BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Percepatan laju pembangunan dan struktur pembiayaan pembangunan nasional sebagian besar berasal dari luar negeri. Tetapi sebagaimana kita
ketahui bahwa alternatif pinjaman luar negeri sudah tidak efektif lagi di mata masyarakat karena sangat membebani pengeluaran Negara pada masa–masa
berikutnya. Oleh karena itu, peranan penerimaan dalam negeri akan terus ditingkatkan seoptimal mungkin melalui perluasan sumber penerimaan
Negara terutama penerimaan dari nonmigas. Indonesia memiliki dua sumber penerimaan yang digunakan untuk upaya
pemenuhan kebutuhan dana pembangunan, yaitu penerimaan yang berasal dari pajak dan penerimaan yang berasal dari bukan pajak. Penerimaan yang
berasal dari pajak merupakan sumber penerimaan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan membiayai pembangunan yang berguna
bagi kepentingan bersama dengan tujuan untuk menciptakan kehidupan masyarakat menuju kesejahteraan. Penerimaan bukan pajak terdiri dari
sumber dana luar negeri, berupa bantuan dan pinjaman luar negeri, dan sumber dana dalam negeri berupa hasil ekspor, kekayaan alam, laba BUMN,
investasi dan sumber lain.
1
Jika dilihat dari sisi ekonomi, penerimaan dari sektor pajak merupakan penerimaan Negara yang potensial, karena melalui pajak pemerintah dapat
membiayai sarana dan prasarana publik di seluruh sektor kehidupan, seperti sarana transportasi, air, listrik, pendidikan, kesehatan, keamanan, komunikasi,
sosial dan berbagai fasilitas lainnya yang ditujukan memenuhi kebutuhan pembangunan. Peningkatan penerimaan pajak memegang peranan strategis
karena akan meningkatkan kemandirian pembiayaan pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan Negara dari sektor
pajak terus digulirkan. Salah satu langkah yang dilakukan dalam meningkatkan penerimaan
pajak, yakni melalui program ekstensifikasi pajak yang diupayakan seoptimal mungkin dengan mengintegrasikan dan meningkatkan kegiatan penyuluhan,
pelayanan serta penegakan hukum. Ekstensifikasi pajak merupakan upaya untuk meningkatkan penerimaan pajak dengan cara meningkatkan jumlah
wajib pajak terdaftar. Ekstensifikasi seharusnya sama sekali tidak membebani wajib pajak
dengan jumlah pajak yang lebih besar dari yang seharusnya terutang berdasarkan peraturan, melainkan upaya untuk menumbuhkan kesadaran
berpajak bagi mereka yang telah menerima penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP dengan mendaftarkan diri dan memperoleh NPWP
serta membayar dan melaporkan secara jujur berapa besar pajak terutangnya. Hal ini diterangkan dalam memori penjelasan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun
2
2008 yang merupakan perubahan keempat UU Nomor 7 tahun 1993 tentang pajak penghasilan Indonesian tax review, Vol.1Edisi 192009.
Sejatinya ada semacam prestige atau kebanggaan tersendiri yang hanya dirasakan oleh pemilik NPWP. Prestige ini wajar terasa sebab mendaftarkan
diri untuk wajib pajak sesungguhnya adalah bentuk dari tanggung jawab seseorang warga Negara yang baik untuk bersama memikul beban
pembangunan bangsa ini. Ketentuan perpajakan pun memberikan petunjuk mengenai kriteria yang menyebabkan orang pribadi atau badan wajib untuk
mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Ketentuan dasar mengenai hal ini terdapat dalam undang-undang yang mengatur ketentuan formal perpajakan,
tepatnya Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 yang merupakan perubahan ketiga dari UU Nomor 6 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 2 ayat 1 tersebut menyatakan bahwa yang wajib untuk mendaftarkan diri guna mendapatkan NPWP
meliputi orang pribadi dan badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif Indonesian tax review, Vol.1Edisi 192009.
Meskipun DJP telah mewajibkan pembuatan NPWP, namun masyarakat seringkali enggan untuk melaksanakannya. Timbulnya keengganan orang
untuk ber-NPWP seringkali dikaitkan dengan ketidakpuasan terhadap tingkat kontraprestasi tidak langsung dari pemerintah. Artinya, sebagian besar
masyarakat masih menilai bahwa kewajiban setor dan lapor setelah ber- NPWP masih tidak sebanding dengan kualitas pelayanan yang diberikan oleh
pemerintah. Buat apa punya NPWP kalau pendidikan masih mahal, jalan
3
masih banyak yang rusak, dan komentar senada lainnya, yang sering menjadi alasan universal.
Belakangan ini pemerintah khususnya Ditjen Pajak, semakin serius menggarap keengganan para masyarakat untuk ber-NPWP. Banyak cara yang
sudah dicoba, misalnya sunset policy, ekstensifikasi NPWP via company, bahkan memberikan perlakuan pajak yang berbeda antara mereka yang sudah
ber-NPWP dengan yang belum. Teknik yang disebut terakhir ini, meski biasa dipandang sebagai bentuk punishment bagi mereka yang belum ber-NPWP,
dapat pula dilihat sebagai keuntungan legal-disebut demikian karena diatur dalam ketentuan pajak-yang bias dirasakan oleh para pemilik NPWP. Di luar
itu, kepemilikan NPWP juga mulai dikaitkan dengan berbagai bentuk “kontraprestasi langsung di luar aturan pajak” yang dapat dinikmati oleh para
pemiliknya Indonesian tax review,2008. Langkah ekstensifikasi diarahkan pada upaya-upaya menjangkau potensi
pajak yang belum terjangkau saat ini. Upaya ekstensifikasi ini diarahkan tepat pada sasaran, yaitu mereka yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan perpajakan melakukan kewajiban pajak, tetapi belum atau tidak mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Salah satu cara yang telah dilakukan pemerintah untuk mencapai sasaran peningkatan penerimaan dari sektor pajak adalah dengan mengeluarkan UU
No.7 tahun 1983, UU No.9 tahun 1991, UU No.10 tahun 1994, UU No.17 tahun 2000, yang telah diperbaharui dengan UU No.36 tahun 2008. Perubahan
undang-undang perpajakan tax reform ini diharapkan dapat meningkatkan
4
kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban pajaknya serta bertanggung jawab atas segala wewenang yang diberikan. Kepercayaan yang
telah diberikan Negara kepada Wajib Pajak adalah menghitung, melaporkan dan membayar sendiri besarnya pajak yang harus dibayar tanpa disalah
gunakan self assessment. Wajib Pajak yang dimaksud adalah orang pribadi sebagai subjek pajak yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun
di luar Indonesia dan Wajib Pajak Badan Perseroan TerbatasPT, Persekutuan Komanditer, BUMN, BUMD, perseroan lainnya. Kebijakan
pemerintah ini diatur melalui perubahan system pemungutan official assessment system menjadi self assessment system sejak tahun 1983
Lumbantoruan,2005:381 dalam Eskal:2007. Selain itu, menurut Imam 2003:5, diperlukan keseimbangan antara usaha
ekstensifikasi pajak dengan siatem administrasi yang efisien dan struktur perpajakan yang adil dan mudah sehingga sumber pajak yang baru mudah
untuk di administrasikan. Kemudian ini dengan sendirinya akan mendorong tingkat partisipasi warga Negara yang lebih tinggi lagi dalam membayar
pajak. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Gunadi 1997:1 bahwa terdapat 6
enam kondisi pendukung terhadap kesuksesan pemungutan pajak di suatu Negara, yaitu:
1. Aktivitas ekonomi dilaksanakan dalam transaksi keuangan. 2. Tingkat literasi buta huruf masyarakat rendah.
5
3. Adanya praktek pembukuan administrasi yang sehat dan dapat dipercaya reliable.
4. Tingkat kepatuhan dan disiplin nasional yang tinggi. 5. Tersedia jaringan dan akses terhadap informasi serta komunikasi yang
efektif. 6. Rendahnya tingkat sektor ekonomi informal black market economy
underground Pada tahun 2001, Direktorat Jendral Pajak memfokuskan kegiatan pada
usaha ekstensifikasi yang bertajuk pada program “Know Your Tax Payer” Kenalilah pembayar pajak anda. Program ini ditujukan kepada aparat pajak
untuk lebih mengenal secara persis, detail, dan menyeluruh atas kegiatan dan aktivitas Wajib Pajak. Disinilah perlunya KPP mempunyai intelejen yang
terampil agar pemeriksaan tidak salah sasaran, perlu dihindari Wajib Pajak yang patuh diperiksa berkali-kali sedangkan mereka yang tingkat
kepatuhannya rendah justru tidak diperiksa sama sekali http: klik pajak.com,2006:10122009, 19:20.
Kepemilikan NPWP merupakan salah satu faktor pendukung dalam program ekstensifikasi pajak dan tentunya memiliki peranan penting dalam
melaksanakan sistem administrasi perpajakan tetapi efektivitas kepemilikan nomor pokok wajib pajak sebagai salah satu faktor pendukung dalam program
ekstensifikasi pajak belum diketahui secara pasti.
6
Untuk itu penulis mencoba meneliti dalam bentuk skripsi yang berjudul
“Analisis Efektivitas Penerapan Kewajiban Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP Sebagai Faktor Pendukung Dalam Proses
Pelaksanaan Program Ekstensifikasi Pajak.” dengan mengambil lokasi
penelitian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Lama.
B. Perumusan Masalah