8 zat gizi lain yang diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya
diukur secara antropometri. Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh asupan
makanan, pencernaan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh
memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak,
kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Almatsier, 2009.
2.2 Penilaian Status Gizi Anak Balita
Penilaian status gizi adalah proses keadaan tubuh seseorang kemudian dibandingkan dengan baku standar yang tersedia Arisman, 2004. Pemantauan
status gizi anak balita mengunakan metode antropometri sebagai cara untuk menilai status gizi. Mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka dalam
penelitian ini peneliti mengunakan penilaian status gizi dengan cara pemeriksaaan fisik yang disebut antropometri Supariasa, 2012.
Antropometri telah dikenal sebagai indikator untuk penilaian status gizi perseorangan maupun masyarakat. Pengukuran antropometri dapat dilakukan oleh
siapa saja dengan hanya memerlukan latihan sederhana Supariasa, 2012. Antropometri digunakan untuk mengetahui keseimbangan antara asupan
protein dan energi. Keseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh, seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh. Metode
antropometri terdiri dari berbagai indeks yang dapat digunakan untuk menilai
Universitas Sumatera Utara
9 status gizi, diantaranya berat badan menurut umur BBU, tinggi badan menurut
umur TBU dan berat badan menurut tinggi badan BBTB Supariasa, 2012. Status gizi yang normal menunjukkan bahwa kualitas dan kuantitas
makanan yang dikonsumsi telah memenuhi kebutuhan tubuh. Kementrian Kesehatan RI Kemenkes mengeluarkan standar antropometri penilaian status
gizi anak yang digunakan sebagai acuan bagi Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan KabupatenKota, Fasilitas pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pihak lain yang tekait dalam penilaian status gizi anak.
Tabel 2.1 Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
INDEKS KATEGORI
STATUS GIZI AMBANG BATAS Z-SCORE
Berat Badan Menurut Umur
BBU Gizi Buruk
-3 SD Gizi Kurang
-3 SD sampai dengan -2 SD Gizi Baik
-2 SD sampai dengan 2 SD Gizi Lebih
2 SD Tinggi Badan
Menurut Umur TBU
Sangat Pendek -3 SD
Pendek -3 SD sampai dengan -2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi 2 SD
Berat Badan Menurut Tinggi
Badan BBTB Sangat Kurus
-3 SD Kurus
-3 SD sampai dengan -2 SD Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD Gemuk
2 SD Sumber : Kemenkes RI 2010
2.3
Angka Kecukupan Gizi Anak Balita
Angka kecukupan gizi rata-rata yang dianjurkan dibuat untuk pengukuran secara kuantitatif. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan AKG adalah rata-rata
zat gizi yang harus dikonsumsi setiap hari bagi hampir semua orang menurut
Universitas Sumatera Utara
10 golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal Almatsier, 2009 Angka Kecukupan Gizi AKG dapat digunakan untuk menilai tingkat
kecukupan zat gizi individu. Kecukupan gizi tersebut dianjurkan untuk dipenuhi dari konsumsi pangan anak balita setiap harinya.
Tingkat kecukupan zat gizi individu dapat diperoleh dari perbandingan antara asupan zat gizi dengan standar angka kecukupan gizi seseorang.
Tabel 2.2 Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Balita Rata-Rata Per Hari
Golongan Umur
Berat Badan
Kg Tinggi
Badan
cm Energi
Kkal Protein
g Lemak g
1-3 tahun 13
91 1125
26 44
4-6 tahun 19
112 1600
35 62
Sumber : Kepmenkes 2013 2.4
Pola Makan
Pola makan food pattern adalah kebiasaan memilih dan mengonsumsi bahan makanan oleh sekelompok individu. Pola makan dapat memberi gambaran
mengenai kualitas makanan masyarakat Suparlan, 2010.
Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri Kardjati 2009
adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri
khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu.
Universitas Sumatera Utara
11 Pola makan di suatu daerah dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan
beberapa faktor ataupun kondisi setempat, yang dapat dibagi dalam dua kelompok
yaitu :
a. Faktor yang berhubungan dengan persediaan atau pengadaan bahan
pangan. Dalam kelompok ini termasuk faktor geografi, iklim, dan kesuburan tanah yang dapat mempengaruhi jenis tanaman dan jum\lah
produksinya di suatu daerah. b.
Faktor ekonomi dan adat istiadat. Taraf sosial ekonomi dan adat kebiasaan setempat memegang peranan penting dalam pola konsumsi
penduduk. Di samping itu, kebijakan dalam bidang pangan, misalnya pemberian bantuan atau subsidi terhadap bahan tertentu, dalam
berpengaruh dalam pola konsumsi. Faktor jumlah anggota keluarga, sosial budaya dan besarnya pengeluaran
untuk pangan juga berperan dalam mempengaruhi susunan makanan dalam keluarga. Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan dalam jumlah
yang mencukupi dipengaruhi oleh ketersediaan dan harga bahan makanan. Bahan makanan yang harganya mahal atau jarang biasanya tidak pernah atau jarang
dihidangkan dalam susunan makanan keluarga Apriadji, 2009. Pola makan yang baik mengandung makanan pokok, lauk-pauk, buah-
buahan dan sayur-sayuran serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan yang baik dan jenis hidangan yang beraneka
ragam dapat menjamin terpenuhinya kecukupan sumber tenaga, zat pembangun dan zat pengatur bagi kebutuhan gizi seseorang. Sehingga status gizi seseorang
Universitas Sumatera Utara
12 akan lebih baik dan memperkuat daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit
Baliwati, 2004. Martianto dan Ariani 2004 menyatakan bahwa keluarga dengan
pendapatan yang rendah akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari 3 kali menjadi 2
kali dalam sehari. Selain itu, masyarakat berpendapatan rendah juga akan mengonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang beragam untuk memenuhi
kebutuhan gizi yang seimbang seperti mengonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging.
Khomsan 2003 menyatakan bahwa konsumsi pangan dipengaruhi oleh kebiasaan makannya, selain itu juga akan mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam melakukan pekerjaan sehingga kecukupan konsumsi pangan perlu mendapat perhatian. Anak-anak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial
ekonomi rendah sangat rawan terhadap gizi kurang. Mereka mengonsumsi pangan energi dan protein lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari
keluarga berada.
2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Makan, Kecukupan Gizi