Pengaruh Body Image Terhadap Romantic Relationship Satisfaction Pada Remaja Wanita
PENGARUH
BODY IMAGE
TERHADAP
ROMANTIC
RELATIONSHIP
SATISFACTION
PADA REMAJA WANITA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh
HELVA RITA
061301092
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2010-2011
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini, menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul:
Pengaruh Body Image terhadap Romantic Relationship Satisfaction Pada Remaja Wanita
adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila dikemudian hari ditemukan adanya kecurangan dalam skripsi ini, saya bersedia menerima saksi pencabutan gelar akademis yang saya sandang dan saksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Juni 2011
(3)
Pengaruh Body Image Terhadap Romantic Relationship Satisfaction Pada Remaja Wanita
Helva Rita dan Debby Anggraini Daulay
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran. body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Sedangkan romantic relationship satisfaction adalah sejauh mana kedua individu merasa puas dan bahagia terhadap hubungan romantis yang mereka jalani, yang merupakan indikator kuat dari hubungan jangka panjang dan keberhasilan dalam hubungan yang intim.
Jumlah sampel penelitian ini adalah 100 orang remaja wanita yang berpacaran. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental. Alat ukur pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert yaitu skala body image disusun berdasarkan dimensi body image yang dikemukakan oleh Cash (2002) yaitu, Appearance Evaluation, Appearance Orientation, Body Areas Satisfaction, Overweight Preocupation, Self-Clasified Weight. Skala romantic relationship satisfaction disusun berdasarkan dimensi-dimensi kualitas hubungan yang dikemukakan oleh Lawrence, Barry, & Brock (2009) yaitu, Communication and conflict management, Inter- partner support, Emotional closeness and intimacy, Sensuality and sexuality, Respect and control. Reliabilitas alat ukur untuk body image adalah 0,930 dan untuk romantic relationship satisfaction sebesar 0,926.
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran Body image memberikan sumbangan efektif sebesar 29.4% dalam romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran.
(4)
Influence of body image satisfaction on romantic relationships in adolescence girl
Helva Rita dan Debby Anggraini Daulay
ABSTRACT
This study aims to look at the influence of body image satisfaction with romantic relationships in dating girls. body image is the mental images, perceptions, thoughts and feelings one has to body size, body shape and weight of the body that lead to physical appearance. While the romantic relationship satisfaction is the extent to which both individuals feel satisfied and happy romantic relationships in which they live, which is a strong indicator of long-term relationships and success in intimate relationships.
The number of samples of this study was 100 women dating teen. Sampling was done by using incidental. Measuring instrument in this research is to use a Likert scale questionnaire with a scale drawn on the dimensions of body image body image suggested by Cash (2002), namely Personal Appearance Evaluation, Appearance Orientation, Body Areas Satisfaction, Overweight Preocupation, Weight-classified. romantic relationship satisfaction scale has been prepared on the relationship quality dimensions suggested by Lawrence, Barry, & Brock (2009), namely, communication and conflict management, Inter-partner support, emotional closeness and intimacy, Sensuality and Sexuality, Respect and control. Reliability measure for body image and 0.930 to 0.926 romantic relationship satisfaction.
Data obtained in this study were processed using regression analysis. The results showed no significant effect on body image satisfaction in adolescent romantic relationships dating women body image contributes 29.4% effective romantic relationship satisfaction in dating young women.
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang selalu ada buat penulis, memberikan kekuatan, kesehatan, kemampuan dan semangat kepada penulis untuk bisa menyelesaikan proposal skripsi ini walau banyak tantangan yang harus dihadapi. Hanya karena berkat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Body Image terhadap Romantic
Relationship Satisfaction pada Remaja Wanita”
Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, bimbingan, serta saran selama penulis menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tua penulis, H. Nazwir, S.H. dan Hj. Revni, S.Pd, terima kasih yang tak terhingga buat papa dan mama yang selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada penulis. Terima kasih sudah mencintai dan mendidik penulis hingga saat ini. Terima kasih juga buat semangat dan doa-doa yang terus kalian panjatkan untuk penulis.
2. Prof. Dr. Irmawati, Psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.
3. Kak Debby Anggraini Daulay, M.Psi, selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bimbingan dan masukan-masukan yang telah kakak berikan kepada penulis. Terima kasih juga karena meskipun kakak sibuk tapi kakak selalu menyediakan waktu untuk membimbing saya. Semoga Tuhan membalas semua kebaikan kakak.
(6)
4. Kak Rahma Jurliany, M.Psi, selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas bimbingan akademik yang telah kakak berikan selama ini.
5. Buat Nenek, kakak, abang dan kedua adikku, Nek Uwai, kak Lia, Bang Aan, Helvi dan Hari, terima kasih buat semangat dan dukungan yang selalu kalian berikan untukku. Terima kasih sudah mau mendengar keluh kesahku, dan terima kasih sudah mau menegur aku jika aku berbuat salah. Kalian adalah saudara terbaik yang Tuhan dapat berikan untukku. Tetaplah menjadi saudara dan teman bagiku. Semoga Tuhan selalu melindungi dan memberkati kalian. 6. Buat Sahabat-sahabat penulis yang tergabung dalam “HPG”, Zona, Dona,
Oza, Oni, Cangge, Selly, dan Sil doank. Semoga persahabatan dan persaudaraan kita langgeng ya plen.
7. Buat sahabat penulis, Prinst, Yenni, Wira, Inggrid, Mitha, Junita, Mutek, Herna, Mona, Nidike, Rahmi dan sahabat-sahabatku yang lain yang tidak tertulis namanya. Terima kasih atas semangat, masukan, dan dorongan yang kalian berikan selama ini. Aku bersyukur punya sahabat–sahabat seperti kalian. Jangan pernah lupa dengan persahabatan kita yah.
8. Seluruh dosen dan staff di Fakultas Psikologi. Terima kasih untuk ilmu yang sudah bapak dan ibu berikan buat penulis dan kesediaannya untuk membantu saya dalam mengurus masalah administrasi yang saya perlukan dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu.
(7)
Akhir kata, penulis mohon maaf bila terdapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.
Penulis Medan, April 2011
Helva Rita
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... Daftar Lampiran ... BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 9
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
E. Sistematika Penelitian ... 10
BAB II. LANDASAN TEORI ... 12
A. Romantic Relationship ... 12
1. Definisi Romantic Relationship ... 12
2. Elemen-elemen Romantic Relationship ... 14
3. Romantic Relationship Satisfaction ... 15
4. Dimensi-dimensi Romantic RelationshipSatisfaction ... 16
5. Romantic RelationshipSatisfaction pada Remaja ... 18
B. Body Image ... 22
1. Definisi Body Image ... 22
2. Komponen Body Image ... 24
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Body Image ... 25
4. Body Image pada Remaja Wanita ... 27
C. Remaja ... 29
(9)
2. Ciri-ciri Umum Remaja ... 30
3. Perkembangan pada Remaja ... 33
D. Pengaruh Body Image terhadap Romantic Relationship Satisfaction pada Remaja Wanita ... 35
E. Hipotesa ... 37
BAB III. METODE PENELITIAN ... 38
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 38
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39
1. Body Image ... 39
2. Romantic Relationship Satisfaction ... 39
C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel Penelitian ... 40
1. Populasi Penelitian ... 40
2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel ... 41
3. Jumlah Sampel Penelitian ... 42
D. Metode Pengumpulan Data ... 42
1. Skala Body Image ... 43
2. Skala Romantic Relationship Satisfaction ... 44
E. Validitas, Reliabilitas dan Uji Daya Beda Aitem ... 45
1. Validitas Alat ukur ... 45
2. Reliabilitas Alat Ukur ... 46
3. Uji Daya Beda Aitem ... 46
F. Hasil Uji Coba Alat Ukur ... 47
(10)
2. Skala Romantic Relationship Satisfaction ... 49
G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 50
1. Tahap Persiapan Penelitian ... 50
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 52
3. Tahap Pengolahan Data ... 52
H. Metode Analisa Data ... 52
1. Uji Normalitas Sebaran ... 53
2. Uji Linearitas Hubungan ... 53
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN... 54
A. Analisa Data ... 54
1. Gambaran Umum Subjek Penelitian ... 54
B. Hasil Penelitian ... 55
1. Hasil Uji Asumsi ... 55
a. Uji Normalitas ... 55
b. Uji Linieritas Hubungan ... 57
2. Hasil Utama Penelitian ... 58
3. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik ... 60
a. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Body Image ... 61
b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Romantic Relationship Satisfaction ... 62
4. Kategorisasi Data Penelitian ... 63
C. Pembahasan ... 66
(11)
A. Kesimpulan ... 69
B. Saran ... 70
1. Saran Metodologis ... 70
2. Saran Praktis ... 71
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
Halaman
TabeL 1 Distribusi Aitem Skala Body Image ... 44
TabeL 2 Distribusi Aitem Skala Romantic Relationship Satisfaction ... 45
TabeL 3 Distribusi Aitem Skala Body Image Setelah Uji Coba ... 48
TabeL 4 Blue Print Skala Penelitian Body Image ... 49
TabeL 5 Distribusi Aitem Skala Romantic Relationship Satisfaction Setelah Uji Coba ... 49
TabeL 6 BluePrint Skala Penelitian Romantic Relationship Satisfaction ... 50
TabeL 7 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia ... 54
TabeL 8 Normalitas Sebaran Variabel Body Image dan Romantic Relationship Satisfaction ... 56
TabeL 9 Linieritas Hubungan Body Image dengan Romantic Relationship Satisfaction ... 57
TabeL 10 Hasil Analisis Regresi ... 59
TabeL 11 Hasil Analisis Varians ... 59
TabeL 12 Koefisien b0 dan b1 ... 60
TabeL 13 Skor Empirik Dan Skor Hipotetik Body Image ... 61
TabeL 14 Skor Empirik dan Skor Hipotetik Romantic Relationship Satisfaction ... 62
TabeL 15 Norma Kategorisasi ... 63
TabeL 16 Kategorisasi Body Image ... 64
TabeL 17 Kategorisasi Romantic Relationship Satisfaction ... 64
(13)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisa Reliabilitas Skala Body Image
Lampiran 2 Analisa Reliabilitas Skala Romantic Relationship Satisfaction Lampiran 3 Uji Normalitas Sebaran Variabel Body Image dan Romantic Relationship Satisfaction
Lampiran 4 Uji Linieritas Hubungan Variabel Body Image dan Romantic Relationship Satisfaction
Lampiran 5 Uji Hipotesa: Pengaruh Body Image terhadap Romantic Relationship Satisfaction
(15)
Pengaruh Body Image Terhadap Romantic Relationship Satisfaction Pada Remaja Wanita
Helva Rita dan Debby Anggraini Daulay
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran. body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Sedangkan romantic relationship satisfaction adalah sejauh mana kedua individu merasa puas dan bahagia terhadap hubungan romantis yang mereka jalani, yang merupakan indikator kuat dari hubungan jangka panjang dan keberhasilan dalam hubungan yang intim.
Jumlah sampel penelitian ini adalah 100 orang remaja wanita yang berpacaran. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik incidental. Alat ukur pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner dengan skala likert yaitu skala body image disusun berdasarkan dimensi body image yang dikemukakan oleh Cash (2002) yaitu, Appearance Evaluation, Appearance Orientation, Body Areas Satisfaction, Overweight Preocupation, Self-Clasified Weight. Skala romantic relationship satisfaction disusun berdasarkan dimensi-dimensi kualitas hubungan yang dikemukakan oleh Lawrence, Barry, & Brock (2009) yaitu, Communication and conflict management, Inter- partner support, Emotional closeness and intimacy, Sensuality and sexuality, Respect and control. Reliabilitas alat ukur untuk body image adalah 0,930 dan untuk romantic relationship satisfaction sebesar 0,926.
Data yang diperoleh pada penelitian ini diolah dengan menggunakan analisa regresi. Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh signifikan body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran Body image memberikan sumbangan efektif sebesar 29.4% dalam romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran.
(16)
Influence of body image satisfaction on romantic relationships in adolescence girl
Helva Rita dan Debby Anggraini Daulay
ABSTRACT
This study aims to look at the influence of body image satisfaction with romantic relationships in dating girls. body image is the mental images, perceptions, thoughts and feelings one has to body size, body shape and weight of the body that lead to physical appearance. While the romantic relationship satisfaction is the extent to which both individuals feel satisfied and happy romantic relationships in which they live, which is a strong indicator of long-term relationships and success in intimate relationships.
The number of samples of this study was 100 women dating teen. Sampling was done by using incidental. Measuring instrument in this research is to use a Likert scale questionnaire with a scale drawn on the dimensions of body image body image suggested by Cash (2002), namely Personal Appearance Evaluation, Appearance Orientation, Body Areas Satisfaction, Overweight Preocupation, Weight-classified. romantic relationship satisfaction scale has been prepared on the relationship quality dimensions suggested by Lawrence, Barry, & Brock (2009), namely, communication and conflict management, Inter-partner support, emotional closeness and intimacy, Sensuality and Sexuality, Respect and control. Reliability measure for body image and 0.930 to 0.926 romantic relationship satisfaction.
Data obtained in this study were processed using regression analysis. The results showed no significant effect on body image satisfaction in adolescent romantic relationships dating women body image contributes 29.4% effective romantic relationship satisfaction in dating young women.
(17)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahan-perubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaan atau kematangannya yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan baik menyangkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah). Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya, yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya (Yusuf, 2001).
Memasuki tahap perkembangan yang baru, individu akan mengalami berbagai perubahan (Hurlock, 2004). Perubahan yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh pengalaman dan proses belajar sepanjang hidupnya. Perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa ditandai oleh periode transisional panjang yang dikenal dengan masa remaja (Papalia, 2008). Menurut Hurlock (2004) remaja adalah mereka yang berada pada usia 12-18 tahun. Monks, dkk (2000) memberi batasan usia remaja adalah 12-21 tahun. Sementara Hall (dalam Santrock, 2003) membatasi usia remaja pada rentang 12-23 tahun. Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli, dapat dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam peralihan masa remaja menuju masa dewasa awal.
(18)
Sebagian remaja ada yang mengalami perubahan peran secara drastis. Ia harus menjalankan peran dewasa lebih awal dibandingkan dengan teman-teman sebayanya, dalam keadaan ini dapat dikatakan sebagai masa remaja yang diperpendek. Sebaliknya, untuk masa remaja yang diperpanjang yaitu bila individu setelah melewati usia remaja masih bergantung dan berada dibawah otoritas orangtua. Keadaan seperti ini dapat membuat perkembangan remaja menuju proses kedewasaan menjadi terhambat.
Pada masa remaja itu sendiri terjadi perubahan yang besar pada fisik, emosional, kognitif dan sosial (Hurlock, 2004). Rangkaian perubahan fisik yang dialami remaja nampak jelas pada perubahan biologis dan fisiologis yang berlangsung pada masa pubertas atau pada masa awal remaja. Seperti pertumbuhan yang pesat pada anggota tubuh untuk mencapai proporsi seperti orang dewasa, dimana perubahan yang terjadi pada masa remaja terjadi pada tinggi dan berat badan, serta organ seksual. Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan yaitu suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormon. Remaja umumnya memiliki kondisi emosi yang labil, tidak terkendali dan tampak irasional. Selain itu individu juga mengalami perubahan kognitif. Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleg Piaget sebagai tahap terakhir yang disebut formal operation dalam perkembangan kognitifnya. Pada tahapan ini, remaja tidak lagi terikat pada realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, melainkan remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas. Sedangkan perubahan sosial yang terjadi pada masa remaja berhubungan dengan
(19)
penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam membentuk hubungan yang baru dan juga menyesuaikan diri dengan orang dewasa lainnya diluar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 2004).
Masa remaja secara umum dimulai dengan pubertas, yaitu proses yang mengarah kepada kematangan seksual dan kemampuan untuk bereproduksi. Perubahan biologis pubertas yang merupakan tanda akhir masa kanak-kanak, berakibat pada peningkatan pertumbuhan berat dan tinggi badan, perubahan dalam proporsi dan bentuk tubuh, serta pencapaian kematangan organ seksual (Papalia, 2008). Perubahan fisik dalam masa remaja lebih pesat daripada masa kanak-kanak, dan perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan bentuk tubuhnya (Hurlock, 2004). Menurut Levine & Smolak (dalam Rey, 2002), permasalahan akibat perubahan fisik banyak dirasakan pada masa remaja awal ketika mereka mengalami pubertas. Sedangkan pada masa remaja tengah dan akhir permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimilikinya, yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkannya. Mereka juga sering membandingkan fisiknya dengan fisik orang lain ataupun idola-idola mereka. Permasalahan fisik ini sering mengakibatkan mereka menjadi kurang percaya diri.
Salah satu dampak psikologis dari perubahan tubuh di masa puber yaitu, remaja cenderung merasa cemas dengan tubuh mereka dan membentuk citra diri mengenai bagaimana keadaan tubuh mereka. Hal ini dikenal dengan body image, yaitu gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya,
(20)
bagaimana seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian atas apa yang ia pikirkan dan rasakan terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, dan bagaimana kira-kira penilaian orang lain terhadap dirinya. Sebenarnya, apa yang dia pikirkan dan rasakan, belum tentu benar-benar merepresentasikan keadaan yang aktual, namun lebih merupakan hasil penilaian diri yang bersifat subyektif (Honigman & Castle dalam de Villiers, 2006). Dapat disimpulkan bahwa body image adalah persepsi subyektif seseorang akan penampilannya sendiri.
Semua orang tentu ingin memiliki penampilan fisik yang menarik, termasuk para remaja baik wanita maupun pria. Bagi remaja yang bentuk tubuhnya tidak ideal, sering menolak kenyataan perubahan fisiknya sehingga mereka merasa minder dan kurang percaya diri untuk bergaul dengan teman sebayanya. Sedangkan bagi remaja yang menerima perubahan fisik yang terjadi pada dirinya, menganggap hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar karena memang akan dialami oleh semua orang yang melalui pubertas (Hurlock, 2004). Kecantikan dan kesempurnaan fisik seringkali menjadi ukuran ideal bagi seseorang sehingga banyak yang berusaha mengejar kecantikan dan kesempurnaan dengan bantuan kosmetik, gymnastic, fashion yang up to date, ke salon untuk menata rambut, sampai dengan melakukan koreksi pada beberapa bagian wajah dan tubuh dengan bantuan operasi plastik. Usaha-usaha untuk mencapai bentuk tubuh yang ideal terus dilakukan oleh remaja yang mengalami ketidakpuasan akan body image mereka.
Terdapat perbedaan gender dalam persepsi remaja mengenai tubuh mereka. Proses pembentukan body image yang baru pada masa remaja ke dalam
(21)
diri (self) adalah bagian dari tugas perkembangan yang sangat penting, dan biasanya remaja wanita mengalami penyesuaian yang lebih sulit daripada remaja pria (Dacey & Kenny, 2001). Menurut Gunn & Pikoff (dalam Santrock, 2007), selama masa puberitas secara umum remaja wanita tidak begitu senang dengan tubuh mereka dan memiliki body image yang lebih negatif dibandingkan dengan remaja laki-laki. Ketidakpuasan remaja wanita pada tubuh mereka mungkin lebih disebabkan karena kadar lemak tubuh mereka yang meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan berat tubuh mereka dan hal ini membuat mereka terlihat lebih gemuk. Sebaliknya remaja laki-laki menjadi lebih puas saat mereka melalui masa puber, mungkin dikarenakan massa otot mereka meningkat, sehingga menyebabkan tubuh mereka menjadi lebih berotot (Gross dalam Santrock, 2007). Hal ini didukung oleh pernyataan dari Levine & Smolak (dalam Rey, 2002) bahwa 40-70% remaja wanita merasakan ketidakpuasan pada dua atau lebih dari bagian tubuhnya, khususnya pada bagian pinggul, bokong, perut dan paha.
Peran masyarakat dan media, juga membawa pengaruh yang besar dalam mendorong seseorang untuk begitu peduli pada penampilan dan image tubuhnya. Menurut Thompson (2001) ada tiga unsur atau komponen yang membentuk body image, yaitu persepsi, perkembangan, dan sosiokultural. Komponen persepsi berhubungan dengan ketepatan individu dalam mempersepsi atau memperkirakan ukuran tubuhnya. Komponen perkembangan menjelaskan tentang pentingnya pengalaman dimasa kecil dan remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan body image nya. Komponen sosiokultural, menjelaskan bahwa keindahan tubuh dan
(22)
standar tentang tubuh ditentukan oleh masyarakat. Dengan kata lain, masyarakat menentukan apa yang dikatakan indah, ideal, dan apa yang tidak. Diantara ketiga komponen tersebut, sosiokultural memiliki pengaruh lebih besar terhadap body image pada remaja.
Thompson (2001) juga menjelaskan pentingnya faktor media, khususnya media massa dalam membentuk nilai-nilai yang dianut masyarakat. Melalui media massa, gambaran mengenai tubuh yang ideal terbentuk di masyarakat. Artikel, sinetron, dan tayangan iklan yang dimunculkan pada media cetak, televisi, maupun internet seringkali menampilkan model-model dengan kriteria tubuh ideal, yaitu memiliki bentuk tubuh yang langsing, tinggi, dan kulit yang putih. Hal ini mendorong remaja wanita untuk mencoba tampak seperti model yang mereka saksikan di media, dan cenderung mengembangkan kepedulian yang berlebihan terhadap berat badan mereka (Papalia, 2008). Seiring dengan semakin banyaknya iklan yang menampilkan model-model yang memiliki tubuh yang ideal, secara tidak sadar keinginan seseorang untuk memiliki tubuh yang ideal akan semakin tinggi. Pernyataan ini juga didukung oleh Mostert (dalam de Villiers, 2006), yang meyakini bahwa masyarakat pada saat ini lebih menekankan pada penampilan fisik, dan media memainkan peran yang besar dalam menunjukkan pada masyarakat bagaimana image ideal yang disebut cantik. Kehadiran media tersebut, tidak dipungkiri semakin mendorong pribadi-pribadi untuk meletakkan standar ideal pada dirinya, seperti yang dikehendaki oleh masyarakat.
Daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Para remaja menyadari bahwa mereka yang menarik biasanya diperlakukan dengan lebih baik
(23)
daripada mereka yang kurang menarik (Hurlock, 2004). Menurut Corss & Cross (dalam Hurlock, 2004), kecantikan dan daya tarik fisik merupakan hal yang penting bagi remaja. Dukungan sosial, popularitas, pemilihan calon pasangan hidup dan karir di pengaruhi oleh daya tarik fisik seseorang. Remaja wanita beranggapan bahwa dengan memiliki tubuh yang ideal dan menarik, mereka akan lebih mudah untuk terlibat dalam hubungan yang romantis. Hal ini sesuai dengan pernyataan Erickson (dalam Dacey & Kenny, 2001) yang menyatakan bahwa wanita dalam menilai penampilan fisik lebih mengarah kepada upaya untuk menarik perhatian lawan jenis, sedangkan pria lebih memfokuskan pada kemampuan bersaing dan kekuatan.
Masa remaja merupakan masa meningkatnya ketertarikan terhadap lawan jenis. Perasaan tertarik ini bisa meningkat pada perasaan yang lebih tinggi yaitu cinta romantis sehingga membuat mereka terlibat dalam hubungan romantis, yang biasa dikenal dengan sebutan pacaran atau berkencan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Santrock (2007) yang mengatakan bahwa cinta romantis menandai kehidupan percintaan para remaja. Bagi sebagian remaja, bisa memiliki pacar merupakan prestasi tersendiri karena remaja merasa bisa diterima dan disukai orang lain. Individu yang memiliki body image positif akan menerima lebih banyak ajakan berkencan dibanding yang memiliki body image negatif, karena mereka yang merasa bahwa diri mereka cantik dan keliatan menarik dimata orang lain akan lebih memungkinkan untuk terlibat dalam hubungan yang romantis (de Villiers, 2006). Pernyataan ini juga didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Thompson (2001) bahwa untuk memulai suatu hubungan yang romantis,
(24)
seseorang harus terlebih dahulu merasa nyaman dengan tubuhnya, jika tidak maka akan sulit bagi individu tersebut untuk memulai suatu hubungan yang romantis. Dengan demikian, remaja yang memiliki body image positif biasanya cenderung memiliki self-esteem yang tinggi, sedangkan remaja yang memiliki body image negatif cenderung memiliki self-esteem yang rendah, sehingga mereka akan merasa kesulitan dalam memulai hubungan yang romantis dengan lawan jenis dibandingkan remaja yang memiliki body image positif.
Remaja yang memiliki body image negatif, cenderung merasa ditolak dan tidak diinginkan. Perasaan ditolak ini bisa membawa remaja lari ke hal-hal negatif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Moore dan Franko (dalam Cash & Pruzinsky,2002) bahwa body image adalah komponen yang penting dalam hidup manusia karena apabila terdapat gangguan pada body image dapat mengakibatkan banyak hal, seperti perasaan minder dan tidak percaya diri, gangguan pola makan (eating disorder), diet yang tidak sehat, anxiety, bahkan depresi.
Masalah body image ini akan semakin berkembang dan dapat mempengaruhi kehidupan dari banyak remaja wanita. Jika masalah seperti ini tidak dapat diatasi pada masa remaja, maka permasalahan ini akan terbawa sampai memasuki usia dewasa (Thompson & Smolak dalam de Viller, 2006). Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita.
(25)
B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah adanya pengaruh body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita.
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur pengetahuan dalam
bidang psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan mengenai pengaruh
body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita. Selain itu, dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi
bagi peneliti selanjutnya dan sebagai acuan dalam pengembangan
penelitian di masa mendatang, khususnya pengaruh body image dengan romantic relationship satisfaction pada remaja wanita.
2. Manfaat Praktis
Menambah wawasan bagi masyarakat umum terutama bagi remaja wanita
mengenai pengaruh body image dalam romantic relationship satisfaction, serta dapat membantu remaja untuk mengembangkan body image yang
(26)
positif, sehingga dapat mencapai kepuasan dalam menjalin hubungan yang romantis (romantic relationship satisfaction).
E. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II Landasan Teori
Bab ini akan menguraikan landasan teori yang mendasari masalah yang menjadi objek penelitian. Bab ini berisi definisi romantic
relationship, elemen-elemen romantic relationship, romantic relationship satisfaction, romantic relationship pada remaja wanita, definisi body image, komponen body image, faktor-faktor yang mempengaruhi body image, body image pada remaja wanita, definisi remaja, ciri-ciri umum remaja, tugas perkembangan remaja, pengaruh body image terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita, dan hipotesa.
BAB III Metode Penelitian
Bab ini berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi dan metode pengambilan sampel, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, serta metode analisis data.
(27)
BAB IV Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi gambaran subjek penelitian, hasil penelitian utama dan hasil penelitian tambahan.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini memuat tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan saran penelitian yang meliputi saran praktis dan saran untuk penelitian selanjutnya.
(28)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. ROMANTIC RELATIONSHIP
1. Definisi Romantic Reationship
Sternberg (dalam Florsheim, 2003), mengatakan bahwa love dan romantic relationship biasanya dideskripsikan dalam istilah-istilah connectedness, relatedness, bondedness, atau hasrat untuk menjalin hubungan yang intim. Menurut Brehm (dalam Karney, 2007), romantic atau intimate relationship adalah bagaimana seseorang mempersepsikan perubahan hubungan yang resiproksitas, emosional, dan erotis yang sedang terjadi dengan pasangannya.
Furman et al (1999) menjelaskan tiga definisi romantic relationship berdasarkan karakteristik-karakteristik dari hubungan tersebut, yaitu:
1. Keromantisan melibatkan suatu hubungan, pola yang berlangsung terus menerus dari asosiasi dan interaksi antara dua individu yang mengakui suatu hubungan dengan yang lainnya.
2. Pada romantic relationship terdapat unsur kesukarelaan dari kedua pasangan untuk mempertahankan suatu hubungan. Sebagian romantic relationship mungkin berakhir dalam ketidakcocokan dengan pasangan mereka. Untuk itu dibutuhkan pengorbanan dari setiap pasangan untuk keberhasilan hubungan romantis mereka.
3. Merupakan beberapa bentuk dari ketertarikan (attraction). Ketertarikan ini khususnya melibatkan komponen seksual. Ketertarikan seksual sering
(29)
dinyatakan dalam beberapa bentuk perilaku seksual, tapi tidak selalu. Perilaku tersebut juga dipengaruhi oleh pribadi, religiusitas, dan nilai-nilai budaya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa romantic relationship merupakan suatu hubungan yang melibatkan hubungan yang emosional, dimana didalamnya terdapat unsur kesukarelaan dan pengorbanan dari kedua pasangan untuk saling menjaga suatu hubungan. Pada romantic relationship juga terdapat beberapa bentuk ketertarikan seksual terhadap pasangannya.
Spanier (dalam De Munck, 1998) mendefinisikan romantic relationship sebagai sebuah disposisi umum individu terhadap cinta, perkawinan, keluarga, dan suatu hubungan yang melibatkan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Menurut Baron (2006) dalam romantic relationship individu ingin menyukai dan disukai oleh pasangan, maka perlu adanya kesesuaian untuk saling melengkapi, pujian dan kasih sayang yang ditunjukkan terus menerus. Definisi lain dari romantic relationship juga dikemukakan oleh Albino & Cooper (dalam Florsheim, 2003) sebagai suatu hubungan serius yang akan dialami oleh setiap individu, dimana mereka memiliki perasaan romantis yang kuat terhadap seseorang.
Dari definisi beberapa tokoh-tokoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa romantic relationship merupakan suatu hubungan yang resiprok (disukai dan menyukai) diantara dua individu, dimana dalam suatu hubungan terdapat perasaan romantis yang dimiliki dari kedua individu.
(30)
2. Elemen-elemen Romantic relationship
Terdapat empat elemen penting pada romantic atau intimate relationship yang dikemukakan oleh Prager (1989), yaitu:
1. Afeksi
Seseorang merasakan bahwa dirinya diperhatikan, disayang dan dibutuhkan oleh pasangannya. Bila masing-masing individu dapat menjalankan hal tersebut, maka akan meningkatkan keintiman pada pasangan tersebut.
2. Kepercayaan
Dengan menaruh kepercayaan kepada pasangan, maka keutuhan hubungan akan mudah terjaga sehingga meningkatkan jalinan intimasi dalam hubungan.
3. Rasa Kebersamaan
Dengan rasa kebersamaan, tingkat keintiman hubungan akan meningkat dari hari kehari.
4. Berbagi waktu dan aktivitas
Dengan intensnya waktu dan aktivitas bersama maka lama-kelamaan pasangan akan merasa lebih intim dalam menjalin hubungan.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat elemen penting dalam romantic atau intimate relationship yang dikemukakan oleh Prager, yaitu elemen afeksi, kepercayaan, rasa kebersamaan, berbagi waktu dan aktivitas.
(31)
Sedangkan Sternberg (1988) mengemukakan elemen-elemen intimasi sebagai berikut:
1. Keinginan atau hasrat untuk meningkatkan kesejahteraan orang yang dicintai.
2. Mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai dan menikmati saat-saat bersama pasangannya.
3. Menghargai orang yang dicintai dengan kesadaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna.
4. Dapat diandalkan saat orang yang dicintai membutuhkan, dan saling berbagi dalam suka dan duka.
5. Saling pengertian satu sama lain.
6. Saling berbagi kepunyaan/ miliknya dengan orang yang dicintai. 7. Menerima dukungan emosional dari orang yang dicintai
8. Berkomunikasi secara intim dengan orang yang dicintai.
Kedelapan elemen yang dikemukakan oleh Strenberg merupakan elemen-elemen yang mempengaruhi keintiman pada pasangan. Jika kedelapan elemen-elemen tersebut terpenuhi oleh setiap pasangan yang terlibat dalam romantic relationship, maka pasangan tersebut akan mencapai kepuasan dalam hubungan yang mereka jalani.
3. Romantic Relationship Satisfaction
Kepuasan hubungan (romantic satisfaction) adalah sejauh mana individu puas dengan hubungan romantisnya, yang merupakan indikator kuat dari
(32)
hubungan jangka panjang dan keberhasilan dalam hubungan yang intim. Selain itu romantic relationship satisfaction juga didefinisikan sebagai suatu konsep psikologis abstrak yang merupakan tingkat kepuasan seseorang yang terlibat dalam hubungan romantis (dalam Anderson & Emmers-Sommer, 2006).
Menurut Rusbult (dalam De Munck, 1998) pada model investasi (the investment model), kepuasan didefinisikan sebagai ketidaksesuaian antara outcome value dengan comparison level. Dimana outcome value didefinisikan sebagai perbedaan antara reward (atribut-atribut yang bernilai positif seperti ketertarikan fisik, saling melengkapi kebutuhan-kebutuhan) dan cost (atribut-atribut yang bernilai negatif seperti tingkah laku yang memalukan, ketidaksetiaan). Sedangkan comparison level didefinisikan sebagai harapan-harapan individu dari hubungannya. Menurut teori investment model, fungsi dasar dari comparison level adalah beberapa penilaian subyektif yang diberikan individu dalam mengevaluasi tingkat kepuasan yang dicapainya dalam suatu hubungan.
4. Dimensi-dimensi Romantic Relationship Satisfaction
Lawrence, Barry, & Brock (dalam Cuyler & Ackhart, 2009) mengukur tingkat kepuasan hubungan dengan menggunakan dimensi-dimensi dari kualitas hubungan, yaitu:
1. Communication and conflict management (pengelolaan komunikasi dan konflik). Terdiri dari frekuensi dan lamanya percekcokan dan perbedaan pendapat, agresi secara verbal, psikologis dan fisik, menarik diri pada
(33)
waktu percekcokan terjadi, emosi-emosi dan tingkah laku pada saat sebelum, selama dan sesudah percekcokan, serta strategi pemecahan (resolusi) konflik.
2. Inter- partner support (dukungan antar - pasangan). Terdiri dari empat tipe dukungan ketika salah satu pasangan mengalami hari yang buruk, feeling down, atau memiliki masalah. Tipe-tipe dukungan yang digunakan yaitu, dukungan emosional seperti saling berbicara dan mendengarkan satu sama lain, memegang tangan, memeluk. Dukungan nyata baik secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk dari dukungan langsung adalah ketika salah satu pasangan membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah atau membuat situasi menjadi lebih baik, sedangkan bentuk dari dukungan tidak langsung adalah dengan memberikan semangat dan menyediakan waktu bagi pasangan agar ia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Dukungan informasional seperti memberikan nasehat, memberikan informasi-informasi kepada pasangan, membantu pasangan memikirkan jalan keluar masalah yang dihadapinya. Serta dukungan penghargaan, yaitu dengan menunjukkan kepercayaan pada kemampuan pasangan untuk menangani sesuatu.
3. Emotional closeness and intimacy (kedekatan emosional dan keintiman). Terdiri dari perasaan bersama pada kedekatan, kehangatan, afeksi, dan saling ketergantungan pada pasangan.
4. Sensuality and sexuality (sensualitas dan seksualitas), sexuality yaitu mengekspresikan perasaan-perasaan dan merasa senang jika ada kontak
(34)
fisik dengan pasangannya. Sedangkan sensuality terdiri dari frekuensi sentuhan, berciuman dan memeluk pasangan.
5. Respect and control (saling menghormati dan kontrol). Penerimaan dan melihat secara positif suatu kejadian ketika salah satu tidak setuju dengan pasangannya, kesesuaian dalam pembuatan keputusan dalam berbagai macam area, dan kepuasan pasangan dalam pembagian tanggung jawab. Kelima dimensi yang dikemukakan oleh Lawrence, Barry, & Brock diatas merupakan dimensi dari kualitas hubungan yang akan digunakan dalam pengukuran tingkat kepuasan hubungan romantis pada pasangan. Kelima dimensi tersebut yaitu, Communication and conflict management, Inter-partner support, Emotional closeness and intimacy, Sensuality and sexuality, Respect and control.
5. Romantic relationship pada Remaja
Salah satu tugas perkembangan pada masa remaja adalah membentuk hubungan yang baru dan lebih matang dengan lawan jenis (Hurlock, 2004). Ketika mereka sudah matang secara seksual, baik remaja laki-laki maupun remaja perempuan mulai mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya. Sebagian besar remaja mulai terlibat dalam romantic relationship dengan pasangannya, seperti berpacaran, menjalin hubungan percintaan, dan membentuk komitmen yang mendalam (Levesque, dalam Newman, 2006).
Sejak masa pubertas, remaja menjadi semakin tertarik dalam romantic relationship, dan mereka menjadi lebih atraktif dengan pasangan romantisnya (Miller & Benson, dalam Florsheim, 2003). Pengalaman dalam menjalin
(35)
romantic relationship dengan pasangan romantis berbeda dengan pengalaman menjalin romantic relationship dengan keluarga. Kedekatan hubungan seseorang dengan keluarga dan teman dibatasi oleh rasa hormat, hubungan pekerjaan, sekolah, berbagi aktivitas dan berbagi cerita atau nasehat, sedangkan hubungan yang dijalin seseorang dalam romantic relationship lebih didasari oleh komitmen, kepercayaan, kasih sayang dan keintiman yang lebih mendalam (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Menurut Sullivan (dalam Florsheim, 2003) romantic relationship merupakan bagian yang penting dalam tugas perkembangan remaja dan memainkan peranan yang penting dalam proses perkembangan selama masa remaja. Romantic relationship berperan penting dalam serangkaian tugas perkembangan pada masa remaja, yang meliputi:
1. Pengembangan identitas.
2. Transformasi hubungan keluarga.
3. Menjali hubungan dengan teman sebaya. 4. Perkembangan seksualitas.
5. Pencapaian prestasi dan perencanaan karir
Duvall dan Miller (1985) menyebutkan romantic relationship sebagai “dating”, hubungan ini bagi remaja memiliki beberapa fungsi, diantaranya untuk:
1. Sebagai hiburan
Melalui dating seseorang akan merasa terhibur jika mereka merasa tertekan. Dengan pengalaman dating seseorang dapat merasakan perasaan
(36)
senang dan bergairah, karena dirinya dapat berbagi aktivitas, cerita dan perasaan dengan pasangannya.
2. Sebagai kebutuhan untuk menghindari tekanan sosial atau kritik sosial Melalui dating seseorang ingin mengklasifikasikan kepada masyarakat bahwa dirinya “normal’ seperti individu lainnya yang juga berpacaran. 3. Sebagai sarana untuk mencari pasangan
Melalui dating seseorang dapat menjalani proses mencari dan berkenalan dengan seseorang yang mereka sukai untuk kemudian dapat dijadikan pasangan hidupnya.
4. Sebagai kebutuhan untuk memperkenalkan dan membiasakan diri pada pasangan. Melalui dating seseorang belajar menyukai, disukai dan belajar diterima oleh pasangannya.
5. Sebagai sarana kesempatan untuk memenuhi kebutuhan seksual
Beberapa individu menjalankan dating sebagai sarana untuk menyalurkan kebutuhan seksualnya seperti keinginan berciuman atau berpelukan. 6. Sebagai sarana bersosialisasi
Melalui dating individu dapat menyalurkan kebutuhannya bersosialisasi, karena individu akan mulai berkenalan dengan teman-teman atau lingkungan pasangannya sehingga intensitasnya dalam bersosialisasi meningkat.
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dating memiliki beberapa fungsi, yaitu untuk sebagai hiburan, kebutuhan untuk menghindari tekanan sosial atau kritik sosial, sarana untuk mencari pasangan,
(37)
kebutuhan untuk memperkenalkan dan membiasakan diri pada pasangan, sarana kesempatan untuk memenuhi kebutuhan seksual, dan sebagai sarana bersosialisasi.
Terdapat tipe-tipe hubungan dalam romantic relationship yang dikemukakan oleh Duvall dan Milller (1985), yaitu:
1. Casual dating : pada tipe ini seseorang berkencan dengan beberapa individu pada saat yang sama.
2. Regular dating: pada tipe ini seseorang sudah memilih orang yang benar-benar disukai dan hanya berkencan dengan orang tersebut.
3. Steady dating : tipe ini merupakan periode yang serius karena pada umumnya pasangan lebih rutin dalam berpacaran dan rutin memenuhi kebutuhan pasangannya. Meskipun begitu, masih banyak juga yang akhirnya berpisah.
4. Engagement : pada tipe ini seseorang sudah mantap untuk menjadikan pasangannya sebagai calon pendamping hidupnya.
Pada remaja biasanya tipe hubungan yang sering dijumpai adalah casual dating, regular dating dan steady dating. Ada juga remaja yang telah sampai pada tipe hubungan engagement, namun biasanya tipe hubungan ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa.
(38)
B. BODY IMAGE 1. Definisi Body image
Ada beberepa definisi body image yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya adalah menurut Dacey dan Kenny (2001) menyatakan bahwa body image yaitu keyakinan seseorang akan penampilan mereka dihadapan orang lain. Wright (dalam Santrock, 2006) body image individu membangun citranya sendiri mengenai bagaimana kelihatannya bentuk tubuh mereka. Definisi lain dari body image yang dikemukakan oleh oleh Papalia, Olds, dan Feldman (2008) yaitu sebagai suatu gambaran dan evaluasi mengenai penampilan seseorang. Menurut Grogan (1999) body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang tentang tubuhnya. Selain itu Shilder (dalam Grogan, 1999) mengartikan body image sebagai gambaran mengenai tubuh seseorang yang terbentuk dalam pikiran individu itu sendiri, atau dengan kata lain gambaran tubuh individu menurut individu itu sendiri.
Menurut Cash & Pruzinsky (2002) body image merupakan sikap yang dimiliki seseorang terhadap tubuhnya yang dapat berupa penilaian positif dan negatif. Lebih lanjut Thompson, dkk (2001) menyatakan bahwa body image adalah evaluasi seseorang terhadap ukuran tubuhnya, berat ataupun aspek tubuh lainnya yang mengarah kepada penampilan fisik. Dimana evaluasi ini dibagi menjadi tiga area yaitu komponen persepsi, yang secara umum mengarah kepada keakuratan dalam mempersepsi ukuran (perkiraan terhadap ukuran tubuh), komponen subyektif yang mengarah kepada kepuasan, perhatian, evaluasi kognitif dan kecemasan, serta komponen perilaku yang memfokuskan kepada
(39)
penghindaran individu terhadap situasi yang mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap penampilan fisiknya sendiri.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa body image adalah gambaran mental, persepsi, pikiran dan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap ukuran tubuh, bentuk tubuh dan berat tubuh yang mengarah kepada penampilan fisik. Evaluasi berbicara tentang apa yang dirasakan individu, seperti kepuasannya terhadap tubuhnya, perhatian dan kecemasan terhadap tubuh, dan sikap berupa penilaian positif atau negatif terhadap tubuh.
Cash (2002) mendeskripsikan body image sebagai kumpulan kumulatif dari gambaran, fantasi dan pemahaman tentang tubuh dan bagian-bagian serta fungsi-fungsinya yang merupakan komponen utuh pada gambaran diri dan dasar dari representasi diri. Menurut Fisher (dalam Grogan, 1999) body image adalah persepsi, pikiran dan perasaan seseorang mengenai tubuhnya. Definisi body image lainnya juga dikemukakan oleh Schilder’s (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mendefinisikan body image sebagai gambaran dari tubuh individu yang terbentuk dari pemikirannya sendiri yang terdiri dari tiga elemen, yaitu elemen persepsi yang diidentifikasikan dengan estimasi ukuran tubuh, elemen pikiran yang diidentifikasikan dengan evaluasi daya tarik tubuh, dan elemen perasaan yang diidentifikasikan dengan emosi yang terkait dengan bentuk dan ukuran tubuh.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa body image merupakan representasi seseorang mengenai bagaimana penampilan yang terlihat oleh orang lain. Bagaimana seseorang mempersepsikan tubuhnya sendiri, dan bagaimana individu menggambarkan tubuhnya berdasarkan pikirannya sendiri.
(40)
2. Komponen Body image
Ada beberapa ahli yang mengemukakan mengenai komponen body image. Salah satunya adalah Cash (2000) yang mengemukakan adanya lima komponen body image, yaitu:
a. Appearance Evaluation (Evaluasi Penampilan), yaitu penilaian individu mengenai keseluruhan tubuh dan penampilan dirinya, apakah menarik atau tidak menarik, memuaskan atau tidak memuaskan terhadap penampilan secara keseluruhan.
b. Appearance Orientation (Orientasi Penampilan), perhatian individu terhadap penampilan dirinya dan usaha yang dilakukan untuk memperbaiki dan meningkatkan penampilan dirinya.
c. Body Areas Satisfaction (Kepuasan terhadap Bagian Tubuh), yaitu kepuasan individu terhadap bagian tubuh secara spesifik, seperti wajah, rambut, payudara, tubuh bagian bawah (pinggul, bokong, kaki), tubuh bagian tengah (pinggang, perut), dan keseluruhan tubuh.
d. Overweight Preocupation (Kecemasan Menjadi Gemuk), yaitu menggambarkan kecemasan individu terhadap kegemukan dan kewaspadaan terhadap berat badan yang ditampilkan melalui perilaku nyata dalam aktivitas sehari-hari seperti kecenderungan melakukan diet untuk menurunkan berat badan dan membatasi pola makan.
(41)
e. Self-Clasified Weight (Pengkategorisasian Terhadap Ukuran Tubuh), yaitu persepsi dan penilaian individu terhadap berat badannya, seperti kekurangan berat badan atau kelebihan berat badan
Dapat disimpulkan bahwa terdapat lima komponen body image yang dikemukakan oleh Cash, diantaranya adalah Appearance Evaluation (evaluasi penampilan), Appearance Orientation (orientasi penampilan), Body Areas Satisfaction (kepuasan terhadap bagian tubuh), Overweight Preocupation (kecemasan menjadi gemuk), Self-Clasified Weight (persepsi terhadap ukuran tubuh). Dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan komponen body image yang dikemukakan oleh Cash untuk mengukur tingkat kepuasan body image pada remaja wanita.
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Body Image
Menurut Thompson (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi body image antara lain:
a. Persepsi: berhubungan dengan ketepatan individu dalam mempersepi atau memperkirakan ukuran tubuhnya. Perasaan puas atau tidaknya seorang individu dalam menilai bagian tubuh tertentu berhubungan dengan komponen ini.
b. Perkembangan: komponen ini menjelaskan tentang pentingnya pengalaman dimasa kecil dan remaja terhadap hal-hal yang berkaitan dengan body image nya. Saat pertama kali menstruasi serta perkembangan
(42)
seksual sekunder diasosiasikan sebagai kejadian penting terhadap body image.
c. Sosiokultural: masyarakat akan menilai apa yang baik dan apa yang tidak, tidak terkecuali dalam kecantikan. Teori feminis menjelaskan bahwa kebanyakan wanita terlalu mengidentifikasikan dirinya dengan tubuhnya, dan hal tersebut menyebabkan mereka mengikuti sosok ideal yang ada dimasyarakat bahwa mereka akan dianggap menarik jika memiliki tubuh yang ideal (Bergner, dkk dalam Thompson, 2001). Menurut Lakoff dan Scherr (dalam Thompson, 2001), media massa juga memberikan pengaruh yang besar dalam menentukan standar tubuh yang menarik.
Faktor-faktor lainnya yang juga mempengaruhi body image seseorang, diantaranya adalah:
a. Media massa
Tiggeman (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa media massa yang ada dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai fitur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi body image seseorang. b. Keluarga
Menurut teori sosial learning, orangtua merupakan model yang penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi body image anak-anaknya melalui modeling feedback, dan instruksi. Ikeda dan Narwoski (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa komentar yang dibuat orangtua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam
(43)
gambaran tubuh anak-anak. Orangtua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal.
c. Hubungan interpersonal
Hubungan interpersonal membuat seseorang cenderung membandingkan diri dengan oranglain dan feedback yang diterima ini mempengaruhi konsep diri termasuk mempengaruhi bagaimana perasaan terhadap penampilan fisik. Menurut Dunn & Gokke (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menerima feedback mengenai penampilan fisik berarti seseorang mengembangkan persepsi tentang bagaimana oranglain memandang dirinya. Keadaan tersebut dapat membuat mereka melakukan perbandingan sosial yang merupakan salah satu proses pembentukan dalam penilaian diri mengenai daya tarik fisik.
Dapat disimpulkan bahwa, terdapat tiga komponen body image yang dikemukakan oleh Thompson, yaitu komponen persepsi, perkembangan, dan sosiokultural. Selain itu juga terdapat faktor media massa, keluarga dan hubungan interpersonal yang juga mempengaruhi body image seseorang.
4. Body image pada Remaja Wanita
Masa remaja merupakan masa yang sangat dipengaruhi oleh gambaran tubuh ideal yang secara tidak langsung dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Kebanyakan dari remaja, laki-laki maupun perempuan, mengiginkan bentuk dan
(44)
ukuran tubuh yang normal pada umumnya. Remaja selalu terokupasi dengan tubuh mereka dan membangun citra mengenai seperti apa tubuh mereka (Santrock, 2007). Remaja peduli dengan bagaimana orang lain melihat tubuhnya, ini merupakan hal penting pada remaja karena kecenderungan mereka terhadap kesadaran diri dan sensivitas pada bayangan mengenai bagaimana penilaian orang lain (Dacey & Kenny, 2001).
Remaja sangat memperhatikan perubahan fisik yang dialaminya. Mereka mementingkan penampilan fisik dan pembentukan tubuh sehingga mereka mendapatkan tubuh yang ideal. Proses pembentukan body image yang baru pada masa remaja merupakan bagian penting dari tugas perkembangan body image seseorang. Body image merupakan aspek penting dari perkembangan psikososial dan interpersonal pada remaja (Cash & Pruzinsky, 2002). Remaja sangat memperhatikan penampilan dari tubuh mereka (Dacey & Kenny, 2001). Beberapa peneliti telah menemukan bahwa penilaian remaja pada penampilan fisik mereka merupakan faktor penting pada self-esteem mereka.
Fase remaja merupakan periode penting pada perkembangan body image, terutama pada remaja wanita. Masa pubertas merupakan masa paling kritis dimana para remaja merasakan ketidakpuasan akan bentuk tubuhnya. Perkembangan remaja wanita selama tahap pubertas pada fase remaja berhubungan dengan meningkatnya berat tubuh, dan memiliki body image yang lebih negatif, dan memiliki dorongan yang kuat untuk menjadi kurus dan melakukan diet (Cash & Pruzinsky, 2002). Pada masa pubertas ini remaja wanita terlihat lebih tidak puas dan memiliki body image yang negatif dibandingkan
(45)
dengan remaja laki-laki. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan meningkatnya body fat pada remaja wanita, sedangkan remaja laki-laki lebih merasa puas akan bentuk tubuhnya karena dimasa inilah otot-oto mereka mulai terlihat.
C. REMAJA 1. Definisi Remaja
Ada beberapa definisi remaja yang dikemukakan oleh beberapa tokoh, diantaranya menurut Papalia (2007) masa remaja adalah transisi perkembangan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang didalamnya terdapat peubahan fisik, kognitif, dan psikososial. Sedangkan Jersild (dalam Cahyadi, 2006) mengungkapkan bahwa masa remaja yaitu suatu periode transisi selama pertumbuhan seseorang dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Berdasarkan definisi yang dikemukakan tokoh-tokoh tesebut dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa yang melibatkan aspek fisik, kognitif, dan psikososial.
Menurut monks ( 2000 ) batasan usia remaja adalah antara 12 sampai 21 tahun. Monks membagi batasan usia remaja terbagi dalam tiga fase yaitu:
a. remaja awal : antara usia 12 tahun sampai 15 tahun b. remaja tengah : antara usia 15 tahun sampai 18 tahun c. remaja akhir : antara usia 18 tahun sampai 21 tahun
(46)
2. Ciri - Ciri Umum Remaja
Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis (Agustiani, 2006). Menurut Hurlock (2004), ciri-ciri remaja yaitu masa remaja sebagai periode yang penting, masa remaja sebagai periode peralihan, masa remaja sebagai usia bermasalah dan masa remaja sebagai masa mencari identitas.
Masa remaja sebagai periode peralihan, peralihan tidak berarti terputus atau berubah dari apa yang terjadi sebelumnya, tetapi peralihan yang dimaksud adalah dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Anak beralih dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, harus meninggalkan segala sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari pola perilaku dan sikap baru untuk menggantikan perilaku dan sikap yang sudah ditinggalkan (Hurlock, 2004).
Masa remaja sebagai usia bermasalah, dimana masalah pada masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Terdapat dua alasan bagi kesulitan itu, yang pertama karena selama masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orangtua dan guru, sehingga kebanyakan remaja kurang berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orangtua dan guru (Hurlock, 2004).
(47)
Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki maupun perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman sekelompoknya dalam segala hal, seperti sebelumnya (Hurlock, 2004).
Menurut Monks (2000), terdapat tiga tahap proses perkembangan yang dilalui remaja dalam proses menuju kedewasaan yang disertai dengan karakteristiknya, yaitu:
a. Remaja awal (12-15 tahun)
Pada tahap ini, remaja masih merasa bingung dan mulai beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap emosi dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
b. Remaja madya (15-18 tahun)
Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman. Ada kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.
(48)
c. Remaja akhir (18-21 tahun)
Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :
1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.
2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan mendapatkan pengalaman-pengalaman baru.
3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. Bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya jauh lebih mengganggu remaja daripada anak kecil. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, remaja lebih dinilai melalui penampilan diri yang sesuai dengan kelompok jenis kelaminnya dibandingkan dengan anak-anak, dan bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya akan menimbulkan penilaian sosial yang kurang baik (suatu penilaian yang memberi pengaruh buruk dalam dukungan sosial). Kedua, remaja menyadari kenyataan bahwa bila pertumbuhan hampir berakhir pada masa remaja akhir, maka bentuk tubuh akan menetap untuk sepanjang hidupnya.
4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.
Berdasarkan ciri-ciri remaja diatas dapat disimpulkan bahwa remaja merupakan periode yang penting, masa peralihan, masa yang bermasalah dan juga masa pencarian identitas diri dimana pada usia ini menimbulkan ketakutan pada
(49)
diri remja. Selain itu, usia remaja terbagi atas tiga tahap yaitu, remaja awal, remaja madya dan remaja akhir.
3. Perkembangan pada Remaja
Menurut John Hill (dalam Agustiani, 2006), perubahan fundamental remaja meliputi perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Ketiga perubahan ini bersifat universal.
a. Perubahan biologis menyangkut tampilan fisik (ciri-ciri secara primer dan sekunder)
Perubahan ini mengakibatkan remaja harus menyesuaikan diri terhadap lingkungan sekitarnya. Perubahan fisik ini juga berpengaruh terhadap self image remaja dan juga menyebabkan perasaan tentang diri pun berubah. Hubungan dengan keluarga ditampilkan remaja dengan menunjukkan kebutuhan akan privacy yang cukup tinggi. b. Perubahan kognitif
Perubahan dalam kemampuan berpikir, remaja telah memiliki kemampuan yang lebih baik daripada anak-anak dalam berpikir mengenai situasi secara hipotesis, memikirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi akan terjadi. Remaja telah mampu berpikir tentang konsep-konsep yang abstrak seperti pertemanan, demokrasi, dan moral.
(50)
Perubahan dalam status sosial membuat remaja mendapatkan peran-peran baru dan terikat pada kegiatan-kegiatan baru. Semua masyarakat membedakan antara individu sebagai anak-anak dan individu yang siap memasuki masa dewasa. Remaja dalam masyarakat dituntut untuk membuat satu pilihan, suatu keputusan tentang apa yang akan dia lakukan bila dewasa.
Havighurst (dalam Monks, 2000) mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu dapat bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighurst menyebutnya sebagai tugas perkembangan (developmental task) yaitu tugas yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidup tertentu sesuai dengan norma masyarakat dan norma kebudayaan.
Tugas-tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Hurlock, 2004) adalah:
a. Mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita
c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab e. Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang-orang dewasa
lainnya
(51)
g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku, dan mengembangkan ideologi.
D. Pengaruh Body image terhadap Romantic Relationship Satisfaction pada Remaja Wanita
Pada masa remaja terjadi keprihatinan akan perubahan fisik yang dialaminya. Hanya sedikit remaja yang merasa puas dengan tubuhnya, kebanyakan remaja prihatin akan daya tarik fisik mereka. Keprihatinan ini timbul karena adanya kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial. Salah satu tugas perkembangan remaja dalam hubungan sosial adalah menjalin hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis. Ketika remaja telah matang secara seksual, baik remaja laki-laki maupun perempuan mulai mengembangkan minat terhadap lawan jenisnya. Minat yang baru ini mulai berkembang bila kematangan seksual telah tercapai, bersifat romantis dan disertai keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan jenis (Hurlock, 2004).
Cross dan Cross (dalam Hurlock, 2004) menjelaskan bahwa kecantikan dan daya tarik fisik sangat penting bagi individu. Dukungan sosial, popularitas serta pemilihan teman hidup dan karir dipengaruhi oleh daya tarik seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa body image dan romantic relationship merupakan hal yang penting pada masa remaja dan keduanya termasuk ke dalam tugas perkembangan pada masa remaja. Bagi sebagian remaja, bisa memiliki pacar
(52)
merupakan prestasi tersendiri karena remaja merasa bisa diterima dan disukai orang lain. Individu yang memiliki body image positif akan menerima lebih banyak ajakan berkencan dibanding yang memiliki body image negatif, karena mereka yang merasa bahwa diri mereka cantik dan keliatan menarik dimata orang lain akan lebih memungkinkan untuk terlibat dalam hubungan yang romantis (de Villiers, 2006). Pernyataan tersebut juga didukung dengan hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh Rieves & Cash (2002) pada 93 pasangan heteroseksual yaitu, adanya hubungan antara body image dan persepsi mereka mengenai penampilan mereka dengan hubungan romantis mereka dengan pasangan.
Penampilan dan body image pada remaja wanita berperan penting dalam menemukan pasangan dan menjalin hubungan romantis dengan pasangan. Menurut Hoyt dan Kogan (dalam de Villiers, 2006), banyak orang yang memiliki body image yang buruk merasa kurang nyaman dengan situasi yang intim. Bagi remaja yang sudah berpacaran pun, body image juga memiliki peranan dalam hubungan romantis mereka, seperti yang diungkap oleh Mark dan Crowther (dalam Thompson, 2001) melalui penelitiannya tentang berpacaran pada remaja. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara body image dalam berpacaran pada remaja wanita. Remaja wanita cenderung berpikir bahwa pasangannya lebih menyukai wanita yang mempunyai tubuh yang langsing, dan memiliki payudara (dada) yang indah (Cash & Pruzinsky, 2002).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Davison dan McCabe (dalam de Villiers, 2006) pada remaja, menemukan bahwa remaja yang memiliki body image negatif akan mempunyai hubungan romantis yang buruk dengan lawan
(53)
jenisnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan yang dikemukakan oleh Hoyt dan Kogan (dalam de Villiers, 2006), bahwa wanita yang melihat diri mereka adalah seorang yang menarik kemungkinan besar akan lebih menikmati hubungan romantis mereka dengan pasangannya. Dapat dilihat bahwa penampilan dan body image bagi wanita berperan penting dalam menemukan pasangan dan menjalin hubungan dengan pasangan.
Dapat disimpulkan bahwa, remaja yang memiliki body image yang positif, cenderung lebih mudah untuk menjalin hubungan yang lebih baik dengan orang lain dan terutama sekali dengan lawan jenisnya dibandingkan dengan mereka yang memiliki body image yang negatif.
E. HIPOTESA
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh body image terhadap tingkat kepuasan romantic relationship. Hal ini berarti semakin positif body image remaja wanita, maka semakin tinggi tingkat romantic relationship satisfaction dengan pasangan romantis mereka. Demikian sebaliknya semakin negatif body image remaja wanita, maka akan semakin rendah tingkat romantic relationship satisfaction dengan pasangan romantisnya.
(54)
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan salah satu elemen penting dalam suatu penelitian sebab metode penelitian menyangkut cara yang benar dalam pengumpulan data, analisis data dan pengambilan keputusan hasil penelitian (Hadi, 2000).
Jenis penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian regresi. Penelitian regressi digunakan dalam analisis statistik yang digunakan dalam mengembangkan suatu persamaan untuk meramalkan suatu variabel dari variabel kedua yang telah diketahui (Arikunto, 2006). Analisis regressi digunakan apabila ada korelasi antara satu atau beberapa variabel bebas dengan satu variabel terikat (Rahmadana, 2007). Jadi, dalam penelitian ini, peneliti akan mencari pengaruh bodyimage terhadap romantic relationship satisfaction pada remaja wanita.
A. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN
Untuk dapat menguji hipotesa penelitian, terlebih dahulu dilakukan identifikasi variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Variabel-variabel tersebut adalah:
(55)
2. Variabel Tergantung : Romantic relationship satisfaction
B. DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL PENELITIAN
Definisi operasional dari kedua variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Body Image
Body image adalah perasaan dan sikap individu terhadap tubuh mereka yang diindikasikan oleh penilaian mereka terhadap penampilan mereka. Bagaimana seseorang mempersepsikan tubuhnya sendiri, dan bagaimana individu menggambarkan tubuhnya berdasarkan pikirannya sendiri. Body image dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi body image yang dikemukakan oleh Cash (2002) yaitu, Appearance Evaluation, Appearance Orientation, Body Areas Satisfaction, Overweight Preocupation, Self-Clasified Weight. Skor total pada skala body image menunjukkan gambaran tubuh yang positif dan negatif. Skor body image yang tinggi berarti bahwa seseorang memiliki body image yang positif, dan skor body image yang rendah berarti seseorang memiliki body image yang negatif.
2. Kepuasan Romantic relationship
Romantic relationship satisfaction adalah sejauh mana kedua individu merasa puas dan bahagia terhadap hubungan romantis yang mereka jalani, yang merupakan indikator kuat dari hubungan jangka panjang dan
(56)
keberhasilan dalam hubungan yang intim. Kepuasan hubungan ini diukur dari tingkat kualitas hubungan pasangan. Romantic relationship satisfaction dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan skala yang dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi-dimensi kualitas hubungan yang dikemukakan oleh Lawrence, Barry, & Brock (2009) yaitu, Communication and conflict management, Inter- partner support,
Emotional closeness and intimacy, Sensuality and sexuality, Respect and
control.
Skor total pada skala kualitas hubungan menunjukkan tingkat kepuasan hubungan dengan pasangan. Skor kualitas hubungan yang tinggi berarti bahwa seseorang memiliki tingkat kepuasan hubungan yang tinggi dengan pasangannya, dan skor kualitas hubungan yang rendah berarti seseorang memiliki tingkat kepuasan hubungan yang rendah dengan pasangannya.
C. POPULASI, SAMPEL DAN METODE PENGAMBILAN SAMPEL PENELITIAN
Bagian ini akan menjelaskan mengenai karakteristik subjek penelitian, teknik pengambilan sampel dan jumlah sampel.
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah keseluruhan penduduk atau individu yang dimaksudkan untuk diteliti. Populasi dibatasi sebagai jumlah penduduk atau individu yang paling sedikit memiliki satu sifat yang sama (Hadi,
(57)
2000). Populasi dalam penelitian ini adalah semua remaja wanita yang berada di Kota Medan.
Karakteristik subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Remaja wanita yang berumur antara 18-21 tahun. Pengelompokan umur ini sesuai dengan pengelompokan umur remaja akhir menurut Monks. Pada masa remaja akhir permasalahan fisik yang terjadi berhubungan dengan ketidakpuasan/ keprihatinan mereka terhadap keadaan fisik yang dimilikinya, yang biasanya tidak sesuai dengan fisik ideal yang diinginkannya (Levine & Smolak dalam Rey, 2002). b. Sedang berpacaran. Kriteria ini dibutuhkan karena peneliti ingin
melihat pengaruh body image dalam tingkat kepuasan hubungan romantis (romantic relationship satisfaction) pada remaja.
c. Remaja wanita yang berada di Kota Medan.
2. Sampel dan Metode Pengambilan Sampel
Mengingat keterbatasan peneliti untuk menjangkau seluruh populasi, maka peneliti hanya meneliti sebahagian dari populasi yang dijadikan sebagai subjek penelitian yang lebih dikenal dengan nama sampel. Sampel adalah sebahagian dari populasi yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi dan harus mempunyai paling sedikit satu sifat yang sama (Hadi, 2000).
(58)
Metode pengambilan sampel adalah cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu agar diperoleh sampel yang mewakili populasi (Hadi, 2000).
Teknik pengambilan sampel (sampling) cara yang digunakan untuk mengambil sampel dari populasi dengan menggunakan prosedur tertentu, dalam jumlah yang sesuai, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling secara incidental. Melalui teknik ini, tidak semua individu dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel, hanya individu-individu yang dapat dijumpai saja yang diteliti (Hadi, 2000).
3. Jumlah sampel penelitian
Tidak ada batasan mengenai jumlah ideal yang digunakan sebagai sampel penelitian. Secara tradisional statistika menganggap bahwa jumlah sampel yang lebih dari 60 subjek sudah cukup banyak (Azwar, 2000). Hadi (2000) menyatakan bahwa menetapkan jumlah sampel yang banyak lebih baik daripada menetapkan jumlah sampel yang sedikit. Uji coba (try out) dilakukan pada 121 orang responden. Sedangkan sampel untuk penelitian 100 orang yang dilakukan pada remaja wanita yang berpacaran usia 18-21 tahun.
(59)
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala psikologi yang berbentuk skala Likert dengan beberapa pilihan. Metode skala digunakan mengingat data yang ingin diukur berupa konstrak atau konsep psikologis yang dapat diungkap secara tidak langsung melalui indikator-indikator perilaku yang diterjemahkan dalam bentuk aitem-aitem pernyataan (Azwar, 2002).
Prosedur penskalaan model Likert ini didasari oleh dua asumsi (Azwar, 2002).
1. Setiap pernyataan yang ditulis dapat disepakati sebagai pernyataan yang favorable (positif) atau pernyataan yang unfavorable (negatif).
2. Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang diberikan oleh responden yang mempunyai sikap negatif.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua skala yaitu skala kepuasan body image dan skala tingkat kepuasan romantic relationship. Skala ini disusun dengan memberikan empat alternatif jawaban, yaitu: TS (Tidak Sesuai), KS (Kurang Sesuai), S (Sesuai), dan SS (Sangat Sesuai). Nilai pilihan bergerak dari 1 sampai 4. Bobot pernyataan favorable yaitu, SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1. Sedangkan untuk bobot pernyataan unfavorable yaitu, SS = 1, S = 2, TS = 3, STS = 4.
(1)
penelitian memiliki romantic relationship satisfaction sedang dan tidak ada subjek penelitian yang memiliki romantic relationship satisfaction rendah, artinya sebagian besar subjek penelitian memiliki tingkat romantic relationship satisfaction yang sedang.
4. Hasil data matriks antara variabel body image terhadap romantic relationship satisfaction menunjukkan hubungan variabel yang memiliki persentase terbesar terdapat pada frekuensi body image sedang dan romantic relationship satisfaction yang sedang yaitu sebanyak 65 orang (65%). Hal ini menunjukkan bahwa body image berkorelasi positif dengan romantic relationship satisfaction pada remaja wanita yang berpacaran.
B. SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan kesimpulan yang dikemukakan, maka peneliti memberikan beberapa saran. Saran-saran yang dikemukakan oleh peneliti diharapkan dapat berguna bagi pengembangan kelanjutan studi ilmiah dan berguna bagi remaja lainnya.
1. Saran Metodologis
Berdasarkan pengalaman yang telah dilakukan, berikut ini terdapat beberapa saran yang dirasa perlu untuk diperhatikan dalam penelitian selanjutnya:
a. Mengacu pada nilai koefisien determinasi sebesar 0.294, yang berarti bahwa sumbangan efektif yang diberikan oleh variabel body image terhadap romantic relationship satisfaction yaitu sebesar 29.4% dan selebihnya 70.6% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti
(2)
pada penelitian ini. Maka, disarankan kepada penelitian selanjutnya juga dapat melihat pengaruh faktor-faktor lain pada romantic relationship satisfaction seperti yang dikemukakan oleh Prager, yaitu elemen afeksi, kepercayaan, rasa kebersamaan, berbagi waktu dan aktivitas.
b. Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik incidental, sehingga hasil yang diperoleh pada penelitian ini memiliki tingkat generalisasi yang lemah yaitu hanya pada remaja wanita yang menjadi sampel penelitian saja. Oleh karena itu, disarankan bagi peneliti selanjutnya agar menggunakan teknik pengambilan sampel lainnya agar hasil yang diperoleh memiliki tingkat generalisasi yang lebih kuat.
c. Bagi peneliti selanjutnya disarankan agar memberikan batasan daerah penelitian dalam menentukan subyek penelitian, sehingga hasil yang diperoleh dapat lebih kaya dan memiliki tingkat generalisasi yang tinggi. d. Menambah data kontrol untuk penelitian selanjutnya seperti lamanya masa
berpacaran, sehingga dapat memperkaya hasil penelitian.
2. Saran Praktis
a. Bagi para remaja wanita agar mengembangkan body image yang positif, karenaremaja yang memiliki body image yang buruk akan merasa kurang nyaman untuk terlibat dalam situasi yang intim. selain itu, remaja yang memiliki body image positif akan menerima lebih banyak ajakan berkencan dibanding yang memiliki body image negatif, karena mereka yang merasa bahwa diri mereka cantik dan keliatan menarik dimata orang
(3)
lain akan lebih memungkinkan untuk terlibat dalam hubungan yang romantis.
b. Selain itu, disarankan agar para remaja wanita yang memiliki body image negatif dapat mengembangkan body image menjadi positif, karena remaja yang memiliki body image negatif cenderung merasa ditolak dan tidak diinginkan. Perasaan ditolak ini bisa membawa remaja lari ke hal-hal negatif seperti perasaan minder dan tidak percaya diri, gangguan pola makan (eating disorder), diet yang tidak sehat, anxiety, bahkan depresi.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Ackard, D.M., Kearney-Cooke, A., & Peterson, C.B. (2000). Effect of body image and self-image on women’s sexual behaviors [Research summary]. The Canadian Journal of Human Sexuality, p. 124. December 07, 2007. ABI/INFORM Global (Proquest) database
Agustiani, DR. Hendriati. (2006). Psikologi Perkembangan; Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (edisi revisi VI). Jakarta: Asdi Mahasatya.
Azwar, Saifuddin. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar.
Baron, A. Robert et al (2006). Social Psychology (Eleventh Edition). USA: Pearson Education, Inc.
Bergstrom, R. L/, Clayton Neighbors. (2006). Body Image Disturbance and The Social Norms Approach: An Integrative Review of The Literature. Journal of Social and clinical Psychology, Nov 2006. Vol 25, Iss. 9; pg 975, 26 pgs. De Villiers. (2006). Body image and dating relationships amongst female
adolescent. http://etd.sun.ac.za/jspui/bitstream/10019/529/1/Devilm.pdf Cash, T. F. (2000). The Multidimensional Body-Self Reaction Questionnaire:
MBSRQ User’s Manual (3rd Revision). Virginia: Old Dominion, University Norfolk.
Cash, T.F., & Pruzinsky,T. (2002). Body image: A handbook of theory, research, and clinical practice. New York: Guildford Press.
Cuyler, Emma & Micheal Ackhart. (2009). Psychology Relationship. New York: Nova Science Publisher, Inc.
Dacey, J., & Kenny, M. (1997). Adolescent development (2nd). USA: Brown & Benchmark Publisher.
De Munck, Viktor C. (1998). Romantic Love and Sexual Behavior: Perspectives from the Social Science. London: Greenwood Publishing Group.
(5)
Fagan, R. (2006). Counseling and Treating Adolescents with Alcohol and Other Substance Use Problems and their Family. The Family Journal: Counseling therapy For Couples and Families. Vol.14. No.4.326-333. Sage Publication diakses melalui http://tfj.sagepub.com/cgi/reprint/14/4/326 pada 18 April 2008
Florsheim, Paul. (2003). Adolescent Romantic Relations and Sexual Behavior: Theory, Research, and Practical Implication. London: Lawrence Erlbaum Associates.
Furman, Wyndol et al (1999). The Development of Romantic Relationship in Adolescence. USA: Cambridge University Press.
Hadi, Sutrisno. (2000). Metodologi Research. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Hurlock, E.B. (2004). Psikolgi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Terjemahan oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Karney, Benjamin. R., et al (2007). Adolescent Romantic Relationships as Precussors of Healthy Adult Marriages: A Review of theory, Research, and Program. Santa Monica: Rand Cooperation.
Kyla Maimon (2008). Body image in Preadolescent Girls.
http://etd.unisa.ac.za/ETD-db/theses/available/etd-06172008-100745/unrestricted/dissertation.pdf
Monks, F. J., Knoers, A. M. P. , & Haditono, S. R. (2000). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Newman, B.M. & Philip R. M. (2006). Development Throught Life: A Psychosocial Approach, Ninth Edition. USA: Thomson Wadseorth.
Papalia, D. E, Olds, S.W., & Feldman, R. D. (2007). Human Development (Tenth Edition). USA: McGraw-Hill.
(2008). Human Development (Psikologi P erkembangan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Prager, K. J. (1989). Intimacy Status and Couple Communication. Journal of social and Personal Relationship.
http://books.google.co.id/books?id=EEgFAAAAIAAJ&q=journal+of+social +and+personal+relationship&dq=journal+of+social+and+personal+relationsh ip&cd
(6)
Rahmadana, M. F. (2007). SPSS 12.0 for Windows: Panduan Praktis untuk Analisis Data, Skripsi, dan Tesis. Bandung: Citapustaka Media.
Rey, J. (2002). More than Just The Blues: Understanding Serious Teenage Problems. Sydney: Simon & Schuster.
Santrok, J. W. (2007). Perkembangan anak . Terjemahan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sternberg, R. J. (1988). The Triangle of love: Intimacy, Passion, Commitment. New York: Basic Book Inc.
Thompson, J. K. (2001). Body image, eating disorders, and obesity: An integrative guide for assessment and treatment. Washington, DC, US: American Psychological Association.
Thompson, J. K., Smolak, L. (2001). Body image, Eating Disordes and Obesity in Youth: Assessment, prevention, and treatment. Washington, D.C, US: American Psychology Association.
Yusuf, Syamsu. (2004). Psikologi perkembangan anak & remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.