BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan. Akan
tetapi meskipun telah diketahui penggunaannya oleh columbus dalam pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-15 dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah
berikutnya pada awal ke-16, sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa. Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone, dan
secara traditional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan.
Mula-mula karet berkembang pesat di Malaysia dan Ceylon. Di Indonesia perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada
tahun 1906. Sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang cepat, walaupun terjadi pula masa suram. Di samping berkembangnya perkebunan besar
yang diusahakan oleh para pengusaha perkebunan, berkembang pula perkebunan- perkebunan karet yang diusahakan oleh rakyat petani karet terutama di luar
Jawa,yang masih banyak tanah ladang yang mudah dijadikan perkebunan karet dengan dengan cara murah.
Semua karet yang berasal dari alam dibentuk dari unit dasar yang sama yaitu C
5
H
8
yang merupakan suatu senyawa hidrokarbon molekul individual dari senyawa ini dikenal sebagai “Isoprena”, molekul karet alam didapat dari pohon Havea yang
tersusun dari banyak unit isoprena yang berikatan bersama dimana secara karakteristik membentuk rantai panjang yang tidak bercabang. Karet alam adalah
hidrokarbon yang merupakan makroi molekul yang poliisoprena C
5
H
8 n
yang
Universitas Sumatera Utara
bergabung secara ikatan head to tail. Rantai poliisoprena tersebut membentuk konfigurasi cis dengan susunan yang teratur Barlow,1978
Pada pengolahan lateks kompon, pada saat keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi setelah kira-kira 8jam lateks mulai mengental
dan selanjutnya membentuk gumpalan karet prakoagulasi terjadi karena kemantapan bagian kolodial yang terkandung dalam lateks berkurang. Bagian-bagian kolodial ini
kemudian menggumpal menjadi satu dan membentuk komponen yang berukuran lebih besar. Komponen kolodial yang lebih ini akan membeku. Inilah yang
menyebabkan prakoagulasi. Zat antikoagulasi dapat digunakan untuk pencegahan terjadi prakoagulasi, zat
anti koagulan ada beberapa macam seperti soda atau natrium karbonat Na
2
CO
3
, AmoniakNH
3
, formaldehid, natrium sulfit Na
2
SO
3
tetapi harus dipilih yang paling tepat,pilihan disesuaikan dengan kondisi lokasi,harga,kadar bahaya zat tersebut dan
yang terpenting adalah kemampuan zat tersebut dalam pencegahan prakoagulasi. dari beberapa jenis zat antikoagulan yang ada, penulis hanya membahas mengenai
Amoniak NH
3
. Amoniak NH
3
zat antikoagulan ini termasuk yang paling banyak digunakan karena bersifat desinfektan sehingga dapat berfungsi membunuh bakteri, bersifat basa
sehingga dapat mempertahankan atau menaikkan pH lateks kebun, mengurangi konsntrasi logam, dan juga amoniak digunakan untuk pemantapan lateks. Untuk ini
tinggi rendahnya kadar amoniak menunjukkan mutu yang dihasilkan T. Austin,1985
Universitas Sumatera Utara
1.2 Permasalahan