Kedudukan Talak di Luar Pengadilan Menurut Hukum Islam Dan Undang-

BAB IV PORBLEMATIKA TALAK DI LUAR PENGADILAN

BAGI MASYARAKAT DI WILAYAH TIGARAKSA

A. Kedudukan Talak di Luar Pengadilan Menurut Hukum Islam Dan Undang-

Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Sebelum mengetahui kedudukan talak di luar Pengadilan, baik menurut hukum Islam maupun Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, perlu diketahui bahwa yang terkandung di dalam pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan yang berwenang” adalah landasan dalam perceraian yang terkandung di dalam Undang-Undang yang cenderung kepada persaksian talak. 1 Oleh sebab itu, kedudukan talak di luar Pengadilan lebih difokuskan kepada persaksian talak, sebagai implementasi yang dituangkan dalam pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tersebut. Kebanyakan fuqaha jumhur ulama berpendapat bahwa talak itu dapat terjadi tanpa persakian, yakni dipandang sah oleh hukum Islam suami menjatuhkan talak kepada isterinya tanpa kehadiran dan kesaksian dua orang 1 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, Premena Jaya, 2006, Cet. Ke-2, h. 191. 47 saksi, karena talak itu menjadi hak suami sehingga berhak sewaktu-waktu menggunakan haknya tanpa harus menghadirkan dua orang saksi. 2 Menurut ketentuan hukum Islam, talak adalah termasuk salah satu hak suami, Allah menjadikan hak talak di tangan suami, tidak menjadikan hak talak itu di tangan orang lain, baik orang lain itu isteri, saksi ataupun Pengadilan. 3 Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 49 menyatakan sebagai berikut: ☺ ☺ ☺ ☺ ☺ ☯ ⌧ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, Kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mutah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya.” Q.S. al-Ahzab: 49 Ibnu Qayyum berkata bahwa talak itu menjadi hak bagi orang yang menikahi, karena itulah yang berhak menahan isteri yakni merujuknya, suami tidak memerlukan persaksian untuk mempergunakan haknya. 2 Ibid, Fiqh Munakahat, h. 208. 3 Ibid, Fiqh Munakahat, h. 208. Berbeda dengan ulama fuqaha Syi’ah Imamiyah berbeda pendapat dengan fuqaha Jumhur, yaitu mereka berpendapat persaksian dalam talak adalah syarat bagi sahnya talak, yang dilandaskan dengan firman Allah dalam surat at-Thalaq ayat 2: ☺ ☺ ☺ ⌧ ☯ ⌧ Artinya: “Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” Q.S. At-Thalaq: 2 Adapun talak di luar Pengadilan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dalam hal persaksian talak rupanya Pemerintah Indonesia cenderung kepada keharusan adanya persaksian talak dimaksud. Hal ini dapat dilihat pada pasal 39 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah disebut di atas, yang menyatakan bahwa “perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan”, kemudian pasal 14 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1974 menyatakan bahwa “suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, harus mengajukan surat kepada Pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa dia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu”. 4 Pasal 16 Peraturan Pemerintah ini menyatakan bahwa Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang Pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam pasal 14 apabila memang terdapat alasan-alasan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, dan Pengadilan berpendapat bahwa antara suami isteri bersangkutan tidak mungkin didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

B. Pandangan Hakim Tentang Talak di Luar Pengadilan