Jenis dan Frekuensi Bahan Makanan Balita di Kelurahan Kenangan Baru

46

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Pola Makan Anak Balita

5.1.1 Jenis dan Frekuensi Bahan Makanan Balita di Kelurahan Kenangan Baru

Berdasarkan gambaran karakteristik balita, didapatkan hasil bahwa karakteristik balita berdasarkan pola makan lengkap makanan pokok, lauk pauk, sayur-sayuran dan buah-buahan sebesar 43,1 dan tidak lengkap makanan pokok dan lauk pauk sebesar 56,9. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis bahan makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh balita di Kelurahan Kenangan Baru dengan frekuensi 1-3xhari adalah nasi sebesar 100. Menurut Santoso 2009 bahwa pola makan masyarakat di Indonesia pada umumnya diwarnai oleh jenis-jenis bahan makanan yang diproduksi di daerah setempat, sehingga pola makan dapat memberikan berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Jenis makanan untuk lauk hewani yang paling sering dikonsumsi adalah telur dengan frekuensi 4-6xmgg sebesar 73,84, sedangkan untuk lauk nabati yang paling sering dikonsumsi adalah tempe sebesar 64,61 dengan frekuensi 4- 6xmgg. Pada umumnya lauk nabati dikonsumsi tidak bersamaan dengan lauk hewani. Jika sudah mengonsumsi lauk nabati maka lauk hewani tidak lagi Universitas Sumatera Utara 47 dikonsumsi oleh balita. Padahal anak balita membutuhkan protein dari sumber nabati dan hewani khususnya karena masih dalam masa pertumbuhan. Pangan sumber protein hewani dan pangan sumber protein nabati sama- sama menyediakan protein, tetapi masing-masing kelompok pangan tersebut mempunyai keunggulan dan kekurangan. Pangan hewani mempunyai mutu zat gizi yaitu protein, vitamin dan mineral yang lebih baik sedangkan kualitas protein dan mineral yang dikandung pangan protein nabati lebih rendah dibanding pangan protein hewani. Oleh karena itu dalam mewujudkan gizi seimbang kedua kelompok pangan ini hewani dan nabati perlu dikonsumsi bersama kelompok pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan kualitas zat gizi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna Hardinsyah, 2012. Lauk hewani dan lauk nabati berfungsi untuk pertumbuhan dan perkembangan organ-organ sehingga harus ada dalam makanan Uripi, 2004. Anak balita sangat jarang mengonsumsi daging yaitu sebesar 7,69 dengan frekuensi 4-6xminggu dan sebesar 64,61 dengan frekuensi 1xbulan. Hal ini diasumsikan karena mahalnya harga daging sehingga keluarga kurang mampu untuk membeli daging. Konsumsi sumber vitamin dari jenis sayuran yang paling sering dikonsumsi yaitu bayam, tauge dan kangkung sebesar 58,46 dengan frekuensi 1- 3xmgg. Bahkan ada anak yang hanya mengonsumsi satu jenis sayuran saja misalnya daun ubi, hal ini disebabkan karena sayuran jarang dihidangkan dalam menu makanan keluarga dan kebanyakan balita tidak menyukai makan sayur. Untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal dibutuhkan Universitas Sumatera Utara 48 sejumlah zat gizi yang harus didapat dari makanan dalam jumlah yang cukup dan sesuai yang dianjurkan setiap harinya. Oleh karena itu, ibu harus berusaha membiasakan makan sayuran pada anak, mungkin dengan upaya pengolahan yang disesuaikan dengan kondisi anak. Menurut Moehji 2009 lazimnya anak-anak kurang menyukai sayuran dalam makanan, untuk itu ibu penting dalam kebiasaan memilih bahan makanan yang baik pada usia ini, dalam hal ini ibu harus bertindak sedemikian rupa untuk mengajak memakan bahan-bahan makanan yang bergizi. Konsumsi sumber vitamin dari jenis buah-buahan yang paling sering dikonsumsi adalah pepaya sebesar 7,69 dengan frekuensi 1-3xhari, hal ini dikarenakan harga pepaya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan jenis buah yang lain. Konsumsi jajanan atau makanan selingan yang dikonsumsi balita yaitu biskuitroti sebesar 16,92 dengan frekuensi 1-3xhari dikarenakan balita yang kurang mampu mendapatkan bantuan dari Puskesmas dalam upaya memperbaiki gizi anak-anak. Keadaan tingkat konsumsi yang rendah dalam penelitian ini sesuai dengan kebiasaan makan anak pada usia ini yang umumnya sulit makan, porsinya sedikit dan kurang bervariasi, bahkan sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral masih banyak anak yang tidak menyukainya. Partisipasi masyarakat untuk datang dan menimbang anak balitanya di posyandu dimaksudkan agar status gizi balita dapat terus dipantau dengan memperhatikan pola makan anak balita tersebut sehingga dapat memenuhi kebutuhan zat gizinya. Dalam kegiatan rutin posyandu, juga terdapat pelayanan penyuluhan. Penyuluhan bermanfaat bagi masyarakat atau ibu Universitas Sumatera Utara 49 untuk menambah pengetahuan tentang kesehatan, penyediaan makanan dan gizi, sehingga apabila diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari maka akan terwujud pola hidup sehat bagi keluarganya. Rekomendasi Pedoman Gizi Seimbang, setiap hari sebaiknya mengonsumsi 3-5 porsi sayur dan 2-3 porsi buah. Satu porsi sayuran yaitu satu mangkuk ukuran sedang. Satu porsi buah yaitu satu buah ukuran sedang seperti apel atau pir, atau 10 buah ukuran kecil seperti anggur atau kelengkeng, atau satu potong buah ukuran besar seperti melon, semangka. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh sebagian besar anak balita di Kelurahan Kenangan Baru memiliki konsumsi energi baik sebesar 53,8, konsumsi protein baik sebesar 100 dan konsumsi lemak baik sebesar 46,2. Asupan energi sangat penting bagi sel tubuh, karena energi berguna untuk proses metabolisme basal dan Specific Dynamic Action SDA dalam tubuh. Apabila asupan energi kurang, maka akan terganggunya proses metabolisme tubuh Fauziah, 2009. 5.1.2 Umur Balita Berdasarkan Pola Makan dan Tingkat Konsumsi Energi, Protein dan Lemak di Kelurahan Kenangan Baru Berdasarkan hasil penelitian, anak balita pada kelompok umur 24 – 36 bulan memiliki pola makan lengkap sebesar 53,3 dan anak balita pada kelompok umur 37 – 60 bulan memiliki pola makan tidak lengkap sebesar 65,7. Berdasarkan hasil penelitian, anak balita pada kelompok umur 24 – 36 bulan memiliki konsumsi energi baik sebesar 63,3 dan pada kelompok umur 37 – 60 bulan sebesar 45,7 sedangkan anak balita pada kelompok umur 24 – 36 Universitas Sumatera Utara 50 bulan memiliki konsumsi energi kurang sebesar 6,7 dan pada kelompok umur 37 – 60 bulan sebesar 8,6. Berdasarkan konsumsi protein, anak balita pada kelompok umur 24 – 36 bulan dan pada kelompok umur 37 – 60 bulan memiliki konsumsi protein baik sebesar 100. Berdasarkan konsumsi lemak, anak balita pada kelompok umur 24 – 36 bulan memiliki konsumsi lemak baik sebesar 50 dan pada kelompok umur 37 – 60 bulan memiliki konsumsi lemak sedang sebesar 48,6 sedangkan anak balita pada kelompok umur 24 – 36 bulan memiliki konsumsi lemak kurang sebesar 6,7 dan pada kelompok umur 37 – 60 bulan sebesar 2,9 . Anak balita pada usia 1-3 tahun bersifat konsumen pasif dan usia 3-5 tahun bersifat konsumen aktif. Konsumen pasif artinya pada usia 1-3 tahun makanan yang dikonsumsi tergantung pada apa yang disediakan oleh ibu, sedangkan konsumen aktif artinya anak dapat memilih makanan yang disukainya Supriatin, 2004. Pada usia 1-5 tahun merupakan masa pertumbuhan yang memerlukan perhatian khusus dari orangtua, khususnya ibu terutama dalam hal makanan agar dalam asupan gizi dapat seimbang. Hal tersebut dikarenakan balita merupakan usia yang rentan akan gizi dan perlu pemantauan khusus masalah gizi agar mampu tumbuh dan berkembang secara optimal Adriani, 2014. Pada anak balita, perhatian terhadap pangan menurun. Kesukaan serta ketidaksukaan terhadap pangan berubah dari hari ke hari. Selera makan biasanya tidak bisa diperkirakan. Anak bisa makan lahap pada waktu makan pertama tetapi menolak pada waktu makan berikutnya. Keluhan sebagian besar Universitas Sumatera Utara 51 orang tua bahwa anak paling sulit makan malam. Ada kemungkinan bahwa seorang anak yang telah makan 2 kali dan mendapat beberapa jenis jajanan atau kudapan, telah terpenuhi kebutuhan energi dan zat-zat gizinya, sebelum waktu makan malam Realita,2010. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, anak balita lebih sering mengonsumsi jajanan diluar rumah. Ibu kurang mengetahui tentang makanan bergizi, hal ini akan berpengaruh terhadap pemilihan dan pemberian makan dalam keluarga khususnya pada balita sehingga dapat mempengaruhi pola makan. Puskesmas di Kelurahan Kenangan Baru memberikan bantuan kepada keluarga miskin yang memiliki balita dalam upaya memperbaiki gizi anak berupa biskuit dan susu. Kurangnya penyuluhan dari Puskesmas maupun Posyandu di Kelurahan Kenangan Baru sehingga ibu yang memiliki balita tidak memperhatikan pola makannya dan kurang beragamnya makanan yang diberikan. Petugas kesehatan seharusnya memberikan pengarahan kepada ibu yang memiliki balita bahwa biskuit tersebut dapat dijadikan makanan selingan di rumah agar balitanya tidak mengonsumsi jajanan yang hanya mengandung penyedap. Oleh karena itu, jangan biasakan balita menikmati makanan jajanan yang banyak dijual di pasaran. Selain tak mencukupi kebutuhan gizi, makanan jajanan hanya menawarkan rasa asin dan gurih. Makanan jenis ini di duga mengandung penyedap dan pengawet yang justru harus dihindari sebagai konsumsi anak-anak Uripi, 2004.

5.2 Status Gizi Balita