pemberi piutang. Ar-rahn dibolehkan, karena banyak kemaslahatan yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.
2. Sejarah Pegadaian Syariah
Terbitnya PP10 tanggal 1 April 1990 dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan Pegadaian, satu hal yang perlu dicermati bahwa PP10 menegaskan misi
yang harus diemban oleh Pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya PP1032000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan
usaha Perum Pegadaian sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi Pegadaian pra Fatwa MUI tanggal 16 Desember 2003 tentang
Bunga Bank, telah sesuai dengan konsep syariah meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat Rahmat Allah
SWT dan setelah melalui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian unit Layanan Gadai Syariah sebagai langkah awal pembentukan divisi khusus yang
menangani kegiatan usaha syariah.
14
Konsep operasi Pegadaian syariah mengacu pada sistem administrasi modern yaitu azas rasionalitas, efisiensi dan efektifitas yang diselaraskan dengan nilai Islam.
Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-kantor Cabang Pegadaian Syariah Unit Layanan Gadai Syariah ULGS sebagai satu unit organisasi
di bawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS ini merupakan unit
14
ulgs.tripod.com “Artikel Ari Agung Nugraha” diakses tanggal 13 juli 2010
bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya dari usaha gadai konvensional. Pegadaian Syariah pertama kali berdiri di Jakarta dengan nama Unit
Layanan Gadai Syariah ULGS Cabang Dewi Sartika di bulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian pendirian ULGS di Surabaya, Makasar, Semarang, Surakarta,
dan Yogyakarta di tahun yang sama hingga September 2003. Masih di tahun yang sama pula, 4 Kantor Cabang Pegadaian di Aceh dikonversi menjadi Pegadaian
Syariah.
15
3. Dasar Hukum Pegadaian Syariah
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran
dan Hadist Nabi SAW. Adapun landasan yang dipakai adalah :
a. Al-Quran Surat Al Baqarah : 283
⌧ ⌧
⌦ ⌧
☺ ☺
☺ ⌦
☺ ☺
15
Ibid
“Jika kamu dalam perjalanan dan bermuamalah tidak secara tunai sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang oleh yang berpiutang. Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya hutangnya dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu para saksi menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
b. Hadist
Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a.berkata:
نأ ﺎﻬْ ﷲا ﺿر ﺔ ﺋﺎ ْ دﻮْﺳﻷْا ْهاﺮْإ ْ ْ ﻷْا ﺳو ْ ﷲا ﻰ ﺻ ا
: هرو أ ﻰ إ ﺎً ﺎ ﻃ دْﻮﻬ ْ ىﺮ ْ إ
ْرد ىرﺎﺨ ا اور
”Dari A’masy, dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Aisyah RA.Bahwa nabi Muhammad SAW membeli makanan dari orang yahudi dengan cara
ditangguhkan pembayarannya kemudian Nabi menggadaikan baju besinya.
16
Dari hadist diatas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-bedakan antara orang muslim dan orang non-muslimdalam bidang muamalah, maka seorang
muslim tetap wajib membayar utangnya sekalipun kepada non-muslim.
17
16
Al-Imam Al-Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Beirut,Maktabah Ashriyah,1997,jilid 2,hlm.643.
17
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah.PT.Raja Grafindo Persada,Jakarta 2007.
Landasan ini kemudian diperkuat dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional no 25DSN-MUIIII2002 tanggal 26 Juni 2002 yang menyatakan bahwa pinjaman
dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Ketentuan Umum :
18
1. Murtahin penerima barang mempunya hak untuk menahan Marhun barang
sampai semua utang rahin yang menyerahkan barang dilunasi. 2.
Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak
mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya.
3. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin.
4. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan
berdasarkan jumlah pinjaman. 5.
Penjualan marhun, yaitu: a.
Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya.
18
Ibid, hlm. 187
b. Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual
paksadieksekusi. c.
Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya
penjualan. d.
Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin.
b. Ketentuan Penutup
19
1. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah. 2.
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai
mana mestinya.
4. Mekanisme Pegadaian Syariah
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional , Pegadaian Syariah juga
19
Rodoni,Ahmad.Investasi Syariah.Lembaga Penelitian UIN Jakarta 2009,hlm.191
menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat hanya menunjukkan
bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan, uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama kurang lebih 15 menit saja.
Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti rahn saja dengan waktu proses yang juga singkat.
20
Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari teknik transaksi; dan
pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional. Lebih jauh tentang aspek tersebut, akan
dipaparkan dalam uraian berikut:
21
a. Teknik Transaksi
P ada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan di atas dua akad transaksi Syariah
yaitu:
22
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini Pegadaian menahan barang bergerak sebagai
jaminan atas utang nasabah.
20
Rodoni,Ahmad.Investasi Syariah.Lembaga Penelitian UIN Jakarta 2009,hlm.185
21
ulgs.tripod.com “Artikel Ari Agung Nugraha” diakses tanggal 13 juli 2010
22
Rodoni,Ahmad.Investasi Syariah.Lembaga Penelitian UIN Jakarta 2009,hlm.191
2. Akad Ijarah
. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barangnya sendri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi Pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah
melakukan akad.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan
dari uang pinjaman.. Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai ‘lipstick’ yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan
barangnya di Pegadaian.
Adapun ketentuan atau persyaratan yang menyertai akad tersebut meliputi:
1. Akad. Akad tidak mengandung syarat fasikbathil seperti murtahin
mensyaratkan barang jaminan dapat dimanfaatkan tanpa batas. 2.
Marhun Bih Pinjaman. Pinjaman merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin dan bisa dilunasi dengan barang yang dirahnkan tersebut.
Serta, pinjaman itu jelas dan tertentu. 3.
Marhun barang yang dirahnkan. Marhun bisa dijual dan nilainya seimbang dengan pinjaman, memiliki nilai, jelas ukurannya,milik sah penuh dari rahin,
tidak terkait dengan hak orang lain, dan bisa diserahkan baik materi maupun manfaatnya.
4. Jumlah maksimum dana rahn dan nilai likuidasi barang yang dirahnkan serta
jangka waktu rahn ditetapkan dalam prosedur. 5.
Rahin dibebani jasa manajemen atas barang berupa: biaya asuransi,biaya penyimpanan,biaya keamanan, dan biaya pengelolaan serta administrasi.
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat hanya cukup menyerahkan harta geraknya emas, berlian, kendaraan, dan lain-lain untuk
dititipkan disertai dengan copy tanda pengenal. Kemudian staf Penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan dijadikan sebagai
patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan jasa simpan dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan berdasarkan nilai
intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum Pegadaian. Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah sebesar 90 dari nilai taksiran barang.
23
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian syariah dan nasabah melakukan akad dengan kesepakatan:
24
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama
maksimum empat bulan .
23
ulgs.tripod.com “Artikel Ari Agung Nugraha” diakses tanggal 13 juli 2010
24
Ibid.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp.90,- sembilan puluh
rupiah dari kelipatan taksiran Rp.10.000,- per 10 hari yang dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh Pegadaian pada
saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk:
25
1. melakukan penebusan barangpelunasan pinjaman kapan pun sebelum jangka
waktu empat bulan, 2.
mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi,
3. atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada saat jatuh
tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan dengan cara
dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah. Nasabah diberi kesempatan
selama satu tahun untuk mengambil Uang kelebihan, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut, Pegadaian Syariah akan
menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat sebagai ZIS.
25
Ibid.
b. Pendanaan
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang
benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini seluruh kegiatan pegadaian syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah, murni berasal dari
modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaaian telah melakukan kerjasama dengan lembaga
keuangan syariah lain untuk memback up modal kerja.
26
Dari uraian diatas dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi pegadaian syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang
disebut sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman 2.
Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian: hutang piutang dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum
konvensional, keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga pegadaian konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang
26
Ibid
jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak keberadaan barang jaminan
untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
5. Manfaat Gadai
Para ulama fiqh sepakat mengatakan bahwa barang yang dijadikan barang jaminan tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali, karena
tindakan itu termasuk tindakan yang menyia-nyiakan harta yang dilarang Rasulullah saw. Akan tetapi, bolehkah pihak pemegang barang jaminan memanfaatkan barang
jaminan itu, sekalipun mendapat izin dari pemilik barang jaminan? Dalam hal ini terjadi perbedaan pemdapat para ulama.
27
a. Pendapat Ulama Syafi’iyah
اْﻮ ﺎ ﺔ ﺎ ا :
ﻮه ْ هاﺮ ا نْﻮهْﺮ ْا ﺔ ْ ﻰ ْا
ﺎﺻ ,
ﻰ عﺎ ْﻹْا ﺪْ ﺪ ْﺮ ﻻو ﻬ ْﺮ ْا ﺪ ْ نْﻮﻜ نْﻮهْﺮ ْا نأ
نْﻮهْﺮ ْﺎ ,
ْ ﻜ ْ ْنإ عﺎ ْﻹْا ةﺪ هاﺮ ﺔ ْﻮهْﺮ ْا ْا دﺮ
ﻬ ْﺮ ْا ﺪ ْ هو ﺎهرﺎ ْ ْ إ .
ةدﺎ إ ﻰ ْﺄ ْ اذإ
ْ ﺪﻬْ ْ إ نْﻮهْﺮ ْا .
Artinya: “Manfaat yang diperoleh dari barang gadaian atau mengambil manfaat dengan barang gadaian, semuanya hak yang menggadaikan, walaupun
barang gadaian itu dibawah tangan yang menerima gadai. Maka ketika diambil manfaat dari barang itu, dikembalikan dahulu kepada yang
27
Harun, Nasrun. Fiqh Muamalah.Gaya Media Pratama ,Jakarta 2007.Hm.256.
menggadaikan, terkecuali kalau mungkin dihasilkan manfaatnya dibawah tangan yang menerima gadai. Jika yang menerima gadai tidak
percaya akan dikembalikan lagi barang itu kepadanya, hendaklah diadakan saksi ketika dikembalikan sebentar itu.”
28
Ulama Syafi’iyah berpendapat, sekalipun pemilik barang itu mengizinkannya, pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan barang jaminan itu. Karena
apabila barang jaminan itu dimanfaatkan, maka hasil pemanfaatan itu merupakan riba yang dilarang syara’, sekalipun diizinkan dan di ridai pemilik barang. Bahkan
menurut mereka, rida dan izin dalam hal ini lebih cenderung dalam keadaan terpaksa, karena khawatir tidak akan mendapatkan uang yang akan dipinjam itu.
29
a. Pendapat Ulama Mazhab Imam Malik
Ulama Mazhab Imam Malik berpendapat bahwa penerima gadai tidak boleh menerima gadai, jika gadai itu terjadi disebabkan oleh qardh hutang piutang.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqh al Mu’amalat ‘ala Madzhab Imam Malik:
ﻮهو ﺎً ْ ﺮ ﺳ ﻰ إ ىدﺆ ﻷ ضْﺮ ﻰ ﺔ ْ طْﺮ زْﻮ ﻻو ﺰﺋﺎ ﺮْ
28
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab Al Fiqh ‘Ala Mazahib Al Arabaah, Beirut: Daar al Ihya al Turats al Arabi, 1991, Jilid 3,hlm.187
29
Harun, Nasrun. Fiqh Muamalah.Gaya Media Pratama ,Jakarta 2007.Hlm.257.
Artinya: “Tidak boleh mensyaratkan pengambilan manfaat pada gadai qardh hutang, karena akan menyebabkan pinjaman yang menarik manfaat,
dan perbuatan seperti itu tidak boleh dilarang”.
30
Mereka juga berpendapat bahwa penerima gadai boleh memanfaatkan barang gadai dengan syarat-syarat tertentu, mereka mengemukakan tiga syarat, yaitu:
1 Bahwa pinjaman itu dibayarkan tidak atas sifat qardh, tetapi untuk urusan dagang
Contohnya: Seorang menjual sebidang tanah kepada seseorang dengan harga yang akan dibayar dalam batas waktu tertentu dan menerima suatu tanggungan untuk
harga tanah tersebut, ini dianggap sebagai suatu pinjaman.
2 Bahwa faedah atau kegunaan itu dijadikan syarat sewaktu pinjaman dilakukan
dengan pemegang gadai. 3
Waktu atau kegunaan yang demikian telah ditetapkan dengan jelas.
31
b. Pendapat Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal
30
Hasan Kamil Al Mathluwi, Fiqh al Muamalat ‘ala Mazhab al Imam Malik, Kairo: al-Majli al-A’la li asy-Syu’un al-Islamiyah,tth. Hlm.157
31
Teungku Muhammad Hasbi As Siddieqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Semarang: PT.Pustaka Rizki Putra,1997 Cet.Ke-1, hlm.371
Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan:
نﺎآ ْنﺈ ناﻮ ﺮْ نْﻮﻜ ْوأ آْﺮ ﺎًاﻮ نْﻮﻜ ﺎ إ نْﻮهْﺮ ْا ْﻮآﺮ ْ ْنأ ﻬ ْﺮ ْ ﺎًْﻮآْﺮ ْوأ ﺎًْﻮ ْ
هاﺮ ا نْذإ ﺮْ و ْ قﺎ ْﻹْا ﺮْﻈ
, ﻚ ذ ﻰ لْﺪ ْا ىﺮ ْنأ ْ و
.
Artinya: “barang gadaian dapat berupa hewan yang dapat ditunggangi atau dapat diperah susunya atau bukan berupa hewan, apabila barang berupa
hewan tunggangan atau perahan maka penerima gadai boleh memanfaatkan dengan menunggang atau memerah susunya tanpa
seizing dari pemiliknya pemberi gadai berdasarkan biaya yang telah dikeluarkan penerima gadai. Dan penerima gadai harus memanfaatkan
barang gadaian dengan adil sesuai dengan biaya yang dikeluarkan”.
32
Ulama Mazhab Hanbali juga membolehkan penerima gadai untuk memanfaatkan hewan yang tidak ditunggangi dan dan tidak diperah susunya dengan
seizing pemberi gadai, tanpa adanya penggantian dengan ketentuan akad gadai bukan qardh. Tetapi jika akad tersebut berdasarkan qardh, maka penerima gadai dilarang
memanfaatkan barang itu walaupun seizin pemberi gadai.
c. Pendapat Ulama Mazhab Imam Abu Hanifah
Ulama Mazhab Hanafi mengatakan:
32
Al-Imam Al-Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, shahih Bukhari, Beirut, Makhtabah Ashiriyah,1997, jilid 2, hlm. 757.
زْﻮ ﻻ نْذﺈ ﻻإ ْﻮ ﻮْا ْ و يﺄ نْﻮهْﺮ ْﺎ ْ ْنأ هاﺮ
ﻬ ْﺮ ْا .
Artinya: “Tidak boleh bagi pemberi gadai untuk memanfaatkan barang gadaian dengan cara bagaimanapun kecuali atas seizing penerima gadai”.
Adapun Ulama Hanafiyah mengatakan apabila barang jaminan itu hewan ternak, maka pihak pemberi piutang pemegang barang jaminan boleh
memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari pemilik barang.
33
Dari pendapat para ulama fiqh diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan pendapat yang terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman terhadap
hadist Nabi saw.
Nasrun Harun menyatakan pendapatnya pada bukunya yang berjudul Fiqh Muamalah.
Beliau menyatakan bahwa Ar-Rahn yang dikemukakan para ulama fiqh klasik hanya bersifat pribadi. Artinya, utang piutang itu hanya terjadi antara seorang
yang memerlukan dengan seorang yang memiliki kelebihan harta. Di zaman sekarang, sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ekonomi, ar-rahn tidak saja
berlaku antar pribadi, melainkan juga antara pribadi dengan lembaga-lembaga keuangan, seperti bank. Untuk mendapatkan kredit dari lembaga keuangan, pihak
33
Harun, Nasrun. Fiqh Muamalah.Gaya Media Pratama ,Jakarta 2007.Hlm.258
bank juga menuntut barang jaminan yang boleh dipegang bank sebagai jaminan atas kredit itu. Barang jaminan ini, dalam istilah bank disebut dengan Personal
Guarantee.Personal Guarantee ini sejalan dengan al-Marhun yang berlaku dalam
akad Ar-Rahn. Yang dibicarakan para ulama klasik. Perbedaannya hanya terletak pada pembayaran hutang yang ditentukan oleh bank. Kredit di bank, biasanya harus
dibayar sekaligus dengan bunga uang yang ditentukan oleh bank. Oleh sebab itu, jumlah uang yang harus dibayar orang yang berutang akan lebih besar dari uang yang
dipinjam dari bank. Dengan demikian, Mustafa az-Zarqa, persoalan utang bunga bank yang berlaku di bank yang mewajibkan adanya personal guarantee, terkait
dengan penambahan utang. Persoalan ini, oleh ulama fiqh, dibahas dalam persoalan riba, yaitu apakah bunga sebagai tambahan utang di bank itu termasuk riba atau tidak.
BAB III DESKRIPSI DAN OBYEK PENELITIAN
A. Kegiatan Usaha Perum Pegadaian
Sesuai dengan PP103 tahun 2000 pasal 8, Perum Pegadaian melakukan kegiatan usaha utamanya dengan menyalurkan uang pinjaman atas dasar hukum gadai
serta menjalankan usaha lain seperti penyaluran uang pinjaman berdasarkan jaminan fidusia, layanan jasa titipan, sertifikasi logam mulia dan batu adi, toko emas, industri
emas dan usaha lainnya. Sejalan dengan kegiatannya, Pegadaian mengemban misi untuk
:
1
a. turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama golongan menengah ke bawah
b. menghindarkan masyarakat dari gadai gelap, praktik riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
Kegiatan usaha Pegadaian dijalankan oleh lebih dari 730 Kantor Cabang PERUM Pegadaian yang tersebar di seluruh Indonesia. Kantor Cabang tersebut
dikoordinasi oleh 14 Kantor Wilayah yang membawahi 26 sampai 75 kantor Cabang. Perum Pegadaian secara Nasional berada di bawah kepemimpinan Direksi
1
Rodoni,Ahmad.Investasi Syariah.Lembaga Penelitian UIN Jakarta 2009,hlm.191
41