BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hubungan antara sesama manusia dimulai dengan persaudaraan sedarah dan seketurunan dalam keluarga, seiman dalam agama, dan persaudaraan antar umat
beragama dalam masyarakat. Begitu pentingnya arti persaudaraan, di dalam kitab suci agama manapun dijelaskan bagaimana berhubungan dengan sesama dan apa makna
serta tujuan persaudaraan itu dibangun. Hubungan baik antar sesama manusia mewajibkan untuk saling memelihara suasana yang baik dan akrab, bukan saling
menghina dan bermusuhan yang mengakibatkan saling menjelekkan dan persengketaan satu dengan yang lain. Hubungan antar umat beragama perlu dibangun
sejak dini, mengingat sering terjadinya pertikaian dan permusuhan antar umat beragama. Karena itulah harus memupuk kesatuan dan cinta kasih antar umat
beragama untuk menciptakan persaudaraan sejati, karena perpecahan itu membuat semua menderita.
Istilah saudara menunjuk saudara kandung: ”Adapun mereka mempunyai saudara yang telah terjadi.” Kejadian 24: 29 atau saudara tiri: ”Bukankah dia sudah
berkata kepadaku:Dia itu adikku? Dan Sara sendiripun sudah berkata pula:” Dia adalah kakakku…” Kejadian 20: 5 juga dipakai untuk menyebut anggota keluarga,
para sahabat, tetangga, dan saudara seiman. Yesus memanggil para murid-Nya
dengan sebutan saudara: “Barang siapa melakukan kehendak Allah, dialah saudara- Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku.” Markus 3: 35, kata
Yesus kepadanya:”Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum pergi kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku… Yohanes 20: 17, oleh sebab itu,
Ia dipandang sebagai sulung diantara banyak saudara:”…supaya ia itu menjadi anak sulung diantara beberapa banyak saudara” Roma 8: 29
1
. Yesus mewujudkan persaudaraan dengan kasih, sebab dalam kasih persaudaraan sungguh dilahirkan
kembali:”…sehingga kamu dapat mengamalkan kasih persaudaraan yang tulus ikhlas, hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi di segenap hatimu.” Petrus
1: 26.
2
Di dalam Alkitab dijelaskan, kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia diajarkan Yesus: Tetapi Aku berkata kepadamu:”Setiap orang yang marah terhadap
saudaranya, harus dihukum: Siapa yang berkata kepada saudaranya kafir harus dihadapkan kepada mahkamah agama…” Matius 5: 23–24
3
. Berdamai karena Allah dengan memanifestasikan amal yang baik bukan hanya saling mengampuni, saling
menghormati, saling menolong, tetapi bagaimana membina suatu persaudaraan yang kokoh dan selalu menjaga tali persaudaraan yang berlandaskan dengan kasih sayang
hati yang tulus dan ikhlas, berdasarkan Alkitab.
1
Herbert Haag, Kamus Alkitab, Flores: Nusa Indah, 1980, cet. ke-1, h. 406.
2
FX. Hadisumarta, et al., Hidup dalam Persaudaraan Sejati: Sudut Pandang Para Uskup, Jakarta: Bunga Rampai III, 2002 h. 30.
3
AL Budyapranata, Kunjungan Membangun Persaudaraan: Bina Keluarga, Yogyakarta: Kanisius, 1994, cet. ke-2, h. 25.
Dalam Islam persaudaraan Islam Ukhuwah Islamiyah merupakan sesuatu yang niscaya. Keluhuran ajaran Nabi Muhammad yang sasaran utamanya adalah
optimalisasi budi pekerti tidak lain merupakan syarat utama dalam pembentukan Ukhuwah Islamiyah.
Praktek-praktek ibadah dalam Islam juga selalu memiliki aspek sosial-kemasyarakatan yang menjadi sendi utama pembentukan komunitas yang
bersaudara. Istilah
yang biasa diartikan sebagai “persaudaraan”, adalah bentuk kata benda masdar dari kata kerja fi’il yang memiliki arti menjadi saudara
atau sahabat.
4
Dalam al-qur’an,
kata saudara dalam bentuk tunggal ditemukan
sebanyak 52 kali.
5
Kata ini dapat berarti saudara kandung atau saudara seketurunan. Hal ini ditegaskan dalam surat al-Nisa4: 23 sebagai berikut:
“Diharamkan pada kamu mengawini ibu-ibumu, anak-anakmu yang perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan, saudara-saudara ibumu yang perempuan, anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki”.
6
Faktor penunjang lahirnya persaudaraan adalah persamaan. Kata ukhuwah atau persaudaraan mencakup persamaan salah satu unsur seperti suku, agama, profesi,
4
Al-Munjid Fil Luqhoh wal-A’lam, Beirut, Libanon: Dar el Machreq Sarl Publisher, 1994, cet. ke-43, h. 5.
5
M. Quraish Shihab, Wawasan Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, h. 486
6
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahannya, Madinah: Mujamma’ Khadim al Haramain asy Syarifain al Malik Fahd li thiba’at al Mush-haf asy-Syarif, 1991, h.120
dan perasaan.
7
Mengartikan ukhuwah dalam arti persamaan mengisyaratkan bahwa semakin banyak persamaan dapat memperkokoh persaudaraan. Pengkajian konsep
persamaan ini pada tahap yang paling dalam akan membawa manusia menyadari
bahwa mereka semuanya memiliki persamaan yang sifatnya transenden, yaitu berasal dari satu Pencipta.
Islam mengingatkan orang akan kejadiannya yang berasal dari satu jiwa, lalu menyadarkannya pada keberadaan Tuhan yang menciptakan mereka, dan kepada-Nya
semua akan dikembalikan.
8
Nabi Adam oleh seluruh agama semit dipercayai sebagai bapak dari umat manusia. Dari-Nya muncul kesadaran bahwa semua manusia pada
hakikatnya adalah bersaudara, dan diciptakan oleh satu Tuhan yang sama. Namun demikian, persamaan yang menimbulkan persaudaraan ini menjadi lebih kuat dalam
ikatan yang lebih sakral yaitu satu iman. Orang yang benar-benar beriman merasa ikatan persaudaran seiman lebih
penting dari yang lain. Kita belum layak disebut orang beriman, kecuali bila sudah mau memberikan sesuatu yang paling disukai pada saudaranya. Sesuai dengan sabda
Rasulullah: ْ ﻋ
ْ ﺎ رﺎﺠ ْوا ْ ﻷ
ﻰ ْ آﺪ ا ْﺆ ﺎ لﺎﻗ و ْ ﻋ ﷲا ﻰ ا ﻋ ﻚ ﺎ ْا أ
7
Ibid. , h. 487.
8
Sayyid Qutub, Jalan Menuju Kedamaian, Jakarta: Cahaya Press, 1979, h. 115.
Dari Anas bin Malik r.a., Rasulullah bersabda: ”Belum sempurna iman seseorang, sebelum dia mencintai bagi saudaranya atau bagi tetangganya apa yang
dicintainya untuk dirinya sendiri.
9
Ukhuwah Islamiyah juga telah dihayati sebagai hakikat yang inheren dalam agama Islam. Ukhuwah Islamiyah mula-mula dihayati sebagai simpul persaudaraan
yang berlaku secara intern umat Islam saja. Ternyata dari sejarah perkembangan Islam, ukhuwah Islamiyah dihayati secara terbuka terhadap orang lain bahkan bersifat
universal.
10
Idealnya ketika kita mempunyai cita-cita yang luhur, semua orang menginginkan cita-cita tercapai sesuai dengan harapan. Tetapi harapan dan realita
terkadang bertentangan. Melihat fenomena yang terjadi antara hubungan Islam dan Katolik yang sempat kurang harmonis tidak seharusnya memunculkan pandangan
yang keliru. Pertama harus dibedakan antara agama dan orang beragama. Terkadang dalam memahami agama, kita terjebak pada subyektifitas pribadi, dan ini disebabkan
antara lain adalah karena setiap umat beragama memiliki beban sejarah masing- masing dan ketika situasi dan kondisi berubah, beban itu mungkin saja masih ada dan
dalam beberapa kasus tertentu mampu melahirkan sikap-sikap ekstrim dan arogansi agama yang pada ujungnya melahirkan gerakan-gerakan yang mengarah kepada
eksklusivisme. Ini mungkin disebabkan pula pada landasan ideologis agama, dimana
9
Al-Imam Nawawi, Terjemahan Ma’mur Daud, Terjemahan Hadits Shahih Muslim, Malaysia: Klang Book Centre, 1990, Jilid 1, h. 28.
10
“Persaudaraan Adalah Hakikat Islam”, Hak Kerukunan, 92-93, Th. XVI, Mei-Juni, 1995, h. 31.
seperti diungkap oleh Gilbert Lumoindang, seorang pendeta Protestan, bahwa “setiap agama memandang kalau ada yang benar, pasti ada yang salah.”
11
Cara pandang orang terhadap agama sangat menentukan bagaimana orang menjalani agama itu sendiri. Jadi, agama selalu ada unsur kefanatikannya dan ini bisa
menjadi awal pertikaian agama.
12
Tak kenal, maka tak sayang sebuah ungkapan kuno yang sering kita dengar, yang dikaji secara mendalam ada banyak kebenaran yang
terkandung di dalamnya. Kalau belum mengenal, maka muncul curiga, takut, malu, atau bisa benci. Namun kalau kita sudah mengenal orang itu, sikap ini bisa berubah.
Hal ini berlaku dalam hubungan antar umat beragama, yang saling diwarnai kekakuan, ketegangan, sikap curiga, karena tidak pernah bertemu.
Hal inilah yang dapat memicu emosi keagamaan seseorang seperti peristiwa pembakaran Gereja-gereja Katolik dan Kristen yang terjadi di Situbondo. Keuskupan
Malang pada bulan Oktober 1996 memunculkan kesadaran baru bagi umat Katolik di Malang dan Surabaya mengenai perlunya membina kerjasama dan persaudaraan yang
lebih erat. Waktu itu, Gus Dur yang baru pulang dari luar negeri berkunjung ke Jawa Timur untuk menyatakan penyesalannya atas kejadian tersebut dan minta maaf atas
nama umat Islam. Lain halnya dengan di Ambon umat Islam merupakan masyarakat yang
minoritas. Pada hari selasa, 19 Januari 1999 pukul 11.00 ketika umat Islam selesai
11
“Dai dan Pendeta Sejuta Umat: Bicara Hubungan Islam dan Kristen”, Narwastu, 1, Th. IX, 16 Maret 2002, h. 22.
12
Ibid.
melaksanakan shalat Idul Fitri 1419 Hijriyah dengan serentak umat Kristen menyerang dan membunuh umat Islam.
Hari Selasa tanggal 19 Januari 1999 adalah hari dan tanggal yang bersejarah dalam gerakan Oikumene di Maluku. Tanggal 18 Januari 1950,J.H. Manuhutu dan A.
Wairissal berhasil menandatangani naskah Proklamasi Republik Maluku Selatan RMS yang diumumkan secara resmi di Ambon pada tanggal 25 April 1950 oleh Dr.
Mr. Chr. Soumokil dan kawan-kawan. Maka menyongsong hari ulang tahun Proklamasi RMS ke-49, tanggal 25 April 1999 dilakukan pembantaian terhadap
komunitas muslim sebagai aksi balas dendam terhadap sikap TNI atau Polri bersama muslim di Maluku yang telah berhasil menghancurkan kekuatan atau gerombolan
”separatis” RMS dari bumi nusantara 1950-1962.
13
Kerusuhan yang puncaknya jatuh pada hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1419 Hijriyah atau 19 Januari 1999 diawali dengan gerakan-gerakan pendahuluan antara
lain: demonstrasi mahasiswa Unpatti dan menuntut mundurnya Kolonel Hikayat dari jabatan Danrem 174 Pattimura. Selanjutnya untuk mengukur kekuatan umat Kristen
di Maluku, maka dilakukan uji coba dengan menyerang, membakar dan membantai umat Islam di Wailatte dan Air Bak dilanjutkan dengan penyerangan, penjarahan,
pembakaran dan pembantaian terhadap umat Islam di Dobo dengan isu mengusir pendatang.
14
13
Ibid., h. 27.
14
Ibid., h. 44.
Penyerangan dan pembantaian terhadap umat Islam di Ambon yang dimulai sejak 19 Januari 1999 diakui secara jujur oleh perancang kerusuhan Kristen melalui
tim pengacara gereja dalam suratnya bernomor khusus 28 tanggal 12 Maret 1999, sehingga pengakuan murni tersebut merupakan bukti nyata bahwa kerusuhan di
Maluku telah dirancang sebelum Idul Fitri oleh intelektual Kristen dan pemimpin gereja di Maluku. Penyerangan dan pembantaian serta pembumihangusan terhadap
aset muslim Maluku pada tanggal 19 Januari 1999 bertepatan dengan peringatan hari raya Idul Fitri 1419 Hijriyah merupakan indikasi belum terjalinnya tali persaudaraan
antara dua pemeluk agama ini secara baik. Fenomena ini merupakan suatu bukti bahwa sebagian masyarakat Indonesia
belum benar-benar memahami apa makna persaudaraan yang sering diungkapkan dalam ceramah-ceramah maupun dialog, karena belum menyadari bahwa semua
orang bersaudara.
15
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah