KAJIAN TEORETIS TENTANG MAHAR

laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah “. 7 Menurut penulis mahar adalah harta atau pekerjaan yang diberikan kepada perempuan oleh seorang laki-laki kepada perempuan sebagai dalam sebuah pernikahan dengan kerelaan dan kesepakatan bersama.

B. Dasar Hukum Mahar

Hukum taklifi dari mahar itu adalah wajib, dengan arti laki-laki yang mengawini seorang perempuan wajib menyerahkan mahar kepada istrinya itu dan berdosa suami yang tidak menyerahkan mahar kepada istrinya. 8 Ketentuan ini terdapat di beberapa ayat Al- Qur’an adalah firman Allah dalam surat An- Nisaa’ ayat 4 :                 Artinya : “Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”. QS. An-Nisaa‟ : 4 7 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 85 8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 85 Demikian pula firman Allah dalam surat An- Nisaa’ ayat 24 :                                                  Artinya : “Dan diharamkan juga kamu mengawini wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu milik Allah Telah menetapkan hukum itu sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian yaitu mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang Telah kamu nikmati campuri di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna, sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah Mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu Telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”. QS. An-Nisaa‟ : 24 Berdasarkan kedua ayat diatas selain didalam Al- Qur’an, hal mahar juga disebutkan dalam sabda Nabi SAW, diantaranya yaitu : 1. Hadis yang berasal dari Sahal bin Sa’ad al-Sa’idi Artinya : “Telah berkata Yahya, telah berkata Waqi‟ dari Sufyan dari Abi Hazim bin Dinar dari Sahal bin Said as- Sa‟idi bahwa Nabi 9 Imam Hafids Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Riyadh:Baitul Afkar Addauliyah, 1998, h. 601 berkata:” hendaklah seseorang menikah meskipun hanya dengan mahar sebuah ci cin yang terbuat dari besi”HR Bukhari. 2. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, yang berbunyi : Artinya : “Dari Ibnu Abbas r.a beliau berkata; tatkala mengawini Fatimah r.a, maka Rasul bersabda kepadanya: berilah Fatimah itu sesuatu, Ali menjawab: saya tidak mempunyai sesuatu, beliau bertanya: mana baju besi Hutamiyyahmu?” HR. abu Daud dan Nasi‟i dan dinilai Shahih oleh Al-Hakim 3. Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, yang berbunyi: Artinya : “Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata telah bersabda Rasulullah SAW, sebaik-baiknya wanita istri adalah yang tercantik wajahnya dan termurah maharnya”. HR. Baihaqi. Imam Sya fi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya. 10 Muhammad Ibnu Ismail As- San’ani, Subul as-Salam, Beirut: Dar al-Fikr. t.th, Juz 3, h. 221 11 Ahmad Ibn Al-hasan Ibn Ali Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, Juz 3, h. 13 Mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik mengatakannya sebagai rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib. Tidak ada ketentuan hukum yang disepakati ulama tentang batas maksimal pemberian mahar, demikian juga batas maksimalnya. Yang jelas, meskipun sedikit mahar wajib ditunaikan. Dasarnya adalah hadis Sahl ibn Sa’ad al-Sa’idi. ًﻼ : ؟ · · ؟ ڪ َ َذ · Artinya : Rasulullah SAW didatangi seorang perempuan, kemudian mengatakan “Wahai Rasuullah SAW. sungguh aku telah menyerahkan diriku kepada engkau”, maka berdirilah wanita itu agak lama, tiba-tiba berdiri seorang laki-laki dan berkata “Wahai Rasulullah SAW. jodohkan saja dia dengan aku sekiranya engkau kurang berkenan”. Rasulullah SAW. bersabda “Apakah kamu mempunyai sesuatu, untuk kamu berikan kepadanya sebagai mahar?”. Laki-laki itu menjawab “Saya tidak memiliki apa- apa selain sarungku ini”. Rasul bersabda “Kalau kamu berikan sarung itu kepadanya, tentu kamu duduk tanpa busana, karena itu ca rilah sesuatu” laki-laki itu berkata “Aku tidak mendapati sesuatu”. Rasul bersabda lagi “Carilah, walaupun sekedar cincin besi” Maka laki-laki itu mencari,dan tidak mendapati sesuatu. Lalu Rasul menanyakan lagi “Apakah kamu ada sesuatu dari Al- Qur‟an?”. Maka ia menjawab “Ya, surat ini, dan surat ini, menyebut beberapa surat”, maka Rasulullah SAW. bersabda “Sungguh aku akan menikahkan kamu dengannya, dengan mahar apa yang kamu miliki dari Al- Qur‟an”. Riwayat Muslim

C. Syarat dan Macam-macam Mahar

Mahar yag diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : 12 1. Harta berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar, mahar sedikit tapi bernilai tetap sah disebut mahar. 2. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan memberikan khamar, babi atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga. 3. Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya namun tidak bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah. 4. Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sah mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya. 12 M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 39- 40 Ada perbedaan pendapat tentang syarat-syarat mahar tersebut yaitu : Golongan Malikiyah berpendapat apabila ketika akad disebutkan mahar yang berupa barang ghasab, jika kedua mempelai megetahui kalau mahar tersebut barang ghasab dan keduanya rasyid pandai maka akadnya rusak, dan fasakh sebelum dukhul, tetapi akadnya tetap jika telah dukhul serta wajib membayar mahar mitsil apabila keduanya masih kecil tidak rasyid. Sedangkan kalau yang mengetahui hanya suaminya saja, maka nikahnya sah. Tetapi kalau pemilik benda yang dibuat mahar mengambil benda yang dijadikan mahar. Sedangkan menurut golongan Hanafiyah, akad dan tasmiyah penyebutan mahar sah baik keduanya mengetahui atau tidak, bahwa benda yang dibuat mahar adalah ghasab. Jika pemilik barang membolehkan benda tersebut dijadikan mahar, maka benda tesebut jadi mahar, tapi jika tidak membolehkan maka suami wajib mengganti sesuai dengan harga benda tersebut dan tidak membayar mahar mitsil. Dari segi dijelasnya, mahar terbagi menjadi dua yaitu : 1. Mahar Musamma Mahar musamma adalah mahar yang disebutkan bentuk, wujud atau nilainya secara jelas dalam akad. Inilah mahar yang umum berlaku dalam suatu perkawinan.selanjutnya kewajiban suami untuk memenuhi selama hidupnya atau selama berlangsungnya perkawinan. Suami wajib membayar tersebut yang wujud atau nilainya sesuai dengan apa yang disebutkan dalam akad perkawinan itu. 13 Ulama fikih sepakat bahwa, dalam pelaksanaannya mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila terjadi dukhul, hal ini didasarkan pada Surat An- Nisaa’ ayat 20 :                    Artinya : “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu Telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan menanggung dosa yang nyata”. QS. An- Nisaa‟ : 20 Salah satu dari suami istri me ninggal. Demikian menurut ijma’, Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata nikahnya rusak dengan sebab tertentu, seperti ternyata istrinya mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya, berdasarkan firman Allah SWT : 13 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 89                                        Artinya : “Jika kamu menceraikan Isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang Telah kamu tentukan itu, kecuali jika Isteri- isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan”. QS. Al- Baqarah : 237 2. Mahar Mitsil Mahar mitsil adalah mahar yang tidak disebutkan jenis dan jumlahnya pada waktu akad, maka kewajibannya adalah membayar mahar sebesar mahar yang diterima oleh perempuan lain dalam keluarganya. 14 Ulama Hanafiyah secara spesifik memberi batasan mahar mitsil itu dengan mahar yang pernah diterima oleh saudaranya, bibinya dan anak saudara pamannya yang sama dan sepadan umurnya, kecantikannya, kekayaannya, tingkat kecerdasannya, tingkat keberagamaannya, negeri tempat tinggalnya dan masanya dengan istri yang akan menerima mahar tersebut. 14 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 89 Mahar mitsil diwajibkan dalam tiga kemungkinan, yaitu : a. Dalam keadaan suami tidak ada menyebutkan sama sekali mahar atau jumlahnya. b. Suami menyebutkan mahar musamma, namun mahar tersebut tidak memenuhi syarat yang ditentukan atau mahar tersebut cacat seperti maharnya adalah minuman keras. c. Suami ada menyebutkan mahar musamma, namun kemudian suami istri berselisih dalam jumlah atau sifat mahar tersebut dan tidak dapat diselesaikan. Cara menentukan mahar mitsil ialah dengan memperhatikan mahar pihak ashabahnya pihak bapak permpuan. Apabila wanita itu sama cantiknya, pandainya dan lain-lain dengan saudaranya dari pihak ashabahnya itu, maka maharnya baru disamakan dengan mahar saudara dari pihak ashabah itu. Jika tidak dapat diketahui mahar dari pihak ashabah itu karena belum ada yang kawin, maka beralih kepada pihak ibunya. Jika dari pihak ibu juga tidak ada, maka menurut al-Mawardi, saudara ibu didahulukan daripada nenek. Kalau semua yang tersebut itu sukar diketahui, maka lalu melihat wanita lain di luar ikatan keluarga seperti perempuan Arab sesama Arabnya, perempuan merdeka dengan sesama merdekanya dan seterusnya. 15 15 Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam, Jakarta: Kencana, 2006, h. 85

D. Bentuk dan Kadar Mahar

Agama tidak menetapkan jumlah minimum dan begitu pula jumlah maksimum dari maskawin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkatan kemampuan manusia dalam memberinya. Orang yang kaya mempunyai kemampuan untuk memberi maskawin yang lebih besar jumlahnya kepada calon istrinya. Sebaliknya, orang yang miskin ada yang hampir tidak mampu memberinya. 16 Pada umumnya mahar itu dalam bentuk materi, baik berupa uang atau barang berharga lainnya. Namun syariat Islam memungkinkan mahar itu dalam bentuk jasa melakukan sesuatu. Ini adalah pendapat yang dipegang oleh jumhur ulama. Mahar dalam bentuk jasa ini ada landasannya dalam Al- Qur’an dan demikian pula dalam hadis Nabi. Contoh mahar dalam bentuk jasa dalam Al- Qur’an ialah mengembalakan kambing selama 8 tahun sebagai mahar perkawinan seorang perempuan. Hal ini dikisahkan dalam surat Al-Qashash ayat 27 :                                  Artinya : “Berkatalah dia Syuaib: Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, 16 M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 40 atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah suatu kebaikan dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik.QS. Al-Qashash : 27 Maksud dari ayat diatas adalah ada orang tua yang berkata dengan seorang laki-laki jika kamu bekerja dengan saya maka saya akan menikahkan kamu dengan salah satu anakku. Dengan kata lain berarti suatu pekerjaan dapat menjadi sebuah mahar. Misalnya, mengajarkan membaca Al-Quran, mengajarkan ilmu agama, bekerja dipabriknya, menggembalkan ternaknya, dan lain sebagainya. Banyaknya maskawin itu tidak dibatasi oleh syariat Islam, melainkan menurut kemampuan suami beserta keridaan si istri. Suami hendaklah benar- benar sanggup membayarnya, karena mahar itu apabila telah ditetapkan, maka jumlahnya menjadi utang atas suami, dan wajib dibayar sebagaimana halnya utang kepada orang lain. Kalau tidak dibayar, akan dimintai pertanggungjawabannya. Janganlah terpedaya dengan kebiasaan bermegah- megah dengan banyak mahar sehingga si laki-laki menerima perjanjian itu karena utang, sedangkan dia tidak ingat akibat yang akan menimpa dirinya. 17 Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah mahar ini. Sebagian dari mereka berpendapat, bahwa mahar itu diberikan sesuai dengan 17 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994, Cet. Ke-27, h. 393-394 kesepakatan di antara calon pengantin. Pendapat ini dikemukakan oleh Sufyan Ats- Tsauri, Syafi’i, Ahmad dan Ishak. Sedangkan Imam Malik berpendapat “Mahar itu tidak boleh kurang dari seperempat dinar”. Berdasarkan hadis sebagai berikut : Artinya : “Saya tidak pernah melihat seorang wanita dinikahkan dengan mahar kurang dari seperempat dinar. Dan itu dalah batasan minimal yang mewajibkan adanya potongan tangan ”. Sebagian dari penduduk Kufah berpendapat : “Bahwa mahar itu tidak boleh kurang dari sepeluh dirham dan ini mahar wajib hukumnya menurut Al- Qur’an dan As-Sunnah”. 18 Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham. Dari apa yang diriwayatkan oleh ad-Daruquthni dan al- Baihaqi dari Jabir ibn Abdullah, bahwa Rasulullah SAW. Bersabda : ْنع رباج ْنب دْبع ها يضر ها هْنع اق اق ْ سر ها ىلص ها هيلع ملس ا ح ْني ءاسنلا ا ا فك ال ن ج زي ا ءايل أا ا ر م ن د م اْرد رشع يق يبلا ا ر 19 18 M. abdul Ghofar, Fiqh Wanita, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 1998, Cet. Ke-1, h. 411-412 19 Al-Kamal bin al-Hammam al-Hanafi, Fathur Qadir‟alal Hidayah Syarh Bidayatil Mubtadi, Mesir: Mathabil al-Halabi, t.th, Cet. Ke-1, Jilid II, h. 435 Artinya : Jangan menikahkan wanita kecuali sekufu‟ dan jangan mengawinkan wanita kecuali oleh para walinya, dan tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham.HR. Baihaqi Mereka berpe ndapat bahwa sabda Nabi SAW., “nikahlah walaupun hanya dengan cincin besi” adalah dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai batasan terendahnya. Karena, jika memang ada batas terendahnya tentu beliau menjelaskannya. Sebaiknya di dalam pemberian mahar, diusahakan sesuai dengan kemampuannya, pemberian mahar tersebut baik yang didahulukan atau yang ditangguhkan pembayarannya, hendaklah tidak melebihi mahar yang diberikan kepada isrti-istri Rasulullah SAW dan putri-putri beliau, yaitu sebesar antara empat ratus sampai lima ratus dirham. Bila diukur dengan dirham yang bersih, maka mencapai kira-kira sembilan belas dinar. Ini adalah Sunnah Rasulullah SAW. Barang siapa yang mengerjakannya, maka ia telah mengikuti sunnah beliau di dalam pemberian mahar Betapa besar perbedaan antara kesederhanaan Islam dalam hal pernikahan dan persepsi perkawinan serta tradisi yang berlaku pada zaman jahiliyah. Sehingga perkawinan tidak lagi dianggap sebagai mendatangkan bencana bagi sang suami, sebagaimana pernah diungkapkan melalui pernyataan berikut ini : “Tiga perkara yang memberatkan suami karena pernikahan, yaitu rumah untuk sang istri, tempat berkumpul dan pesta yang diiringi oleh musik yang banyak sekali menuntut harta kekayaan”. 20 Apabila dalam praktik yang berlaku di sebagian masyarakat, bahwa calon mempelai laki-laki pada saat tunangan telah memberikan sejumlah pemberian, adalah semata-mata sebagai kebiasaan yang dianggap baik sebagai tukon trisno atau tanda cinta calon suami kepada calon istrinya. 21

E. Gugurnya Mahar

Mahar yang rusak bisa terjadi karena barang itu sendiri atau karena sifat-sifat dari barang tersebut, seperti tidak diketahui atau sulit diserahkan. Mahar yang rusak karena zatnya sendiri, yaitu seperti khamar yang rusak karena sulit dimiliki atau diketahui, pada dasarnya disamakan dengan jual beli yang mengandung lima persoalan pokok, yaitu : 22 1. Barangnya tidak boleh dimiliki 2. Mahar digabungkan dengan jual beli 3. Penggabungan mahar dengan pemberian 4. Cacat pada mahar 5. Persyaratan dalam mahar 20 Mahmud Mahdi Al-Istanbuli, Kado Perkawinan, Jakarta : Pustaka Azzam, 1999, Cet. Ke- 1, h. 21 Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta : RajaGrafindo, 2003, Cet. Ke-6, h. 103 22 M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap, h. 48 Mengenai gugurnya mahar, suami bisa terlepas dari kewajibannya untuk membayar mahar seluruhnya apabila perceraian sebelum persetubuhan datang dari pihak istri, misalnya istri keluar dari Islam, atau memfasakh karena suami miskin atau cacat, atau karena perempuan tersebut setelah dewasa menolak dinikahkan dengan suami yang dipilih oleh walinya. Bagi istri seperti ini, hak pesangon gugur karena ia telah menolak sebelum suaminya menerima sesuatu darinya. Menurut ulama Hanafiyah bila mahar rusak atau hilang setelah diterima oleh istri, maka secara hukum suami sudah menyelesaikan kewajibannya secara sempurna dan untuk selanjutnya menjadi tanggung jawab istri. Bila ternyata istri putus perkawinannya sebelum bergaul, maka kewajiban suami hanya separuh dari mahar yang ditentukan. Jadi separuh mahar yang diterima oleh istri itu menjadi hak suami. Karena mahar itu sudah rusak atau hilang, maka yang demikian menjadi tanggungan istri. Ulama Malikiyah berpendapat bahwa mahar sebelum suami istri bergaul merupakan kewajiban bersama dalam menggati kerusakan atau kehilangan dan sebaliknya juga merupakan hak bersama dalam pertambahan nilai. Sedangkan menurut ulama S yafi’iyah suami bertanggung jawab atas mahar yang belum diserahkan dalam bentuk tanggung jawab akad dengan arti bila rusak atau hilang karena kelalaian suami ia wajib menggantinya, tetapi bila rusak atau hilang bukan karena kelalaiannya tidak wajib menggantinya. 23 Ulama Hanabalah berpendapat bahwa mahar yang dinyatakan dalam bentuk yang tertentu dan rusak sebelum diterima atau sesudahnya sudah menjadi tanggungan istri sedangkan bila mahar itu dalam bentuk yang tidak jelas dan hilang atau rusak sebelum diterimanya, maka menjadi tanggungan suami. Suatu perceraian datangnya dari pihak suami sebelum persetubuhan dilaksanakan maka maharnya harus dibayar setengah dari jumlah yang sudah diikrarkan, demikianlah menurut ketentuan Al- Qur’an yang disebutkan dalam Surat Al-Baqarah ayat 237 :                                        Artinya : Jika kamu menceraikan Isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal Sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, Maka bayarlah seperdua dari mahar yang Telah kamu tentukan itu, kecuali jika Isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha melihat segala apa yang kamu kerjakan. QS.Al-Baqarah: 237 23 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 96-97 Maksud dari ayat yang di atas yaiutu mantan suami hanya boleh mengambil setengah dari mahar yang telah diserahkan, baik berupa uang maupun barang lainnya, karena suami tidak mengharuskan mantan istrinya itu untuk memberikan sesuatu selain yang dikehendaki istri. 34

BAB III POTRET WILAYAH KEL. KALIBARU KEC. CILINCING

JAKARTA UTARA

A. Gambar Lokasi Penelitian

Kalibaru adalah salah satu Kelurahan yang ada di Jakarta Utara, yang memilik area seluas 251,20Ha. Kelurahan Kalibaru memiliki jumlah penduduk sebanyak 44.726 jiwa. Jumlah Rukun Warga RW di Kelurahan Kalibaru sebanyak 14 RW dan 172 Rukun Tangga RT dengan jumlah KK sebanyak 16.101 KK. 1 Kelurahan Kalibaru memiliki batas wilayah yaitu Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa. Sebelah Selatan berbatasan dengan Jl. Raya Cilincing, Kali Banglio Kel. Lagoa Kec. Koja, Kel. Semper Barat, Kel. Semper Timur dan Kel. Cilincing. Sebelah Timur berbatasan dengan Jl. Baru dan Jl. Rekreasi Kel. Cilincing. Sebelah Barat berbatasan dengan jembatan kali Kresek, Kel. Koja Kec. Koja. Adapun kondisi demografis yaitu sebagai berikut : a. StatusPeruntukan Pertanahan di Kelurahan Kalibaru terdiri dari Tanah yang bersertifikat seluas 13,50 Ha, Tanah Negara seluas 233, 20 Ha, Tanah Kering seluas 246, 20 Ha, dan Tanah Empang seluas 05, 00Ha. 1 Berdasarkan Laporan Kelurahan Kalibaru b. Jumlah dan Kepadatan Penduduk : 1 Jumlah Penduduk di tiap RW Jumlah kepadatan penduduk di kelurahan Kalibaru yang dilihat dari jumlah Kepala Keluarga KK yaitu KK laki-laki sebanyak 15.408 KK dan KK perempuan sebanyak 693 KK. Jumlah laki-laki di Kelurahan Kalibaru ada 21.759 jiwa dan perempuan 22.967 jiwa. Lebih jelasnya penulis tampilkan berdasarkan tiap RW. Table 1.1 2 2 Berdasarkan Laporan Kelurahan Kalibaru NO. RW. WNI Jumlah LK PR 1. 01 1184 2356 3540 2. 02 1167 2230 3397 3. 03 1865 2261 4126 4. 04 1881 1996 3877 5. 05 1962 1377 3339 6. 06 2025 1798 3823 7. 07 2003 2245 4248 8. 08 1099 2208 3307 9. 09 796 906 1702 10. 010 956 1045 2001 11. 011 12. 012 1357 1313 2670 13. 013 2839 1144 3983 14. 014 1480 931 2411 15. 015 1145 1157 2302 Jumlah 21759 22967 44726 2 Jumlah Penduduk MenurutUmur Table 1.2 3 Berdasarkan tabel di atas penduduk di Kelurahan Kalibaru kebanyakan berumur 10 sampai 14 tahun, sekitar masih duduk di bangku sekolah dasar dan menengah pertama. 3 Data Penduduk menurut Pendidikan Pendidikan di Kelurahan Kalibaru penduduknya kebanyakan berpendidikan tidak tamat sekolah. Walaupun tidak tamat sekolah tetapi mereka tidak buta huruf dengan kata lain masih bisa membaca dan menulis. Lebih jelasnya lihat tabel berikut ini: 3 Berdasarkan Laporan Kelurahan Kalibaru NO USIA-TAHUN L P JUMLAH 1. – 4 3245 1824 5069 2. 5 – 9 2306 2764 5070 3. 10 – 14 2530 2763 5293 4. 15 – 19 1334 1851 3185 5. 20 – 24 1079 1513 2592 6. 25 – 29 1205 2373 3578 7. 30 – 34 1197 1592 2789 8. 35 – 39 1975 1417 3392 9. 40 – 44 1249 1586 2835 10. 45 – 49 1874 1227 3101 11. 50 – 54 1152 1173 2325 12. 55 – 59 387 873 1260 13. 60 – 64 562 805 1367 14. 65 – 69 618 942 1560 15. 70 – 74 622 163 785 16. 75 keatas 424 101 525 JUMLAH 21759 22967 44726