Sifat Penelitian Metode Pengumpulan Data

Bab pertama tentang pendahuluan yang meliputi pokok-pokok permasalahan, yaitu Latar Belakang, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Review Studi Terdahulu, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan. Bab kedua tentang kajian teoretis tentang mahar. Bab ini berisikan Pengertian Mahar Menurut Hukum Islam, Dasar Hukum Mahar, Syarat dan Macam-macam Mahar, Bentuk dan Kadar Mahar, dan Gugurnya Mahar Bab ketiga tentang potret wilayah Kel. Kalibaru Kec. Cilincing Jakarta Utara. Dalam bab ini dipaparkan mengenai Gambaran Lokasi Penelitian, Masyarakat Suku Bugis di Kel. Kalibaru, Prosesi Perkawinan Masyarakat Suku Bugis. Bab keempat tentang substansi dari penelitian skripsi ini. Dalam bab ini dipaparkan tentang Konsepsi Masyarakat Bugis tentang Mahar, Praktik Pemberian Mahar, Tinjauan Hukum Islam tentang Implementasi Pemberian Mahar dalam Masyarakat Suku Bugis. Bab kelima tentang kesimpulan yang merupakan jawaban dari pokok permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini, dan ditutup dengan saran- saran. 15

BAB II KAJIAN TEORETIS TENTANG MAHAR

A. Pengertian Mahar Menurut Hukum Islam

Dalam istilah ahli fikih, di samping perkataan “mahar” juga dipakai perkataan “shadaq”, “nihlah” dan “faridhah” dalam bahasa Indonesia dipakai dengan perkataan maskawin. 1 Makna dasar shadaq yaitu memberikan derma dengan sesuatu, nihlah artinya pemberian, faridhah artinya memberikan. 2 Mahar secara etimologi berasal dari bahasa Arab dan termasuk kata benda bentuk abstrak atau masdar, yakni mahran اًرْهم atau kata kerja, yakni fi‟il dari رهم - رهْمي - ًرْهم ا , lalu dibakukan dengan kata benda mufrad, yakni اًرْهم, sedangkan pemakaian katanya ةأْرملا هرهم disebut memberikan mahar kepada perempuan. اًرْهم اهل لعج artinya memberinya mahar. 3 Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya. Atau, suatu pemberian 1 M. A. Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih Nikah Lengkap, t.tp, t.th, h. 36 2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia, Jakarta : PT. Hidakarya Agung, 1990, h. 121 3 Ibrahim Madkur, Al- Mu‟jam al-Wasit, Beirut: Dar al-Fikr, t.th, Jilid 2, h. 889 yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa memerdekakan, mengajar dan sebagainya. 4 Adapun pengertian mahar dalam KHI adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang, atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. 5 Muhammad Abduh dalam Tafsir al-Manar-nya, sebagaimana dikutip Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa dalam Al- Qur’an, sebutan mahar dengan lafadz al-Nihlah adalah sebuah pemberian yang ikhlas sebagai bukti ikatan kekerabatan serta kasih sayang. 6 Dalam tradisi Arab, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh, mahar itu meskipun wajib, namun tidak mesti diserahkan waktu berlangsungnya akad nikah, dalam arti boleh diberikan waktu akad nikah dan boleh pula sesudah berlangsungnya akad nikah. Definisi yang diberikan oleh ulama sejalan dengan tradisi yang berlaku waktu itu. Oleh karena itu, defnisi tepat yang dapat mencaku p dua kemungkinan itu adalah “ pemberian khusus yang bersifat wajib berupa uang atau barang yang diserahkan mempelai laki- 4 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006, h. 84 5 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Gema Insani Press, 1994, h. 6 Nasaruddin Umar, Fikih Wanita Untuk Semua, Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010, Cet. Ke-1, h. 79 laki kepada mempelai perempuan ketika atau akibat dari berlangsungnya akad nikah “. 7 Menurut penulis mahar adalah harta atau pekerjaan yang diberikan kepada perempuan oleh seorang laki-laki kepada perempuan sebagai dalam sebuah pernikahan dengan kerelaan dan kesepakatan bersama.

B. Dasar Hukum Mahar

Hukum taklifi dari mahar itu adalah wajib, dengan arti laki-laki yang mengawini seorang perempuan wajib menyerahkan mahar kepada istrinya itu dan berdosa suami yang tidak menyerahkan mahar kepada istrinya. 8 Ketentuan ini terdapat di beberapa ayat Al- Qur’an adalah firman Allah dalam surat An- Nisaa’ ayat 4 :                 Artinya : “Berikanlah maskawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, Maka makanlah ambillah pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya”. QS. An-Nisaa‟ : 4 7 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 85 8 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia : Antara Fiqh Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, h. 85