Program Tata Laksana Diabetes Melitus Tipe 2

 Pemanis berkalori perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.  Fruktosa tidak dianjurkan pada penderita DM karena efek samping pada lemak darah.  Aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame adalah pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan.  Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman Accepted Daily Intake ADI. 3 Pilar penatalaksaan non farmakologis yang lain adalah aktivitas fisik. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, tetapi juga dibutuhkan oleh semua orang termasuk penderita DM sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya: bangun tidur, memasak, berpakaian, mencuci, makan, dan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja, berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok atau tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh penderita DM, telah sekaligus menjalankan pengelolaan terhadap DM sehari-hari. Tabel 2.5 Aktivitas Sehari hari 3 Kurangi Aktivitas Hindari aktivitas sedenter Misalnya, menonton televisi, menggunakan internet, main game computer Persering aktivitas Mengikuti olahraga rekreasi dan beraktivitas fisik tinggi pada waktu liburan Misalnya, jalan cepat, golf, olah otot, bersepeda, sepak bola Aktivitas harian Kebiasaan bergaya hidup sehat Misalnya, berjalan kaki ke pasar tidak menggunakan mobil, menggunakan tangga, menemui rekan kerja tidak hanya melalui telepon internal, jalan dari tempat parker Anjuran untuk melakukan aktivitas fisik bagi penderita DM telah dilakukan sejak seabad lalu oleh seorang dokter dari dinasti Sui di China, dan manfaat kegiatan ini masih terus diteliti oleh para ahli hingga kini. 8 Ambilan glukosa oleh jaringan otot pada keadaan istirahat membutuhkan insulin, sehingga disebut sebagai jaringan insulin independen. Sedangkan pada otot aktif, walau terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin tak meningkat. Mungkin hal ini yang disebabkan karena peningkatan kepekaan reseptor insulin otot dan penambahan jumlah insulin otot pada saat melakukan latihan jasmani. Hingga jaringan otot aktif disebut juga sebagai jaringan non- insulin dependent. Kepekaan ini akan berlangsung lama, bahkan hingga latihan telah berakhir. Pada latihan jasmani akan terjadi peningkatan aliran darah, menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia reseptor insulin dan reseptor menjadi lebih aktif. 8 Intensitas dalam melakukan aktivitas fisik berpengaruh terhadap kadar glukosa darah. Intensitas ringan pada penderita DM dapat menurunkan glukosa darah, namun tidak secara signifikan. 13 14 Sementara untuk intensitas sedang secara signifikan dapat menurunkan glukosa darah. 15 Namun lain halnya dengan intensitas berat, yang menurut Guelfi dkk bahwa intensitas berat lebih sedikit menurunkan glukosa darah daripada intensitas sedang. 16 Hal ini disebabkan peningkatan jumlah hormon katekolamin dan growth hormone yang lebih besar pada intensitas berat, dapat meningkatkan gula darah. 17 Untuk menilai keberhasilan terapi yang diberikan kepada pasien DM, diperlukan indikator yang jelas. Oleh karena itu konsensus 2011 mengeluarkan tabel kriteria pengendalian DM sebagai berikut : Tabel 2.6 Target Pengendalian DM 3 Parameter Risiko KV - Risiko KV + IMT kgm 2 18,5 - 23 18,5 - 23 Tekanan darah sistolik mmHg 130 130 Tekanan darah diastolik mmHg 80 80 Glukosa darah puasa mgdL 100 100 Glukosa darah 2 jam PP mgdL 140 140 HbA1c 7 7 Kolesterol LDL mgdL 100 70 Kolesterol HDL mgdL Pria 40 Wanita 50 Pria 40 Wanita 50 Trigliserid mgdL 150 150 Jika terapi non farmakologis tidak berhasil mencapai target pengendalian, maka diberikan terapi farmakologis yang diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Terapi farmakologis tersebut terdiri dari obat yang berbentuk oral ataupun suntikan. a. Obat glikemik oral Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan: 1. Pemicu sekresi insulin insulin secretagogue : sulfonilurea dan glinid 2. Peningkat sensitivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion 3. Penghambat glukoneogenesis : metformin 4. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa 5. Dipeptidyl peptidase DPP – IV inhibitor b. Obat hipoglikemik suntikan Insulin Agonis glucagon-like peptide-1GLP-1 3

2.6 Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga atau energi. Aktivitas fisik berperan dalam mengontrol gula darah tubuh dengan cara mengubah glukosa menjadi energi. 18 Selain itu, ada juga yang mendefinisikan aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyetrika, berkebun, dan berolahraga. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerakan berurutan. Sedangkan menurut Baecke et al 1982 bahwa aktivitas fisik merupakan aktivitas sehari-hari yang meliputi kegiatan waktu belajar, kegiatan berolahraga dan kegiatan waktu luang yang diukur dengan skor yang telah ditetapkan. Terdapat beberapa cara penggolongan aktivitas fisik, salah satunya menggunakan metode Baecke et al 1982, yang dikategorikan menjadi 3, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Pengkategorian ini dilakukan berdasarkan nilai indeks aktivitas yang dihitung dari hasil akumulasi semua pertanyaan yang diberikan dalam kuesioner Baecke et al 1982. 19 Indeks aktivitas fisik baecke et al 1982, yaitu : 1. Aktivitas ringan, dengan indeks ≤ 6,5 2. Aktivitas sedang, dengan indeks 6,6 – 9,5 3. Aktivitas berat, dengan indeks 9, 5 24 Tidak semua individu akan melakukan kadar latihan fisik yang sama, sehingga latihan fisik pun dibagi sesuai intensitasnya. Intensitas latihan fisik didasarkan besar energi yang digunakan dalam latihan tersebut. 19 Berbagai macam pengukuran dilakukan untuk menilai apakah intensitas yang dilakukan seseorang tergolong dalam kategori ringan, sedang, atau berat. Pengukuran intensitas latihan dilakukan dengan beberapa macam cara yaitu skala Metabolic equivalents METS, maximum heart rate HR max , heart rate reserve HRR, dan VO 2max . METs menjadi parameter untuk menentukan aktifitas mulai dari sedentary seperti duduk atau istirahat yang setara dengan 1 MET atau 3,5 ml O 2 kgBBmin sampai aktifitas ekstrim yang berintensitas tinggi seperti pada atlet yang mencapai 9 sampai 20 MET. 20 Sedangkan untuk energi yang dikeluarkan pada aktifitas bisa diketahui dengan oksigen yang digunakan O 2 kgBBmin dikali 3,5. 21 Frekuensi nadi maksimum dinilai dengan cara 220 –usia 20 . Frekuensi nadi HR max dilakukan tepat setelah individu melakukan latihan fisik. Misalnya pada seorang yang berusia 20 tahun, HR max nya adalah 200 kali per menit. Untuk menghitung HRR, harus dihitung dulu nadi pasien ntuk mengetahui resting HR. Penghitungan HRR dengan cara HRR = HR max – resting HR. Misalnya pada seorang yang berusia 21 tahun dengan HR max 199 kali per menit, dan resting HR nya adalah 85 kali per menit, HRRnya adalah 114. 20 VO 2max menggambarkan jumlah oxigen yang digunakan seseorang untuk menghasilkan ATP dalam satu menit. VO 2max hasil dari integrasi sistem respirasi, kardiovaskular, dan neuromuskular. 22

2.7 Aktivitas Fisik Sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Aktivitas fisik merupakan intervensi yang baik untuk meningkatkan aksi insulin pada homeostasis glukosa pada individu sehat dan individu yang memiliki resistensi insulin seperti pasien DM melitus tipe 2. Efek aktivitas fisik yang menguntungkan ini disebabkan oleh adanya peningkatan aksi insulin dalam ambilan glukosa di otot rangka sehingga dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa plasma. 25 Adaptasi otot skelet pada aktivitas fisik salah satunya peningkatan efek hemodinamik insulin. Aktivitas fisik menyebabkan perubahan pada ekspresi atau aktivitas protein yang terlibat pada metabolisme glukosa pada otot rangka tikus dan manusia. Walaupun hanya terdapat beberapa observasi yang dilakukan pada otot manusia, sinyal insulin yang dapat menstimulasi pengambilan glukosa dapat meningkat pada beberapa kondisi aktivitas fisik. Aktivitas fisik siklus pendek dapat meningkatkan insulin-stimulated phosphatidylinositol 3-kinase PI3-K activity. 23

2.8 Manfaat Aktivitas Fisik Sebagai Terapi Diabetes Melitus Tipe 2

Manfaat dari aktivitas fisik yang dimediasi oleh AMP-dependent protein kinase AMPK adalah yang menghasilkan peningkatan penyerapan glukosa dan glukosa transporter translokasi. AMPK dianggap sebagai sensor pusat energi intraseluler yang diaktifkan oleh peningkatan AMP intraselular. Sebuah AMP analog yang stabil 5-amino-4-imidazol karboksamida ribotide ZMP dapat dihasilkan secara intraseluler dari 5-aminoimidazole-4-carboxamide ribonucleoside AICAR yang mengaktifkan AMPK dalam sel sehingga menyebabkan peningkatan fosforilasi substrat yang diketahui untuk AMPK beserta 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA, asil-CoA karboksilase dan creatine kinase . 26 Manfaat yang kedua dari aktivitas fisik adalah peningkatan besar dalam sensitivitas transpor glukosa akibat stimulasi insulin. Efek ini disebabkan translokasi berlebih transporter glukosa GLUT-4 ke permukaan sel untuk setiap dosis tertentu insulin. Namun mekanisme seluler yang dapat menyebabkan hal ini masih belum diketahui secara pasti. Oleh sebab itu beberapa studi memaparkan tahapan pengaktifan sinyal aktivasi insulin disebabkan teraktivasinya PI3-K. Hal ini didukung tidak adanya perubahan insulin dalam mengikat reseptor, namun adanya insulin stimulasi reseptor aktivitas tyrosine kinase, peningkatan insulin-dirangsang fosforilasi tirosin dari IRS1, atau PI activity 3-kinase terkait dengan IRS1. 26

2.9 Aspek Molekuler Pengaruh Aktivitas Fisik Sebagai Terapi Diabetes

Melitus Tipe 2 Respon peningkatan transpor glukosa akan terjadi pada aktivitas otot yang mengalami kontraksi, hal ini mungkin dimediasi oleh berbagai macam sinyal intramyocellular, meliputi teraktivasinya AMPK, Akt phosphorylation, produksi NO, dan mekanisme chalsium-mediated meliputi CaMK dan PKC. Efek sensitisasi insulin dari aktivitas akut hanya berlangsung singkat selama 48 jam jika tidak dibarengi dengan aktivitas lain. Namun, pada aktivitas dalam jangka waktu lama dapat menginduksi peningkatan sensitivitas insulin otot ditunjukkan oleh peningkatan ekspresi atau aktivitas sinyal-sinyal protein yang mempengaruhi regulasi ambilan glukosa otot rangka. Hal ini mungkin disebabkan aktivitas pada orang sehat dan resistensi insulin otot rangka dapat meningkatkan ekspresi protein GLUT-4. 27 Gambar 4 Upregulation Insulin Oleh Sinyal Sinyal Protein Sumber : Physical Activity And Type 2 Diabetes : Therapeutic Effect And Mechanisms Of Action 2008

Dokumen yang terkait

Hubungan Kadar Glukosa Darah dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Cilegon

1 10 93

Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Profil Lipid pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Cilegon Periode Januari 2012-April 2013

3 34 70

HUBUNGAN KADAR KREATININ SERUM DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD Hubungan Kadar Kreatinin Serum dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Pasien Diabetes melitus Tipe 2 di RSUD Dr.Sayidiman Kabupaten Magetan.

0 7 9

HUBUNGAN KADAR KREATININ SERUM DENGAN KADAR GULA DARAH PUASA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD Hubungan Kadar Kreatinin Serum dengan Kadar Gula Darah Puasa pada Pasien Diabetes melitus Tipe 2 di RSUD Dr.Sayidiman Kabupaten Magetan.

0 5 13

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 1 15

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 1 4

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 1 14

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN HIPERTENSI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 3 14

DAFTAR PUSTAKA Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 2 4

HUBUNGAN KADAR GULA DARAH DENGAN HIPERTENSI PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT UMUM Hubungan Kadar Gula Darah Dengan Hipertensi Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar.

0 3 18