Tanggung Jawab Direksi Yang Bertindak Sebagai Personal Garansi Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas (PT)

(1)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI YANG BERTINDAK SEBAGAI PERSONAL GARANSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

TERBATAS (PT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

ZEMAN ABDILLAH NIM : 070200014

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TANGGUNG JAWAB DIREKSI YANG BERTINDAK SEBAGAI PERSONAL GARANSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

TERBATAS (PT)

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas

dan Memenuhi Syarat-Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH :

ZEMAN ABDILLAH NIM : 070200014

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

Ketua Departemen

Windha, SH. M.Hum. NIP : 197501122005012002

PEMBIMBING I PEMBIMBING II

Ramli Siregar,SH.M.Hum Windha, SH. M.Hum NIP : 195303121983031002 NIP. 197501122005012002


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji dan syukur Penulis ucapan kepada Allah SWT atas segala Rahmat dan Hidayah-Nya kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan Penulisan skripsi ini dapat selesai tepat pada waktunya. Begitu pula shalawat beriring salam Penulis ucapkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW (Allahumma Sholli Ala Sayyidina Muhammad Wa Ala Alihi Sayyidina Muhammad). Skripsi ini disusun guna melengkapi tugas-tugas memenuhi dan syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya. Adapun judul skripsi yang Penulis kemukakan: Tanggung Jawab Direksi yang bertindak sebagai

Personal Garansi Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas (PT).

Dalam penulisan Skripsi ini, Penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada “

“Kedua Orang Tua Penulis, yang selalu dengan tulus mencintai dan menyayangi Penulis memberikan perhatian dan kasih sayang, Ayah ‘Alm. Zulkifli Nasution’ dan Ibu ‘Elidahafni Lubis’ karena semangat, pengorbanan, tetesan keringat, ketulusan, kesabaran, keikhlasan serta cinta yang mengalir setiap detik kepada anak-anaknya menjadi motivasi yang tak pernah putus dalam menjalani


(4)

hidup. Tiada kata seindah doa yang dapat Penulis ucapkan semoga ayah dan ibu diberikan kebahagiaan dunia dan akhirat.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; Bapak Syafruddin Hasibuan, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara; dan Bapak M. Husni, SH., M.Hum selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Windha,SH, M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Yang merupakan Dosen Pembimbing II saya dalam penulisan Skripsi ini.

4. Bapak Ramli Siregar, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Yang merupakan dosen pembimbing I saya dalam penulisan skripsi ini

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, M.H sebagai Dosen/Guru Besar di Fakultas Hukum Khususnya Departemen Hukum ekonomi USU.

6. Ibu Prof. Dr. Sunarmi, SH., M.Hum selaku Dosen/Guru Besar kami di Fakultas Hukum Khususnya Departemen Hukum Ekonomi USU.

7. Bapak Azwar Mahyuzar, SH selaku Dosen Wali/Dosen Pembimbing Akademik.


(5)

8. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu dan membimbing Penulis dalam proses pembelajaran selama masa perkuliahan.

9. Seluruh pegawai tata usaha Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan bantuan kepada seluruh mahasiswa/i, mulai dari kami masuk kuliah hingga menyelesaikan perkuliahan di Fakultas Hukum tercinta.

10. Adikku Dini aisyah Nasution yang terus memberikan motivasi agar Penulis menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabat Penulis, Yusni Darliana Siregar SH yang telah membantu dan memberikan semangat kepada Penulis hingga penulisan skripsi ini selesai. 12. Abang Haris Pinayungan Nasution SE, yang selalu memberikan semangat

dan membantu Penulis mencari buku tentang skripsi ini.

13. Kakak Soraya Fatimah Nasution Spd, yang selalu mendukung dan memberikan semangat kepada Penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

Penulis menyadari akan ketidaksempurnaan hasil Penulisan skripsi ini karena Kesempurnaan hanyalah Allah SWT yang punya, oleh sebab itu besar harapan Penulis kepada semua pihak agar memberikan kritik dan saran yang konstruktif guna menghasilkan sebuah karya ilmiah yang lebih baik dan sempurna, baik dari segi materi maupun cara penulisannya di masa mendatang.

Medan, 14 September 2011


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAKSI ... vi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 7

D. Keaslian Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kepustakaan ... 8

F. Metode Penulisan ... 12

G. Sistematika Penulisan ... 14

BAB II. AKIBAT HUKUM KEPAILITAN DALAM PERSEROAN TERBATAS (PT) ... 17

A. Organ-Organ Perseroan Terbatas ... 17

B. Prosedur Permohonan Pailit... 29

C. Akibat Hukum Kepailitan ... 34

BAB III. KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM KEPAILITAN ... 44

A. Pengertian Jaminan dan Penjamin ... 44

B. Pihak-Pihak yang terkait dalam Jaminan ... 52


(7)

BAB IV. TANGGUNG JAWAB DIREKSI SEBAGAI PERSONAL GARANSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN

TERBATAS ... 59

A. Doktrin dan Tanggung Jawab Direksi dalam Perseroan Terbatas ... 59

B. Tanggung Jawab Direksi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas ... 69

C. Tanggung Jawab Direksi sebagai Personal Garansi dalam Kepailitan Perseroan Terbatas (PT) ... 75

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 81

A.Kesimpulan ... 81

B. Saran ... 82


(8)

ABSTRAKSI *) Ramli Siregar **) Windha

***) Zeman Abdillah

Penjamin adalah seorang pribadi yang bersedia mengikatkan diri untuk kepentingan debitor dimana apabila debitor tidak mampu lagi membayar kewajibannya kepada kreditor maka penjamin yang memenuhi kewajiban tersebut selanjutnya perseroan yang telah dinyatakan pailit maka seluruh harta kekayaannya baik yang bergerak atau tidak bergerak yang sudah ada maupun yang akan ada akan menjadi jaminan debitor kepada kreditor ini dimaksudkan untuk memantapkan keyakinan kreditor kepada debitor.

Skripsi ini mengemukakan permasalahan bagaimana akibat hukum putusan pernyataan pailit terhadap Perseroan Terbatas (PT), bagaimana kedudukan hukum seorang penjamin dalam hal kepailitan dan bagaimana tanggung jawab direksi yang bertindak sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas (PT).

Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif karena penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisa hukum yang tertulis dari bahan pustaka atau data sekunder belaka yang lebih dikenal dengan nama dan bahan acuan dalam bidang hukum atau bahan rujukan bidang hukum.

Berdasarkan hasil penelitian hukum normatif tersebut diketahui bahwa tanggung jawab direksi yang bertindak sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas (PT) merupakan suatu perjanjian secara sukarela (accesoir) dan tidak mengharapakan suatu imbalan atau jasa. Ketika seorang direksi menjamin suatu perseroan yang dipimpinnya telah dinyatakan pailit maka direksi tersebut bertindak sebagai perseorangan/sebagai pribadi tanpa melihat kedudukannya sebagai seorang direksi perseroan. Dalam penjaminan ini direksi tersebut menjaminkan harta pribadinya bukan harta perusahaan. Sehingga dengan adanya jaminan ini maka seluruh kewajiban perseroan kepada kreditornya akan berpindah kepada direksi tersebut. Apabila direksi tidak memenuhi kewajibanya sebagai seorang penjamin maka tidak tertutup kemungkinan direksi tersebut dapat dipailitkan. Dalam hal tanggung jawab direksi terhadap kepailitan perseroan maka direksi tidak akan dimintakan pertanggungjawabannya apabila seorang direksi telah bertindak sesuai dengan yang telah ditentukan dalam anggaran dasar dan undang-undang.Selanjutnya apabila direksi bertindak diluar batas kewenangannya maka direksi tersebut dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi ataupun secara renteng.

Kata Kunci : Penjamin, Direksi dan Kepailitan *) Dosen Pembimbing I

**) Dosen Pembimbing II


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lembaga kepailitan merupakan salah satu kebutuhan pokok di dalam aktivitas bisnis karena adanya status pailit merupakan salah satu sebab pelaku bisnis keluar dari pasar. Apabila pelaku bisnis sudah tidak mampu lagi untuk bermain di arena pasar, maka keluar dari pasar atau terpaksa bahkan mungkin di paksa keluar dari pasar.1

Kepailitan adalah merupakan suatu lembaga hukum perdata sebagai realisasi dua asas pokok yang terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata. Pasal 1131 menentukan bahwa semua benda bergerak dan tidak bergerak dari seorang debitor, baik yang sekarang ada, maupun yang akan diperolehnya (yang masih akan ada) menjadi tanggungan atas perikatan-perikatan pribadinya. Pasal 1132 KUHPerdata menentukan bahwa benda-benda itu dimaksudkan sebagai jaminan bagi para kreditornya bersama-sama dan hasil penjualan atas benda-benda itu dibagi diantara mereka secara seimbang, menurut imbangan/perbandingan tagihan mereka, kecuali bilamana diantara mereka atau

Melalui hukum kepailitan akan diadakan suatu penyitaan umum (eksekusi massal) terhadap seluruh harta kekayaan debitor, yang selanjutnya diberikan kepada kreditor secara seimbang dan adil dibawah pengawasan petugas yang berwenang. Instrumen hukum kepailitan sangat penting di dalam hukum kita, karena apabila instrumen ini tidak ada, kesemrawutan akan terjadi dalam pelaksanaan hak-hak ganti rugi.

1

Rahayu Hartini, Hukum Kepailitan, (Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah, 2008). hlm. 3.


(10)

para kreditor terdapat alasan pendahuluan yang sah. Dari ketentuan tersebut debitor dipaksa untuk memenuhi prestasinya kepada kreditor. Apabila debitor lalai yang berarti telah terjadi wanprestasi, maka seluruh harta kekayaannya akan menjadi jaminan seluruh hutangnya. Hasil penjualan harta kekayaan debitor akan dibagi secara seimbang kepada kreditor.2

Akibat krisis moneter tahun 1997 perekonomian dalam negeri tidak stabil sehingga menyulitkan para pengusaha untuk melakukan pengembangan dan pada saat itu pengusaha cendrung rugi sehingga dalam menyelesaikan utang-piutang Revisi atas undang-undang kepailitan yang hendak dilakukan oleh pemerintah sebenarnya timbul sebagai akibat dari adanya tekanan dari dana moneter internasional/internasional monetery fund (IMF) yang mendesak agar Indonesia segera menyempurnakan sarana hukum yang mengatur permasalahan pemenuhan kewajiban oleh debitor kepada kreditor. Akhirnya dana moneter internasional/internasional monetery fund (IMF) berpendapat untuk untuk mengatasi krisis dan menyelesaikan utang-piutang di Indonesia dilakukan dengan cara memberikan bantuan dana, adanya keharusan penyelesaian utang-utang luar negeri di kalangan dunia usaha dan upaya penyelesaian kredit macet perbankan Indonesia dengan mensyaratkan agar pemerintah republik Indonesia agar segera mengganti atau mengubah peraturan tentang kepailitan yang berlaku di Indonesia, karena peraturan-peraturan tentang kepailitan yang ada dianggap tidak efektif lagi sebagai sarana penyelesaian utang-piutang pengusaha Indonesia kepada para kreditornya.


(11)

para pengusaha menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Mereka dapat merundingkan permintaan penghapusan utang, baik untuk sebagian atau seluruhnya, dapat pula menjual sebagian aset atau bahkan usahanya. Mereka dapat pula menjadikan pinjaman tersebut menjadi penyertaan saham. Para kreditor dapat menggugat berdasarkan perundang-undangan hukum perdata yaitu mengenai wanprestasi atau ingkar janji bila debitor mempunyai keuangan atau harta yang cukup untuk membayar utang-utangnya. Selain kemungkinan di atas, bila debitor tidak mempunyai keuangan, harta atau aset yang cukup sebagai jalan terakhir, barulah para kreditor menempuh pemecahan melalui peraturan kepailitan yaitu melalui Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang No. 37 Tahun 2004 atau yang sering disebut dengan UUKPKPU dengan cara mengajukan permohonan pailit kepada Pengadilan Niaga di daerah wilayah hukumnya.3

Pada umumnya perusahaan yang akan pailit dikenal dua macam biaya yang akan terjadi pada perusahaan tersebut, yaitu direct cost dan indirect cost.

Direct cost merupakan biaya langsung yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut

untuk membayar pengacara, akuntan dan tenaga profesional lain untuk merestrukrisasi keuangannya yang kemudian akan dilaporkan kepada para kreditor. Selain itu, bunga yang dibayar perusahaan untuk pinjaman selanjutnya yang biasanya jauh lebih mahal juga merupakan direct cost dari kepailitan. Sedangkan indirect cost merupakan potensial loss yang dihadapi perusahaan yang

3

Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Failisssements Veroerdening, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002). hlm. 8


(12)

sedang mengalami kesulitan keuangan tersebut, seperti kehilangan pelanggan dan supplier.4

Lahirnya UUKPKPU ini telah menimbulkan resonasi yang kuat dalam dunia bisnis di Indonesia. Kepailitan yang sebelumnya merupakan suatu proses yang cenderung tertutup, tidak menjadi fokus publik, serta tidak menarik untuk di konsumsi media menjadi proses yang gemerlap.5

Berkaitan dengan pemberian guarantee yang biasanya diminta oleh perbankan dalam pemberian kredit bank, dengan undang-undang ini seorang penjamin atau penanggung yang memberikan personal guarantee atau corporate

guarantee Selama ini sering tidak disadari oleh personal guarantee dimana

mempunyai konsekwensi hukum yang jauh apabila personal guarantee tidak melaksanakan kewajibannya. Konsekwensinya adalah dapat dinyatakan pailit.

Dalam perkembangannya sekarang ini dalam mengatasi kepailitan sebuah perusahaan memberikan suatu garansi atau jaminan kepada pihak kreditor dalam pelunasan hutangnya. Jaminan ini dapat berupa jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan yang memberikan garansi atau yang disebut guarantee kepada perusahaan yang akan pailit sebagai penanggung jaminan hutangnya.

6

Pada dasarnya penjaminan pribadi merupakan bagian dari skema perjanjian penanggungan yang diatur pada KUHPerdata Bab XVII . Inti dari perjanjian penanggungan adalah adanya pihak ketiga yang setuju untuk kepentingan debitor mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitor, apabila

4

Sunarmi Op.Cit, hlm. 25.

5

Aria Suyudi, Eryanto Nugroho, dan Herni Sri Nurbayanti, Kepailitan Di Negeri Pailit, Cetakan II, (Jakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia, 2004). hlm. 21.


(13)

pada waktunya debitor sendiri tidak berhasil memenuhi kewajibannya. Berbeda dengan skema jaminan lainnya, yaitu jaminan kebendaan yang memberikan hak penuh kepada kreditor atas suatu hak kebendaan spesifik apabila terjadi kegagalan pemenuhan prestasi, misalnya gadai, fidusia. Perjanjian penanggungan hanya memberikan kreditor hak umum untuk menagih kepada pihak-pihak yang telah mengikatkan diri sebagai penanggung dalam hal kegagalan pembayaran, sehingga kedudukan kreditor yang dijamin oleh penanggung masih berada di bawah kreditor yang dijamin oleh hak jaminan kebendaan.

Perjanjian penanggungan sendiri dibagi menjadi dua bagian, yaitu penanggungan yang dilakukan oleh pribadi dan penanggungan yang dilakukan oleh badan hukum (personal guarantee dan corporate guarantee). Pada dasarnya keduanya memiliki prinsip yang sama, karena baik hak dan kewajiban yang dimiliki penanggung pada kedua jenis penanggungan tersebut identik, hanya saja subyek pelakunya berbeda. Pengajuan permohonan pailit terhadap penanggung merupakan hal yang cukup lumrah, khususnya apabila penanggung adalah penanggung perusahaan. Pengadilan niaga pernah menerima dan memutus pailit berbagai permohonan pailit yang ditujukan kepada penanggung perusahaan. Namun tidak demikian halnya dengan permohonan pailit yang diajukan terhadap penjamin pribadi. Dalam kenyataannya hanya sedikit sekali permohonan pailit yang diajukan terhadap penjamin pribadi, begitu juga kasus dipailitkannya penjamin pribadi oleh majelis hakim niaga. Tidak ada penjelasan mengenai hal itu, tapi secara umum ada kecenderungan bahwa kreditor enggan berurusan


(14)

dengan debitor pribadi untuk alasan praktis.7

1. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) terhadap PT. Ilmu Inti Swadaya (debitor utama), Linda Januarita Tani (penjamin pribadi), dan PT. Optimal Teknindo Internasional (penjamin perusahaan) (Putusan No. 79/PAILIT/2000/PN.NIAGA.JKT.PST.)

Sebagai contoh personal guarantee yang pernah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga adalah:

2. Bank Credit Lyonnais Indonesia terhadap PT. Sandjaja Graha Sarana (penjamin perusahaan), Tjokro Sandjaja (penjamin pribadi), dan Patricia Sandjaja (penjamin pribadi) (Putusan No.29/PAILIT/1999/PN.NIAGA/ JKT.PST.)

3. Hasim Sutiono dan PT. Muji Inti Utama terhadap PT. Kutai Kartanegara Prima Coal (penjamin perusahaan) dan Ny. Iswati Sugianto (penjamin pribadi) (Putusan No. 18/PAILIT/1998/ PN.NIAGA/JKT.PST.

B. Perumusan Masalah.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka penulis akan mengemukakan beberapa pokok permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimanakah akibat hukum putusan pernyataan pailit terhadap Perseroan Terbatas (PT)?

2. Bagaimanakah kedudukan hukum seorang penjamin dalam hal kepailitan? 3. Bagaimanakah tanggung jawab direksi yang bertindak sebagai personal

garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas (PT)?

7


(15)

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan

Dilatarbelakangi dari keinginan penulis, mengemukakan masalah secara juga berkaitan dengan tujuan dan manfaat penulisan. Adapun yang menjadi tujuan dapat di uaraikan sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui akibat hukum putusan pernyataan pailit terhadap perseroan b. Untuk mengetahui kedudukan hukum penjamin dalam hal kepailitan

c. Untuk mengetahui tanggung jawab direksi sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas (PT).

2. Manfaat Pembahasan

Selain dari tujuan diatas, penulisan skripsi ini juga memberikan manfaat antara lain:

a. Secara Teoritis

Secara teoritis, pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan pemahaman dan pandangan yang baru mengenai kasus-kasus kepailitan yang sering terjadi serta mengetahui sejauhmana tanggung jawab direksi ketika bertindak sebagai personal garansi dalam kepailitan. Karena banyak kita ketahui untuk sekarang ini masalah-masalah kepailitan yang menimpa beberapa perusahaan terutama di kota-kota besar sehingga memerlukan penyelesaian yang segera agar tidak menimbulkan persoalan yang lebih besar dan memberikan hasil yang optimal dan menguntungkan kedua belah pihak.


(16)

b. Secara praktis

Secara Praktis, pembahasan ini diharapkan dapat menjadi masukan para pembaca terutama bagi pihak yang terlibat dalam kepailitan (kreditor dan debitor) dan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang kedudukan direksi yang bertindak sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas (PT).

D. Keaslian Penulisan

Tanggung jawab direksi yang bertindak sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas yang diangkat penulis sebagai judul skripsi ini telah diperiksa dan diteliti melalui penelusuran Kepustakaan Fakultas Hukum USU. Tema diatas adalah hasil pemikiran sendiri dibantu dengan referensi, buku-buku, dan pihak-pihak lain dan judul tersebut belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya.

Data yang dipakai guna melengkapi penulisan skripsi ini memanfaatkan informasi dari berbagai media, baik cetak maupun pengumpulan informasi melalui internet, sehingga data-data yang dipakai secara garis besar adalah data yang factual dan up to date. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dalam tinjauan kepustakaan ini perlu diperhatikan beberapa ketentuan-ketentuan atau batasan yang menjadi sorotan dalam mengadakan studi kepustakaan. Ketentuan batasan tersebut berguna membantu untuk melihat ruang


(17)

lingkup skripsi ini agar sesuai dengan topik yang telah ditentukan sebelumnya serta membantu para pembaca untuk mengerti cakupan skripsi ini. Adapun ketentuan-ketentuan atau batasan-batasan yang akan ditemukan antara lain sebagai berikut:

Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang, pengertian pailit sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) adalah: debitor yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 baik atas permohonan sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih kreditornya. 8

Dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau yang disebut dengan UUKPKPU menyebutkan kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas.9

Dalam kepustakaan, Algra mendefenisikan kepailitan adalah suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor untuk melunasi hutang-hutangnya kepada kreditor10

8

Undang-undang no. 4 tahun 1998 tentang kepailitan Pasal 1 9

UUK PKPU. Pasal 1.

10

Algra, Inleiding tot het Nederlands privaatrech tjeenk willink. Groningen hal, dikutip dari buku Hadi Shuban hlm. 425.

. Dalam Black’s Law Dictionary pailit adalah seorang pedagang yang bersembunyi atau melakukan tindakan tertentu yang


(18)

cendrung untuk mengelabui krediturnya. Kepailitan menurut Memori Van

Toelichting (penjelasaan umum) adalah suatu pensitaan berdasarkan hukum atas

seluruh kekayaan si berutang guna kepentingan bersama para yang mengutangkan.11 Menurut kamus besar bahasa Indonesia bahwa kepailitan adalah keadaan atau kondisi badan hukum yang tidak mampu lagi membayar kewajibannya (dalam hal utang-utangnya) kepada kreditor.12

Dalam hal ini dapat diartikan bahwa kepailitan sebenarnya adalah pertanggungjawaban debitor kepada kreditornya. Dengan kata lain, kepailitan merupakan resiko dari debitor oleh karenanya undang-undang memandang perlu mengadakan penyitaan menyeluruh atas segala harta guna kepentingan seluruh kreditornya, dengan pengawasan pemerintah disini adalah balai harta peninggalan (BHP).13

Selanjutnya pengertian kepailitan oleh ISDA (Internasional Swaps and

Derivatives Association) adalah terjadinya salah satu kejadian berikut ini:14

1. Perusahaan yang mengeluarkan surat hutang berhenti beroperasi 2. Perusahaan tidak solven atau tidak mampu membayar hutang 3. Timbulnya tuntutan kepailitan

4. Proses kepailitan sedang terjadi 5. Telah ditunjuknya receivership

6. Dititipkannya seluruh aset kepada pihak ketiga

11

Henry Black Campbell, Black’s Law Dictionary, (St. Paul. Minnesota, USA. West Publishing. Co). hlm. 186. dikutip dari buku Munir Fuady.

12

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, (Jakarta : balai Pustaka, 2005). hlm. 812.

13

Imran Nating, Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan Harta


(19)

Sedangkan direksi menurut Pasal 1 butir (4) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 atau yang disebut dengan UUPT menyatakan bahwa direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.15

Di sini dapat kita lihat bahwa istilah direksi ini dalam beberapa bahasa adalah sebagai berikut:16

1. Dalam bahasa Inggris “ Director”

2. Dalam bahasa Belanda “ Directie”, Directeur, atau Raad Van Bestuur” 3. Dalam bahasa Prancis “ Directoire atau Directeur”

4. Dalam bahasa Jerman “ Direktor atau Autsichtsraf” 5. Dalam bahasa Spanyol “ Director”.

Terhadap Perseroan Terbatas ini dalam beberapa bahasa disebut sebagai berikut:17

1. Dalam bahasa Inggris disebut dengan Limited (Ltd) company atau Limited

liability company, ataupun Limited corporation.

2. Dalam bahasa Belanda disebut dengan Naamlooze vennootschap atau yang sering disingkat dengan NV saja.

3. Dalam bahasa Jerman terhadap Perseroan Terbatas ini disebut dengan

Gesellschaftmit beschrankte haftung.

4. Dalam bahasa Spanyol disebut dengan De reponsabilidad limitada. 15

UUPT Pasal 1 butir 4 16

Munir Faudy, Perseroan terbatas paradigma baru.(Bandung: PT Citra aditya bakti, 2003), hlm. 49.

17

Ahmad Yani&Gunawan Wijaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta :


(20)

Namun demikian yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas adalah suatu perusahaan dalam bentuk badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian daripada pendirinya, untuk melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar, dimana modal dasar tersebut dibagi kedalam saham-saham dengan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang yang terkait dan peraturan-peraturan lainnya.18

Pada dasarnya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang hak jaminan kebendaan yang mencakup hak jaminan benda tak bergerak dan hak jaminan benda bergerak. Lembaga jaminan benda tak bergerak dikenal dengan hak tanggungan, sedangkan hak jaminan benda bergerak adalah gadai dan fidusia. Dan secara umum jaminan dapat dibedakan menjadi jaminan perorangan (persoonlijke zekerheid) dan jaminan kebendaan (zakerlijke zekerheid).

Selanjutnya jaminan adalah merupakan suatu istilah berasal dari kata jamin yang berarti tanggung sehingga jaminan dapat diartikan sebagai tanggungan. Menurut Pasal 2 ayat 1 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/kep/dir tanggal 28 februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitor untuk melunasi kredit sesuai dengan perjanjian.

19

Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan maka digunakan berbagai metode. Dapat diartikan F. Metode Penulisan

18

Ibid, hlm. 7. 19


(21)

sebagai suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian menjadi penyelidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu. Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Tipe Penelitian.

Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan bahan dilakukan melalui study kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan skripsi ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan peraturan perundang-undangan mengenai penjaminan dalam kepailitan di Indonesia.

2. Pendekatan masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakini metode penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep dalam pengambilan putusan dalam permohonan pernyataan pailit sehingga hakim yang memutuskan permohonan pernyataan pailit dapat dilakukan dengan benar.

3. Bahan hukum

Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang terdiri dari aturan hukum mulai dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum


(22)

Dagang, Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas yang telah dicabut dan diganti dengan Undang No. 40 Tahun 2007, Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang yang telah dicabut dan diganti dengan, Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, peraturan pemerintah, dan aturan lain dibawah undang-undang serta aturan-aturan lain yang berkaitan dengan penjaminan dalam kepailitan.

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum yang terkait dengan pembahasan penjaminan dalam kepailitan.

Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang memberi petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

4. Prosedur pengumpulan bahan hukum

Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan menurut sumber dan hierarkinya untuk diuji.

G. Sistematika Penulisan

Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematika penulisan yang


(23)

teratur. Di mana penulis membagi menjadi bab per bab dan masing-masing bab ini saling berkaitan antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan bab pendahuluan, dimana pada bab ini dipaparkan hal-hal yang umum sebagai langkah awal dari penulisan skripsi. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKIBAT HUKUM DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

Pada bab ini dipaparkan tentang pengertian organ-organ Perseroan Terbatas, bagaimana prosedur permohonan pailit, dan akibat hukum dalam kepailitan Perseroan Terbatas

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM KEPAILITAN

Pada bab ini dipaparkan tentang pengertian jaminan dan penjamin, siapa saja yang terkait dalam jaminan, dan bagaimana kedudukan penjamin dalam kepailitan .


(24)

BAB IV TANGGUNG JAWAB DIREKSI YANG BERTINDAK SEBAGAI PERSONAL GARANSI DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS (PT)

Pada bab ini dipaparkan bagaimana doktrin dan tanggung jawab dalam direksi dalam Perseroan Terbatas, tanggung jawab direksi dalam kepailitan Perseroan Terbatas serta tanggung jawab direksi sebagai personal garansi dalam kepailitan Perseroan Terbatas. Perlindungan hukum bagi pemegang saham terhadap anggota direksi yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam pengurusan perseroan. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bab penutup yang menguraikan mengenai kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang dikemukakan serta-saran-saran atas permasalahan tersebut.


(25)

BAB II

AKIBAT HUKUM DALAM KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS

A. Pengertian Organ-Organ Perseroan

Kata perseroan dalam pengertian umum adalah perusahaan atau organisasi usaha. Sedangkan Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk organisasi usaha atau badan usaha yang ada dan dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia bentuk-bentuk badan usaha yang dikenal dalam sistem hukum dagang Indonesia adalah perseroan comanditer (CV yaitu Commanditaire Vennotschap) dan Perseroan Terbatas (PT). Bentuk-bentuk ini di atur dalam Buku ke 1 Bab III bagian kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Selain itu, masih ada bentuk usaha lain yang di atur dalam KUHPerdata yang disebut maatschap atau persekutuan perdata.

Bentuk Perseroan Terbatas merupakan bentuk yang lazim dan banyak dipakai dalam dunia usaha di Indonesia karena Perseroan Terbatas merupakan asosiasi modal dan badan hukum yang mandiri. Sebutan Perseroan Terbatas (PT) ini dari hukum dagang Belanda (WvK) dengan singkatan Naamloze Vennotschap, yang singkatannya juga lama dikenal di Indonesia sebelum diganti dengan singkatan PT. Sebenarnya bentuk ini berasal dari bahasa Perancis dengan singkatan SA atau Sociate Anonyme yang secara harfiah artinya perseroan tanpa nama. Maksudnya adalah bahwa Perseroan Terbatas itu tidak menggunakan nama salah seorang atau lebih di antara para pemegang sahamnya, melainkan memperoleh namanya dari tujuan perusahaan saja (Pasal 36 KUHD). Kitab


(26)

Undang-Undang Hukum Dagang maupun KUHPerdata yang mengatur tentang Perseroan Terbatas, secara formal belum pernah diganti melalui undang-undang. Undang-undang tersebut telah berlaku sejak lama berdasarkan Staatsblad 1847 Nomor 23.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 1 ayat (1) atau yang sering disebut UUPT memberi pengertian atau defenisi tentang Perseroan Terbatas sebagai berikut yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang

Pada tahun 1967, ketika pemerintah mulai memacu pertumbuhan ekonomi nasional dengan mengeluarkan kebijakan penanaman modal dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing yang telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, pengusaha berlomba mendirikan Perseroan Terbatas, baik itu perusahaan joint venture maupun perusahaan nasional. Hal ini mengakibatkan pertambahan badan usaha yang bernama Perseroan Terbatas mengalami peningkatan dalam kuantitasnya. Dengan adanya ketentuan terhadap investor asing yang akan menanamkan modalnya atau melakukan kegiatan usaha di Indonesia harus mendirikan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas, juga karena para usahawan itu sendiri yang memilih untuk mendirikan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas dalam aktivitas usahanya. Pemilihan ini tentu bukan tidak beralasan karena bentuk


(27)

Perseroan Terbatas sebagai bentuk badan usaha diyakini mempunyai kelebihan lain dibanding bentuk usaha lainnya. Sehingga Perseroan Terbatas dimasa mendatang akan terus menjadi pilihan dari para pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya20

Pendapat ini bisa kita lihat ditengah-tengah realita masyarakat, organisasi ekonomi (badan usaha) yang dimiliki konglomerat yang menguasai beberapa sektor perekonomian bentuknya adalah Perseroan Terbatas. Lebih lanjut Sri Rezeki Hartono mengatakan masih terdapat beberapa alasan praktis antara lain:

.

Alasanya Perseroan Terbatas banyak diminati di Indonesia salah satunya dikemukakan oleh Sri Rejeki Hartono sebagai berikut:

Perseroan Terbatas pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensil untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya pemegang saham. Oleh karena itu bentuk Perseroan Terbatas ini sangat diminati masyarakat.

21

1. Setiap jenis usaha mempunyai jangkauan relatif luas, pada izin operasionalnya selalu menyatakan bahwa perusahaan yang bersangkutan harus berbentuk badan hukum (pilihan utama pasti perseroan)

2. Setiap jenis usaha yang bergerak di bidang keuangan diisyaratkan dalam bentuk badan hukum, pilihan utama juga pada perseroan.

3. Perusahaan yang berpeluang memanfaatkan bursa modal hanyalah Perseroan Terbatas, maka sangat wajar apabila peningkatan jumlah Perseroan Terbatas di Indonesia semakin besar.

Dalam Pasal 1 ayat (2) UUPT menjelaskan bahwa organ perseroan terdiri dari rapat umum pemegang saham, direksi, dan komisaris. Dalam setiap organ perseroan tersebut mempunyai masing-masing tugas dan fungsi yang berbeda. Selanjutnya penulis akan membahas organ perseroan tersebut.

20

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum&Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2009), hlm. 1-2.

21

Sri Rezeki Hartono, Kapita selekta hukum perusahaan . (Bandung: Penerbit mandar maju,2000), hlm. 2


(28)

1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)

RUPS merupakan organ perseroan yang kedudukannya adalah sebagai organ yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 butir 4 UUPT yang mengatakan: rapat umum pemegang saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan atau anggaran dasar.

Akan tetapi, bila kita melihat pada bunyi kalimat ‘memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris, maka apa yang dimaksud di dalam Pasal 1 butir 4 UUPT tersebut di atas sebenarnya kekuasaan RUPS tidak mutlak. Artinya, kekuasaan tertinggi yang diberikan undang-undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan Dewan Komisaris kekuasan yang dimiliki RUPS hanya mengenai wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi atau komisaris. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dapat dipengaruhi oleh RUPS.

Tugas, kewajiban dan wewenang dari setiap organ, termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri (otonom) di dalam UUPT. Setiap organ diberi kebebasan bergerak, asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS, dapat saja tidak dipenuhi oleh direksi meskipun direksi diangkat RUPS, sebab pengangkatan direksi oleh RUPS tidak berati bahwa wewenang yang dimiliki direksi merupakan pemberian kuasa atau


(29)

bersumber dari pemberian kuasa RUPS kepada direksi, melainkan wewenang yang ada pada direksi adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar. RUPS tidak dapat mencampuri tindakan pengurusan perseroan sahari-hari yang dilakukan direksi, sebab tindakan direksi semata-mata adalah untuk kepentingan perseroan, bukan untuk RUPS.

Dengan demikian, selama pengurus menjalankan wewenangnya dalam batas ketentuan undang-undang dan anggaran dasar, maka pengurus tersebut berhak untuk tidak mematuhi perintah atau instruksi dari organ lainnya, baik dari komisaris maupun RUPS, dengan perkataan lain, wewenang yang ada pada organ dimaksud bukan bersumber dari limpahan atau kuasa dari RUPS melainkan bersumber dari ketentuan undang-undang dan anggaran dasar.22

Beberapa wewenang eksklusif RUPS yang ditetapkan dalam UUPT antara lain:

23

a. Penetapan perubahan anggaran dasar (Pasal 14) b. Penetapan, pengurangan modal (Pasal 37)

c. Pemeriksaan, persetujuan, dan pengesahan laporan tahunan (Pasal 60) d. Pemantapan penggunaan laba (Pasal 62).

Penyelenggaraan RUPS pada pokoknya harus diselenggarakan di tempat Perseroan berkedudukan, atau tempat-tempat lain sebagaimana dimungkinkan dalam anggaran dasar perseroan, selama dan sepanjang tersebut masih berada dalam wilayah negara republik Indonesia.

22

Agus Budiarto, Op.Cit. hlm. 57-58. 23


(30)

Dalam tiap-tiap RUPS, yang harus dilaksanakan minimum setahun sekali, setiap lembar saham dalam perseroan dengan nilai nominal terkecil, yang ditentukan dalam anggaran dasar, kecuali untuk saham-saham yang diberikan perlakuan khusus, termasuk saham-saham tanpa suara, berhak mewakili/mengeluarkan satu suara dalam rapat. Pelaksanaan dari hak suara ini dalam RUPS dapat dilakukan sendiri oleh pemegang saham atau diwakilkan pada seseorang pihak ketiga selaku kuasa pemegang saham. Kuasa biasanya diberikan kepada: 24

a. Direksi b. Komisaris

c. Karyawan perseroan.

2. Direksi

Direksi adalah organ perseroan yang bertanggung jawab atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan anggaran dasar, demikian bunyi Pasal 1 ayat 5 UUPT. Kemudian juga dipertegas oleh Pasal 92 ayat (1) yaitu kepengurusan perseroan dilakukan oleh direksi dan direksi bertanggung jawab penuh atas kepengurusan perseroan dan bukan kepada perseorangan pemegang saham, untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan di dalam maupun diluar pengadilan.


(31)

Pengaturan mengenai direksi ini diatur dalam bab VII dari Pasal 92 sampai dengan Pasal 107 UUPT. direksi mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap perseroan. Tugas dan tanggung jawab direksi serta wewenangnya ditetapkan oleh undang-undang. Dengan demikian keberadaan direksi dalam suatu perseroan juga diatur oleh undang-undang. Melihat tanggung jawab direksi yang demikian itu maka untuk menjadi anggota direksi Pasal 93 ayat 1 menentukan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Orang perseorangan yang mampu melakukan perbuatan hukum b. Tidak pernah dinyatakan pailit.

c. Tidak pernah menjadi anggota direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit.

d. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan.25

Jika merujuk pada teori organ yang dikemukakan oleh Ottovon Gierke, bentuk usaha mandiri dengan tangungjawab terbatas (Legal Entity) merupakan realitas hukum yang mempunyai kehendak dan kemauan sendiri yang dijalankan oleh alat–alat perlengkapannya. Dewan direksi adalah organ atau alat perlengkapan badan hukum tersebut. Seperti halnya manusia yang mempunyai organ-organ seperti tangan, kaki, mata, telinga, dan seterusnya. Karena setiap gerakan organ-organ itu tunduk pada kehendak otak manusia, maka sejalan dengan konsep manusia dan organnya tersebut dapat di analogikan bahwa setiap gerakan atau aktifitas direksi badan hukum juga merupakan kehendak dari badan

25

C.S.T. kansil dan Christine S.T, Pokok-Pokok Hukum Perseroan Terbatas Tahun


(32)

hukum itu sendiri. Mengenai hubungan direksi dengan perseroan, terdapat dua doktrin besar yang berpengaruh dan berlaku secara universal, yaitu trustee

doctrine dan agency doktrine.

Menurut konsep trustee, seorang direksi sebagai trustee bertindak untuk mengelola kekayaan pemegang saham (beneficiariy) dari korporasi (trust), dalam hal ini, direksi mengelola atas dasar legal owner title. Oleh karena itu, direksi sebagai trustee adalah bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang diderita korporasi (trust) atas kesalahanya. Sedangkan menurut konsep agent, seorang direksi merupakan agent dari pemegang saham untuk mengurus perseroan, hubungan agent ini didasari oleh kontrak antara direksi dengan pemegang saham, jadi direksi tidak bertindak sebagai pemilik (owners) dari harta kekayaan perseroan tetapi sebagai manager, dan setelah kegiatan perseroan berjalan maka hubungan kontrak tersebut beralih dari direksi ke pemegang saham menjadi direksi perseroan.26

26

Freddy Harris&Teddy Anggoro, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban

Beberapa pakar dan ilmuwan hukum merumuskan kedudukan direksi dalam perseroan sebagai gabungan dari 2 macam persetujuan/perjanjian, yaitu: a. Perjanjian pemberian kuasa di satu sisi.

b. Perjanjian kerja/perburuhan di sisi lain.

Berdasarkan perjanjian tersebut pelaksanaanya harus di tafsirkan berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1601 c KUHPerdata, yang memberatkan pada pelaksanaan perjanjian-perjanjian tersebut sebagai suatu perjanjian perburuhan.


(33)

Merumuskan kedudukan direksi dalam dua hubungan hukum bukan masalah, sepanjang kedua hubungan hukum tersebut dapat diterapkan secara konsisten dan sejalan. Dalam hubungan hukum yang dirumuskan untuk direksi di atas di satu sisi, direksi sebagai penerima kuasa dari perseroan untuk menjalankan perseroan sesuai dengan kepentingannya untuk mencapai tujuan perseroan sebagaimana telah digariskan dalam anggaran dasar perseroan, dan di sisi lain di perlakukan sebagai karyawan perseroan, dalam hubungan atasan dan bawahan dalam perjanjian perburuhan yang mana berarti direksi tidak diperkenankan untuk melakukan sesuatu yang bukan tugasnya. Disinilah sifat pertanggungjawaban renteng dan pertanggungjawaban pribadi direksi menjadi sangat relevan, dalam hal direksi melakukan penyimpangan atas kuasa dan perintah perseroan untuk kepentingan perseroan.27

Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

3.Dewan Komisaris.

Keberadaan, kedudukan, tugas dan kewenangan Dewan Komisaris diatur pada Bab VII, Bagian Kedua dalam UUPT, terdiri atas Pasal 108 sampai Pasal 121. Ketentuan yang menyangkut pengaturan Dewan Komisaris, banyak persamaannya dengan direksi. Eksistensi dan kedudukan Dewan Komisaris sebagai organ perseroan lebih spesifik ditegaskan pada Pasal 1 angka 6 yang berbunyi:

27


(34)

memberi nasehat kepada direksi.28

Pengawasan atas organisansi perseroan, dilakukan dengan cara mengaudit sturukturnya, seperti misalnya hubungan dan jenjang pimpinan apakah ada benturan yang menghambat kelancaran komunikasi atau informasi. Tujuan utama melakukan audit organisasi, agar sturukturnya selalu dapat di up-date, sesuai dengan keadaan dan perkembangan perseroan.

Dewan Komisaris dalam suatu Perseroan Terbatas mempunyai peranan yang sangat penting yang tidak kalah pentingnya dari organ Perseroan Terbatas lainnya. Dewan Komisaris berfungsi sebagai berikut:

a. Melakukan Pengawasan:

1). Melakukan pengawasan terhadap kebijaksanaan pengurusan perseroan yang dilakukan direksi dan

2). Jalannya pengurusan pada umumnya.

Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan dewan komisaris terhadap sasaran atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut:

a.Melakukan audit keuangan.

Pengawasan di bidang keuangan dianggap sangat relevan, karena masalah keuangan merupakan urat nadi yang sangat sentral bagi perseroan. Keadaan keuangan perseroan merupakan refleksi dari gambaran kondisi perseroan. Pengawasan dengan cara melakukan audit atas keluar masuknya (Cash flow) keuangan perseroan, harus dilakukan dengan cermat.

b. Pengawasan atas organisasi perseroan

28


(35)

c. Pengawasan terhadap personalia

Caranya dapat dilakukan dengan mengaudit personalia agar dapat diketahui kekurangan atau kelebihan personalia yang mungkin terjadi. Juga untuk menegakkan prinsip the right man in the right place serta untuk mengetahui apakah cara rekruit dan seleksi yang berjalan, sudah tepat atau tidak.

d. Memberi nasehat

Tugas umum selanjutnya adalah, ‘’memberi nasihat’’ kepada direksi. Akan tetapi undang-undang ini tidak menjelaskan rincian tugas tersebut. Dalam kamus bahasa Indonesia, nasehat dapat berarti ‘’ ajaran atau pelajaran yang baik’’ bisa juga anjuran yang baik.

Bertitik tolak dari gambaran pengertian nasehat yang dikemukakan di atas dihubungkan dengan tugas Dewan Komisaris memberikan nasihat, cakupan atau spekturumnya sangat luas. Dewan Komisaris bisa menyampaikan pendapat atau memberi pertimbangan yang layak dan tepat kepada direksi. Bahkan dapat menyampaikan ajaran yang baik maupun petunjuk, peringatan, atau teguran yang baik.

Akan tetapi, semua bentuk-bentuk nasihat yang dikemukakan di atas, dari segi yuridis bersifat rekomendasi sehingga tidak mengikat kepada direksi. Dapat dijadikan untuk dasar petimbangan. Sebaliknya dapat diabaikan. Tugas pemberian yang berbentuk pendapat atau petunjuk, dapat dilakukan Dewan Komisaris untuk hal yang spesifik. Misalnya pemberian pendapat atau petunjuk maupun masukan dalam:


(36)

a. Pembuatan rencana kerja yang proporsional dalam rangka upaya memajukan dan mengembangkan perseroan sesuai prinsip-prisnsip good corporate

governance,

b. Dalam melaksakan program atau rencana kerja supaya pelaksanaannya sesuai dengan prinsip-prinsip perusahaan dan GCG.

Tugas pengawasan dan pemberian nasehat Dewan Komisaris terhadap pelaksanaan jalannya pengurusan yang dilakukan direksi atas perseroan menurut Pasal 108 ayat (2) adalah semata-mata untuk kepentingan perseroan sesuai maksud dan tujuan perseroan. Tujuan inilah yang mesti disadari dan yang menjadi Dewan Komisaris melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasehat. 29

Yang dimaksud dengan kepentingan dan sesuai dengan maksud tujuan perseroan menurut penjelasan Pasal 108 ayat (2):30

a. Pengawasan dan pemberian nasehat yang dilakukan Dewan Komisaris, tidak untuk pihak atau golongan tertentu.

b. Namun semata-mata untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Tugas Dewan Komisaris untuk melaksanakan pengawasan dan memberikan nasehat, seperti disebutkan dalam undang-undang sangat sempit dan dalam praktek ada beberapa fungsi penting yang termsuk dalam tanggung jawab Dewan Komisaris. Sebagian fungsi Dewan Komisaris tersebut sebenarnya termasuk fungsi manajemen atau fungsi pengambilan keputusan yang berada diluar di luar wewenang direksi atau menejemen perusahaan. Fungsi seperti ini

29


(37)

lebih mendekati fungsi board of directors di Amerika Serikat yang mengakibatkan tanggung jawab lebih besar bagi Dewan Komisaris.31

Sesuai dengan perkembangannya dalam kepailitan banyak hal baru yang diperkenalkan oleh Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Di antaranya yang paling menonjol adalah diberikannya time frame untuk jangka waktu yang relatif singkat dan terperinci untuk setiap langkah dalam mata rantai proses permohonan kepailitan. Tata cara permohonan keputusan pernyataan pailit sampai kepada kepailitan debitor ditempuh dengan suatu time frame yang singkat. Namun demikian setelah B. Prosedur Permohonan Pernyataan Pailit

Dalam situasi yang tidak menentu pada saat sekarang ini suatu Perseroan Terbatas walaupun merupakan suatu pilihan pengusaha dalam menjalankan aktivitas bisnisnya tidak tertutup kemungkinan mengalami kesulitan baik di bidang keuangan maupun di bidang lainnya yang menunjang kelancaran aktivitas bisnisnya, sehingga apabila Perseroan Terbatas tidak sanggup lagi menjalankan kewajiban kepada kreditornya, maka kreditor tersebut akan melakukan gugatan di Pengadilan Niaga untuk melakukan penyitaan terhadap aset perseroan tersebut melalui suatu putusan pernyataan pailit. Oleh karena itu, penulis akan memaparkan secara rinci hal-hal yang harus diketahui baik kreditor maupun debitor sebelum putusan pernyataan pailit diputus oleh Pengadilan Niaga karena masih ada tahapan-tahapan yang harus didahului sebelum dinyatakan pailit.

31

Moenaf .H.Regar, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2000), hlm. 69.


(38)

putusan, proses kepailitan dan pemberesannya boleh dikatakan tidak mempunyai batas jangka waktu maksimum.32

Pemeriksaan kepailitan didahului dengan penyampaian permohonan pernyataan kepailitan kepada pengadilan niaga melalui panitera. Pada prinsipnya yang berwenang mengadili dan memutuskan permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan Niaga, yang daerah hukumnya meliputi daerah tempat kedudukan bila debitor selain itu ada ketentuan lain, yaitu:33

1. Bila debitor telah meninggalkan wilayah republik Indonesia, pengadilan niaga yang berwenang adalah pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir debitor.

2. Bila debitor adalah persero suatu firma, maka pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum firma yang berwenang mengadili dan memutuskan.

3. Bila debitor tidak berkedudukan dalam wilayah hukum republik Indonesia tetapi menjalankan profesi atau usahanya dalam republik Indonesia, maka pengadilan niaga yang berwenang mengadili dan memutuskan adalah pengadilan niaga yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum kantor debitor menjalankan profesi atau usahanya.

4. Bila debitor merupakan badan hukum, maka kedudukan hukumnya sebagaimana dimaksud dalam anggaran dasarnya.

Ketentuan tentang pengadilan yang berwenang untuk mengadili ini sejalan dengan Pasal 118 HIR yang menyatakan bahwa pengadilan pihak yang digugat

32

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Kepailitan Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004) hlm. 31.


(39)

lah yang berhak untuk memeriksa permohonan pernyataan pailit. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan bagi tergugat untuk membela diri.34

Permohonan pernyataan pailit harus diajukan oleh seorang Advokat. Prosedur permohonan pernyataan pailit sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 adalah sebagai berikut:35

1. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada ketua pengadilan.

2. Panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan, dan kepada pemohon diberikan tanda terima tertulis yang ditanda tangani pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan tanggal pendaftaran.

3. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonann pernyatan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3),(4), dan ayat (5) jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut.

4. Panitera menyampaikan permohonan pernyatan pailit kepada ketua pengadilan negeri paling lambat 2 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

5. Dalam jangka waktu paling lambat 3 hari setelah permohonan pernyataan pailit didaftarkan, pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan sidang.

6. Sidang pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. 7. Atas permohonan debitor dan berdasarkan alasan yang cukup, pengadilan

dapat menunda penyelenggaraan sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (5)

34

Sunarmi, Op.Cit. hlm 67. 35


(40)

sampai dengan paling lama 25 hari terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

Kerangka waktu prosedur permohonan pernyataan pailit secara terperinci dijabarkan dalam Pasal 8, yaitu:

1. Pengadilan

a. Wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, kejaksaan, bank Indonesia, badan pengawas pasar modal, atau menteri keuangan.

b. Dapat memanggil kreditor, dalam permohonan pernyataan pailit yang diajukan oleh debitor dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi

2. Pemanggilan terhadap debitor dilakukan jurusita dengan surat kilat paling lambat 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama digelar.

3. Pemanggilan adalah sah dan dianggap telah diterima oleh debitor, jika dilakukan oleh jurusita sesuai dengan ketentuannya

4. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi.

5. Putusan atas permohonan pernyataan pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 60 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

6. Putusan atas permohonan pernyataan pailit sebagaimana dimaksud dalam ayat 5 wajib memuat pula:


(41)

a. Pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili b. Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau

majelis.

7. Putusan atas permohonan pernyataan pailit yang memuat secara lengkap pertimbangan hukum yang mendasari putusan tersebut harus diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terhadap putusan itu diajukan suatu upaya hukum.

Setelah putusan pernyataan pailit di umumkan, kurator sudah dapat bertugas untuk mengurus dan membereskan harta pailit walaupun terhadap putusan tersebut dijalankan upaya kasasi atau peninjauan kembali. Apabila kemudian pada tingkat kasasi atau peninjauan kembali ternyata putusan kepailitan dibatalkan, maka segala tindakan kurator yang telah dilakukan sebelum diketahuinya putusan tingkat kasasi ataupun peninjauan kembali tetap sah dan mengikat bagi debitor.36

Apabila seluruh persyaratan untuk dinyatakan pailit telah dipenuhi, maka pengadilan akan memberikan putusannya. Namun apabila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan, maka pengadilan atas usul hakim pengawas dan setelah mendengar panitia kreditor sementara jika ada, serta setelah memanggil dengan sah atau mendengar debitor, dapat memutuskan pencabutan putusan pernyataan pailit dimana putusan itu diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum dan majelis hakim menetapkan jumlah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator

36


(42)

yang dibebankan kepada debitor dan harus didahulukan atas semua hutang yang tidak dijamin dengan agunan. Terhadap biaya kepailitan ini imbalan jasa kurator tidak dapat diajukan upaya hukum. Panitia kreditor sementara dalam ketentuan ini adalah panitia kreditor yang dibentuk sebelum rapat verifikasi, sedangkan panitia kreditor yang dibentuk setelah rapat verfikasi merupakan panitia kreditor tetap.

Putusan yang memerintahkan pencabutan pernyataan pailit, diumumkan oleh panitera pengadilan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit dua surat kabar harian. Terhadap putusan pencabutan pernyataan pailit dapat diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Bila setelah putusan pencabutan pernyataan pailit diucapkan diajukan lagi permohonan pernyataan pailit maka debitor atau pemohon wajib membuktikan bahwa ada cukup harta untuk membayar biaya kepailitan.37

Pada dasarnya, sebelum pernyataan pailit, hak-hak debitor untuk malakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kekayaannya harus dihormati, tentunya dengan memerhatikan hak-hak kontraktual serta kewajiban debitor menurut peraturan perundang-undangan. Semenjak pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitor, hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak C. Akibat hukum pernyataan pailit.


(43)

melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya, sepanjang tindakan itu membawa/memberikan keuntungan/ manfaat bagi boedelnya.38

Kepailitan hanya mengenai harta kekayaan dan bukan mengenai perorangan debitor, ia tetap dapat melaksanakan hukum kekayaan yang lain, seperti hak-hak yang timbul dari kekuasaan orang tua (ounderlijke macht).39

Dengan kata lain, akibat kepailitan hanyalah terhadap kekayaan debitor. debitor tidaklah berada di bawah pengampuan. Debitor tidaklah kehilangan kemampuannya untuk melakukan perbuatan hukum menyangkut dirinya, kecuali perbuatan hukum tersebut menyangkut pengurusan dan pengalihan harta bendanya yang telah ada. Apabila menyangkut harta benda yang diperolehnya, debitor tetap dapat melakukan perbuatan hukum menerima harta benda yang diperolehnya itu, namun yang diperolehnya itu kemudian menjadi bagian harta pailit.

Pengurusan benda-benda anaknya tetap padanya, seperti ia melaksanakan sebagai wali, tuntutan perceraian atau pisah meja dan ranjang diwujudkan oleh padanya.

40

Dengan pernyataan pailit, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya yang dimasukkan dalam kepailitan, terhitung sejak tanggal kepailitan itu, termasuk juga untuk kepentingan perhitungan hari pernyataan itu sendiri. Namun ada beberapa harta yang dikecualikan yaitu:

Debitor pailit tetap berwenang bertindak sepenuhnya, akan tetapi tindakan-tindakanya tidak mempengaruhi harta kekayaan yang telah disita.

38

Imran Nating, Peranan Dan Tanggungjawab Kurator Dalam Pengurusan Dan

Pemberesan Harta Paili, (Jakarta: PT Raja grafindo persada,2005), hlm.39-40.

39

Yang dimaksud kekayaan adalah semua barang dan hak atas benda yang dapat dituangkan.(Ten gelde kunnen worden gemaakt), demikian menurut Fred B.G. Tumbuan.

40


(44)

1. Alat perlengkapan tidur dan pakaian sehari-hari 2. Alat perlengkapan dinas

3. Alat perlengkapan kerja

4. Ketersediaan makanan kira-kira untuk satu bulan 5. Gaji, upah, pensiun, uang jasa, dan honorarium 6. Hak cipta

7. Sejumlah uang yang ditentukan oleh hakim pengawas untuk nafkahnya (debitor)

8. Sejumlah uang yang diterima dari pendapatan anak-anaknya.

Untuk kepentingan harta pailit, semua perbuatan hukum debitor yang dilakukan sebelum pernyataan pailit ditetapkan, yang merugikan dapat dimintakan pembatalanya. Pembatalan hanya dapat dilakukan apabila dapat dibuktikan bahwa debitor dan dengan siapa perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui bahwa perbuatan tersebut merugikan kreditor.41

Ketika seorang debitor dinyatakan pailit, bukan berarti yang bersangkutan dikatakan tidak cakap lagi untuk melakukan perbuatan hukum. Dalam rangka melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hukum kekeluargaan misalnya melakukan perkawinan, pengangkatan anak, dan sebagainya. Debitor pailit hanya dikatakan tidak cakap lagi melakukan perbuatan hukum dalam kaitannya dengan penguasaan dan pengurusan harta kekayaannya. Dengan sendirinya segala gugatan hukum yang bersumber pada hak dan kewajiban kekayaan debitor pailit harus dimajukan terhadap kuratornya. Selanjutnya bila gugatan hukum diajukan

41


(45)

atau dilanjutkan terhadap debitor pailit tersebut mengakibatkan penghukuman debitor pailit. Namun penghukuman itu tidak mempunyai kekuatan hukum terhadap harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam pernyataan pailit.42

a. Akibat hukum bagi kreditor

Apabila terjadi kepailitan maka akan mempunyai akibat hukum bagi para pihak. Dan pihak-pihak tersebut akan mempunyai hak dan kewajiban masing-masing yang selanjunya penulis akan memaparkan akibat hukum bagi para pihak yang terlibat dalam kepailitan :

Pada dasarnya, kedudukan para kreditor adalah sama, (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing (pari passu pro rata

parte). Namun demikian, asas tersebut mengenal pengecualian, yaitu golongan

kreditor yang memegang hak agunan atas kebendaan dan golongan kreditor yang haknya didahulukan berdasarkan undang-undang dan peraturan lainnya. Dengan demikian , asas paritas creditorum berlaku bagi para kreditor konkuren saja.43

Berkenaan dengan hak kreditor yang memegang hak jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 UUKPKPU mengintrodusir suatu lembaga baru, yaitu penangguhan pelaksanaan hak eksekusi kreditor tersebut. Untuk jangka waktu paling lama 90 hari terhitung mulai tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, para kreditor tersebut dalam Pasal 56 hanya dapat melaksanakan hak mereka selaku kreditor separatis dengan persetujuan dari kurator dan hakim pengawas.

42

Rachmadi Usman, Op.Cit. hlm. 52. 43

Fred BG. Tumbuan, ‘’ Pokok-Pokok Tentang Kepailitan Sebagaimana Diubah Oleh

Perpu No. 1/1998’’ Dalam Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit Atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: Alumni, 2001), hlm. 128.


(46)

Maksud diadakannya lembaga penangguhan pelaksanaan hak kreditor separatis adalah untuk memungkinkan kurator mengurus boedel pailit secara teratur untuk kepentingan semua pihak yang tersangkut dalam kepailitan, termasuk kemungkinan tercapainya perdamaian, atau untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit.

Selama berlangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atau suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang pengadilan, baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita barang yang menjadi agunan.44

b. Akibat hukum bagi debitor

Terhitung sejak ditetapkannya putusan pernyataan kepailitan, debitor pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurusi harta kekayaannya yang dimasukkan ke dalam kepailitan, termasuk juga kepentingan perhitungan hari pernyataannya itu sendiri. Artinya, debitor pailit tidak memiliki kewenangan atau tidak bisa berbuat bebas atas harta kekayaan yang dimilikinya. Pengurusan dan penguasaan harta kepailitan akan dialihkan kepada kurator.

Namun demikian, sesudah pernyatan pailit ditetapakan, debitor pailit masih dimungkinkan untuk mengadakan perikatan-perikatan. Hal itu akan mengikat bila perikatan-perikatan yang dilakukannya tersebut mendatangkan keuntungan. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 23 UUKPKPU yang menentukan bahwa semua perikatan debitor pailit yang dilakukan sesudah pernyataan pailit


(47)

tidak dapat dibayar dari harta pailit itu, kecuali bila perikatan tersebut mendatangkan keuntungan.

Dalam prakteknya, ternyata tidak semua harta kekayaan debitor pailit berada dalam penguasaan dan pengurusan kurator atau BHP. Dengan kata lain, ada beberapa barang atau hak atas benda yang tetap berada di bawah penguasaan dan pengurusan debitor pailit.45

Pernyataan kepailitan setelah terjadinya perjanjian timbal balik (misalnya jual beli) antara si pailit (penjual) dengan pihak ketiga (pembeli), maka pernyataan kepailitan itu tidak akan mempengaruhi perjanjian timbal balik tersebut. Andaikan si pailit (penjual) telah menyerahkan barangnya kepada pembeli,sedangkan pihak pembeli belum membayar harga barang itu, maka setelah adanya putusan kepailitan balai harta peninggalan dapat menuntut harga pembayaran dari tangan pembeli. Harga tersebut dimasudkan ke dalam harta pailit. Tetapi jika terjadi sebaliknya, yaitu pihak pembeli telah membayar harga sedangkan si pailit belum menyerahkan barangnya, maka pihak pembeli (sebagai kreditor) dapat mengajukan tagihannya kepada balai harta peninggalan. Pihak pembeli juga berhak mengajukan permohonan pembatalan perjanjian kepada balai harta peninggalan.

c. Akibat hukum perjanjian timbal balik yang diadakan sebelum kepailitan.

46

Sejak putusan pernyataan kepailitan ditetapkan, eksekusi-eksekusi putusan hakim lainnya yang menyangkut harta kekayaan debitor pailit harus dihentikan. d.Akibat hukum bagi eksekusi-eksekusi lain

45

Rachmadi Usman, Op.Cit. hlm. 50-51. 46

Zainal Asikin, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Pembayaran Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1994), hlm. 55-56.


(48)

Demikian pula dengan penyitaan yang dilakukan hal ini harus dibatalkan demi hukum dan debitor yang sedang ditahan harus dilepaskan seketika itu juga. Segala putusan mengenai penyitaan baik yang sudah ada maupun yang belum dilaksanakan dibatalkan demi hukum. Bila dianggap perlu, hakim pengawas dapat menegaskan hal itu dengan memerintahkan pencoretan. Demikian pula halnya dengan debitor yang sedang di tahan ia harus dilepaskan seketika itu juga setelah putusan pailit memperoleh kekuatan hukum tetap. Ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa setelah ada putusan pernyataan pailit, semua putusan hakim mengenai suatu bagian kekayaan debitor misalnya penyitaan, penjualan jadi terhenti. Semua sita jaminan maupun sita eksekusitorial jadi gugur. Walaupun pelaksanaan putusan hakim sudah dimulai.47

Pada prinsipnya, pihak yang mengajukan kasasi adalah pihak yang berkepentingan. Apabila yang dimaksud permohonan kasasi adalah kreditor, maka yang dimaksud adalah bukan saja kreditor yang merupakan pihak pada

Setelah putusan pernyataan pailit diputus para pihak yang merasa tidak puas dengan putusan tersebut masih dapat mengajukan upaya hukum. Adapun upaya hukum atas putusan pernyataan pailit di pengadilan tingkat pertama adalah kasasi ke mahkamah agung dan tidak ada banding. Tata cara ini sama dengan upaya hukum pada perkara hukum kekayaan intelektual. Peniadaan upaya hukum banding dimaksudkan agar permohonan atau perkara kepailitan dapat diselesaikan dalam waktu cepat. Putusan kasasi paling lambat 30 hari terhitung sejak kasasi didaftarkan.


(49)

persidangan tingkat pertama, tetapi termasuk pula kreditor lain yang bukan pihak pada persidangan tingkat pertama namun tidak puas terhadap putusan atas permohonan pailit yang ditetapkan.

Pemeriksaan atas permohonan kasasi dilakukan oleh majelis hakim agung yang khusus dibentuk untuk memeriksa dan memutus perkara yang menjadi lingkup pengadilan niaga. Mahkamah Agung sesuai dengan kewenangannya untuk memeriksa dan memutus dalam tingkat kasasi, dapat membatalkan putusan pengadilan niaga yang dimohonkan kasasi tersebut karena: 1. Tidak berwenang atau melampaui batas

2. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku

3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Terhadap putusan pailit yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dapat diadakan Peninjauan Kembali (PK). Upaya Peninjauan Kembali dapat diajukan apabila:

1. Terdapat bukti tertulis baru yang penting, yang apabila diketahui pada tahap persidangan sebelumnya, akan menghasilkan putusan yang berbeda

2. Pengadilan Niaga yang bersangkutan telah melakukan kesalahan besar dalam penerapan hukum.

Apabila permohonan Peninjauan Kembali didasarkan pada alasan pertama, harus diajukan paling lambat 180 hari terhitung sejak tanggal putusan dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan hukum tetap (incracht). Sedangkan jika permohonan Peninjauan Kembali didasarkan pada alasan yang


(50)

kedua, maka harus diajukan dalam waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal putusan dimohonkan Peninjauan Kembali memperoleh kekuatan hukum tetap.48

Putusan pernyataan kepailitan wajib diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia, penetapan yang memerintahkan pencabutan kepailitan wajib diumumkan dengan cara yang sama seperti putusan pernyataan pailit. Terhadap penetapan tersebut, debitor dan kreditor boleh memajukan perlawananan dengan cara dan dalam tenggang waktu sama, sebagaimana ditentukan terhadap putusan yang menolak pernyataan pailit. Apabila setelah diucapkan putusan pernyataan kepailitan ada pengajuan laporan untuk pernyataan pailit lagi, debitor atau

Permohonan Peninjauan kembali ini juga dapat dicabut selama belum diputus dan dalam hal sudah dicabut permohonan Peninjauan Kembali itu tidak dapat diajukan lagi. Terhadap pencabutan permohonan pernyataan kepailitan tersebut, hakim yang memerintahkan pengakhiran kepailitan akan menetapkan pula jumlah besar biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator dan membebankannya kepada debitor. Biaya dan imbalan jasa tersebut harus didahulukan atas semua utang yang tidak dijamin dengan agunan dan terhadap penetapan hakim mengenai biaya dan imbalan itu tidak dapat diajukan upaya hukum apapun. Untuk pelaksanaan pembayaran biaya dan imbalan jasa kurator, hakim akan mengeluarkan fiat eksekusi.


(51)

pemohon diwajibkan untuk menunjukkan bahwa ia mempunyai cukup uang untuk membayar biaya-biaya kepailitan.49

49

Rachmadi Usman, Op.Cit. hlm. 41-42.


(52)

BAB III

KEDUDUKAN PENJAMIN DALAM KEPAILITAN

A.Pengertian Jaminan dan Penjamin

Ketika suatu perseroan telah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan niaga yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta atau aset perseroan tersebut juga akan beralih kepada kurator dimana kurator yang akan melakukan pemberesan harta untuk membayar kewajiban debitor pailit kepada kreditornya. Sehingga untuk memantapkan keyakinan kreditornya diangkat seorang penjamin dan penjamin ini merupakan pihak ketiga yang secara sukarela mengikatkan diri untuk membayar kewajiban debitor pailit kepada kreditonya apabila harta debitor pailit tidak mencukupi. Selanjutnya penulis akan membahas tentang jaminan dan penjamin dalam kepailitan dan kewajiban apa yang harus dilakukan oleh seorang penjamin.

1. Pengertian jaminan

Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia di bidang hukum yang meminta perhatian serius dalam pembinaan hukumnya diantaranya ialah lembaga jaminan. Pembinaan hukum terhadap hukum jaminan adalah sebagai konsekwensi logis dan merupakan perwujudan tanggung jawab dari pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, pengangkutan dalam proyek pembangunan. Lembaga jaminan tergolong bidang hukum yang bersifat netral tidak mempunyai hubungan yang erat dengan kebudayaan bangsa. Hukum jaminan tergolong hukum jaminan yang akhir-akhir


(53)

ini secara populer disebut the economic law (hukum ekonomi), wiertschaftrecht atau droit economique yang mempunyai fungsi menunjang kemampuan pada umumnya.50

Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri ‘kebendaan’ dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat meleket dan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu

zekerheid atau cautie. Zakerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara

kreditor menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitor terhadap barang-barangnya. Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan dapat dibaca di dalam Pasal 1 angka 23 undang-undang no. 10 tahun 1998 tentang perbankan.

Dalam seminar badan pembinaan hukum nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, dari tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda. Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di luar negeri. Dalam undang-undang perbankan ditentukan bahwa bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan.

Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu: a. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan b. Jaminan immateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan.

50

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum


(54)

mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perseorangan tidak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan.51

Penilaian jaminan utang dari segi hukum, pihak pemberi pinjaman seharusnya melakukannya menurut ketentuan hukum yang berkaitan dengan objek jaminan utang dan ketentuan hukum tentang penjaminan utang yang disebut hukum jaminan. Hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang-piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Dalam kegiatan pinjam-meminjam uang yang terjadi di masyarakat dapat diperhatikan bahwa umumnya dipersyaratkan dengan adanya penyerahan jaminan utang oleh pihak peminjam kepada pihak pemberi pinjaman. Jaminan utang dapat berupa benda (barang) sehingga merupakan jaminan kebendaan dan atau berupa janji penanggungan utang sehingga merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak kebendaan kepada pemegang jaminan. Kewajiban untuk menyerahkan jaminan utang oleh pihak peminjam dalam rangka pinjaman uang sangat terkait dengan kesepakatan di antara pihak-pihak yang melakukan pinjam-meminjam uang.

52

Ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal-hal yang berkaitan

51

. H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 21-24.

52


(55)

dengan penjaminan utang yang terdapat dalam hukum positif di Indonesia. Dalam hukum positif Indonesia terdapat peraturan perundang-undangan yang sepenuhnya mengatur tentang hal-hal yang berkaitan dengan penjaminan utang. undang-undang tersebut memuat ketentuan yang secara khusus mengatur tentang hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip-prinsip hukum jaminan, lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang dan sebagainya.

2. Pengertian penjamin

Menurut Rasjim Wiraatmadja seorang Advokat senior mengatakan bahwa penjamin adalah pihak yang menjamin dan berjanji serta mengikatkan diri untuk dan atas permintaan pertama dan kreditor membayar utang secara tanpa syarat apapun dengan seketika dan secara sekaligus lunas kepada kreditor, termasuk bunga, provisi dan biaya-biaya lainnya yang sekarang telah ada dan atau dikemudian hari terutang dan wajib dibayar oleh debitor.53

Seorang penjamin berkewajiban untuk membayar utang debitor kepada kreditor manakala debitor lalai atau cidera janji, penjamin baru menjadi debitor atau berkewajiban untuk membayar setelah debitor utama yang utangnya ditanggung cidera janji dan harta benda milik debitor utama atau debitor yang ditanggung telah disita dan dilelang terlebih dahulu tetapi hasilnya tidak cukup untuk membayar utangnya, atau debitur utama lalai atau cidera janji sudah tidak

53


(56)

mempunyai harta apapun. Penjamin atau penanggung tidak wajib membayar kepada kreditor, kecuali debitor lalai membayar.

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, dimana yang bertindak sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Penanggungan utang atau borgtocht adalah suatu persetujuan dimana pihak ketiga guna kepentingan kreditor, mengikatkan dirinya untuk memenuhi kewajiban debitor apabila debitor bersangkutan tidak dapat memenuhi kewajibannya.54

a. Penanggung adalah jaminan perorangan (security right in personal) yang diberikan:

Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam Pasal 1820 KUHPerdata, yang menyatakan bahwa penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan debitor, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya debitor manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. Dalam hal ini dapat dikatakan hakikat dari penanggungan adalah sebagai berikut:

55

54

Ibid, hlm. 39. 55

Kwik Kian Gie, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus.

1). Oleh pihak ketiga dengan sukarela 2). Guna kepentingan kreditor

3). Untuk memenuhi kewajiban debitor bila ia tidak memenuhinya. b. Penanggung adalah perjanjian asesor (accesoir), oleh karena itu: 1). Tidak ada penanggungan tanpa perjanjian pokok yang sah.


(57)

2). Cakupan penanggungan tidak dapat melebihi kewajiban debitor sebagaimana dimuat dalam perjanjian pokok.

3. Hak-hak istimewa seorang penjamin.

Ketika seorang penjamin bersedia memenuhi segala kewajiban debitor kepada kreditor maka undang-undang memberikan hak istimewa kepada penjamin tersebut, adapun hak-hak istimewa seorang penjamin antara lain sebagai berikut:56

b. Hak untuk meminta pemecahan hutang (voorrecht van schuldsplising benefit of

division of debt). Hak istimewa ini hanya penting apabila terdapat lebih dari

satu orang penjamin. Apabila terdapat lebih dari satu orang penjamin, maka lazimnya para penjamin diminta untuk melepaskan hak istimewanya tersebut a. Hak agar kreditor menuntut terlebih dahulu (vorrecht van erdere uitwining

prior exchaustion or remedies against the debitor), sebagaimana dimuat dalam

Pasal 1831 KUHPerdata. Hak istimewa ini memungkinkan bahwa kekayaan penjamin hanya merupakan cadangan untuk menutupi sisa hutang yang tidak dapat ditutupi dengan kekayaan debitor. Kewajiban penjamin hanya sebatas kekurangan yang tidak dapat dilunasi debitor. Dalam Pasal 1831 KUHPerdata menentukan bahwa penjamin tidak diwajibkan membayar kepada kreditor, kecuali jika debitor lalai, sedangkan benda debitor ini harus terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi hutangnya. Namun, dalam hal ini penjamin tidak dapat menggunakan Hak istimewanya ini bila ia telah melepaskan hak istimewanya.

56


(58)

sehingga dalam hal ini berlakulah ketentuan Pasal 1836 KUHPerdata yang mengatur bahwa masing-masing penjamin terikat untuk seluruh hutang yang mereka jamin (jointly and sevellay liable).

c. Hak untuk dibebaskan dari penjaminan bilamana karena salahnya kreditor, penjamin tidak dapat menggantikan hak hipotik/hak tanggungan dan hak-hak istimewa yang dimiliki kreditor.

4. Lembaga jaminan di Indonesia

Lembaga jaminan di Indonesia terdiri dari lembaga jaminan benda tidak bergerak yaitu hak tanggungan dan lembaga jaminan benda bergerak yang terdiri dari gadai dan fidusia. Adapun penjelesan dari lembaga-lembaga jaminan yang ada sebagai berikut:

a. Hak tanggungan

Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Dari pengertian di atas, menunjukkan bahwa pada prinsipnya hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak atas tanah beserta benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah. Benda-benda tersebut berupa


(1)

kewajibannya kepada kreditor. Dan apabila debitor mampu membayar kewajibannya maka seorang penjamin tidak berperan.

3. Dalam suatu perseroan seorang direksi mempunyai peran yang sangat penting dalam hal jalannya perseroan tersebut. Sehingga tanggung jawab direksi pada dasarnya sangat berat dimana seorang direksi akan bertanggung jawab secara penuh terhadap kerugian perseroan apabila direksi lalai dalam menjalankan pengurusan perseroan dan direksi dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya apabila ia dapat membuktikan bahwa dan kerugian yang timbul bukan karena kelalaiannya Dalam hal direksi sebagi penjamin pribadi (personal

guarantee), maka dia bertindak dalam kapasitasnya sebagai pribadi, bukan

sebagai organ perusahaan. Sehingga, tetap berlaku ketentuan personal garansi terhadap perusahaan tersebut dengan tidak mempertimbangkan kedudukannya sebagai direksi perusahaan.

B. Saran.

1. Kepada penjamin hendaknya melaksanakan kewajibannya sesuai apa yang telah ditetapkan atau disepakati oleh masing-masing pihak, baik itu pihak debitor maupun pihak kreditor, agar peranan penjamin (personal guarantee) sebagai pihak ketiga dapat terlaksana dengan baik, sehingga dapat menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal.

2. Kepada penjamin yang bersedia mengikatkan diri untuk memenuhi seluruh kewajiban debitor kepada kreditor hendaknya dipenuhi kewajiban tersebut karena tidak tertutup kemungkinan seorang penjamin juga dapat dipailitkan. Karena ketika terjadi suatu persetujuan penjaminan oleh pihak ketiga maka


(2)

ketika itu juga kewajiban debitor kepada kreditor beralih kepada penjamin. Karena pada dasarnya seorang penjamin merupakan pihak yang secara sukarela mengikatkan dirinya untuk menjaminkan kewajiban debitor kepada kreditor maka hendaknya penjamin bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagai seorang penjamin.

3. Ketika seorang direksi yang bertindak sebagai personal garansi hendaknya sebelum bersedia mengikatkan diri sebagai penjamin hendaknya memiliki pengetahuan yang cukup tentang pentingnya penjamin (personal guarantee) dalam perkara kepailitan dan mengetahui terlebih dahulu hal apa yang menjadi hak dan kewajibannya, sehingga dapat memberikan manfaat kepada para pihak. Dan kepada direksi hendaknya melakukan pengurusan perseroan dengan itikad baik dan bertanggung jawab.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto,Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Bahsan,M., Hukum Jaminan Dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Jakarta: PT Raja GRAFINDO PERSADA, 2007.

Fuady,Munir, Doktrin-Doktrin Modren Dalam Corporate Law Eksistensinya

Dalam Hukum Indonesia, Bandung: PT Citra Adiyta Bakti, 2002.

---, Hukum Bisnis Teori dan Praktek, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002.

---, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2003.

Gie Kian Kwik, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori Dan Contoh Kasus, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Harahap,M Yahya,Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Hartono Sri Rezeki, Kapita Selekta Hukum Perusahaan,Bandung: Mandar Maju, 2000.

Hartini,Rahayu, Hukum Kepailitan, Malang: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, 2008.

Harris,Freddy&Anggoro,Teddy, Hukum Perseroan Terbatas Kewajiban Pemberitahuan Oleh Direksi, Bogor: PT Ghalia Indonesia, 2002.

Kansil,C.S.T. dan S.T.Christine, Pokok-pokok hukum Perseroan Terbatas Tahun


(4)

Nating,Imran, Tanggung jawab Kurator Dalam Pengurusan Dan Pemberesan

Harta Pailit, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Rajagukguk,Erman, Latar Belakang Dan Ruang Lingkup UU No. 4 Tahun 1998

Tentang Kepailitan, Bandung: Alumni, 2001.

Regar H. Moenaf, Dewan Komisaris Peranannya Sebagai Organ Perseroan, Jakarta: Bumi Aksara, 2000.

Salim, H. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Sjahdeini,Sutan Remy, Hukum Kepailitan Memahami Failisssements Veroerning, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2002.

Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Jakarta: PT Sofmedia, 2010.

Supramono,Gatot, Kedudukan Perusahaan Sebagai Subjek Dalam Gugatan

Perdata Di Pengadilan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Suyudi,Aria&Nugroho,Eryanto, Kepailitan Di Negeri Pailit, Cetakan II, Jakarta: Penerbit Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia, 2004.

Sofwan Masjchoen,Sri Soedewi, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok

Hukum Jaminan Dan Jaminan Perorangan, Yogyakarta, Liberty Ofset, 1980.

Usman,Rachmadi, Dimensi Hukum Kepailitan Di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Widjaja,Gunawan&Yani,Ahmad, Jaminan Fiducia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Widjaja,Gunawan, Tanggung jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003.


(5)

Widiyono,Try, Direksi Perseroan Terbatas. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.

Wignjosumarto,Parwoto, Hukum Kepailitan Selayang Pandang, Jakarta: PT Tatanusa, 2003.

Widjaya,Rai I.G. Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, Jakarta: Kesaint Blanc,2003.

Yani,Ahmad&Widjaja,Gunawan, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.

Perundang-undangan :

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Tentang Kepailitan Menjadi Undang-Undang.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Makalah

Nasution, Bismar, Pengelolaan Stakeholder Perusahaan, Disampaikan pada pelatihan mengelola stakeholders yang dilaksanakan PT. Perkebunan Nusantara III Persero Tanggal 17 Oktober 2008 di Sei Karang. Sumatera Utara.


(6)

Tesis.

Taufik,Teddy, Tanggung jawab Penanggungan Hutang (Borgtocht) Terhadap

Debitur Yang Ingkar Janji, Medan: Magister kenotariatan Program Pasca

Sarjana USU, 2004.

Kamus

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Algra, Inleiding tot het Nederlands privaatrech tjeenk willink groningen.

Black, Henry Campbell, Black’s Law Dictionary, St. paul. Minnesota, USA. West Publishing Co.

Internet

Anonim, http:// www.hukum online. Com/ klinik_detail. asp?=id.537, diakses tanggal 4. Agustus 2011.

Disriani,latifah. Kedudukan Guarantor Dalam Kepailitan, http://staff.blog.ui.ac.id/ diakses tanggal 8 Agustus 2011

Andi Sufiarma, Kedudukan Kreditor Dalam Perjanjian Dengan Hak Tanggungan,

http://www.lbh-makassar./?-2998,, diakses tanggal 9 Agustus 2011

Santoso,Prasetyo Tanggungjawab Direksi sehubungan dengan Kepailitan Perseroan Terbatas., http://eprints.undip.ac.id/12853/diakses tanggal 12 september 2011.