Pengertian Jaminan Kredit Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kredit

c. Para pihak atau undang-undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka persetujuan tersebut akan hapus, misalnya jika terjadi salah satu pihak meninggal dunia, maka persetujuan akan hapus, antara lain: 1 Persetujuan Perseroan Pasal 1646 ayat 4 KUH Perdata. 2 Persetujuan Pemberian Kuasa Pasal 1813 KUH Perdata. 3 Persetujuan Kerja Pasal 1603 KUH Perdata. d. Pernyataan penghentian persetujuan Opzegging. Penghentian persetujuan ini dapat dilakukan baik oleh salah satu ataupun kedua belah pihak dan ini hanya ada pada persetujuan-persetujuan yang bersifat sementara. e. Persetujuan hapus karena putusan hakim. f. Tujuan dari persetujuan telah tercapai. g. Dengan perset ujuan dari para pihak.

B. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kredit

I. Pengertian Jaminan Kredit

Kata kredit berasal dari kata Romawi, Credere, artinya percaya. Dalam bahasa Belanda istilahnya Vertrouwen, dalam bahasa Inggris istilahnya Believe atau trust or confidence artinya sama yaitu percaya. Kepercayaan adalah unsur yang sangat penting dan utama dalam pergaulan hidup manusia. Orang tidak dapat hidup dalam pergaulan bila tidak dipercaya lagi oleh orang lain. Percaya adalah apa yang dikatakan benar, apa yang dijanjikan ditepati, tidak pernah ingkar dan tidak berkhianat atas kewajiban atau tugas yang dipikulkan kepadanya. 37 37 Sutarno, Op.Cit, hal. 92 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Berdasarkan pengertian di atas menunjukkan bahwa prestasi yang wajib dilakukan oleh debitur atas kredit yang diberikan kepadanya adalah tidak semata- mata utangnya tetapi juga disertai dengan bunga sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Berkaitan dengan pengertian kredit di atas, menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk: a cerukan overdraft, yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; b pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; dan c pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain. 38 Sekarang ini begitu kompleksnya kegiatan yang menyangkut kredit tersebut, berbeda sekali dengan saat awal berkembangnya kredit. Kredit pada masa awal perkembangannya adalah suatu kegiatan pinjam-meminjam yang 38 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang “Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum”, Pasal 1 angka 5. bermula karena adanya kedekatan hubungan pribadi sehingga menumbuhkan kepercayaan di antara mereka, yaitu si pemberi pinjaman percaya kepada si peminjam akan mengembalikan pinjamannya baik dengan disertai bunga ataupun tidak disertai bunga pada saat yang telah dijanjikan. Dengan dasar adanya kepercayaan tersebut maka kegiatan pinjam-meminjam berlangsung. Adapun istilah yang dipakai untuk penamaan kegiatan tersebut secara umum, yaitu kredit. Sebagaimana dalam memberikan fasilitas kredit kepada debitur, kreditur harus mengetahui dengan jelas apakah debitur mempunyai itikad baik untuk mengembalikan fasilitas kredit tersebut tepat pada waktunya. Faktor terpenting yang harus diteliti oleh kreditur adalah adanya jaminan yang dapat digunakan untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur sehingga bila suatu saat debitur wanprestasi, maka kreditur dapat menjual barang yang diagunkan tersebut untuk melunasi hutang debitur kepada kreditur. Sehingga untuk mengurangi risiko kerugian kreditur, maka diadakan suatu jaminan hutang piutang oleh para pihak yang menyerahkan barang milik debitur kepada kreditur sebagai jaminan dilaksanakannya kewajiban debitur kepada kreditur. Menurut Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 2369kepDIR tanggal 28 Februari 1991, tentang Jaminan Pemberian Kredit pada Pasal 1 butir B disebutkan bahwa jaminan pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai yang diinginkan. Sedangkan agunan adalah jaminan material, surat berharga, asuransi risiko yang disediakan oleh debitur jika tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Kemudian pada Pasal 2 ayat 1 dari keputusan tersebut menyatakan bahwa bank tersebut tidak diperkenankan memberikan kredit kepada siapapun tanpa adanya jaminan pemberian kredit. Dalam rangka pembangunan ekonomi Indonesia di bidang hukum yang meminta perhatian yang serius dalam pembinaan hukumnya diantaranya ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian kredit tersebut. Pembinaan hukum terhadap bidang hukum jaminan adalah sebagai konsekuensi logis dan merupakan perwujudan tanggung-jawab dari pembinaan hukum mengimbangi lajunya kegiatan-kegiatan dalam bidang perdagangan, perindustrian, perseroan, pengangkutan dan kegiatan-kegiatan dalam proyek pembangunan. 39 Perspektif hukum perbankan, istilah “jaminan” ini dibedakan dengan istilah “agunan”. Di bawah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah “agunan”, yang ada istilah “jaminan”. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, memberikan pengertian yang tidak sama dengan istilah “jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967. Arti jaminan menurut Undang- Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur untk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, ang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya. 39 Sri Soedewi Masjachoen Sofwan, Op.Cit, hal. 43 Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah “agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain, yaitu “keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan. Sehubungan dengan itu, Penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan sebagai berikut, “Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit atas pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang saksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur”. Adapun istilah “agunan”, ketentuan dalam Pasal 1 angka 23 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut: Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Berarti, istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah collateral merupakan bagian dari istilah “jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian “jaminan” lebih luas daripada pengertian “agunan”, di mana agunan berkaitan dengan “barang” sementara “jaminan” tidak hanya berkaitan dengan “barang”, tetapi berkaitan pula dengan character, capacity, capital dan condition of economy dari nasabah debitur yang bersangkutan. Djuhaendah Hasan berpendapat, jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan debitur, yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau usaha pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. 40 Menurut Hasanudin Rahman, jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada pihak kreditur, karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan, bahwa debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan. 41 Fungsi jaminan utang adalah untuk : 42 1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang jaminan tersebut, apabila nasabah debitur melakukan cidera janji, yaitu tidak membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 2. Menjamin agar nasabah atau debitur berperan serta di dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan sendiri atau perusahaannya, dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian diperkecil terjadinya. 40 Djuhaendah Hasan, Lembaga jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Pemisahan Horisontal, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal.233. 41 Hasanuddin Rahman, Aspek-aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan, Citra Aditya bakti, Bandung, 1996, hal.233 42 Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995, hal.88 3. Memberi dorongan kepada debitur untuk memenuhi perjanjian kredit. Khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar ia tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan kepada bank. Ketentuan undang-undang, kreditur mempunyai hak penuntutan pemenuhan hutang terhadap seluruh harta kekayaan debitur, baik yang berwujud benda bergerak maupun benda tak bergerak, baik benda-benda yang telah ada maupun yang masih akan ada Pasal 1131 KUHPerdata. Jika hasil penjualan benda-benda tersebut ternyata tidak mencukupi bagi pembayaran piutang para kreditur, maka hasil tersebut dibagi-bagi antara para kreditur, seimbang dengan besarnya piutang masing-masing Pasal 1132 KUH Perdata. Di samping para kreditur konkuren ada juga kreditur preferen, di mana pemenuhan piutangnya didahulukan voorang dari pada piutang-piutang yang lain, karena mereka mempunyai hak preferensi. Menurut ketentuan undang- undang, ditentukan para kreditur pemegang hipotik, gadai dan privilege mempunyai kedudukan yang lebih tinggi atau diutamakan dari piutang-piutang lainnya Pasal 1133 KUHPerdata. Hak untuk didahulukan dalam pemenuhan itu timbul, karena dua jalan. Pertama karena memang sengaja diperjanjikan lebih dulu bahwa piutang-piutang kreditur itu akan didahulukan pemenuhannya daripada piutang-piutang yang lain. Hal demikian terjadi pada piutang-piutang dengan jaminan hipotik dan gadai. Kedua, kemungkinan untuk pemenuhan yang didahulukan itu timbul karena memang telah ditentukan oleh undang-undang. Tingkatan–tingkatan dari lembaga jaminan di Indonesia, dalam arti mana harus diutamakan lebih dululebih didahulukan daripada yang lain dalam pemenuhan hutang, dapat diperinci sebagai berikut: Pertama kali yang paling diutamakan adalah hipotik Hak Tanggungan dan gadai antara hipotikHak Tanggungan dan gadai tidak ada persoalan yang mana lebih didahulukan karena obyeknya berbeda. Kemudian menyusul para pemegang hak privilege. Pada asasnya apa yang ditentukan oleh para pihak itu lebih didahulukan daripada ketentuan undang-undang. Sedangkan privilege timbul dari undang-undang. Para pemegang hipotik, pemegang gadai dan privilege itu disebut kreditur preferen, yaitu kreditur yang pemenuhan piutangnya diutamakan dari kreditur lainnya, ia mempunyai hak preferensi Pasal 1133 KUHPerdata. 43 Jaminan secara hukum mempunyai fungsi untuk mengcover utang karena itu jaminan merupakan sarana pelindungan bagi para kreditur yaitu kepastian akan pelunasan utang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur. 44 a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit. Oleh karena itu jaminan yang baik ideal adalah : b. Tidak melemahkan potensi kekuatan si pencari kredit untuk melakukan meneruskan usahanya yang memberi kepastian kepada si pemberi kredit, 43 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan , Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan , Liberty, Yogyakarta. 1980, hal.79 44 Djuhaendah Hasan, Aspek Hukum Jaminan Kebendaan Dan Perorangan, Makalah disampaikan dalam Seminar Sosialisasi UU No.421999 tentang Jaminan Fidusia, di Jakarta tanggal 9-10 Mei 2000, hal.1 dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si penerima pengambil kredit. 45

II. Pengaturan dan Kedudukan Jaminan dalam Perjanjian Kredit