Gadai Emas Sebagai Jaminan Kredit

1 Yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan piutang masing- masing; dan 2 Yang mempunyai kedudukan didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan. Pasal 1132 KUHPerdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil penjualan harta tersebut dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk didahulukan. Sebagaimana praktik perbankan pihak pemberi pinjaman disebut kreditur dan pihak peminjam disebut nasabah debitur atau debitur. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren. Mengenai alasan yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang tercantum pada bagian akhir ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata adalah berdasarkan ketentuan dari peraturan perundang-undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Pasal 1133 KUHPerdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui gadai atau hipotek.

III. Gadai Emas Sebagai Jaminan Kredit

Gadai adalah suatu hak kebendaan yang bersifat assessoir yang diberikan oleh pihak pemberi gadai debitur kepada pemegang gadai kreditur sebagai jaminan atas pembayaran utang. 47 47 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013, hal 152-1153 Caranya adalah dengan menyerahkan benda objek gadai yang dapat berupa benda bergerak, bertubuh maupun tidak bertubuh, ke dalam kekuasaan pemegang gadai kreditur atau ke dalam kekuasaan seorang pihak ketiga yang disetujui oleh kedua belah pihak. Jadi, pemegang gadai kreditur atau pihak ketiga yang disetujui oleh kedua belah pihak memegang hak untuk memakai danatau menikmati hasil atas benda objek gadai tersebut. Gadai juga memberikan hak prioritas bagi pemegang gadai kreditur ntuk mendapat pembayaran terlebih dahulu daripada kreditur lainnya atas tagihan- tagihan dari kreditur pemegang gadai khususnya yang bersangkutan dengan hasil eksekusi objek gadai tersebut dengan kekecualian biaya-biaya yang harus lebih didahulukan, misalnya biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan. 48 48 Ibid Dalam konteks pengertian benda objek gadai, hukum adat Indonesia yang masih berlaku sebagai hukum positif memiliki pengertian yang menyimpang dari pengertian gadai di atas. Di samping barang-barang bergerak, gadai dapat juga diberikan atas tanah dengan atau tanpa segala sesuatu yang ada di atas tanah tersebut. Penetapan hak gadai atas benda-benda bergerak dan piutang-piutang dilakukan dengan cara membawa barang gadainya ke bawah kekuasaan si berpiutang atau pihak ketiga yang telah disetujui oleh kedua belah pihak. Penetapan inilah yang membedakan lembaga gadai dengan lembaga hipotek, hak tanggungan, ataupun fidusia. Ketentuan untuk menyerahkan barang gadai ke dalam kekuasaan kreditur pemegang gadai atau pihak ketiga merupakan unsur mutlak dari suatu gadai, shingga menjadi hukum memaksa mandatory rule. Apabila unsur ini tidak ada, maka gadai dianggap tidak ada sehingga oleh undang-undang gadai dianggap batal null and void demi hukum. Demikian juga, manakala barang gadai beralih kembali ke tangan pemberi gadai debitur sewaktu gadai masih berlangsung, maka gadai itupun dianggap batal null and void demi hukum dengan sendirinya by the operation of law. Dalam konteks ini, Pasal 1152 KUHPerdata dengan tegas menyatakan: Tidak sah adalah hak gadai atas segala benda yang dibiarkan tetap dalam kekuasaan si berutang atau si pemberi gadai, ataupun yang kembali atas kemauan si berpiutang. Hak gadai hapus apabila barang gadainya keluar dari kekuasaan si penerima gadai. Namun, apabila barang tersebut hilang dari tangan penerima gadai atau dicuri darinya, maka ia berhak menuntutnya kembali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1977 ayat 2 KUHPerdata. Setelah barang gadai didapatkan kembali, hak gadai dianggap tidak pernah hilang. Karena beralih kepada pemegang gadai adalah penguasa atas benda dan bukan kepemilikannya, gadai menurut hukum Indonesia yaitu menurut KUHPerdata maupun hukum adat mirip dengan “pledge” atas barang bergerak yang ada dalam sistem hukum Anglo-Saxon, seperti yang ada di Inggris atau Amerika Serikat. Dalam istilah hukum Anglo-Saxon, lembaga gadai ini sering juga disebut dengan istilah “pawn”. Di samping lembaga “pledge” pawan, gadai terhadap barang bergerak dalam sistem hukum Anglo-Saxon juga mengenal bentuk lain yang disebut “chattel mortgage”. Berbeda dengan pledge, dalam chattel mortgage bukan hanya kekuasaan tetapi jika kepemilikan atas benda bergerak yang berpindah dari pemberi gadai kepada pemegang gadai. Konsekuensi hukumnya terlihat dengan jelas dalam eksekusi jaminan gadai, yaitu ketika utang yang dijamin ddengan gadai tersebut tidak terbayarkan pada waktunya. Dalam pledge pawn, yang sama dengan gadai menurut hukum di Indonesia, jika utang tidak terbayar maka eksekusinya pada prinsipnya harus melewati penjualan umum. Sedangkan dalam chattel mortgage, jika utang tidak terbayar maka pemegang chattel mortgage dapat langsung “mendaku” dapat langsung memiliki benda tersebut, karena kepemilikan atas benda pada proses pengikatan chattel mortgage sudah langsung berpindah kepada pemegang gadai.

IV. Gadai Syariah