Kondisi Sosial Masyarakat BIOGRAFI HAMKA

Terdapat beberapa majalah yang dipimpin oleh Hamka diantaranya: Kemauan Zaman 1929, Tentera, 4 nomor terbit di Makassar 1932, Al-Mahdi, 9 nomor terbit di Makassar 1933, Pedoman Masyarakat 1936-1942, Semangat Islam 1944-1948, Menara 1946-1948, Panji Masyarakat 1959

C. Kondisi Sosial Masyarakat

Terdapat beberapa fase dalam perjalanan hidup Hamka, pertama yaitu munculnya gerakan nasionalis di Minangkabau. Pertentangan tersebut yaitu antara mayoritas penduduknya yang teguh memeluk Islam dengan adat yang matrilineal dalam stratifikasi masyarakat Minangkabau. Gagasan yang memungkinkan bersatunya masyarakat Minangkabau dengan pepatah “Adat dipimpin oleh penghulu, agama oleh ulama, pemerintah oleh cendikiawan, ketiganya terjalin menjadi satu. Di Minangkabau memang telah memiliki adat yang bertentangan dengan ajaran Islam, terutama mengenai pembagian waris melalui garis keturunan ibu. Permusuhan antara Belanda terhadap kekuasaan Islam yaitu dengan pemberontakan-pemberontakan yang terjadi untuk melawan Belanda atas dasar agama sebagai alasannya. 42 Haji Rasul mendirikan sekolah yang bernama Sumatera Thawalib 43 . Sumatera Thawalib ini sangat berbeda dari surau tradisional, karena metode 42 Audrey R. Kahin, Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989, h. 150-151 43 Thawalib School adalah pengembangan pendidikan yang ada di Surau Jembatan Besi. Ini terjadi setelah Syekh Abdul Karim Amrullah kembali dari perjalanannya ke tanah Jawa. Pada awalnya, Thawalib School masih menggunakan cara pengajian di Surau, buku-buku dan kitab yang digunakan masih dengan buku-buku lama, perubahan yang dilihat yaitu terdapatnya pembagian kelas-kelas yang terbagi menjadi tujuh kelas. Lihat Hamka, Kenang-kenangan Hidup Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h. 54-55 pengajarannya inovatif, memasukkan pelajaran sekuler ke dalam kurikulumnya, dan sesuai dengan ajaran agama mereka, yang memberi tekanan pada pentingnya fikiran dan keputusan pribadi daripada menerima begitu saja ajaran-ajaran Islam tradisional. Sungguhpun kaum modernis angkatan pertama ini membatasi penggunaan prinsip-prinsip ini hanya pada masalah-masalah agama, lalu berkembang pemikiran antara keyakinan Islam dengan nasionalisme anti-kolonial dan fikiran-fikiran sosialisme. 44 Pada tahun 1924 sebelum Hamka pergi ke pulau Jawa. Ketika itu Padang Panjang sudah ada hawa baru. Haji. Dt. Batuah dan kawannnya, Natar Zainuddin, telah kembali dari perlawatannya dari pulau Jawa. Mereka membawa paham baru yaitu komunis. Paham baru itu ditebarkan terutama di kalangan murid-murid Sumatera Thawalib. Banyak juga murid-murid Sumatera Thawalib yang tertarik ke dalam komunis. Pertengkaran antara modernis generasi pertama dengan anak- anak didik mereka mengenai politisi sekolah telah memecah belah Sumatera Thawalib pada tahun 1920-an, bahkan pendirinyapun Haji Rasul melepaskan diri dari Sumatera Thawalib yang telah dibangunnya itu, karena telah didominasi oleh faham komunisme yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam. Komunis yang digembor-gemborkan di sana adalah benci kepada pemerintah Belanda dengan alasan Qur’an dan Hadist, melawan penindasan kaum kafir karena penjajahan kaum kapitalis, Imperialis, yang berlawanan dengan ajaran Islam. Maka dari itulah banyak murid-murid dari Sumatera Thawalib yang ikut dalam pemberontakan-pemberontakan yang dipimpin komunis, yang pecah di 44 Kahin, Pergolakan, h. 152 Sumatera Barat pada bulan Januari 1927. 45 Tetapi ketika pemberontakan- pemberontakan tersebut dipadamkan oleh Belanda, di Sumatera Barat bangkit kembali gerakan kebangsaan yang dipimpin oleh kaum agamawan. Sebagaimana telah terjadi pada tahun 1922 telah terjadi perpecahan dalam Sarekat Islam, yaitu “SI Merah” dan “SI Putih,” SI Merah menjadi komunis dan yang putih tetap dalam ajaran Islam. Diantara pemimpin-pemimpin SI Merah ialah H. Misbah di Solo. Majalahnya Medan Muslimin banyak tersebar di Padang Panjang. H. Dt. Batutah adalah pengikut H. Misbah, sebagaimana menurut Haji Rasul bahwa H. Misbah telah mempelajari teori ekonomi Karl Marx tidak sampai inti, ia meninggalkan kepercayaannya kepada Tuhan, dan H. Dt. Batutah terus berpegang teguh hingga wafat. Thawalib mulai dimasuki komunis, Haji Dt. Batutah mengeluarkan satu majalah bernama Pemandangan Islam. Titik berat penyerangan sebagai kebiasaan kaum komunis yaitu menyerang pemimpin-pemimpin Islam yang berpengaruh. HOS. Cokroaminoto adalah target serangan, penghinaan, cacian. Ia dituduh menghabiskan uang rakyat, menggelapkan atau korupsi yang saat itu disebut “mencokro,” dan dia dituduh sebagai dalang berkembangnya imperialis. Muhammadiyah dituduh “Sarekat Hijau” yang didirikan oleh Belanda untuk menghisap rakyat dan yang Islam sejati adalah komunis. Inilah propaganda yang terus di lakukan komunis di Padang Panjang. 46 45 Murni, Jamal, Dr. H. Abdul Karim Amrullah: Pengaruhnya dalam Gerakan Pembaharuan Islam di Minangkabau Pada Abad ke-20 Jakarta: INIS, 2002, h. 47 46 “Hamka Tentang Hamka,” Panjimas, no. 01 Oktober 2002: h. 49 Pada tahun 1930 dibuat sebuah gerakan baru yang bernama Permi Persatuan Muslim Indonesia, sebuah partai politik yang berakar didaerah itu yang didirikan oleh tamatan Sumatera Thawalib dan juga para ulama yang baru pulang dari studi ke Kairo. Pada tahun 1933 Hatta baru pulang dari studi di Belanda, dan mendirikan cabang partainya di Minangkabau yaitu PNI Baru, dan mengangkat Khatib Sulaiman sebagai pemimpinnya. Tahun 1933, kolonial Belanda mengambil tindakan keras terhadap aktivitas kaum nasionalis di seluruh Indonesia. Belanda banyak menahan anggota Permi dan juga pemimpin terkemuka dari partai agama yang radikal yang satunya lagi di Sumatera Barat, yaitu PSII. Padahal orang-orang yang sekuler seperti PNI Baru tidak ditahan. Tekanan Belanda memaksa Permi bubar. 47 Pada tahun-tahun ini guru-guru di sekolah Sumatera Thawalib, perguruan-perguruan Islam dan organisasi-organisasi pemuda tetap mendidik muridnya dengan mengkombinasikan cita-cita nasional dan Islam. Kini, pihak Jepang mencoba mengembangkan para guru Islam tradisional pedesan sebagai mata rantai utama, akan tetapi banyak menemui kesulitan antara pihak Jepang dengan para pemimpin Islam pada umumnya, khususnya antara mereka dengan kaum Islam modernis. Ayahanda Hamka, Haji Rasul memimpin perlawanan Islam terhadap sikap membungkuk sebagai penghormatan kepada Kaisar di Tokyo yang bertentangan dengan kewajiban seorang muslim untuk shalat menghadap Mekkah dan tunduk hanya kepada Allah. 48 47 Kahin, Pergolakan, h. 152-153 48 Shobahussurur, Mengenang, h. 13 Sejak 1944 Hamka sengaja menjauh dari Nippon. Kalau tidak perlu benar, dia tidak mendekat, sampai Tyokan menanyakan kenapa Hamka tidak datang- datang lagi. Hingga 7 September 1944 ketika Perdana menteri Koiso yang menggantikan PM Tojo, menjanjikan kemerdekaan bagi Indonesia dihari depan. Ketika berita itu beredar Hamka kedatangan dua orang wartawan Yahya Ya’kub dan Hadely Hasibuan dari Domei kantor betita Jepang. Janji Kemerdekaan yang akan diberikan Jepang karena mereka terdesak dalam beberapa peperangan dengan kekalahan. akan tetapi Jendral Koiso Kuniaki 1944-1945, ia memiliki kecenderungan untuk memberikan kemerdekaan semu bagi Indonesia. Perdana Menteri Koiso menjanjikan kemerdekaan bagi “To-Indo” dalam bahasa Jepang untuk “Hindia Timur” yang terus dipakai hinga 1945. Akan tetapi, dia tidak menentukan tanggal kemerdekaan itu. Hingga Indonesia merdeka 17 Agustus 1945. Kedua, terjadinya pertentangan Internal dalam masyarakat Minangkabau. Kaum Tua dan Kaum Muda di Minangkabau sangat berperan bagi perubahan sosial kemasyarakatan di Minangkabau. Haji Rasul juga merupakan tokoh gerakan “Kaun Muda” yang saat itu sangat gencar mempertahankan pendirian dan pandangannya. Tokoh Tiga Serangkai yaitu Haji Abdul Karim Amrullah, Syekh Muhammad Djamil Djambek, 49 dan Haji Abdullah Ahmad. Mereka menentang 49 Syekh Muhammad Djamil Djambek adalah seorang tokoh Kaum Muda. ia di lahirkan di Bukittinggi pada tahun 1860 sebagin anak dari Muhammad Saleh Datuk Malaka, Kepala Nagari Kurai. Ia memperoleh pendidikan di sekolah rendah yang mempersiapkan pelajar-pelajar untuk sekolah guru Kweekschool. Pada tahun 1896 ayahnya membawa ia ke Mekkah dan bermukim selama 9 tahun untuk mempelajari agama hingga tahun 1903. Pada tahun 1918 ia mendirikan lembaga yang bernama Surau Insyik Djambek, surau ini di gunakan untuk memberikan pelajaran agama dan juga sebagai tempat pertemuan bagi organisasi-organisasi Islam. Syekh Djamil Djambek adalah seorang yang ahli dalam ilmu falak, ia yang membuat jadwal shalat dan juga waktu puasa bulan Ramadhan, ia membuat ini sejak 1911. Pada tahun 1913 ai mendirikan praktek-praktek keagamaan yang menyimpang berupa bid’ah, takhayul dan khurafat. Syekh Ahmad Khatib dengan tegas melarang praktek-praktek agama yang dicemari dengan kaifiyat-kaifiyat yang bid’ah-bid’ah dan ia juga menentang keras pembagian harta waris yang diambil dari garis keturunan Ibu, karena hal itu jelas- jelas bertentangan dengan ajaran Islam yang telah dibuat dalam faraid. Hal itu yang diajarkan Haji Rasul sepulangnya ia ke Minangkabau, tetapi banyak diantara murid-murid Syekh Ahmad Khatib yang tetap konsisten mengamalkan thariqat. Diantara mereka yang terkenal adalah Syekh Khatib Ali bin Abdul Muthalib al- Khalidi an-Naqsabandi yang menyusun kitab “Miftah ad-Din”, juga ulama Kaum Tua lain bernama Sulaiman ar-Rusuli. Kuatnya thariqat waktu itu menyebabkan ajaran Haji Rasul banyak mendapat tantangan dari ulama-ulama Minangkabau. Yang paling keras menentang ialah Syekh Muhammad Sa’ad Mungka. 50 Haji Rasul atau Syekh Abdul Karim Amrullah sangat mengecam keras praktek ajaran tarekat yang disebut rabitah dan wasilah, dengan menulis sebuah buku berjudul Qati’u Razbi al Mulhidin Pemotong Tusukan Orang-Orang Yang Ilhad. Haji Abdullah Ahmad mendirikan sebuah majalah yang diberi nama “Al- Munir ” tahun 1911, majalah ini merupakan wadah bagi gerakan Kaum Muda yang memuat artikel tentang masalah agama dengan tujuan agar umat Islam memiliki pengetahuan yang berguna dan membersihkan Islam dari tuduhan sebagai “Tsamarotul Ikhwan,” yaitu organisasi yang bersifat sosial yang menerbitkan artikel dan juga brosur-brosur tentang agama. Lihat Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, 8 th ed. Jakarta: LP3ES. 1996, h. 42-44 50 Shobahussurur, Mengenang, h. 8 penghambat kemajuan. 51 Al Munir memuat artikel-artikel yang berisi kritikan pedas terhadap tradisi keagamaan masyarakat luas, seperti masalah usalli, kenduri di rumah orang kaya yang kematian, berdiri ketika membaca barzanji, mentalqinkan mayat di atas kubur, masalah tasyabbuh, masalah taqlid yang dianggap telah melenceng dari ajaran Islam. 52 Selain itu juga Haji Rasul mengeluarkan fatwa dibolehkannya khutbah dalam bahasa yang difahami oleh umat di tempat itu dan kalaulah memakai bahasa Arab cukuplah saja rukun-rukunya saja, agar khutbah itu memiliki faedah dan petunjuk bagi kaum muslimin. 53 Gerakan Kaum Muda ini mendapat reaksi atau tantangan dari kalangan ulama Kaum Tua yang merasa posisi mereka terdesak dan dipersalahkan, sehingga mereka juga mengeluarkan kritik yang pedas bagi Kaum Muda yaitu bahwa mereka telah keluar dari mazhab Ahli Sunnah wal jama’ah, Mu’tazilah, Wahabi dan, Khawarij. 54 Oleh karena itu sejak kecil Hamka sudah akrab dengan dialog-dialog tentang perdebatan antara Kaum Muda dan Kaum Tua mengenai Agama. 51 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir Al-Azhar Jakarta: Pustaka Panjimas. 1990, h. 26 52 Ibid., h., 27 53 Hamka, Pengaruh Muhammad Abduh di Indonesia, Jakarta: Tintamas, 1961, h. 7 54 Ibid

BAB III KETERLIBATAN HAMKA DALAM MUHAMMADIYAH