
2002. a.
Diagnosis Perdarahan pasca presalinan ditandai juga dengan timbulnya perdarahan
banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama, tanpa disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi
serta pernapasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun. Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10 dari volume total tanpa
mengalami gejala-gejala klinik, gejala tersebut baru tampak pada kehilangan darah 20. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok.
12
Universitas Sumatera Utara
Diagnosis perdarahan pasca persalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan - setelah anak lahir, secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III
dan 1 jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pasca persalinan dan plasenta belum lahir, perlu
diusahakan untuk melahirkan plasenta dengan segera. Jikalau plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan akibat
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan karena atonia, uterus membesar dan lembek pada palpasi, sedangkan pada perdarahan akibat perlukaan, uterus berkontraksi
dengan baik. Dalam hal uterus berkontraksi dengan baik perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan dalam jalan lahir.
Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian karena perdarahan pasca persalinan dapat
dicegah. Tetapi kematian tidak selalu dapat dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan darah banyak.
Perdarahan pasca persalinan merupakan sebab utama kematian dalam persalinan Wiknjosastro, 2002.
b. Penanganan Atonia Uteri
Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila
sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan pasca persalinan, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada
perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta Wiknjosastro, 2002.
13
Universitas Sumatera Utara
Langkah berikutnya dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala tiga secara aktif, yaitu;
1 Menyuntikan Oksitosin; sebelum menyuntikkan oksitosin lakukakan terlebih
dahulu pemeriksaan fundus uteri untuk memastikan kehamilan tunggal. Selanjutnya suntikkan oksitosin 10 IU secara intramuskuler pada bagian luar
paha kanan 13 atas setelah melakukan aspirasi terlebih dahulu. 2
Peregangan Tali Pusat Terkendali; peregangan tali pusat ini dilakukan dengan memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva atau
menggulung tali pusat. Meletakan tangan kiri di atas simpisis menahan bagian bawah uterus, sementara tangan kanan memegang tali pusat menggunakan
klem atau kain kasa dengan jarak 5-10 cm dari vulva. Saat uterus kontraksi, menegangkan tali pusat dengan tangan kanan sementara tangan kiri menekan
uterus dengan hati-hati ke arah dorso-kranial. Tindakan selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan mengeluarkan
plasenta; jika dengan penegangan tali pusat terkendali, tali pusat terlihat bertambah panjang dan terasa adanya pelepasan plasenta, minta ibu untuk
meneran sedikit sementara tangan kanan menarik tali pusat ke arah bawah kemudian ke atas sesuai dengan kurve jalan lahir hingga plasenta tampak pada
vulva. Bila tali pusat bertambah panjang tetapi plasenta belum lahir, pindahkan
kembali klem hingga berjarak ± 5-10 cm dari vulva. Bila plasenta belum lepas setelah mencoba langkah tersebut selama 15 menit, suntikkan ulang 10 IU
Oksitosin intramuskuler . kemudian periksa kandung kemih dan lakukan 14
Universitas Sumatera Utara
kateterisasi bila penuh, tunggu 15 menit, bila belum lahir lakukan tindakan plasenta manual.
Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan plasenta dengan hati- hati. Bila terasa ada tahanan, penegangan plasenta dan selaput secara perlahan
dan sabar untuk mencegah robeknya selaput ketuban. 3
Masase Uterus; segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada fundus uteri dengan menggosok fundus secara sirkuler menggunakan bagian palmar 4
jari tangan kiri hingga kontraksi uterus baik fundus teraba keras. Kemudian dilakukan pemeriksaan kemungkinan adanya perdarahan pasca persalinan;
kelengkapan plasenta dan ketuban; kontraksi uterus dan perlukaan jalan lahir Hadijono, 2006.
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan taktil masase fundus uteri, maka sebaiknya segera lakukan langkah-
langkah berikut : a.
Bersihkan bekuan darah danatau selaput ketuban dari vagina dan lubang serviks yang dapat menghalangi uterus berkontraksi dengan baik.
b. Pastikan bahwa kandung kemih kosong. Jika penuh dan dapat dipalpasi,
lakukan katerisasi dengan menggunakan teknik aseptik sehingga uterus berkontraksi secara baik.
c. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit untuk memberikan
tekanan langsung pada pembuluh darah dinding uterus dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi, jika kompresi bimanual tidak berhasil
setelah 5 menit, maka diperlukan tindakan lain. 15
Universitas Sumatera Utara
d. Anjurkan keluarga untuk mulai membantu melakukan kompresi bimanual
eksternal. e.
Keluarkan tangan perlahan-lahan. f.
Berikan ergometrin 0,2 mg secara intramuskular kontraindikasi hipertensi atau misoprostol 600-1000 mcg, sehingga dalam 5-7 menit kemudian uterus
akan berkontraksi. g.
Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 cc Ringer Laktat + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertama secepat
mungkin, sehingga dapat membantu memulihkan volume cairan yang hilang selama perdarahan dan merangsang kontraksi uterus.
h. Ulang kompresi bimanual internal agar uterus berkontraksi dengan baik.
i. Rujuk segera. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit,
hal ini menunjukkan bukan atonia sederhana, sehingga ibu membutuhkan perawatan gawat darurat di fasilitas yang mampu melaksanakan tindakan
bedah dan transfusi darah. j.
Dampingi ibu ke tempat rujukan dan teruskan melakukan kompresi bimanual internal.
k. Lanjutkan pemberian Ringer Laktat + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan
dengan laju 500jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 L infus. Kemudian berikan 125 cc jam JNPK, 2007.
16
Universitas Sumatera Utara
2. Robekan Jalan Lahir
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat
dan tidak terkendali JNPK, 2007. Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan
kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir Hadijono, 2006.
Cedera selama kelahiran merupakan penyebab perdarahan postpartum kedua terbanyak ditemukan. Selama kelahiran pervaginam, laserasi pada serviks dan vagina
dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering ditemukan setelah penggunaan forsep atau ekstraktor vakum.
Dinding pembuluh darah dalam jalan lahir mengembang selama kehamilan dan dapat terjadi perdarahan yang banyak. Laserasi terutama cenderung terjadi pada t
perineum, di daerah periuretral, dan pada iskiadikus spinalis disepanjang aspek-aspek posterolateral vagina. Serviks dapat menyebabkan laserasi pada dua sudut lateral
sementara terjadi dilatasi yang cepat dalam tahap pertama persalinan Hacker, 2001. a.
Klasifikasi Klinis 1.
Robekan perineum Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan ini dapat dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala
janin dengan cepat. Sebaliknya kepala janin yang akan lahir jangan ditahan terlalu kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan perdarahan
17
Universitas Sumatera Utara
dalam tengkorak janin serta melemahkan otot-otot maupun fasia pada dasar panggul karena diregangkan terlalu lama. Robekan perineum umumnya terjadi
di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa sehingga kepala janin terpaksa
lahir lebih ke belakang daripada biasa, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito-
bregmatika, atau anak dilahirkan dengan pembedahan vaginal. Apabila mukosa vagina, komisura posterior, kulit perineum yang robek
dinamakan robekan perineum tingkat satu. Pada robekan tingkat dua, mukosa vagina, komisura posterior. Kulit perineum dan otot perineum. dan pada
robekan tingkat tiga sampai pada otot spinter Sedangkan robekan tingkat empat, bisa sampai mukosa rektum JNPK,2007.
2. Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak seberapa sering terdapat. Mungkin ditemukan sesudah persalinan biasa, tetapi
lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, lebih-lebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan dengan spekulum. Perdarahan biasanya banyak, tetapi mudah diatasi dengan jahitan. Wiknjosastro, 2002.
3. Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda daripada yang belum pernah melahirkan pervaginam.
Robekan serviks biasanya terdapat di pinggir samping serviks bahkan kadang- i
18
Universitas Sumatera Utara
kadang sampai ke segmen bawah rahim dan membuka parametrium. Robekan yang sedemikian dapat membuka pembuluh-pembuluh darah yang besar dan
menimbulkan perdarahan yang hebat. Robekan semacam ini biasanya terjadi pada persalinan buatan; ekstraksi dengan forsep; ekstraksi pada letak sungsang,
versi dan ekstraksi, dekapitasi, perforasi, dan kranioklasi terutama jika dilakukan pada pembukaan yang belum lengkap Sastrawinata, 2004.
4. Ruptura uteri
Ruptura uteri atau robekan uterus merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan
tua. Robekan pada uterus dapat ditemukan untuk sebagian besar pada bagian bawah uterus. Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula.
Apabila robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas, hal ini dinamakan kolpaporeksis. Kadang-kadang sukar membedakan antara
ruptura uteri dan kolpaporeksis. Apabila pada ruptura uteri peritoneum pada permukaan uterus ikut robek, hal ini dinamakan ruptura uteri komplet, jika
tidak disebut ruptura uteri inkomplet. Pinggir ruptura biasanya tidak rata, letaknya pada uterus melintang, atau membujur, miring, dan bisa agak ke kiri
atau ke kanan. Menurut cara terjadinya ruptura uteri terbagi atas; 1 Ruptur uteri spontan, 2 Ruptur uteri traumatik, 3 Ruptur uteri pada parut uterus
Wiknjosastro, 2002.
19
Universitas Sumatera Utara
b. Penanganan Robekan Jalan Lahir
Berikan anastesi lokal pada setiap ibu yang memerlukan penjahitan robekan jalan lahir atau episiotomi. Jelaskan pada ibu apa yang akan dilakukan dan bantu ibu
merasa santai. 1.
Ruptura perineum dan robekan dinding vagina Lakukan penjahitan laserasi pada perineum:
1 Cuci tangan secara seksama dan gunakan sarung tangan disinfeksi tingkat
tinggi atau steril. Ganti sarung tangan jika sudah terkontaminasi, atau jika tertusuk jarum maupun peralatan tajam lainnya.
2 Pastikan bahwa peralatan dan bahan-bahan yang digunakan untuk melakukan
penjahitan sudah didisinfeksikan tingkat tinggi atau steril. 3
Setelah memberikan anastesi lokal dan memastikan bahwa daerah tersebut sudah di anastes, telusuri dengan hati-hati menggunakan satu jari untuk
secara jelas menentukan batas-batas luka. Dekatkan tepi laserasi untuk menentukan bagaimana cara menjahitnya menjadi satu dengan mudah.
4 Buat jahitan pertama kurang lebih 1 cm diatas ujung laserasi di bagian dalam
vagina. Setelah membuat tusukan pertama, buat ikatan dan potong pendek benang yang lebih pendek dari ikatan.
5 Tutup Mukosa vagina dengan jahitan jelujur, jahit ke bawah kearah cincin
himen. 6
Tepat sebelum cincin himen, masukkan jarum ke dalam mukosa vagina lalu ke bawah cincin himen sampai jarum ada di bawah laserasi. Periksa bagian
20
Universitas Sumatera Utara
antara jarum di perineum dan bagian atas laserasi. Perhatikan sebarapa dekat jarum ke puncak luka.
7 Teruskan kearah bawah tapi tepat pada luka, menggunakan jahit jelujur,
hingga mencapai bagian bawah laserasi. Pastikan bahwa jarak setiap jahitan sama dan otot yang terluka telah di jahit. Jika laserasi meluas ke dalam otot,
mungkin perlu untuk melakukan satu atau dua lapis jahitan terputus-putus untuk menghentikan perdarahan danatau mendekatkan jaringan tubuh secara
efektif. 8
Setelah mencapai ujung laserasi, arahkan jarum ke atas dan teruskan penjahitan, menggunakan jahitan jelujur untuk menutup lapisan subkuticuler.
Jahitan ini akan menjadi jahitan lapisan kedua. Periksa lubang bekas jarum tetap terbuka berukuran 0,5 cm dan kurang. Luka ini akan menutup dengan
sendirinya pada saat penyembuhan luka. 9
Tusukkan jarum dari robekan perineum ke dalam vagina. Jarum harus keluar dari belakang cincin himen.
10 Ikat benag dengan membuat simpul di dalam vagina. Potong ujung benang
dan sisakan sekitar 1,5 cm. 11
Ulangi pemeriksaan vagina dengan lembut untuk memastikan bahwa tidak ada kasa atau peralatan yang tertinggal di dalam.
12 Dengan lembut masukkan jari paling kecil kedalam anus. Raba apakah ada
jahitan pada rektum. Jika ada jahitan teraba, ulangi periksa rektum enam minggu pasca persalinan. Jika penyembuhan belum sempurna misalkan jika
21
Universitas Sumatera Utara
ada fistula rektovagina atau ibu melaporkan inkotensia alvi atau feses, ibu segera rujuk ke fasilitas kesehatan rujukan.
13 Cuci daerah genital dengan lembut dengan sabun dan air disinfeksi tingkat
tinggi, kemudian keringkan. Bantu ibu mencari posisi yang lebih nyaman. 14
Nasehati ibu untuk : -
Menjaga perineumnya selalu bersih dan kering. -
Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineum. -
Cuci perineum dengan sabun dan air bersih yang mengalir tiga sampai empat kali perhari.
- Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan lukanya.
Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika
daerah tersebut menjadi lebih nyeri JNPK, 2007. 3.
Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir Saifuddin, 2001.
Menurut tingkat perlekatannya retensio plasenta terbagi atas beberapa bagian, antara lain adalah;
a. Plasenta adhesiva, yaitu implantasi yang kuat dari jojot korion plasenta
sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis. b.
Plasenta akreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta hingga memasuki sebagian lapisan miometrium.
22
Universitas Sumatera Utara
c. Plasenta inkreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta hingga mencapai
atau memasuki miometrium. d.
Plasenta perkreta, yaitu implantasi jojot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
e. Plasenta inkarserata, yaitu tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh kontriksi ostium uteri Saifuddin, 2001. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta, antara lain adalah;
a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks;
kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
b. Kelainan dari plasenta dan sifat pelekatan plasenta pada uterus.
c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan, seperti manipulasi dari uterus
yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktu
dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi Faisal, 2008.
Kondisi umum yang menjadi penyebab retensio plasenta adalah : 1.
Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena tumbuh melekat lebih dalam.
2. Plasenta sudah lepas tetapi belum keluar karena atonia uteri dan akan
menyebabkan perdarahan yang banyak. Atau karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III,
yang akan menghalangi plasenta keluar Plasenta inkarserata. 23
Universitas Sumatera Utara
Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum penuh, karena itu keduanya harus dikosongkan Mochtar, 1998.
a. Penanganan Retensio Plasenta
Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah anak lahir, maka harus diusahakan untuk mengeluarkannya Wiknjosastro, 2002.
Setelah bayi lahir dilakukan dengan segera manajemen aktif kala III yaitu: 1. Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.
2.Melakukan penegangan tali pusat terkendali. 3. Massase fundus uteri.
Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit sesudah bayi lahir, ulangi penatalaksanan aktif persalinan kala tiga dengan memberikan oksitosin 10 IU
intramuskuler dan teruskan penenganagn tali pusat terkendali dengan hati-hati. Teruskan melakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya. Jika
plasenta masih tetap belum lahir, rujuk segera kerumah sakit. Bila terjadi perdarahan, maka plasenta harus segera dilahirkan secara manual.
b. Prosedur Plasenta Manual
1 Berikan cairan IV : Nacl 0,9 atau RL dengan tetesan cepat jarum berlubang
besar 16 atau 18G untuk mengganti cairan yang hilang sampai nadi dan tekanan darah membaik atau kembali norma.
2 Siapkan peralatan untuk melakukan tehnik manual, yang HARUS dilakukan
secara aseptik. 3
Baringkan ibu telentang dengan lutut ditekuk dan kedua kaki ditempat tidur.
24
Universitas Sumatera Utara
4 Jelaskan kepada ibu apa yang akan dilakukan dan jika ada berikan diazepam 10
mg IM. 5
Cuci tangan sampai kebagian siku dengan sabun, air bersih mengalir dan handuk bersih, gunakan sarung tangan panjang sterilDTT.
6 Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong.
7 Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan
satu tangan sejajar lantai. 8
Secara obstetrik, masukkan tangan lainnya punggung tangan menghadap kebawah kedalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat.
9 Setelah mencapai bukaan serviks, mintak seorang asistenpenolong lain untuk
memegang klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri.
10 Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan dalam hingga kekavum uteri
sehingga mencapai tempat implantasi plasenta. 11
Bentangkan tanga obstetrik menjadi datar seperti memberi salam ibu jari merapat kejari telunjuk dan jari-jari lain saling merapat.
12 Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plsenta paling bawah.
Bila plsenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebalah
atas dan disisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah posterior ibu
Bila di korpus depan maka pindahkan tangan kesebalah atas tali pusat
dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap keatas anterior ibu
25
Universitas Sumatera Utara
13 Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka
perluasan pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan ke kiri sambil digeser keatas kranial ibu hingga semua perleketan plasenta
terlepas dari dinding uterus. 14
Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.
15 Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis tahan segmen bawah
uterus kemudian instruksikan asistenpenolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar.
16 Lakukan penekanan dengan tangan yang menahan suprasimfisis uterus
kearah dorsokranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan.
17 Dekontaminasi sarung tangan sebelum dilepaskan dan peralatan lainyang
digunakan. 18
Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan klorin 0,5 selama 10 menit.
19 Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.
20 Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.
21 Periksa kembali tanda vital ibu.
22 Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan.
23 Tuliskan rencana pengobatan, tindakan yang masih di perlukan dan asuhan
lanjutan.
26
Universitas Sumatera Utara
24 Beritahukan pada ibu dan keluarga bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu
masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan. 25
Lanjutkan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan JNPK, 2007. c.
Rangsang Taktil masase Fundus Uteri
Segera setelah plasenta lahir,Lakukan massae fundus uteri: 1
Letakkan telapak tangan pad fundus uteri. 2
Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang di berikan. Anjurkan ibu untuk menarik nafas
dalam, perlahan rileks. 3
Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika uterus tidak berkontraksi dalam
waktu 15 detik, lakukan penatalaksanaan atonia uteri. 4
Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastiakan keduanya lengkap dan utuh:
a. Periksa plasenta sisi maternal untuk memastikan bahwa semuanya
lengkap dan utuh tidak ada bagian yang hilang. b.
Pasangkan bagian-bagian plasenta yang robek atau terpisah untuk memastikan tidak ada bagian yang hilang.
c. Periksa plasenta sisi foetal untuk memastiakan tidak adanya
kemungkinan lobus tambahan suksenturiata. d.
Evaluasi selaput untuk memastikan kelengkapannya. 5
Periksa uterus setelah satu hingga dua menit untuk memastikan uterus berkontraksi . Jika uterus masih belum berkontraksi baik, ulangi masase fundus
27
Universitas Sumatera Utara
uteri. Ajarkan ibu dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak berkontraksi dengan baik.
6 Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca
persalinan dan setiap 30 menit selama satu jam kedua pasca persalinan JNPK, 2007.
2.2. Perilaku bidan