Pengaruh Sosial Budaya dan Dukungan Istri terhadap Partisipasi Anggota Polri Dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN DUKUNGAN ISTRI TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA POLRI DALAM BER-KB DI POLRES

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Oleh:

RENI APRINAWATY SIRAIT 087023011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN DUKUNGAN ISTRI TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA POLRI DALAM BER-KB DI POLRES

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

RENI APRINAWATY SIRAIT 087023011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N


(3)

Judul Tesis : PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN

DUKUNGAN ISTRI TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA POLRI DALAM BER-KB DI

POLRES KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Nama Mahasiswa : Reni Aprinawaty Sirait

Nomor Induk Mahasiswa : 087023011

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si ) (dr. Heldy B.Z, M.P.H Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Juli 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Anggota : 1. dr. Heldy B.Z, M.P.H

2. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M 3. Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH SOSIAL BUDAYA DAN DUKUNGAN ISTRI TERHADAP PARTISIPASI ANGGOTA POLRI DALAM BER-KB DI POLRES

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

Reni Aprinawaty Sirait 087023011/IKM


(6)

ABSTRAK

Partisipasi pria menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program Keluarga Berencana (KB). Data jumlah pasangan anggota Polres Serdang Bedagai sebanyak 453 orang di antaranya 267 orang (65%) istri menggunakan alat kontrasepsi wanita. Anggota polri menggunakan alat kontrasepsi kondom sebanyak 17 orang (4,2%) dan melaksanakan vasektomi sebanyak 2 orang (0,4%). Rendahnya partisipasi anggota Polri diduga disebabkan faktor pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat dan dukungan istri.

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini bersifat eksplanatori (explanatory research) yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011. Populasi adalah semua anggota Polri yang telah memiliki anak minimal 2 (dua) orang sebanyak 252 orang dan jumlah sampel sebanyak 72 orang. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian diperoleh pengetahuan, kepercayaan, dan adat istiadat, dukungan istri memengaruhi partisipasi anggota Polri dalam ber-KB. Dukungan istri merupakan faktor dominan memengaruhi partisipasi anggota Polri dalam ber-KB.

Disarankan kepada pimpinan Polres Serdang Bedagai hendaknya melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Kepolisian (RS Bhayangkara) yang terdekat yaitu di Kota Tebing Tinggi untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan prima

khususnya dalam mendiseminasi KB pria dan perlu melibatkan ketua Bhayangkari dalam keberhasilan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi serta dukungan istri untuk meningkatkan partisipasi anggota Polri dalam ber-KB.

Kata kunci : Sosial Budaya, Dukungan Istri, Partisipasi


(7)

ABSTRACT

Man participation is one of the factors in the success of Family Planning program. Of the 453 married couples among the members of Serdang Bedagai Resort Police, 267 wives (65%) use the contraceptives for women and 17 husbands (4.2%) use condom and 2 husbands (0.4%) have done a vasectomy. The factors of knowledge, belief, cultural tradition and wife’s support are estimated to have caused the low participation of Police officers in Family Planning program.

The purpose of this explanatory study conducted from June to August 2011 was to analyze the influence of socio-culture (knowledge, belief, and cultural tradition) and wife’s support on the participation of Police Officers in Family Planning program in Serdang Bedagai Resort Police. The population of this study was all of the 252 Police Officers with at least 2 (two) children and 72 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that knowledge, belief, cultural tradition and wife’s support had influence on the participation of Police Officers in Family Planning program. Wife’s support was the most dominant factor influencing the participation of Police Officers in Family Planning program.

The Commander of Serdang Bedagai Resort Police is suggested to cooperate with the nearest Police Hospital (RS Bhayangkara)in Tebing Tinggi to do primary health service activities especially in disseminating and it is necessary to involved the head of Bhayangkari is the success of health especially the reproductive health and support if wife to increase the participation of Police officer in family Planning Program.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah memberi rahmat-Nya sehingga dengan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul ”Pengaruh Sosial Budaya dan Dukungan Istri terhadap Partisipasi Anggota Polri Dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M&H., M.Sc (CTM)., Sp.A, (K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Drs. Surya Utama, M.S atas kesempatan penulis menjadi mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si sekaligus sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya


(9)

4. Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si. terima kasih atas saran dan perhatian dalam penulisan tesis ini.

5. Anggota Komisi Pembimbing dr. Heldy B.Z, M.P.H atas segala ketulusannya dalam menyediakan waktu untuk memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatian selama proses proposal hingga penulisan tesis ini selesai.

6. Tim Penguji Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Anggota Tim Penguji Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

7. Kepala Kepolisian Resort Serdang Bedagai AKBP Drs. Arif Budiman, SIK yang telah banyak membantu penulis dalam dalam rangka menyelesaikan penelitian. 8. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas /Epidemiologi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Teristimewa ucapan terima kasih yang tulus saya tujukan kepada Ayahanda A. Sirait dan Ibunda R. Sinaga serta keluarga besar yang telah memberikan

dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis menjalani pendidikan. 10. Terima kasih buat suami tercinta Bripka T. B. Siahaan dan ananda Brilly Yobel

Siahaan berkat merekalah penulis termotivasi untuk menyelesaikan studi ini. 11. Teman-teman seperjuangan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara, atas bantuannya dan memberikan semangat dalam penyusunan tesis.


(10)

Akhirnya penulis menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2012 Penulis

Reni Aprinawaty Sirait 087023011/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Reni Aprinawaty Sirait lahir di Negeri Dolok tanggal 17 Januari 1982, beragama Kristen Protestan, bertempat tinggal di Jl. Bunga Sakura Blok C Nomor 3 Kecamatan Medan Tuntungan Kabupaten Kota Medan, anak ke tiga belas dari tiga belas bersaudara dari pasangan A. Sirait dan R. Sinaga, sudah menikah dengan Bripka Tumbur Bonar Siahaan dikarunia satu orang putra.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Marihat Raja pada tahun 1994. Menamatkan Sekolah Menengah Pertama Negeri I Dolok Panribuan pada tahun 1997, menamatkan Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Dolok Panribuan pada tahun 2000 dan menamatkan S1 Kesehatan Masyarakat Mutiara Indonesia Medan pada tahun 2005.

Penulis memulai karir sebagai Personalia Keperawatan Medis di Rumah Sakit Delima Belawan pada tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, dan aktif sebagai Dosen Pengajar di Akademi Kebidanan Imelda Medan pada tahun 2006 sampai sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Program Keluarga Berencana (KB) ... 10

2.1.1 Pengertian, Visi, dan Misi ... 10

2.1.2 Tujuan dan Manfaat ... 11

2.1.3 Alat Kontrasepsi KB Pria ... 11

2.1.4 Partisipasi Partisipasi Pria dalam Ber-KB... 24

2.1.5 Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi Masyarakat ... 28

2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Ber-KB ... 29

2.2.1 Sosial Budaya ... 29

2.2.2 Dukungan Istri ... 35

2.3 Landasan Teori ... 37

2.4 Kerangka Konsep ... 38

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 40

3.3 Populasi dan Sampel ... 40

3.3.1 Populasi ... 40

3.3.2 Sampel ... 41

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 42

3.4.1 Data Primer ... 42

3.4.2 Data Sekunder ... 43

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.5.1 Variabel ... 44


(13)

3.6 Metode Pengukuran ... 46

3.6.1 Pengukuran Variabel Independen ... 46

3.6.2 Pengukuran Variabel Dependen ... 49

3.7 Metode Analisis Data ... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52

4.1 Gambaran Umum Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 52

4.1.1 Geografi ... 52

4.1.2 Demografi ... 53

4.1.3 Sosial Budaya ... 54

4.1.4 Profil dan Fakta Sejarah Mapolres Serdang Bedagai ... 54

4.1.5 Visi dan Misi ... 56

4.1.6 Kedudukan Polri Tugas Pokok dan Fungsi Polres Serdang Bedagai ... 58

4.1.7 Sumber Daya Manusia di Polres Serdang Bedagai ... 60

4.1.8 Struktur Organisasi Polres Serdang Bedagai ... 62

4.2. Karakteristik Responden ... 63

4.3. Distribusi Sosial Budaya ... 65

4.4 Hubungan Pengetahuan, Kepercayaan, Adat Istiadat dan Dukungan Istri dengan Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 76

4.5 Pengaruh Pengetahuan, Kepercayaan, Adat Istiadat dan Dukungan Istri dengan Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 78

BAB 5. PEMBAHASAN ... 81

5.1 Pengaruh Pengetahuan terhadap Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 81

5.2 Pengaruh Kepercayaan terhadap Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 84

5.3 Pengaruh Adat Istiadat terhadap Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-Kb di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 86

5.4 Pengaruh Dukungan Istri terhadap Partisipasi Anggota Polri dalam Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 88

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 91

6.1 Kesimpulan ... 91

6.2 Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93


(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 38 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Anggota Polri dan

Jajarannya di Polres Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010 ... 42 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 50 4.1. Distribusi Karakteristik Responden ... 64 4.2. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Pengetahuan di

Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 67 4.3. Distribusi Kategori Pengetahuan... 68 4.4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Kepercayaan di

Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 69 4.5. Distribusi Kategori Kepercayaan ... 70 4.6. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Adat Istiadat di

Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 72 4.7. Distribusi Kategori Adat Istiadat ... 73 4.8. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden tentang Dukungan Istri

di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 74 4.9. Distribusi Kategori Dukungan Istri ... 76 4.10. Hubungan Pengetahuan dengan Partisipasi Anggota Polri dalam

Ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai ... 78 4.11. Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Pengetahuan, Kepercayaan,

Adat Istiadat dan Dukungan Istri terhadap Partisipasi Anggota


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 2.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 38


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU... 108 2 Surat Telah Selesai Meneliti dari Polres Kabupaten Serdang Bedagai 109 4. Kuesioner Penelitian ... 110 5. Pengolahan Data ... 121 6. Master Data ... 151


(17)

ABSTRAK

Partisipasi pria menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program Keluarga Berencana (KB). Data jumlah pasangan anggota Polres Serdang Bedagai sebanyak 453 orang di antaranya 267 orang (65%) istri menggunakan alat kontrasepsi wanita. Anggota polri menggunakan alat kontrasepsi kondom sebanyak 17 orang (4,2%) dan melaksanakan vasektomi sebanyak 2 orang (0,4%). Rendahnya partisipasi anggota Polri diduga disebabkan faktor pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat dan dukungan istri.

Tujuan penelitian adalah menganalisis pengaruh sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian ini bersifat eksplanatori (explanatory research) yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011. Populasi adalah semua anggota Polri yang telah memiliki anak minimal 2 (dua) orang sebanyak 252 orang dan jumlah sampel sebanyak 72 orang. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara berpedoman pada kuesioner. Analisis data menggunakan uji regresi logistik ganda.

Hasil penelitian diperoleh pengetahuan, kepercayaan, dan adat istiadat, dukungan istri memengaruhi partisipasi anggota Polri dalam ber-KB. Dukungan istri merupakan faktor dominan memengaruhi partisipasi anggota Polri dalam ber-KB.

Disarankan kepada pimpinan Polres Serdang Bedagai hendaknya melakukan kerjasama dengan Rumah Sakit Kepolisian (RS Bhayangkara) yang terdekat yaitu di Kota Tebing Tinggi untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan prima

khususnya dalam mendiseminasi KB pria dan perlu melibatkan ketua Bhayangkari dalam keberhasilan kesehatan khususnya kesehatan reproduksi serta dukungan istri untuk meningkatkan partisipasi anggota Polri dalam ber-KB.

Kata kunci : Sosial Budaya, Dukungan Istri, Partisipasi


(18)

ABSTRACT

Man participation is one of the factors in the success of Family Planning program. Of the 453 married couples among the members of Serdang Bedagai Resort Police, 267 wives (65%) use the contraceptives for women and 17 husbands (4.2%) use condom and 2 husbands (0.4%) have done a vasectomy. The factors of knowledge, belief, cultural tradition and wife’s support are estimated to have caused the low participation of Police officers in Family Planning program.

The purpose of this explanatory study conducted from June to August 2011 was to analyze the influence of socio-culture (knowledge, belief, and cultural tradition) and wife’s support on the participation of Police Officers in Family Planning program in Serdang Bedagai Resort Police. The population of this study was all of the 252 Police Officers with at least 2 (two) children and 72 of them were selected to be the samples for this study. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that knowledge, belief, cultural tradition and wife’s support had influence on the participation of Police Officers in Family Planning program. Wife’s support was the most dominant factor influencing the participation of Police Officers in Family Planning program.

The Commander of Serdang Bedagai Resort Police is suggested to cooperate with the nearest Police Hospital (RS Bhayangkara)in Tebing Tinggi to do primary health service activities especially in disseminating and it is necessary to involved the head of Bhayangkari is the success of health especially the reproductive health and support if wife to increase the participation of Police officer in family Planning Program.


(19)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Partisipasi pria menjadi salah satu faktor dalam menyukseskan program Keluarga Berencana (KB). Sebaik apa pun program yang dilakukan pemerintah tetapi tanpa peran aktif masyarakat, program tersebut tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan salah satu isu penting dalam kesehatan reproduksi.

Perkembangan teknologi kontrasepsi begitu cepat namun tidak diimbangi dengan peran serta pria untuk ikut berpartisipasi dalam menggunakan kontrasepsi. Program KB jangka panjang untuk mencapai Keluarga Berkualitas 2015 berupaya mencapai peningkatan kesetaraan pria dalam ber-KB sehingga terwujudnya peran serta pria dalam ber-KB.

Berdasarkan data SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) tahun 2007, partisipasi pria dalam ber-KB secara nasional hanya mencapai 1,5% di antaranya 1,3% akseptor kondom dan 0,2% akseptor vasektomi. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa partisipasi pria dalam ber-KB masih rendah jika dibandingkan dengan sasaran nasional pada tahun 2009 yaitu 4,5%. Jika dibandingkan dengan pencapaian angka partisipasi pria dalam ber-KB pada tahun 2006 di negara-negara berkembang seperti Pakistan sebanyak 5,2%, Bangladesh sebanyak 13,9%, Nepal sebanyak 24%, Malaysia sebanyak 16,8% dan Jepang sebanyak 80%. Dari data ini


(20)

dapat dilihat bahwa Indonesia menempati angka partisipasi pria dalam ber-KB yang paling rendah (BKKBN, 2006).

Menurut Soemarjati (2008), penyebab rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB adalah keterbatasan pengetahuan suami tentang kesehatan reproduksi dan paradigma yang berkaitan dengan budaya patriarki dimana peran pria lebih besar daripada wanita. Ketidaksetaraan gender dan kesehatan reproduksi sangat berpengaruh pada keberhasilan program KB. Sebagian besar masyarakat masih mengganggap bahwa penggunaan kontrasepsi adalah urusan wanita saja.

Mengacu pada pelaksanaan International Conference on Population and Development (ICPD) atau Konferensi Internasional Kependudukan dan Pembangunan tahun 1994 di Kairo dan Millenium Development Goals (MDGs) disebutkan adanya akses yang sama antara pria dan wanita terhadap fasilitas-fasilitas pendidikan dan kesehatan. Namun faktanya untuk meningkatkan kesetaraan pria dalam ber-KB masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RJPM) tahun 2004-2009, salah satu indikator keberhasilan BKKBN adalah tercapainya kesetaraan KB pria sebesar 4,5% pada tahun 2009 (BKKBN, 2006). Menurut BKKBN tahun 2008, ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB dan kesehatan reproduksi di antaranya adalah rendahnya pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, sikap dan perilaku suami, keterbatasan alat kontrasepsi pria, faktor sosial budaya masyarakat, dan adanya rumor tentang vasektomi serta


(21)

Menurut Hartanto dalam Mukhadiono (2009), faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya minat akseptor KB pria menggunakan kontrasepsi Medis Operasi Pria (MOP) di Puskesmas Sokaraja Kabupaten Kulonprogo Provinsi Yogyakarta antara lain meliputi budaya, minimnya pengetahuan tentang MOP, takut tidak punya anak lagi, frekuensi senggama, jumlah keluarga yang diinginkan, faktor metode kontrasepsi yang berhubungan dengan efek samping minor, kerugian, komplikasi-komplikasi yang potensial, dan faktor biaya.

Penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama antara pria dan wanita sebagai pasangan, sehingga metode kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami dan istri. Dalam penggunaan kontrasepsi pria seperti kondom, pantang berkala, senggama terputus dan vasektomi, suami mempunyai tanggung jawab utama, sementara bila istri sebagai pengguna kontrasepsi, suami mempunyai peranan penting dalam mendukung istri dan menjamin efektivitas pemakaian kontrasepsi. Suami dan istri harus saling mendukung dalam penggunaan metode kontrasepsi karena KB dan kesehatan reproduksi bukan hanya urusan pria atau wanita saja (Depkes, 2002).

Sebuah studi yang dilakukan di Jawa Barat dan Sumatera Selatan pada tahun 2001 menunjukkan masih rendahnya tingkat keikutsertaan pria dalam ber-KB. Hal ini disebabkan karena terbatasnya pilihan KB. Dari studi tersebut diketahui hanya satu dari tiga pria yang setuju dengan metode MOP dan sebanyak 41% pria mengatakan bahwa kondom tidak disukai karena mengurangi kenikmatan dalam berhubungan seksual.


(22)

Simanjuntak (2007) menyatakan bahwa tingkat adopsi inovasi KB pria di kalangan prajurit di Kota Medan dipengaruhi oleh pengetahuan, kondisi kesehatan fisik dan pengaruh istri. Hal ini juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Lubis (2009), di mana pengaruh istri dan kompensasi memiliki pengaruh terhadap keputusan untuk menjadi akseptor vasektomi di Kota Tebing Tinggi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rustam pada tahun 2006, partisipasi pria dalam praktik metode KB modern di Indonesia dipengaruhi oleh faktor sosiodemografi yang meliputi pengetahuan, umur istri, pendidikan suami, jumlah anak masih hidup, dan sikap terhadap program KB.

Partisipasi merupakan sesuatu yang harus ditumbuhkembangkan dalam proses pembangunan. Namun demikian dalam praktiknya, upaya meningkatkan partisipasi tersebut tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh. Hal ini disebabkan faktor sosial budaya yaitu: pengetahuan, adat-istiadat masyarakat yang bersifat tradisional sehingga memengaruhi masyarakat dalam berpartisipasi (Mikkelsen, 2003).

Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan sesuatu kegiatan yang merupakan keterlibatan sukarela dan ikut serta dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan (Mikkelsen (2003). Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003) menerangkan beberapa pendekatan untuk

memajukan partisipasi, yaitu: (1) Partisipasi pasif, pelatihan dan informasi; (2) Partisipasi aktif; (3) Partisipasi dengan keterikatan; dan (4) Partisipasi atas


(23)

Keberhasilan KB bukan semata-mata karena partisipasi perempuan yang aktif tetapi juga partisipasi pria dan dukungan keluarga. Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melakukan kegiatan. Caplan dalam Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan, yaitu: (1) Dukungan instrumental; (2) Dukungan informatif; (3) Dukungan emosional; dan (4) Dukungan penghargaan.

Berdasarkan data BKKBN Sumatera Utara (2009), jumlah akseptor KB tahun pada tahun 2009 mencapai 1.311.625 orang dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 2.075.120. Dari keseluruhan peserta aktif tersebut, akseptor KB pria mencapai 69.650 orang (3,3%) yang terdiri dari MOP 4.288 orang (6%) dan pengguna kondom 65.362 (94%). Hal ini berarti partisipasi KB pria di Provinsi Sumatera Utara masih rendah.

Serdang Bedagai yang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang memiliki jumlah penduduk 588.263 jiwa dengan jumlah PUS sebesar 111.271 orang. Peserta KB aktif dari Januari – Juli 2010 berjumlah 82.944 dengan jumlah akseptor KB pria 2900 orang (3,4%) yang terdiri dari 38 akseptor MOP (1,3%) dan 2.862 akseptor kondom (98,7%). Cakupan PUS terbesar di Kecamatan Perbaungan yaitu 18.291 dengan jumlah peserta non-KB sebesar 4.57 dan peserta KB aktif sebesar 13.694. Di antara jumlah tersebut terdapat 6 peserta MOP (0,04%); 353

pemakai kondom (2,5%); 627 peserta IUD atau Intra Uterine Devices (45%), 505 peserta MOW (36%), 491 peserta implant (35%), 5.560 peserta suntik (40%)


(24)

dan 6.152 peserta pil (44%). Berdasarkan data tersebut, penulis menyimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi wanita lebih besar daripada pria.

Polisi merupakan salah satu alat Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Kepolisian yang angggotanya mayoritas adalah laki-laki, juga turut berperan aktif dalam menyukseskan program KB pria. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan kesadaran dan partisipasi jajaran Polri. Hal ini dimulai sejak operasi Bhakti KB-Kesehatan Polri, TNI, dan Brimob. Program ini juga telah mendapat perhatian besar jajaran Polri tanpa mengabaikan kuantitas dengan sasaran pencapaian target partisipasi Polri dalam ber-KB pria secara nasional sebanyak 3% (BKKBN, 2009).

Kepolisian Resor (Polres) Serdang Bedagai mempunyai personil sebanyak 490 orang dan membawahi 7 (tujuh) Kepolisian Sektor (Polsek) yaitu: (1) Polsek Firdaus, mempunyai personil sebanyak 33 orang; (2) Polsek Dolok Masihul, mempunyai personil sebanyak 26 orang; (3) Polsek Tanjung Beringin, mempunyai personil sebanyak 21 orang; (4) Polsek Teluk Mengkudu mempunyai personil sebanyak 20 orang; (5) Polsek Pantai Cermin mempunyai personil sebanyak 26 orang; (6) Polsek Kotarih, mempunyai personil sebanyak 27 orang; dan (7) Polsek Perbaungan, mempunyai personil sebanyak 33 orang dan selebihnya bertugas di Polres Serdang Bedagai yaitu sebanyak 304 orang dan 3 orang di antaranya adalah anggota Polisi Wanita (Polwan). Dari keseluruhan personil anggota Polres Serdang Bedagai yang berjumlah 490 orang tersebut, diketahui terdapat 35 orang yang belum


(25)

Dari arsip Klinik Polres Serdang Bedagai, diketahui bahwa Polres Serdang Bedagai juga turut serta memasyarakatkan KB dengan terbentuknya suatu klinik lingkaran biru atau klinik KB mandiri yang salah satu kegiatannya adalah melakukan penyuluhan dan bimbingan mengenai pelayanan semua jenis alat kontrasepsi KB. Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh pihak Polres Serdang Bedagai untuk memasyarakatkan KB pria pada jajaran kepolisian setempat, namun dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan Penulis diketahui bahwa keikutsertaan anggota Polres Serdang Bedagai pria dalam ber-KB masih rendah.

Dari survei pendahuluan tersebut diketahui hanya 19 orang (4,19%) anggota Polres Serdang Bedagai pria yang menggunakan KB pria dari 453 orang anggota Polres Serdang Bedagai yang sudah menikah. Dari jumlah akseptor KB pria tersebut, 2 orang vasektomi (0,4%) dan 17 orang menggunakan kondom (4,2%). Dari survei tersebut diketahui sebayak 267 orang (65%) istri anggota Polres Serdang Bedagai menggunakan alat kontrasepsi wanita dengan perincian 27 peserta IUD (10%); 21 peserta Implant (7,8%); 7 peserta MOW (2,6); 117 peserta Suntik (43,8%); 95 peserta Pil (35%); dan selebihnya tidak mengunakan alat kontrasepsi wanita. Berdasarkan data tersebut, Penulis menyimpulkan bahwa penggunaan alat kontrasepsi wanita lebih besar daripada pria.

Dari hasil survei pendahuluan tersebut juga diketahui bahwa 40% responden adalah Suku Batak; responden yang berasal dari Suku Jawa sebesar 20%; responden yang berasal dari Suku Minang sebesar 20%; responden yang berasal dari Suku Melayu sebesar 15% dan selebihnya responden berasal dari Suku Nias dan suku


(26)

lainnya. Dari survei tersebut juga diperoleh informasi bahwa 70% responden menyadari peran responden sebagai suami berperan dalam keikutsertaan keluarga dalam ber-KB. Beberapa responden yang berasal dari Suku Batak juga mengatakan bahwa walaupun jumlah anak sudah lebih dari dua namun bila belum mempunyai anak laki-laki, maka beberapa responden tersebut akan terus berusaha untuk memperoleh anak laki-laki sebagai penerus keturunan (marga) serta yang paling berperan dalam upacara adat. Hal ini menunjukkan bahwa budaya patrilineal masih sangat berpengaruh terhadap partisipasi pria dalam ber-KB. Selain itu, Penulis juga menduga alasan rendahnya anggota Polres Serdang Bedagai pria dalam ber-KB adalah rendahnya pengetahuan tentang KB pria.

Berdasarkan fenomena di atas, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh sosial budaya yang meliputi: pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat, serta dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Bagaimana pengaruh sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011?


(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Menganalisis pengaruh sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat) dan dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2011.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Kepolisian Republik Indonesia Resor Serdang Bedagai; sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatkan kesadaran anggota Polri dalam menyukseskan Program KB Nasional.

2. Anggota Polri Resor Serdang Bedagai; sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan tentang KB pria dan diharapkan berpartisipasi dalam pemakaian alat kontrasepsi KB pria.

3. Pengembangan ilmu adminitrasi dan kebijakan kesehatan serta dapat dimanfaatkan sebagai referensi ilmiah untuk pengembangan ilmu khususnya tentang alat kotrasepsi KB pria.


(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Program Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Pengertian, Visi, dan Misi

Program KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi, mencegah kehamilan yang tidak diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan berisiko tinggi, kesakitan dan kematian (BKKBN, 2006).

Paradigma baru KB Nasional (KBN) telah diubah visinya dari mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) menjadi visi untuk mewujudkan “Keluarga Berkualitas Tahun 2015”. Menurut Saifuddin (2006), keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Paradigma baru program KB ini menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak reproduksi sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga. Visi tersebut dijabarkan ke dalam 6 (enam) misi, yaitu:

1. Memberdayakan masyarakat untuk membangun keluarga kecil berkualitas;

2. Menggalang kemitraan dalam peningkatan kesejahteraan, kemandirian, dan ketahanan keluarga;


(29)

4. Meningkatkan promosi, perlindungan dan upaya mewujudkan hak-hak reproduksi;

5. Meningkatkan upaya pemberdayaan perempuan untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan jender melalui program KB; dan

6. Mempersiapkan SDM berkualitas sejak pembuahan dalam kandungan sampai dengan usia lanjut.

2.1.2 Tujuan dan Manfaat

Menurut Mochtar (2000), keluarga berencana bertujuan untuk membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekuatan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara mengatur kelahiran anak agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Adapun manfaat KB menurut Mochtar (2000) adalah: (1)

2.1.3 Alat Kontrasepsi KB Pria

Menurunkan angka kematian; (2)Mencegah kehamilan terlalu dini; (3)Mencegah kehamilan terjadi di usia tua; (4)Menjarangkan kehamilan dan persalinan; dan (5) Mencegah terlalu sering hamil dan melahirkan.

Kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti ”melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Kontrasepsi menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dan sel sperma (Suratun, dkk 2008). Sedangkan menurut Siswosudarmo (2001), pada dasarnya prinsip kerja kontrasepsi adalah meniadakan pertemuan antara sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma). Kontrasepsi ada yang bersifat permanen dan ada yang


(30)

bersifat tidak permanen dan memungkinkan pasangan untuk mendapatkan anak apabila diinginkan (Aidillah, 2006). Jadi penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang memengaruhi fertilitas (Sarwono, 2002).

Menurut Hartanto (2004), ada dua pembagian cara kontrasepsi yaitu :

1. Kontrasepsi Sederhana. Kontrasepsi sederhana terbagi atas kontrasepsi tanpa alat dan kontrasepsi dengan alat/obat. Kontrasepsi sederhana tanpa alat dapat dilakukan dengan senggama terputus dan pantang berkala. Kontrasepsi dengan alat/obat dapat dilakukan dengan menggunakan kondom, diafragma atau cup, cream, jelly atau tablet berbusa (vaginal tablet).

2. Kontrasepsi Modern/Metode Efektif. Menurut Hartanto (2004), cara kontrasepsi modern antara lain : pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, implant, serta metode mantap, yaitu dengan operasi tubektomi (sterilisasi pada wanita) dan vasektomi (sterilisasi pada pria).

Menurut Siswosudarmo (2001), ada beberapa komponen keefektifan alat kontrasepsi, antara lain :

1. Keefektifan teoritis, adalah kemampuan sebuah cara kontrasepsi untuk mencegah kehamilan apabila cara tersebut digunakan sebagaimana mestinya.

2. Keefektifan praktis (pemakaian), adalah keefektifan yang terlihat dalam kenyataan di lapangan setelah pemakaian jumlah besar, meliputi segala sesuatu yang mempengaruhi pemakaian, seperti kesalahan, penghentian, kelalaian, dan lain-lain.


(31)

3. Keefektifan program, adalah keefektifan sebuah cara dalam sebuah program baik di tingkat lokal, propinsi, maupun nasional.

4. Keefektifan biaya (cost effectiveness), adalah perbandingan antara sebuah cara atau program dengan hasil yang diharapkan, baik berupa jumlah akseptor, jumlah yang terus memakai, efek samping, penurunan angka kesuburan, dan lain-lain.

Menurut Saifuddin (2003), tidak ada satu pun metode kontrasepsi yang aman dan efektif bagi semua klien, karena masing-masing mempunyai kesesuaian dan kecocokan individual bagi setiap klien. Namun secara umum persyaratan metode kontrasepsi ideal adalah sebagai berikut:

1. Aman, artinya tidak akan menimbulkan komplikasi berat bila digunakan.

2. Berdaya guna, artinya bila digunakan sesuai dengan aturan akan dapat mencegah terjadinya kehamilan.

3. Dapat diterima, bukan hanya oleh klien melainkan juga oleh lingkungan budaya di masyarakat.

4. Terjangkau harganya oleh masyarakat.

5. Bila metode tersebut dihentikan penggunaannya, klien akan segera kembali kesuburannya.

Kontrasepsi pada pria menurut BKKBN (2006) adalah vasektomi (Medis Operasi Pria) dan kondom.

a. Vasektomi

Vasektomi berasal dari perkataan : (a) vas = vas deferen = saluran mani = saluran yang menghubungkan testis dengan urethra dan menjadi saluran untuk


(32)

transpor sel mani, (b) ektomi = memotong dan mengangkat. Jadi vasektomi dalam arti yang murni berarti memotong dan mengangkat saluran vas deferens kanan dan kiri. Akan tetapi, yang dimaksud dengan vasektomi untuk KB menurut BKKBN (2008) adalah bilateral partial vasektomi, yaitu memotong sebagian kecil vas deferen kanan dan kiri masing-masing kurang daripada 1 cm. Dengan demikian vasektomi hanya menghalang-halangi transpor bibit laki-laki (spermatozoa). Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas di mana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga (Saifuddin, 2003).

Kontrasepsi jenis vasektomi dalam sehari-harinya biasa disebut dengan kontrasepsi mantap (kontap) karena merupakan suatu metode operatif minor pada pria yang sangat aman, sederhana dan sangat efektif, memerlukan waktu yang sangat singkat dan tidak memerlukan anastesi umum (Anna, 2006). Senada dengan pendapat tersebut, Tjokronegoro (2003) mengatakan vasektomi adalah cara KB yang mantap di mana saluran air mani (vas deferens) diputuskan sehingga sperma dari dalam testis tidak akan keluar bersama cairan mani lain pada saat bersetubuh.

Vasektomi adalah satu-satunya cara sterilisasi pria yang diterima sampai saat ini. Vasektomi harus dibedakan dengan kebiri (pengambilan kedua testis) karena dengan vasektomi hanya perjalanan sperma dari testis ke dunia luar yang diputus, tepatnya dengan memotong dan mengambil sebagian dari vas deferens. Seseorang yang telah menjalani vasektomi masih mengeluarkan semen tetapi bebas sel sperma


(33)

normal, bahkan potensi dan kepuasannya pun tidak berubah. Vasektomi merupakan operasi kecil yang cukup dilakukan dengan anestesi lokal (Hartanto (2004).

Menurut BKKBN (2007), kelebihan metode kontrasepsi vasektomi adalah: 1. Mudah pelaksanaannya dengan pembiusan setempat kurang lebih 15 menit; 2. Bekas operasi hanya merupakan luka yang cepat sembuh;

3. Tidak mengganggu hubungan seksual;

4. Tingkat kegagalan rendah hanya ± 0,3 dari 100 tindakan vasektomi; dan 5. Merupakan metode mantap.

Sedangkan menurut Hartanto (2004), keuntungan vasektomi antara lain: (1)Tidak ada mortalitas (kematian); (2)Morbiditas (akibat sakit) kecil sekali; (3)Tidak perlu mondok di rumah sakit; (4)Waktu operasi hanya 15 menit dan dilakukan dengan pembiusan setempat; (5)Sangat efektif (kemungkinan gagal tidak ada) karena dapat diperiksa kepastiannya di laboratorium; dan (6)Tidak membutuhkan biaya yang besar.

Pelayanan vasektomi ini hanya diberikan kepada akseptor yang memenuhi syarat sebagai berikut, yaitu: (1)Tidak ingin memiliki anak lagi di kemudian hari; (2)Telah memiliki jumlah anak yang ideal, sehat jasmani dan rohani; (3)Rumah tangga bahagia dan harmonis; (4)Telah persetujuan dari istri; dan (5)Sukarela tanpa paksaan.

Menurut Siswosudarmo (2001), syarat seseorang yang menginginkan kontap antara lain: (1) Harus sudah memiliki sekurang-kurangnya satu anak, meskipun kebanyakan dokter baru mau melakukan sterilisasi kalau pasangan tersebut sudah


(34)

memiliki sekurang-kurangnya dua anak, (2) Faktor sosial ekonomi memengaruhi pertimbangan untuk memilih cara ini, (3) Adanya perkawinan (keluarga) yang stabil, sebab perceraian setelah kontap menimbulkan penyesalan yang sangat sulit diatasi. Tidak mudah menilai kestabilan dalam rumah tangga, tetapi lamanya perkawinan dan jumlah anak, umur suami dan istri setidaknya dapat mencerminkannya.

Menurut BKKBN (2007), vasektomi tidak disarankan untuk: 1. Pasangan muda yang masih ingin mempunyai anak;

2. Pasangan yang kehidupan perkawinannya bermasalah; 3. Pasangan yang mengalami gangguan jiwa;

4. Pasangan yang belum yakin terhadap keinginan pasangannya; dan

5. Pria/suami yang menderita diabetes, kelainan jantung dan pembekuan darah, hernia dan testisnya membesar dan nyeri.

b. Kondom

Kondom merupakan salah satu alat kontrasepsi pria yang paling mudah dipakai dan diperoleh, baik melalui apotek maupun toko obat dengan berbagai merek dagang. Kondom terbuat dari karet/lateks, berbentuk tabung tidak tembus cairan, dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan dilengkapi kantung untuk menampung sperma (BKKBN, 2007).

Menurut Hartanto (2004), manfaat kondom untuk pasangan suami istri adalah: (1)Efektif untuk mencegah kehamilan, (2)Tidak ada efek samping, (3)Dapat dibeli dengan mudah dan murah, dan (4)Ideal untuk seks yang tidak direncanakan. Kondom


(35)

(IMS) termasuk Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Menurut Hartanto (2004) kelebihan kondom adalah sebagai berikut: (1)Bila digunakan secara tepat dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual; (2)Kondom tidak memengaruhi kesuburan jika digunakan dalam jangka panjang; dan (3)Kondom mudah didapat dan tersedia dengan harga yang terjangkau.

Sedangkan keterbatasan kondom adalah sebagai berikut:

1. Kekurangan penggunaan kondom memerlukan latihan dan tidak efisien;

2. Karena sangat tipis maka kondom mudah robek bila tidak digunakan atau disimpan sesuai aturan;

3. Beberapa pria tidak dapat mempertahankan ereksinya saat menggunakan kondom;

4. Setelah terjadi ejakulasi, pria harus menarik penisnya dari vagina bila tidak, dapat terjadi kehamilan atau penularan penyakit menular seksual; dan

5. Kondom yang terbuat dari latex dapat menimbulkan alergi bagi beberapa orang.

2.2. Partisipasi

Menurut Theodorson dalam Mikkelsen (2003), partisipasi merupakan keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu. Keikutsertaan atau keterlibatan yang dimaksud bukan bersifat pasif, tetapi secara aktif ditunjukkan oleh yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi diartikan sebagai keikutsertaan seseorang dalam suatu kelompok sosial


(36)

untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakat di luar pekerjaan atau profesinya sendiri. Sedangkan Mikkelsen (2003) memberikan tafsiran yang berbeda tentang partisipasi, yaitu:

1. Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek pembangunan, tetapi mereka tidak ikut terlibat dalam pengambilan keputusan; 2. Partisipasi adalah proses untuk membuat masyarakat menjadi lebih peka untuk

meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi proyek pembangunan;

3. Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan sesuatu hal;

4. Partisipasi adalah pemantapan dialog antara komunitas lokal dan pihak penyelenggara, pengimplementasian, pemantauan, dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial ataupun dampak sosial; 5. Partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang

ditentukan oleh dirinya sendiri; dan

6. Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan diri, kehidupan, dan lingkungan mereka.

Partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuhkembangkan dalam proses pembangunan, tetapi di dalam praktiknya tidak selalu diupayakan sunguh-sungguh (Slamet, 2003). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan, kemauan


(37)

Conyer dalam Soetomo (2006), mengemukakan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh determinan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan. Conyers dalam Soetomo (2006), menyatakan ada 5 (lima) cara untuk melibatkan keikutsertaan masyarakat yaitu:

1. Survai dan konsultasi lokal untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan;

2. Memanfaatkan petugas lapangan, agar sambil melakukan tugasnya sebagai agen pembaharu juga menyerap berbagai informasi yang dibutuhkan dalam perencanaan;

3. Perencanaan yang bersifat desentralisasi agar lebih memberikan peluang yang semakin besar kepada masyarakat untuk berpartisipasi;

4. Perencanaan melalui pemerintah lokal; dan

5. Menggunakan strategi pembangunan komunitas (community development). Mikkelsen dalam Soetomo (2006) mengembangkan asumsi teoritik bahwa pembangunan menjadi positif apabila ada partisipasi masyarakat dan sebaliknya kurangnya partisipasi masyarakat dalam program pembangunan berarti adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat itu sendiri dan secara eksternal terhadap pemerintah atau pelaksana program.

Club du Sahel dalam Mikkelsen (2003) mengemukakan beberapa pendekatan untuk memajukan partisipasi yaitu:


(38)

1. Pendekatan pasif, pelatihan dan informasi; yakni pendekatan yang beranggapan bahwa pihak eksternal lebih menguasai pengetahuan, teknologi, keterampilan, dan sumber daya. Dengan demikian partisipasi tersebut memberikan komunikasi satu arah, dari atas ke bawah dan hubungan pihak eksternal dan masyarkat bersifat vertikal.

2. Pendekatan partisipasi aktif; yaitu memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berinteraksi secara lebih intensif dengan para petugas eksternal. Contohnya pendekatan partisipasi ini adalah pelatihan dan kunjungan.

3. Pendekatan partisipasi dengan keterikatan; masyarakat atau individu diberikan kesempatan untuk untuk melakukan pembangunan, dan diberikan pilihan untuk terikat pada sesuatu kegiatan dan bertanggung jawab atas kegiatan tersebut.

4. Pendekatan dengan partisipasi setempat; yaitu pendekatan dengan mencerminkan kegiatan pembangunan atas dasar keputusan yang diambil oleh masyarakat setempat.

Menurut Adi (2008) yang mengutip pendapat Mikkelsen (2003), partisipasi yang sesungguhnya berasal dari masyarakat itu sendiri yang merupakan tujuan dalam suatu proses demokrasi. Menurut Chambers (1996), istilah partisipasi digunakan untuk mengggambarkan proses permberdayaan (empowering process). Dalam hal ini, partisipasi dimaknai sebagai suatu proses yang memampukan (enable) masyarakat lokal untuk melakukan analisis masalah mereka, memikirkan bagaimana cara untuk mengatasinya, mendapatkan rasa percaya diri untuk mengatasi masalah,


(39)

mereka pilih. Chambers (1996) menggambarkan bahwa “kita” (pelaku perubahan) berpartisipasi dalam program “mereka” (masyarakat lokal) sehingga terjadi apa yang disebut proses pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan pendapat Chambers dan Mikkelsen (2003) di atas, maka Adi (2008) menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah, dan potensi yang ada dalam masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan alternatif solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengevaluasi perubahan yang terjadi. Keikutsertaan masyarakat dalam berbagai tahap perubahan ini akan membuat masyarakat menjadi lebih berdaya dan dapat semakin memiliki ketahanan dalam menghadapi perubahan. Sebaliknya, bila masyarakat tidak banyak dilibatkan dalam berbagai tahapan perubahan dan hanya bersifat pasif dalam setiap perubahan yang direncanakan oleh pelaku perubahan. Masyarakat cenderung akan menjadi lebih tergantung pada pelaku perubahan. Bila hal ini terjadi terus-menerus, maka ketergantungan masyarakat pada pelaku perubahan akan meningkat.

Menurut Craig dan Mayo dalam Yustina (2003), “empowerment is road to participation”. Pemberdayaan merupakan syarat bagi terciptanya suatu partisipasi dalam masyarakat. Belum adanya partisipasi aktif dalam masyarakat untuk menciptakan kondisi yang kondusif pada proses pembangunan mengisyaratkan belum berdayanya sebagian masyarakat kita. Keberdayaan memang menjadi syarat untuk berpartisipasi, karena merupakan sesuatu yang sulit bagi masyarakat. Ketika mereka


(40)

dikehendaki untuk berpartisipasi namun tidak mempunyai pengetahuan yang cukup tentang segala aktivitas yang mendukung proses pembangunan.

Partisipasi masyarakat memiliki banyak bentuk, mulai dari keikutsertaan langsung masyarakat dalam program Pemerintah maupun yang sifatnya tidak langsung, seperti: sumbangan dana, tenaga, pikiran, maupun pendapat dalam kebijakan Pemerintah. Padahal partisipasi masyarakat pada hakikatnya akan berkaitan dengan akses masyarakat untuk memperoleh informasi. Hingga saat ini partisipasi masyarakat masih belum menjadi kegiatan tetap dan terlembaga khususnya dalam pengambilan keputusan (Kusdamayanti, 2007).

Menurut Mikkelsen (2003), salah satu faktor yang menjadi perhatian untuk menelaah tingkat partisipasi masyarakat adalah faktor sosial budaya. Faktor sosial budaya memengaruhi keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan proses pembangunan. Hadi dalam Dwiyanti (2005) mengemukakan bahwa faktor penghambat untuk meningkatkan partisipasi publik di Indonesia adalah:

1. Faktor sosial, seperti: tingkat pendidikan, pendapatan dan komunikasi;

2. Faktor budaya, meliputi: sikap dan perilaku, pengetahuan dan adat istiadat; dan 3. Faktor politik; dan

4. Faktor birokrasi para pengambil keputusan.

Menurut Mikkelsen (2003), rendahnya partisipasi masyarakat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:


(41)

1. Adanya penolakan secara internal di kalangan anggota masyarakat dan penolakan eksternal terhadap Pemerintah;

2. Kurangnya dana;

3. Terbatasnya informasi, pengetahuan atau pendidikan masyarakat; dan 4. Kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Menurut Depkes RI (2006), partisipasi adalah keadaan dimana individu, keluarga, maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan diri, keluarga, ataupun kesehatan masyarakat lingkungannya. Dalam suatu masyarakat bagaimanapun sederhananya, selalu ada suatu stimulus. Mekanisme ini disebut pemecahan masalah atau proses pemecahan masalah.

Dalam hal keikusertaan ber-KB, partisipasi pria adalah suatu proses dimana individu, keluarga dilibatkan dalam perencanaan dan pelaksanaan program KB. Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang yang menungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif berkontribusi dalam pembangunan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata bagi seluruh warganya (Depkes RI, 2003).

2.2.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Ber-KB

Mikkelsen (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat yaitu:

1. Faktor sosial yaitu dilihat dari adanya ketimpangan sosial masyarakat untuk berpartisipasi;


(42)

2. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang bersifat tradisional statis dan tertutup terhadap perubahan;

3. Faktor politik, yaitu apabila proses pembangunan yang dilaksanakan kurang melibatkan masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga terkendala untuk berpartisipasi dan pengambilan keputusan.

Hikmat (2001) mengatakan bahwa perbedaan latar belakang kultur (budaya) dapat menimbulkan perbedaan terhadap suatu objek. Partisipasi masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tapi juga harkat dan martabat, rasa percaya diri dan terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sosial budaya yang implementatif dalam pembangunan berpusat pada rakyat setempat dengan menumbuhkan dan mengembangkan nilai sosial budaya.

Menurut Suparlan dalam Budimanta (2003), kebudayaan adalah seperangkat ide-ide, norma, nilai dan pengetahuan yang dipakai oleh manusia untuk memahami lingkungan dan dipakai untuk mendorong terwujudnya perilaku. Taylor dalam Poerwanto (2000) mengatakan kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum dan adat, dan berbagai kemampuan serta kebiasaan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Soekanto dalam Purwatiningsih, dkk (2005) mengatakan bahwa pengetahuan, adat-istiadat erat hubungannya dalam peningkatan partisipasi masyarakat, dan anggota masyarakat yang melanggar adat-istiadat akan menerima sanksi yang berlaku dalam masyarakat. Faktor nilai budaya menyangkut persepsi, pengetahuan, sikap, dan


(43)

dipengaruhi oleh kemampuan dan kemauan untuk berpartisipasi dalam program pemerintah.

Menurut Margono dalam Mardikanto (2003), tumbuh kembangnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor yaitu:

a. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi Adanya kesempatan yang diberikan, merupakan faktor pendorong tumbuhnya kemauan, dan kemauan akan menentukan kemampuannya. Sebaliknya, adanya kemauan akan mendorong seseorang untuk meningkatkan kemampuan serta memanfaatkan setiap kesempatan.

Mardikanto (2003), menyatakan banyak program pembangunan yang kurang memperoleh partisipasi masyarakat karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi dan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai kapan dan dalam bentuk apa mereka dapat atau dituntut untuk berpartisipasi. Pemberian kesempatan berpartisipasi pada masyarakat, bukanlah sekedar pemberian kesempatan untuk terlibat dalam pelaksanaan kegiatan agar mereka tidak melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat atau menggangu tercapainya tujuan pembangunan. Tetapi pemberian kesempatan berpartisipasi harus dilandasi oleh pemahaman bahwa masyarakat setempat layak diberi kesempatan karena memiliki kemampuan yang diperlukan dan memiliki suatu hal untuk berpartisipasi dan memanfaatkan setiap kesempatan membangun bagi perbaikan mutu hidupnya (Mardikanto, 2003).


(44)

b. Adanya kemauan untuk berpartisipasi

Mardikanto (2003) menyatakan kemauan untuk berpartisipasi merupakan kunci utama bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat. Kesempatan dan kemampuan yang cukup belum merupakan jaminan bagi tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat, jika mereka sendiri tidak memiliki kemauan untuk membangun.

Kemauan untuk membangun ditentukan oleh sikap dan mental yang dimiliki masyarakat yang menyangkut: (1) Sikap untuk meninggalkan nilai-nilai penghambat pembangunan; (2) Sikap terhadap penguasa atau pelaksanan pembangunan pada umumnya; (3) Sikap untuk selalu ingin memperbaiki mutu hidup dan tidak cepat puas diri; (4) Sikap kebersamaan untuk dapat memecahkan masalah, dan tercapainya tujuan pembangunan; dan (5) Sikap kemandirian atau percaya diri atas kemampuannya untuk memperbaiki mutu hidupnya.

c. Adanya kemampuan untuk berpartisipasi

Menurut Mardikanto (2003), kemampuan untuk berpartisipasi adalah:

1. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan-kesempatan untuk membangun, atau pengetahuan tentang peluang untuk membangun (memperbaiki mutu hidupnya);

2. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan, yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, dan ketrampilan yang dimiliki; dan


(45)

3. Kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan sumber daya dan kesempatan (peluang) lain yang tersedia secara optimal.

Berdasarkan konsep di atas, maka tumbuh dan berkembanya partisipasi masyarakat dalam pembangunan akan dapat diupayakan melalui:

1. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan, yang tidak saja berupa penyampaian informasi tentang adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, melainkan juga dibarengi dengan dorongan dan harapan-harapan agar masyarakat mau berpartisipasi, serta upaya yang terus menerus untuk meningkatkan kemampuannya untuk berpartisipasi, dan

2. Berkaitan dengan dorongan dan harapan yang disampaikan, perlu adanya penjelasan kepada pria tentang besarnya manfaat ekonomi maupun non ekonomi yang dapat secara langsung atau tidak langsung dinikmati sendiri maupun yang dinikmati oleh generasi mendatang.

2.2.2 Faktor-faktor Pembentuk Partisipasi Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2007), elemen-elemen pembentuk partisipasi adalah: 1. Motivasi. Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi.

Tanpa motivasi masyarakat sulit untuk berpartispasi di segala program. Timbulnya motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya merangsangnya saja.

2. Komunikasi. Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan informasi masyarakat. Sebagian media massa merupakan alat


(46)

yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan partisipasi.

3. Kooperasi. Kerjasama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara mereka akan membantu menumbuhkan partisipasi.

4. Mobilisasi. Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi partisipasi masyarakat dapat dimulai seawal mungkin sampai ke akhir mungkin, dari identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan program, pelaksanaan sampai dengan monitoring program.

Ross dalam Notoatmodjo (2005) berpendapat ada tiga prakondisi tumbuhya partisipasi, yaitu:

1. Mempunyai pengetahuan yang luas dan latar belakang yang memadai sehingga dapat mengidentifikasi masalah, prioritas masalah dan melihat secara konfrehensif;

2. Mempunyai kemampuan untuk belajar cepat tentang permasalahan, dan belajar untuk mengambil keputusan; dan

3. Kemampuan mengambil tindakan dan bertindak efektif.

Dalam bidang kesehatan, partisipasi ini dikenal dengan partisipasi dalam pelayanan kesehatan. Sistem pelayanan kesehatan mengintegrasikan komponen-komponen yang berhubungan dengan kesehatan yang mencakup pengetahuan dan kepercayaan, aturan dan pranata-pranata, dan jenis-jenis sumber serta praktisi


(47)

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Ber-KB 2.3.1 Sosial Budaya

Kebudayaan sebagai konsep dasar dapat menjelaskan kaitannya dengan gejala-gejala sosial dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam berbagai pranata kesehatan maupun non kesehatan tetapi terkait seperti pelayanan kontrasepsi dan keluarga berencana. Kaitan-kaitan tersebut dinyatakan sebagai gejala sosial budaya. Sehubungan dengan hal tersebut, gagasan-gagasan budaya dapat menjelaskan hubungan timbal balik antara gejala sosial dan pelayanan kesehatan (Kalangie, 1994). Penggunaan konsep budaya dalam perilaku masyarakat terkait dengan pengetahuan, kepercayaan, nilai dan norma dalam lingkungan sosialnya. Seseorang dapat saja memperlihatkan perilaku psikologis di samping perilaku budaya.

Menurut Taylor dalam Soekanto (1982), kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, adat-istiadat dan kebiasaan dan kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang di dapat manusia sebagai angggota masyarakat. Menurut Taylor dalam Wiranata (2002), kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks yang di dalam terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, adat-istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang di peroleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut Koentjaranigrat (1997), kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.


(48)

Menurut Koentjaranigrat (1997), wujud dari suatu budaya dapat dikelompokan dalam 3 (tiga) hal yaitu: (1)Wujud sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, (2)Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3)Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.

Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang bersifat abstrak yang terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta keyakinan. Dengan demikian sistem kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam Bahasa Indonesia disebut adat-istiadat. Dalam adat-istiadat terdapat juga sistem norma dan di situlah salah satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan dan tingkah laku manusia. Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan manusia yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai suatu kesatuan (Koentjaranigrat, 1997).

Keterkaitan sosial budaya dengan manusia dapat diamati dari sifat-sifat kebudayaan antara lain: (1)Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia, (2)Budaya telah ada terlebih dahulu dari pada lahirnya suatu organisasi tertentu dan tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan, (3)Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya, dan (4)Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan yang dilarang, dan tindakan yang diizinkan (Horton dan Hunt, 1991).


(49)

Menurut Setiadi, dkk (2002), substansi/isi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide dan gagasan manusia yang muncul di masyarakat dalam bentuk pengetahuan, nilai, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan.

1. Pengetahuan (Knowledge)

Purwodarminto dalam Azwar (2005) menyatakan bahwa pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal objek. Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitip merupakan domain sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).

Bloom dalam Notoatmodjo (2005), menyebutkan pengetahuan atau knowledge adalah individu hasil tahu apa yang dilakukan dan bagaimana melakukannya. Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui indera yang dimilikinya dan dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek.

Roger dalam Notoatmodjo (2003), proses perubahan perilaku atau penerimaan ide baru adalah suatu proses kejiwaan yang dialami individu sejak pertama kali menerima informasi atau memperoleh pengetahuan mengenai suatu hal yang baru sampai saat ini memutuskan untuk menerima atau menolak ide baru tersebut. Proses tersebut berjalan melalui 4 tahap, yaitu: (1) Pengetahuan (Knowledge), dalam hal ini subjek mengenal suatu hal yang baru serta memahaminya,


(50)

(2) Persuasi (Persuation), dalam hal ini individu membentuk sikap positip atau negatip terhadap ide atau objek baru tersebut, (3) Decision, masyarakat telah memutuskan untuk mencoba tingkah laku baru, untuk itu perlu adanya motivasi yang kuat dari petugas kesehatan dan juga penerangan yang jelas agar putusan mereka tidak merupakan paksaan, dan (4) Confirmation, apabila masyarakat atau individu telah mau melaksanakan tingkah laku yang baru sesuai dengan norma-norma kesehatan, kita tinggal menguatkan tingkah laku yang baru.

Margono dalam Notoatmodjo (2005) menyatakan bahwa pengetahuan adalah kemampuan untuk mengerti dan menggunakan informasi. Selanjutnya disebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu unsur yang diperlukan seseorang agar dapat melakukan sesuatu. Unsur-unsur tersebut adalah:

1. Pengetahuan/pengertian dan pemahaman tentang apa yang dilakukan;

2. Keyakinan dan kepercayaan tentang manfaat dan kebenaran dari apa yang dilakukannya;

3. Sarana yang diperlukan untuk melakukannya; dan

4. Dorongan atau motivasi untuk berbuat yang dilandasi oleh kebutuhan yang dirasakan.

2. Kepercayaan (Belief)

Menurut (KBBI) Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), definisi kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan bahwa sesuatu yg dipercayai itu adalah benar atau nyata.


(51)

Menurut Fishbein dan Azjen dalam Dahniar (2009) kepercayaan atau keyakinan dengan kata ”belief’” memiliki pengertian sebagai inti dari setiap tingkah laku manusia. Aspek kepercayaan tersebut merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap suatu objek.

3. Adat Istiadat

Masyarakat mulai menghubungi sarana kesehatan sesuai dengan pengalaman atau informasi yang diperoleh dari orang lain tentang tersedianya jenis-jenis pelayanan kesehatan. Pilihan terhadap sarana pelayanan kesehatan tersebut dengan sendirinya didasari atas kepercayaan atau keyakinan akan kemajuan sarana tersebut (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Koenjaranigrat (1996), adat istiadat mengandung sistem norma yang menjadi salah satu fungsi sistem budaya untuk menata serta menetapkan tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia. Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga tercipta tata kelakuan manusia yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu kesatuan norma atau tata cara yang berkembang di masyarakat.

Menurut Koenjaranigrat (1997), adat istiadat adalah pedoman yang bernilai dan memberi arah, atau norma yang yang terdiri dari aturan-aturan untuk bertindak yang apabila dilanggar akan menjadi tertawaan, ejekan, dan celaan sesaat oleh masyarakat di sekitarnya. Menurut Honingman dalam Wiranata (2002), wujud dari kebudayaan adalah tindakan dan aktivitas manusia dalam suatu perbuatan yang


(52)

berpola dari manusia dalam masyarakat. Sebagai suatu sistem ide dan konsep dari serangkaian tindakan yang ideal yang memberikan corak dan jiwa serta tatanan kehidupan yang seimbang dan serasi yang disebut sebagai adat-istiadat, bersifat umum dan turun temurun. Apabila dilanggar akan menimbulkan suatu rasa yang tidak enak (tabu).

2.3.2 Dukungan Istri

Menurut Sarwono (2003), dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santoso (2005), dukungan adalah suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.

Dalam unit terkecil, keluarga merupakan wadah tempat berlangsungnya dukungan. Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Keluarga juga dapat diartikan suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama.

Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai


(53)

berdasarkan kepentingan bersama. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus kehidupan (Friedman, 1998).

Menurut Chaplan dalam Friedman (1998), jenis-jenis dukungan adalah:

1. Dukungan instrumental; Istri merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti uang, peralatan, waktu serta pelayanan (Taylor, 1995). Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stres karena individu dapat langsung memecahkan masalahnya yang berhubungan dengan materi. 2. Dukungan informatif; Istri berfungsi sebagai sebuah kolektor dan penyebar

informasi tentang dunia yang mencakup memberi nasehat, petunjuk, sarana-sarana atau umpan balik. Bentuk dukungan yang diberikan oleh istri adalah dorongan semangat, nasehat, petunjuk, saran, atau umpan balik tentang situasi dan kondisi individu, istri dapat memberikan dukungan informasi dengan memberikan saran tentang apa yang harus dilakukan dalam menghadapi masalah.

3. Dukungan emosional; Istri sebagai individu yang berkontribusi yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi yang meliputi ungkapan empati, kepedulian, perhatian sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat dikontrol. Pada saat seperti ini keluarga atau teman dapat memberikan dukungan emosional dengan meyakinkan


(54)

orang tersebut bahwa dia adalah orang yang berharga yang sangat diperhatikan oleh lingkungannya (Taylor, 1995).

4. Dukungan penghargaan; Istri membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi. Bentuk dukungan yang diberikan berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat individu, perbandingan yang positif dengan individu lain.

2.4. Landasan Teori

Partisipasi merupakan sesuatu yang harus ditumbuhkembangkan dalam proses pembangunan. Partisipasi adalah suatu proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau kelompok yang terkait, mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk melakukan sesuatu kegiatan yang merupakan keterlibatan sukarela dan ikut serta dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan Mikkelsen (2003).

Keberhasilan KB bukan semata-mata karena partisipasi perempuan yang aktif tetapi juga partisipasi pria dan dukungan keluarga. Partisipasi pria menjadi faktor yang menentukan keberhasilan program KB dengan berbagai faktor yaitu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan keluarga untuk hidup sejahtera serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu dan merata. Menurut Mikkelsen (2003), salah satu faktor yang menjadi perhatian untuk menelaah tingkat partisipasi masyarakat adalah faktor sosial budaya. Menurut pendapat Mikkelsen (2003), Setiadi, dkk (2002), Soekanto dalam Purwatiningsih, dkk


(55)

(2004), dan Taylor dalam Soekanto (1982), faktor sosial budaya yang dimaksud adalah pengetahuan, kepercayaan, dan adat istiadat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa partisipasi pria dalam ber-KB dipengaruhi oleh faktor sosial budaya (pengetahuan, kepercayaan, dan adat istiadat) serta dukungan keluarga (khususnya dukungan istri).

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori di atas, maka dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut:

Variabel Independen (X) Variabel Dependen (Y)

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat dijelaskan bahwa sosial budaya yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, dan adat istiadat yang dimiliki oleh anggota

Sosial budaya:

1. Pengetahuan

2. Kepercayaan

3. Adat istiadat

Dukungan Istri

Partisipasi pria dalam ber- KB: • Berpartisipasi


(56)

Polri Resor Serdang Bedagai dan dukungan yang diberikan istri berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam ber-KB.

Definisi konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sosial budaya adalah segala sesuatu yang melatarbelakangi kepribadian individu

yang mengikat anggota masyarakat pada suatu komunitas tertentu yang meliputi: pengetahuan, kepercayaan, dan adat-istiadat (Koentjaranigrat, 1997).

a. Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui berkenaan dengan suatu hal/objek (Azwar, 2005).

b. Kepercayaan adalah anggapan atau keyakinan yang merupakan acuan bagi seseorang untuk menentukan persepsi terhadap suatu hal/objek (Fishbein dan Azjen dalam Dahniar, 2009).

c. Adat-istiadat adalah pedoman yang bernilai dan memberi arah yang berkembang di masyarakat, dan apabila dilanggar akan menjadi tertawaan, ejekan, dan celaan (Koentjaranigrat, 1997).

2. Dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan, dalam hal ini dorongan yang diberikan istri kepada suami untuk berpartisipasi dalam ber-KB pria (Sarwono, 2003).

3. Partisipasi adalah keikutsertaan atau keterlibatan seseorang (individu atau warga masyarakat) dalam suatu kegiatan tertentu (Mikkelsen, 2003).


(57)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah survei eksplanatori (explanatory research) yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel yaitu pengaruh sosial budaya dan dukungan istri terhadap partisipasi anggota Polri dalam ber-KB di Polres Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2011 melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di wilayah kerja Polres Kabupaten Serdang Bedagai dengan pertimbangan masih rendahnya akseptor KB pria di kalangan anggota Polri di Polres Kabupaten Serdang Bedagai. Penelitian dimulai pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2011.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua anggota Polri yang telah memiliki anak minimal 2 (dua) orang sebanyak 252 orang.


(58)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari anggota Polri yang berada di Polres Kabupaten Serdang Bedagai yang berjumlah 252 orang. Besar sampel yang diambil mengunakan rumus Slovin (Notoatmodjo, 2005) sehingga diperoleh besar sampel sebagai berikut :

N

n =

1 + N (d2

) 252 n =

1 + 252 (0,12

) n ≈ 71,59 n = 72 orang

Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Derajat ketetapan yang diinginkan (sebesar 0,1)

Berdasarkan hasil penghitungan di atas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 72 orang anggota Polri yang berada di Polres Kabupaten Serdang


(59)

sampling kemudian dilanjutkan dengan cara proportional sampling to size, yaitu mengambil sampel dengan menghitung proporsi jumlah sampel di setiap unit analisis (Polsek). Proporsi sampel dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel dengan jumlah populasi, maka jumlah sampel di setiap Polsek adalah seperti pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1. Perhitungan Jumlah Sampel Penelitian Anggota Polri dan Jajarannya di Polres Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2010

No Nama Jumlah Personil Jumlah Sampel

1 Polres Serdang Bedagai 131 37

2 Polsek Firdaus 26 8

3 Polsek Dolok Masihul 17 5

4 Polsek Tanjung Beringin 12 3

5 Polsek Teluk Mengkudu 13 4

6 Polsek Pantai Cermin 17 5

7 Polsek Kotarih 12 3

8 Polsek Perbaungan 24 7

Total 252 72

Untuk mengambil sampel tepilih setiap Polsek dilakukan dengan metode simple random sampling, yaitu mengambil sampel dengan metode acak dan cara undian sampai memenuhi jumlah sampel yang diinginkan.


(60)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari responden (sampel) langsung melalui wawancara berpedoman pada kuesioner yang telah disiapkan. Kuesioner yang telah dibuat kemudian di lakukan uji coba terhadap 30 orang anggota Polri (Dahlan, 2008) pada lokasi yang menyerupai karakteristik wilayah penelitian yaitu di Polresta (Polres Kota) Tebing Tinggi, untuk melihat reliabilitas dan validitas data.

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi pearson product momen(r), dengan ketentuan jika r hitung > r tabel, maka dinyatakan valid atau sebaliknya.

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat mengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercaya dengan menganalisis reliabilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan, jika nilai r Alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel.

Hasil perhitungan uji validitas terhadap 30 orang anggota Polri di Polres Kabupaten Serdang Bedagai diperoleh nilai corrected item-total correlation dari variabel dependen (pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat dan dukungan istri) yaitu


(61)

dinyatakan valid. Sedangkan nilai cronbach alpha dari masing-masing instrumen lebih besar dari > r tabel (0,361) sehingga dapat dikatakan instrumen dari semua butir pernyataan reliabel.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari catatan atau dokumen dari Kantor Kepolisian Negara Republik Indonesia daerah Sumatera Utara Resor Serdang Bedagai dan Kantor Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (PP dan KB) Serdang Bedagai tentang gambaran umum dan data lainnya yang mendukung data hasil penelitian.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

Variabel bebas (independent variabel) adalah variabel yang dapat memengaruhi objek penelitian yaitu sosial budaya yang meliputi: pengetahuan, kepercayaan, dan adat istiadat, serta dukungan istri.

Variabel terikat (dependent variabel) adalah variabel yang diamati dan diukur yang disebabkan oleh pengaruh variabel bebas, yaitu partisipasi anggota Polri dalam ber-KB.


(62)

3.5.2 Definisi Operasional

Sebagai operasionalisasi dari variabel independen adalah:

1. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang alat kontrasepsi KB pria yang meliputi pengertian, manfaat, dan jenis alat kontrasepsi KB pria. Pengetahuan dibagi dengan 3 (tiga) kategori, yaitu:

a. Baik, apabila responden mengetahui sebagian besar tentang pengertian, manfaat, dan jenis alat kontrasepsi KB pria

b. Cukup, apabila responden mengetahui hanya sebagian tentang pengertian, manfaat, dan jenis alat kontrasepsi KB pria

c. Kurang, apabila responden mengetahui sebagian kecil tentang pengertian, manfaat, dan jenis alat kontrasepsi KB pria.

2. Kepercayaan adalah anggapan/keyakinan yang dimiliki responden yang dijadikan acuan untuk menentukan persepsi terhadap alat kontrasepsi KB pria yang meliputi pengertian, manfaat, dan jenis alat kontrasepsi KB pria, yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu:

a. Mendukung, apabila anggapan/keyakinan responden sebagian besar dijadikan acuan dalam ber-KB pria.

b. Kurang mendukung, apabila anggapan/keyakinan responden hanya sebagian kecil yang dijadikan acuan dalam ber-KB pria.

c. Tidak mendukung, anggapan/keyakinan responden tidak dijadikan acuan dalam ber-KB pria.


(63)

3. Adat-istiadat adalah pedoman yang bernilai dan memberi arah bagi responden dalam ber-KB pria, yang dikelompokkan dalam 3 (tiga) kategori yaitu:

a. Mendukung, apabila pedoman yang dimiliki responden sebagian besar memberi arah bagi responden untuk ber-KB pria.

b. Kurang mendukung, apabila pedoman yang dimiliki responden kurang memberi arah bagi responden untuk ber-KB pria.

c. Tidak mendukung, apabila pedoman yang dimiliki responden tidak memberi arah bagi responden untuk ber-KB pria.

4. Dukungan istri adalah dorongan yang diberikan istri kepada responden dalam ber-KB pria, yang meliputi dukungan instrumen, informasi, emosional, dan penghargaan. Dukungan istri dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu :

a. Mendukung, apabila dorongan yang diberikan istri kepada responden sebagian besar mendukung responden dalam ber-KB pria.

b. Kurang mendukung, apabila dorongan yang diberikan istri kepada responden sebagian kecil mendukung responden dalam ber-KB pria.

c. Tidak mendukung, apabila dorongan yang diberikan istri kepada responden tidak mendukung responden dalam ber-KB pria.

5. Partisipasi adalah keikutsertaan responden dalam menggunakan kontrasepsi KB-pria. Pengukuran partisipasi dalam ber-KB pria dinilai berdasarkan :

a. Berpartisipasi, apabila responden menggunakan salah satu alat kontrasepsi pria yaitu vasektomi atau kondom.


(64)

b. Tidak berpartisipasi, apabila responden tidak menggunakan satupun alat kontrasepsi pria.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1 Pengukuran Variabel Independen

Pengukuran variabel bebas yang terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat, dan dukungan istri adalah sebagai berikut:

1. Pengetahuan

Pengukuran sub-variabel bebas yaitu pengetahuan disusun dalam 10 pertanyaan dan pilihan jawaban sebanyak 4 butir. Sub-variabel pengetahuan diukur dengan 3 (tiga) tingkatan, yaitu:

1. Nilai 3 : Bila jawaban yang diberikan responden sangat tepat, artinya responden sebagian besar mengetahui dengan benar tentang pengertian, manfaat dan jenis alat kontrasepsi KB pria.

2. Nilai 2 : Bila responden hanya menjawab yang tepat, artinya responden hanya sebagian mengetahui pengertian, manfaat dan jenis alat kontrasepsi KB pria dengan benar sebagian saja.

3. Nilai 1 : Bila jawaban yang diberikan responden tidak tepat, artinya responden tidak memiliki pengetahuan tentang pengertian, manfaat dan jenis alat kontrasepsi KB pria


(1)

d6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 5 29,4 29,4 29,4

Sering 12 70,6 70,6 100,0

Total 17 100,0 100,0

d7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 8 47,1 47,1 47,1

Sering 9 52,9 52,9 100,0

Total 17 100,0 100,0

d8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kadang-kadang 10 58,8 58,8 58,8

Sering 7 41,2 41,2 100,0


(2)

Jawaban Berpartisipasi dalam KB Pria (Vasektomi)

p1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak tepat 1 50,0 50,0 50,0

Tepat 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

p2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tepat 2 100,0 100,0 100,0

p3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak tepat 1 50,0 50,0 50,0

Tepat 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

p4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tepat 2 100,0 100,0 100,0

p5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak tepat 1 50,0 50,0 50,0

Sangat tepat 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

p6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

p7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak tepat 1 50,0 50,0 50,0

Sangat tepat 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

p8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tepat 1 50,0 50,0 50,0

Sangat Ttepat 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

p9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tepat 2 100,0 100,0 100,0

p10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak tepat 1 50,0 50,0 50,0

Sangat tepat 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

k1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat percaya 2 100,0 100,0 100,0

k2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

k3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Percaya 2 100,0 100,0 100,0

k4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Percaya 2 100,0 100,0 100,0

k5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Percaya 2 100,0 100,0 100,0

k6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang percaya 1 50,0 50,0 50,0

Percaya 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

k7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Percaya 1 50,0 50,0 50,0

Sangat percaya 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

k8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang percaya 1 50,0 50,0 50,0

Percaya 1 50,0 50,0 100,0


(5)

k9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Kurang percaya 1 50,0 50,0 50,0

Percaya 1 50,0 50,0 100,0

Total 2 100,0 100,0

k10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Percaya 2 100,0 100,0 100,0

a1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 2 100,0 100,0 100,0

a2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 2 100,0 100,0 100,0

a3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 2 100,0 100,0 100,0

a4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat setuju 2 100,0 100,0 100,0

a5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(6)

d1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat sering 2 100,0 100,0 100,0

d2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat sering 2 100,0 100,0 100,0

d3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat sering 2 100,0 100,0 100,0

d4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 2 100,0 100,0 100,0

d5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak pernah 2 100,0 100,0 100,0

d6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat sering 2 100,0 100,0 100,0

d7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Sangat sering 2 100,0 100,0 100,0

d8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent