Natsir, Disekitar Reformasi dan Modernisasi Mayarakat Islam, Bandung: Al-

dan berpegang teguh pada warisan abad pertengahan yang telah dicapai oleh para ulama Islam terdahulu di bidang pemikiran keagamaan, maka kaum muslimin akan memperoleh kembali kejayaan sebagaimana yang pernah dicapainya pada waktu lampau. Mereka inilah yang dengan gigih memperjuangkan ide-ide Islam ke dalam usaha pembaharuan bagi umat Islam. 3 Pembaharuan dalam Islam atau gerakan modern Islam merupakan jawaban yang ditujukan terhadap krisis yang dihadapi umat Islam pada masanya. Kemunduran Kerajaan Usmani yang merupakan pemangku khilafah Islam setelah abad ketujuh belas, telah melahirkan kebangkitan Islam dikalangan warga Arab di penggiran imperium itu. Jamaluddin al-Afghani mengajarkan solidaritas Pan Islam dan pertahanan terhadap Imperialisme Eropa, dengan kembali kepada Islam dalam suasana yang secara ilmiah di modernisasi. Pada saat kedatangan bangsa Eropa khususnya Belanda ke Indonesia banyak orang-orang Islam Indonesia mulai menyadari bahwa mereka tidak akan mungkin berkompetisi dengan kekuatan-kekuatan yang menantang dari pihak kolonialisme Belanda dan penetrasi Kristen. Tidak mungkin perjuangan Islam akan maju di Indonesia apabila mereka terus melanjutkan kegiatan dengan cara- cara tradisional dalam menegakkan Islam. Mereka mulai menyadarai perlunya perubahan-perubahan dengan menggali ajaran-ajaran Islam untuk mengatasi Barat dalam ilmu pengetahuan serta dalam memperluas daerah pengaruh, atau dengan jelas. Lihat Murtadha Muthahhari, Islam dan Tantangan Zaman Bandung: Pustaka Hidayah, 2006, h. 169-171 3

M. Natsir, Disekitar Reformasi dan Modernisasi Mayarakat Islam, Bandung: Al-

Ma’arif, 1972, h. 198 menggunakan metode-metode yang telah di bawa ke Indonesia oleh kekuasaan kolonial seperti pihak missi Kristen. 4 Di Pulau Jawa terdapat pertentangan internal masyarakat Jawa, masyarakat di Indonesia terutama yang hidup di pulau Jawa, sejak dahulu telah memiliki keyakinan yang bersifat animistik. Kemudian ditambah dengan keyakinan baru yang datang dari Hindhu-Budha, terbentuk falsafah baru berupa kepercayaan terhadap kekuatan gaib yang animistik. Islam yang di bawa oleh para pedagang dari Gujarat, masuk ke Nusantara dengan corak tasawwuf yang telah dipengaruhi oleh mistik India dari sistem kepercayaan Hindhu-Budha. Kepercayaan- kepercayaan tradisional tersebut masih melekat pada masyarakat Jawa yang menyebabkan terjadinya sinkretisme. Agama-agama di Jawa yang menyimpulkan bahwa adanya konsep pemikiran keagamaan orang Jawa yaitu “santri, abangan, dan priyayi” 5 hubungan kelompok muslim tersebut memiliki konfrontasi yang keras. Dengan demikian pola hubungan yang dominan adalah kesalahpahaman dan rasa saling tidak percaya antara masing-masing pihak, kerjasama dan persahabatan adalah kasus yang sangat jarang. 6 4 Deliar Noer, Gerakan Modern Islam Di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1996, h. 38 5 Abangan yang mewakili sikap menitikberatkan segi-segi sinkretisme Jawa yang menyeluruh, dan secara luas berhubungan dengan unsur-unsur petani di antara penduduk; santri yang mewakili sikap menitikberatkan pada segi-segi Islam dan sinkretisme tersebut; pada umumnya berhubungan dengan unsue pedagang maupun juga dengan unsur-unsur tertentu di antara para petani; dan priyayi yang sikapnya menitikberatkan pada segi-segi Hindhu dan berhubungan dengan unsur-unsur birokrasi. Lihat Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa Jakarta: Pustaka Jaya, 1983, h. 6 6 Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Gerakan Muhammadiyah Terhadap Penetrasi Misi Kristen di Indonesia Bandung: Mizan, 1998, h. 135 Belanda juga membawa misi kristenisasi bagi Indonesia. Penetrasi Kristen ini adalah strategi Belanda yang sangat khawatir dengan akan timbulnya pemberontakan orang-orang Islam, sementara dipihak lain Belanda sangat optimis bahwa keberhasilan kristenisasi akan segera menyelesaikan semua persoalan bangsa yang dijajahnya. 7 Penetrasi Kristen ini berasal dari penguasa keraton Yogyakarta yang atas desakan dari pemerintah Belanda untuk mencabut larangan penginjilan bagi masyarakat Jawa, sejak saat itulah missionaris Kristen mulai melaksanakan penetrasinya di pulau Jawa. Penetrasi yang mulai berjalan sejak 1850-an ke wilayah Jawa tengah itu membangkitkan kesadaran kaum Muslim untuk melawan kegiatan –kegiatan misi ini. 8 Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh besar kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari pembaharuan pemikiran dan pendidikan Islam di Minangkabau yang disusul oleh pembaharuan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia, kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk oraganisasi-organisasi sosial keagamaan, seperti Sarekat dagang Islam SDI di Bogor 1909 dan Solo 1911, Persayarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat 1911, Muhammadiyah di Yogyakarta 1912, Persatuan Islam Persis di Bandung 1920-an, Nahdlatul Ulama NU di Surabaya 1926, dan Persatuan Tarbiyah Islamiyah Perti di Candung, Bukittinggi 1930, dan partai-partai politik, seperti Sarekat Islam SI yang merupakan kelanjutan dari SDI, Persatuan Muslimin Indonesia Permi di Padang 7 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, 4 th ed. Jakarta: LP3ES, 1996, h. 9 8 Ibid., h. 141 Panjang 1932 yang merupakan kelanjutan dan perluasan dari organisaasi pendidikan Thawalib, dan Partai Islam Indonesia PII pada Tahun 1938. Sementara itu, hampir pada waktu yang bersamaan, pemerintah penjajah menjalakan politik etis atau politik balas budi. Gagasan politik etis Belanda di bidang pendidikan tidak bisa dilepaskan dari tujuan mengembangkan agama Kristen dan melemahkan Islam. Hal ini dibuktikan pada usaha kaum zending dan misi mendirikan sekolah-sekolah Kristen disamping memaksakan sistem pendidikan kolonial yang netral agama. 9 Belanda mendirikan sekolah-sekolah formal bagi kaum bumiputera, terutama dari kalangan priyayi dan kaum bangsawan. Pendidikan Belanda tersebut membuka mata kaum terpelajar akan kondisi masyarakat Indonesia. Pengetahuan mereka akan kemiskinan, kebodohan, dan ketertindasan masyarakat Indonesia, pada saatnya mendorong lahirnya organisasi-organisasi sosial, seperti Budi Utomo, Jong Java, Taman siswa, Jong Sumatran Bond, Jong Ambon, Jong Selebes dan lain-lainnya. 10 Bangsa Belanda di Indonesia telah membawa pengaruh buruk bagi perkembagan Islam di Indonesia. Ia mendirikan sekolah model barat yang sekuler atau tidak memperhatikan dasar-dasar moral keagamaan. Belanda mengetahui bahwa di Indonesia terdapat pertentangan antara kelompok adat dan Islam, oleh karena itu Belanda ikut campur dalam masalah ini untuk memperkeruh hubungan antar kelompok ini. Belanda mendukung kelompok adat karena Belanda menginginkan untuk menghilangkan atau membatasi pengaruh Islam dan juga 9 Rusydi Hamka, Etos Iman, Ilmu dan Amal dalam Gerakan Islam Jakarta: Pustaka Panjimas, 1986, h. 111-112 10 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001, h. 157-158 Belanda ingin mendominasi bagi perkembangan hukum adat agar dapat di gantikkan dengan hukum Belanda. 11 Pembaharuan Islam di Indonesia untuk melawan laju penjajahan, sinkretisme dan juga penetrasi agama Kristen. Terdapat perbedaan pergerakan pembaharuan antara di Jawa dengan di Minangkabau Sumatera Barat. Kedua daerah ini memiliki corak yang sangat berlainan, gerakan-gerakan regional di daerah-daerah masing-masing yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan yang berbeda yang akhirnya membentuk suatu bentuk pembaharuan Islam di Indonesia. Gerakan pembaharuan Islam di Jawa yang muncul dengan lahirnya Muhammadiyah di bawah pimpinan KH. Ahmad Dahlan dengan cara-cara organisasi yang kita kenal sekarang, sedangkan di Minangkabau gerakan pembaharuan itu terbentuk dengan adanya percobaan dan usaha-usaha yang terkordinir melalui pendidikan dan tulisan. Muhammadiyah di Jawa tumbuh bersama perkumpulan-perkumpulan lain seperti Budi Utomo dan Sarekat Islam. Gerakan pembaharuan di Minangkabau tumbuh melalui yayasan pendidikan di daerah surau yang selanjutnya dikembangkan pada permulaan abad 20 oleh tokoh tokoh agama seperti Haji Rasul atau Haji Abdul Karim Amrullah, H. Abdullah Ahmad, H. Said Umar, H. Djamil Djambek. Perbedaan antara gerakan pembaharuan di Jawa hanya disebabkan adanya perbedaan struktur sosial dan kebudayaan yang telah lama berkembang di masing- masing tempat berbeda. Di Minangkabau munculnya gerakan pembaharuan ini 11 Shihab, Membendung Arus, h. 135 lebih banyak didasarkan pada lokasi-lokasi dimana terdapat beberapa surau di beberapa tempat, dimana tenaga pengajarnya adalah para pemuda yang telah melaksanakan ibadah haji dan menetap beberapa saat di sana untuk mempelajari agama, dan setelah mereka pulang ke kampung halamannya mereka mengajar agama di tempat mereka berasal. 12 Sebagaimana visi rantau Minangkabau untuk menuntut ilmu di luar dan kembali untuk mengembangkan daerahnya. Munculnya organisasi itu seiring dengan tantangan zaman yang mengimpit umat Islam dengan adanya pendidikan umum yang diselenggarakan oleh kolonial Hindia-Belanda. 13 Gerakan Islam yang telah timbul sejak masa kolonial telah tumbuh di Indonesia. Ormas-ormas Islam maupun nasional terus berupaya untuk mencerdaskan bangsa dan organisasi ini mendirikan sekolah yang dapat dijadikan alat untuk mencerdaskan rakyat Indonesia untuk mengimbangi sekolah yang dibangun oleh kolonial Belanda. 14 Begitu banyak tokoh-tokoh perjuangan bangsa Indonesia dimulai dari Minangkabau seperti Syekh Ahmad Khatib, Syekh Taher Jamaluddin, Syekh Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah Haji Rasul, ia yang mempunyai hubungan erat dengan para pemimpin-pemimpin Sarekat Islam SI dan Muhammadiyah, dan ia pula yang mengenalkan Muhammadiyah di Minangkabau pada tahun 1925, 15 dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya. 12 Paricia. C. Brown, “Antara Kauman dan Surau,” Panji Masyarakat, no. 353 Oktober 1982: h. 47 13

M. Amin Abdullah, Dinamika Islam Kultural: Pemetaan Atas Wacana Keislaman