Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tinggi Isbat Nikah di Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 2014

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA TAHUN 2014

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

Gusti Fajerina Fauziati

NIM.1111044100027

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

(5)

v

ABSTRAK

Gusti Fajerina Fauziati. NIM : 1111044100027. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGGINYA ISBAT NIKAH DI PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA TAHUN 2014. Program Studi Hukum Keluarga, Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. viii + 96 halaman 10 lampiran.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui faktor penyebab tingginya angka isbat nikah di Pengadilan Agama Tigaraksa tahun 2014. Karena masih banyak terjadi perkawinan yang tidak dicatat oleh Pegawai Pencatat nikah dan tercatat di KUA, selain itu kurangnya sosialisasi Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pencatatan nikah dan PP No. 48 tahun 2014 tentang biaya nikah gratis juga menjadi faktor penyebab masih banyaknya perkawinan yang tidak tercatat.

Metode yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan teknik random sampling

yaitu metode pengambilan sample secara acak. Dalam teknik pengumpulan data penulis menggunakan observasi secara langsung dengan mengikuti sidang isbat nikah, wawancara dengan beberapa pelaku isbat nikah dan wakil ketua Pengadilan Agama Tigaraksa, studi dokumentasi dan studi kepustakaan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah prosedur dan penyelesaian isbat nikah di PA Tigaraksa sangatlah mudah, cepat, serta biaya ringan hal ini didasari oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1989 pasal 57 ayat 3. Kemudian, Salah satu faktor penyebab tingginya isbat nikah adalah masyarakat yang mulai sadar hukum terutama tentang pencatatan perkawinan dan banyaknya program penyuluhan dari Pemda setempat dengan mengadakan isbat nikah masal. Dengan meningkatnya perkara isbat nikah pertahun, hal ini juga menandakan bahwa masih lemahnya sosialisasi tentang undang-undang pencatatan perkawinan. oleh karena itu, diharapkan kepada pemerintah serta pihak-pihak terkait agar tidak terfokus kepada sosialisasi isbat nikah saja yang lebih terpenting perlu sosialisasi terhadap pencatatan perkawinan agar dikemudian hari tidak ada lagi nikah yang tidak tercatat oleh Kantor Urusan Agama (KUA). Kata kunci : Faktor Pengaruh tingginya isbat nikah, Pengadilan Agama Tigaraksa, Tahun 2014.

Pembimbing : Drs. H. A. Basiq Djalil, S.H., M.A Daftar Pustaka : Tahun 1980 s.d. Tahun 2015


(6)

vi

i Rabbil ‘alamin

Allah swt yang telah memberi petunjuk, kelancaran dan kemudahan sehingga berkat Ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta Salam tak lupa selalu tercurah kepada Baginda Muhammad saw, beserta Keluarga, Sahabat dan UmatNya.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam meraih gelar Sarjana Syariah (S.Sy) pada Kosentrasi Peradilan Agama, Fakultas Syariah dan hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak akan dapat menyelesaikan jika tanpa dukungan, bantuan dan saran dari berbagai pihak, terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan dengan tulus kepada Bapak :

1. Dr. Asep Saefuddin Jahar, M.A., P.hd selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Kamarusdiana, S.HI., M.H., Ketua Program Studi Hukum Keluarga dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag., Sekertaris Program Studi Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Basiq Djalil, S.H., M.A., Dosen Pembimbing Skripsi yang tidak pernah lelah dalam membimbing, mengarahkan dan memotivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. H. Supriyadi Ahmad, M.A sebagai Dosen Pembimbing Akademik yang mengarahkan penulis sejak awal masuk perkuliahan.

5. Ayahanda Tercinta H. Antung Jumberi, S.H., M.HI dan ibunda tersayang Dra. Hj. Rahmawati, M.Pd serta adik-adikku Gusti Khairina Shofia, Gusti Luthfi Khairunnisa dan Gusti Aisya Nurkhalisha yang tiada hentinya memberi semangat, motivasi, kasih sayang dan doa setiap saat, setiap waktu.


(7)

vii

6. Ibu Hj. Hotnidah Nasution, M.A, terima kasih atas bimbingan, motivasi dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan dari awal masuk perkuliahan hingga bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah Melimpahkan rahmat dan kasih sayangNya kepada kita semua. Amien.

8. Seluruh Staf-staf/Karyawan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang membantu proses administrasi penulis, terima kasih atas bantuannya.

9. Pegawai Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memberi kemudahan dalam mengumpulkan refrensi kepada penulis.

10.Seluruh staf Pengadilan Agama Tigaraksa, khususnya kepada wakil ketua PA Tigaraksa ibu Dra. Hj. Muhayah, S.H., M.H yang banyak membantu dan mendukung hingga penelitian karya ilmiah ini berjalan lancar.

11.Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan, Sumenep, Madura, Pondok Pesantren Baytul Qurra’ Jakarta, dan Ma’had Tahfidz Dzin Nurain Jakarta terima kasih atas ilmu-ilmu dan dukungan yang selalu mengalir.

12.Kakanda terkasih Husnul Abrar, Yunda Sena, Hasna, dan Lulu, terima kasih atas segala bantuan dan bimbingannya. Teman-teman Keluarga Besar Peradilan Agama Angkatan 2011 kelas A, B dan AKI yang menjadi teman seperjuangan, yang tidak dapat disebut satu persatu. Khusus kepada anak-anak Ijo Lumut dan Grup Marawis El-Zalazil

“ceritaku, ceritamu, dan cerita kita akan abadi.

Jakarta, 16 Maret 2015


(8)

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ...iii

LEMBAR PERNYATAAN ...iv

ABSTRAK ...v

KATA PENGANTAR ...vi

DAFTAR ISI ...viii

BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

D. Review Studi Terdahulu …...8

E. Metode Penelitian ...10

F. Sistematika Penulisan ... 12

BAB II: ISBAT NIKAH A.Pengertian Isbat Nikah ...14

B.Nikah yang Dapat diIsbatkan ……...15

C.Pencatatan Perkawinan dan Akta Nikah ...17

D.Hubungan Isbat Nikah dengan Pencatatan dan Akibat Hukumnya...25

BAB III: PROFIL PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA A.Sejarah Singkat dan Struktur Organisasi ...30

B.Wewenang Pengadilan ……...34

C.Perkembangan Perkara …...37

BAB IV: PERKARA ISBAT NIKAH DI PA TIGARAKSA A.Prosedur Pengajuan Isbat Nikah ...40


(9)

B.Proses Penyelesaian Perkara Isbat Nikah ...48

C.Faktor Yang Mempengaruhi Tingginya Isbat Nikah Tahun 2014...50

D.Analisis Penulis ...53

BAB V: PENUTUP A.Kesimpulan ...56

B.Saran-Saran ...58

DAFTAR PUSTAKA ...60

LAMPIRAN-LAMPIRAN : 1. Surat Permohonan Data/Wawancara ...62

2. Hasil Wawancara Bersama Wakil Ketua P2TP2A ...63

3. Data Hasil Wawancara Pihak Berperkara Sidang Isbat Nikah ...65

4. Hasil Wawancara Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa ...66

5. Laporan Tahunan Tentang Perkara Yang Diterima Di Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 2014 ...68

6. Laporan Tahunan Tentang Perkara Yang Diputus Di Pengadilan Agama Tigaraksa Tahun 2014 ...69

7. Surat Penetapan No. 0757/ Pdt.P/2014/PA. Tgrs ...70

8. Surat Penetapan No. 0758/Pdt.P/2014/PA. Tgrs ...80

9. Putusan Perkara No.1266/Pdt.G/2014/PA. Tgrs ...100


(10)

1 A. Latar Belakang Masalah

Adam As adalah manusia pertama ciptaan Allah swt. Makhluk paling sempurna yang diberikan akal dan nafsu. Akal berfungsi untuk berfikir dan hawa nafsu yang umumnya lebih cenderung kepada hal yang berkaitan dengan sesuatu yang bersifat kurang positif. Salah satunya ialah emosi. Manusia yang baik adalah manusia yang mengedepankan akal dari pada nafsunya, karena apabila manusia lebih mengedepankan nafsu dari pada akal maka, manusia tersebut berada dalam kerugian.

Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Oleh karena itu, Allah Swt menciptakan Hawa untuk mendampingi Adam. Maka dari pasangan-pasangan inilah Allah mengembangbiakan manusia.

Perkawinan adalah suatu cara yang dipilih Allah sebagai jalan manusia untuk beranak, berkembangbiak dan melestarikan hidup. Perkawinan salah satu sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua makhluk tuhan, tidak hanya manusia, bahkan hal ini berlaku pada hewan dan tumbuh-tumbuhan.1

Perkawinan merupakan mistaqan ghalidzan (ikatan kukuh, ikatan yang sangat kuat) oleh karena itu islam maupun negara mengatur kuat aturan masalah perkawinan ini. Dalam islam perkawinan adalah akad yang mengandung

1

Al-Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 6, Penerjemah Mohammad Thalib, (Bandung: PT.


(11)

2

kebolehan saling mengambil kenikmatan biologis antar suami dan istri sesuai dengan prosedur yang diajarkan oleh syara’, yakni akad nikah tidak sah sebelum rukun dan kesempurnaan syarat-syaratnya terpenuhi.2 Sedangkan dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 pasal 1 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian pada pasal 2 ayat (1) disebutkan pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan. Ayat (2) bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dari dua pengertian perkawinan menurut islam dan Undang-undang ditemukan persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah perkawinan merupakan ikatan suci suami-istri yang melegalkan hubungan antara keduanya yang tujuannya untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah

dengan syarat dan rukun yang telah ditentukan oleh syara’. Sedangkan perberbedaannya ialah, didalam undang-undang perkawinan mensyaratkan penting dicatatkan perkawinan tersebut menurut aturan negara. Sedangkan didalam islam tidak demikian adanya.

Pencatatan perkawinan adalah merupakan syarat administratif.3 maksudnya yang pertama, pencatatan yang dimaksud, diwajibkan dalam rangka

2

Muhammad Zuhaily, Fikih Munakahat kajian Fikih Pernikahan dalam Persepektif

Madzhab Syafi’i, (Jakarta: CV. Imtiyaz, 2013) cet ke-1 hal.11 3

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) cet. Ke-4 hal. 60


(12)

fungsi Negara memberikan jaminan perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia kepada yang bersangkutan. Kedua, pencatatan secara administratif yang dilakukan oleh Negara dimaksudkan agar perkawinan sebagai perbuatan hukum penting dalam kehidupan yang bersangkutan karena implikasinya sangat luas, sehingga perlu adanya bukti autentik dari peristiwa tersebut. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Abdil Baril Basith dalam artikelnya yang mengatakan bahwa dalam pandangan sebagian masyarakat, perkawinan adalah sah jika melengakapi seluruh rukun (al-arkan) dan memenuhi seluruh syarat (al-syuruth), juga tidak adanya penghalang perkawinan (al-mani’)

menurut agama. Adapun pencatatan hanyalah urusan administrasi saja atau penguat istilah fikihnya disebut dengan tautsiqiy. Akibatnya, tidak mengherankan bila sampai saat ini masih ada perkawinan-perkawinan yang tidak dicatatkan yang dikenal dengan istilah kawin sirri (perkawinan dibawah tangan).4

Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat. Ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian (misaq al-ghalidz) perkawinan, dan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga.5 Jika perkawinan tidak dicatatkan, maka suami maupun istri tidak memiliki bukti aotentik atas perbuatan hukum yang telah mereka lakukan. Hingga apabila terjadi percekcokan diantara mereka, atau salah satu tidak bertanggung

4

Abdul Baril Basith, artikel ”Pihak-Pihak Dalam Permohonan Pengesahan Nikah” Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, edisi No. 75, (Jakarta: PPHIMM, 2012) hal. 115

5

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal. 107


(13)

4

jawab, maka yang lain dapat melakukan upaya hukum guna mempertahankan atau memperoleh hak-hak masing-masing.6

Fenomena yang marak terjadi di Indonesia sekarang adalah nikah sirri

yang sebagian orang mengartikan berbagai macam istilah antara lain dengan kawin bawah tangan, kawin diam-diam, kawin rahasia, dan lain sebagainya.7 Perkawinan bawah tangan adalah perkawinan yang dilakukan oleh calon mempelai laki-laki kepada calon mempelai wanita tanpa dicatat oleh pegawai pencatat nikah dan tidak mempunyai akta nikah.8 Hal ini tentu saja mengakibatkan perkawinan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Peran utama kantor Urusan Agama (KUA) adalah pelaksaaan pencatatan nikah. Agar seluruh perkawinan di wilayah kerjanya dapat dilakukan melalui pencatatan dan sesuai dengan undang-undang yang berlaku.9 Kendati demikian, hal tersebut masih minim terjadi khususnya di wilayah yuridiksi PA tigaraksa. Hal ini dibuktikan dengan tingginya permohonan isbat nikah yang terjadi per-tahun. Isbat nikah adalah upaya penetapan pernikahan yang tidak tercatat atau tidak dilakukan di depan pegawai pencatat Nikah di Kantor Urusan Agama (KUA).

6

Ahmad Rofiq, Hukum Islam Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000) hal. 107

7

Abdurrahman Masykur, artikel “Hiruk Pikuk Pernikahan Sirri Bupati Aceng (Sebuah

telaah Analisis perspektif Perlunya RUU HMPA Segera disahkan)”, Jurnal Mimbar Hukum dan

Peradilan, edisi No. 76, (Jakarta: PPHIMM, 2013) hal. 175 8

Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: sinar Grafika, 2007) cet. Ke- 2 hal. 27

9

Alimin dan Euis Nurlaelawati, Potret Administrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (jakarta: Orbit Publishing, 2013) cet. Ke-1 hal. 85


(14)

Berdasarkan undang-undang, isbat nikah merupakan kewenangan Pengadilan Agama.10

Berdasarkan data yang didapat oleh penulis, perkara permohonan isbat nikah dari tahun 2012 sampai 2014 terus mengalami peningkatan. Di tahun 2012 tercatat 393 perkara, kemudian pada tahun 2013, perkara isbat nikah naik 74% menjadi 685 perkara, dan data terakhir pada tahun 2014, dari perkara isbat nikah tahun lalu data isbat nikah terbaru mengalami kenaikan 11% tercatat hingga bulan Nopember 2014 terdapat 765 perkara. Dari data inilah penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingginya angka isbat nikah di PA Tigaraksa.

Sehingga dari hasil penelitian ini, penulis berinisiatif untuk menjadikan sebuah skripsi yang merupakan bagian dari tugas akhir perkuliahan di UIN syarif Hidayatullah Jakarta, jurusan Hukum Keluarga, kosentrasi Peradilan Agama

dengan mengangkat judul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGGINYA ISBAT NIKAH DI PA TIGARAKSA TAHUN 2014”.

B. Pembatasan Masalah Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Karena adanya keterbatasan , waktu, dana, tenaga, teori-teori dan supaya penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka tidak semua masalah yang telah diidentifikasikan akan

10

Alimin dan Euis Nurlaelawati, PotretAdministrasi Keperdataan Islam di Indonesia, (jakarta: Orbit Publishing, 2013) hal. 86


(15)

6

diteliti.11 Perlu pembatasan masalah yang berkaitan dengan teori rumusan masalah yang akan menampakan variabel yang diteliti, agar permasalahannya tidak melebar kemana-mana.12

Oleh karena itu, maka penulis membatasi penelitiannya antara lain meliputi, perkara isbat nikah dalam skripsi ini dibatasi pada tempat atau objek yang dimaksud dalam penelitian ini ialah wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Tigaraksa Kabupaten Tangerang, yang terletak di Jalan Atik Soeardi, Komplek Perkantoran Pemda kabupaten tangerang.Dari variabel data yang telah dijelaskan sekilas pada latar belakang masalah, penulis hanya fokus pada data tahun 2014 saja. Karena jika dilihat dari data yang disajikan sejak tiga tahun terakhir, akan besar kemungkinan tingkat kesulitannya untuk diteliti. karena melihat banyaknya perkara isbat nikah dari tahun 2012 hingga 2014, perkara terbanyak terdapat pada tahun 2014. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kemudahan untuk penulis mengambil sampel data, karena perkara pada tahun 2014 terbilang perkara baru dan memudahkan penulis untuk melakukan penelitian serta mendapatkan data-data pelaku dari perkara isbat nikah tersebut.

11

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009)cet. Ke-8 hal. 281

12

Bahdin Nur tanjung dan Ardial, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Proposal, Skripsi, Tesis) dan Mempersiapkan Diri Menjadi Penulis Artikel Ilmiah, (jakarta: Kencana, 2005) cet. Ke-1 hal. 57


(16)

2. Perumusan Masalah

Dengan keluarnya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 mestinya tidak ada lagi isbat nikah yang dilakukan setelah tahun 1974, kenyataan yang terjadi dilapangan banyak perkawinan tidak tercatat setelah tahun 1974 dan meminta isbat nikah ke Pengadilan Agama. Sedangkan Pengadilan Agama masih menerima dan mengisbatkan perkawinan tersebut.

Rumusan tersebut penulis rinci dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pengajuan isbat nikah di Pengadilan Agama Tigaraksa?

2. Bagaimana proses penyelesaian perkara isbat nikah di pengadilan Agama Tigaraksa?

3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah di PA Tigaraksa pada tahun 2014?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan dan membuktikan pengetahuan.13 Dari sinilah, tujuan

13

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009)cet. Ke-8 hal. 290


(17)

8

penelitian ini dibuat dalam rangka, penulis ingin mengungkapkan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini dimaksudkan karena hal-hal, Antara lain sebagai berikut:

a. Menjelaskan prosedur pengajuan isbat nikah

b. Menjelaskan proses penyelesaian perkara isbat nikah

c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah di PA Tigaraksa tahun 2014.

2. Manfaat Penelitian

Penulis berharap supaya hasil penelitian ini tidak berhenti sampai disini. Namun, penulis menaruh harapan besar agar penelitian ini bermanfaat antara lain:

a. Skripsi ini dapat menjadi acuan untuk para peneliti selanjutnya,

b. Skripsi ini juga diharapkan bermanfaat bagi masyarakat-masyarakat yang minim pengetahuan khususnya dibidang hukum keluarga,

c. Untuk memperkaya wawasan bagi para penegak keadilan di manapun. D. Review Studi Terdahulu

Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah di PA Tigaraksa, adapun beberapa judul skripsi terdahulu yang pernah ditemukan penulis dan membahas terkait dengan judul skripsi yang ditulis oleh penulis, antara lain:


(18)

1. Evi Nopitasari (109044200009) (Administrasi Keperdataan Islam, tahun 2013). Judul: Faktor-Faktor Penyebab Tinginya Angka Cerai Gugat Di Pengadilan Agama Jakarta Timur (Tahun 2010-2012).

a. Substansi: Permasalahan pada skripsi ini lebih menekankan kepada faktor-faktor penyebab dari tingginya angka cerai gugat yang terus meningkat di Pengadilan Agama Jakarta timur pada tahun 2010-2012.

b. Pembeda: penulis tidak membahas tentang faktor-faktor penyebab tingginya angka cerai gugat. Akan tetapi, penulis menekankan pembahasannya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah.

2. Saiful Hadi (204044102982) (Peradilan Agama, tahun 2010). Judul: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Isbat nikah Di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

a. Substansi: permasalahan yang ada pada skripsi ini lebih memfokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya atau alasan-alasan dalam permohonan isbat nikah yang terjadi di wilayah yuridiksi Pengadilan Agama Jakarta Selatan, selama periode tahun 2008.

b. Pembeda: dalam penelitian penulis, lebih menekankan kepada faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah di Pengadilan Agama Tigaraksa pada tahun 2014.


(19)

10

3. Mu’min Maulana Sidiq (105044101420) (Peradilan Agama, tahun

2010). Judul: Isbat Nikah Bagi Pelaku Nikah Sirri (Studi Kasus Di PA Karawang, Jawa Barat).

a. Substansi: skripsi ini lebih difokuskan kepada maraknya kasus nikah sirri yang berakibat dengan tingginya permohonan isbat nikah di PA Karawang. Serta menjelaskan tentang buruknya nikah sirri dan aspek hukum isbat nikah dalam hukum islam dan hukum positif.

b. Pembeda: penulis memfokuskan penelitian ini tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya perkara isbat nikah di PA Tigaraksa pada tahun 2014.

E. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala sosial yang terjadi saat itu.14 Kemudian pada saat pengambilan sample, penulis menggunakan teknik Random Sampling,

yakni metode pengambilan sampling secara acak dalam sebuah populasi.15

14

Husen Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004) cet. Ke-6 hal. 22

15

Husen Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2004) hal. 82


(20)

Hal ini dimaksudkan penulis agar mempermudah dalam proses penelitian karena data yang tersedia terlalu banyak.

2. Kriteria dan Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan dua jenis sumber data, yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data-data yang didapat langsung dari Pengadilan Agama Tigaraksa pada tahun 2014. Data yang diperoleh langsung melalui wawancara dengan hakim, staf-staf yang terkait dengan penetapan perkara isbat nikah dan pelaku dari penetapan perkara tersebut.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari literatur kepustakaan, seperti: buku-buku yang berkaitan dengan penelitian, kitab-kitab fikih maupun peraturan perundang-undangan, jurnal-jurnal, artikel serta sumber lain terkait dengan skripsi ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi, disini penulis terjun secara langsung untuk mengamati data yang telah ada didaerah yang telah ditentukan oleh penulis yakni wilayah yuridiksi PA Tigaraksa.

b. Wawancara, pelaksanaannya dilakukan secara langsung dengan hakim yang menangani perkara isbat nikah tersebut dan beberapa pelaku yang mengajukan permohonan tersebut.


(21)

12

c. Studi dokumentasi, penulis melakukan studi dokumentasi untuk mendapatkan data-data perkara isbat nikah tahun 2014 di PA Tigaraksa.

d. Studi kepustakaan, penulis melakukan pengkajian buku-buku dan literatur yang berhubungan dengan penelitian sebagai tambahan penguat teori-teori yang dituangkan dalam skripsi ini.

4. Pedoman Penulisan Skripsi

Dalam hal ini penulis menagacu pada Buku Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengurutkan menjadi beberapa bab yang terdiri dari poin-poin, antara lain:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang memuat: latar belakang masalah, rumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitan, studi terdahulu, metode penelitian, sistematika penelitian dan kerangka teori.

Bab kedua, berisi pembahasan tentang isbat nikah yang meliputi: pengertian isbat nikah, hal-hal yang dapat di isbatkan, pencatatan perkawinan dan akta nikah, hubungan isbat nikah dengan pencatatan perkawinan serta akibat hukum dari isbat nikah.


(22)

Bab ketiga, berisi profil Pengadilan Agama Tigaraksa yang meliputi: sejarah singkat dan letak geografis, struktur organisasi dan wilayah yuridiksi.

Bab keempat, berisi tentang hasil penelitian yang meliputi: prosedur hingga penyelesaian perkara isbat nikah serta analisis data faktor penyebab isbat nikah.


(23)

14 BAB II

ISBAT NIKAH

A. Pengertian Isbat Nikah

Isbat nikah terdiri dari dua kata dalam Bahasa Arab yakni itsbat ( ابْثإ) yang artinya, penetapan, kepastian, pencatatan, verifikasi.1 Sedangkan nikah yang maksudnya al-Wath’i, al-„Aqd, al-Dammu yang artinya bersetubuh, akad dan berkumpul. 2 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, isbat adalah penyungguhan, penetapan, penentuan. Sedangkan isbat nikah yakni penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah.3

Isbat nikah adalah penetapan nikah yang diajukan kepada Pengadilan Agama sehingga orang yang bersangkutan mempunyai hukum dalam ikatan perkawinannya.4 Isbat nikah merupakan suatu penetapan nikah yang diajukan oleh pasangan suami-istri kepada Pengadilan Agama untuk mendapatkan kembali haknya.5 Dari sini penulis berkesimpulan bahwa isbat nikah merupakan salah satu perkara yang hanya dapat diselesaikan di Pengadilan Agama untuk menyelesaikan

1

Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1998), Cet. Ke-8, hal. 20

2

Wahbah Zuhaily, al-Fiqh a-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989) hal. 29

3

DEPDIKBUD, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), Cet. Ke-2, hal. 339

4

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), Cet. Ke-1, hal. 29

5

Yayan Sopyan. Islam dan Negara- Transformasi Hukum Perkawinan Islam dalam Hukum Nasional. (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011) cet. Ke- 1 hal. 135


(24)

sengketa pernikahan umat islam yang belum tercatatkan, sebagaimana telah tercantum dalam KHI pasal 7 ayat 3. Sedangkan bagi pasangan suami-istri yang non islam, pedoman semacam isbat nikah tidak ada dan tidak diatur. Mereka justru diminta untuk melakukan pernikahan ulang yang kemudian disertai dengan mencatatkannya dihadapan pejabat yang berwenang yakni kantor catatan sipil.

Permohonan isbat nikah diajukan ke Pengadilan Agama karena suatu perkawinan tidak mempunyai akta nikah dan tidak dapat dibuktikan karena adanya suatu sebab.6 Menurut pasal 7 ayat (2) KHI berbunyi, “Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan isbat

nikahnya ke Pengadilan Agama.”

B. Nikah yang Dapat diIsbatkan

Dalam undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan pasal 64 disebutkan bahwa, untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan-peraturan lama, adalah sah.7 Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa isbat nikah hanya dibatasi untuk perkawinan sebelum lahirnya undang-undang tersebut dan sebelum tahun 1974. Kemudian peraturan tersebut di perjelas dengan Kompilasi Hukum Islam pasal 7 ayat 3 yang berbunyi:

“Isbat nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan:

6

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 29

7

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, (yogyakarta: Liberty, 1986), cet. Ke-2, hal. 156


(25)

16

a. Adanya perkawinan dalam rangka penyelesaian perceraian. Maksudnya adalah jika seorang pasangan suami-istri yang sebelumnya menikah dibawah tangan dan tidak mencatatkannya di Pegawai Pencatat Nikah atau Kantor Urusan Agama, kemudian ia bermaksud ingin mengajukan cerai maka sebelumnya ia harus mengajukan permohonan isbat nikah yang dapat dilakukan secara bersamaan dengan gugatan atau permohonan cerai.

b. Hilangnya akta nikah. Apabila suatu perkawinan yang sah menurut agama dan dicatatkan menurut undang-undang, kemudian bukti tersebut hilang, maka pasangan yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan Agama dengan membawa bukti lapor kehilangan akta nikah dari petugas yang berwenang (polisi) c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat

perkawinan. Syarat-syarat perkawinan yang tercantum dalam KHI pasal 14 menyebutkan, adanya calon istri, calon suami, wali nikah, dua orang saksi, ijab dan kabul. Jika tedapat keraguan dari salah satu syarat tersebut, maka dapat diajukan permohonan isbat nikah ke Pengadilan. d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang

Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Maksudnya adalah pasangan suami istri yang menikah sebelum lahirnya Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan sedangkan perkawinannya tidak tercatat, maka dapat mengajukan isbat nikah agar perkawinan tersebut berkekuatan hukum tetap.


(26)

e. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Maksudnya adalah permohonan isbat nikah dapat dilakukan apabila perkawinan tersebut tidak mempunyai halangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 39, 40, 41, 43 KHI dan dalam aturan undang-undang No1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 8,9,10.

Permohonan isbat nikah diatas, menurut pasal 7 ayat (4) KHI menyatakan bahwa yang berhak mengajukan permohonan isbat nikah ialah suami atau istri, anak-anak mereka, wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan.8

C. Pencatatan Perkawinan dan Akta Nikah 1. Pencatatan Perkawinan

Al-qur’an dan Al-hadist tidak mengatur secara rinci mengenai pencatatan perkawinan. Namun, seiring dengan tuntutan perkembangan zaman dan dengan berbagai pertimbangan kemaslahatan Hukum Islam Indonesia mengaturnya melalui perundang-undangan baik undang-undang No. 1 tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam (KHI). 9

8

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 26

9

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 26


(27)

18

Pencatatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban perkawinan dalam masyarakat ini merupakan suatu upaya yang diatur melalui perundang-undangan, untuk melindungi martabat dan kesucian (Misaq Al-ghalidz) perkawinan, dan lebih khusus lagi perempuan dalam kehidupan rumah tangga.10

Pencatatan perkawinan merupakan syarat administratif. Maksudnya adalah perkawinan tetap sah, karena standar sah dan tidaknya perkawinan ditentukan oleh norma-norma agama dari pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan. Hal ini sesuai dengan ketentuan UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 2 ayat (1). Pencatatan perkawinan diatur karena tanpa pencatatan, suatu perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum. Akibatnya adalah, apabila salah satu pihak dari suami istri lalai terhadap kewajibannya, maka pihak lain tidak dapat melakukan upaya hukum karena tidak memiliki bukti autentik dari perkawinan yang dilangsungkan.11

Pencatatan perkawinan bagi penduduk yang beragama islam, pasal 8 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menentukan, bahwa kewajiban instansi pelaksana untuk pencatatan nikah, talak, cerai, dan rujuk bagi penduduk yang beragama

10

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000) Cet. Ke- 4, hal. 107

11


(28)

Islam pada tingkat kecamatan dilakukan oleh pegawai pencatat pada KUA Kecamatan.12

Masalah pentingnya pencatatan ini masih perlu disosialisasikan. Boleh jadi hal ini akibat pemahaman fikih sentris yang dalam kitab-kitab fikih tidak pernah dibicarakan, namun sejalan dengan situasi dan kondisi perlu diperhatikan seperti dalam ayat mudayannah (al-baqarah ayat 282), yang mengisyaratkan bahwa adanya bukti otentik sangat diperlukan untuk menjaga kepastian hukum. Bahkan redaksinya dengan tegas menggambarkan bahwa pencatatan didahulukan daripada kesaksian, yang dalam perkawinan menjadi salah satu rukun. 13Sebagaimana yang dikutip berikut:                                                                                                                                                                              12

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012) Cet. Ke-2, hal. 225

13


(29)

20                                   

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu (al-baqarah: 282).”

Dalam Hadist Nabi Saw yang diriwayatkan oleh Shahih Bukhari yang berbunyi:

ا ج زت يفص ق عأ ع ص ها ل سر أ س أ ع ( را ب ا ر)سيحب ا ي ع ل أ ,ا قدص ا قتع لعج

14

Artinya: “Dari Anas ra, Rasulullah Saw memerdekakan shafiyah dan mengawininya dan menjadikan kemerdekaannya itu sebagai emas kawinnya. Rasul mengadakan pesta perkawinan dengan menghidangkan hais, sebangsa masakan.” (HR. Bukhari)

14

Shahih Bukhari, Terjemahan Hadis Shahih Bukhari Jilid IV No. 1601, Penerjemah Zainuddin Hamidy, Fachruddi, dkk, (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1992) Cet. Ke- 13 Hal. 14


(30)

Tidak ada sumber-sumber fikih yang menyebutkan mengapa dalam hal ini pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, tidak dianalogikan kepada ayat muammalah tersebut. Dalam kaidah hukum islam, pencatatan perkawinan dan membuktikannya dengan akta nikah, sangat jelas mendatangkan maslahat bagi tegaknya rumah tangga.15 Sejalan dengan prinsip:

ْلا أْرد حلاصمْلا بْج ى ع ٌَدقم دسافم

16

“Menolak kemadharatan lebih didahulukan daripada memperoleh kemaslahatan.”

ح ْصمْلاب ٌطْ م َيعَّلا ى ع امأا فّصت

17

“suatu tindakan (peraturan) pemerintah, berintikan terjaminnya kepentingan dan kemaslahatan rakyatnya.”

Praktek pemerintah yang mengatur tentang pencatatan perkawinan dan dibuktikannya dengan akta nikah, meminjam istilah teknis dalam epistimologi hukum islam, adalah metode mashlahatul mursalah. Hal ini karena secara formal tidak ada ketentuan ayat atau sunnah yang memerintahkan pencatatan, kandungan

maslahatnya sejalan dengan tindakan syara’ yang ingin mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Atau dengan memperhatikan ayat yang dikutip

15

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 118 16

Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid Fiqhiyyah, Penerjemah Wahyu Setiawan, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.ke-1, hal. 21

17

Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawaid Fiqhiyyah, Penerjemah Wahyu Setiawan, (Jakarta: Amzah, 2009), Cet.ke-1, hal. 21


(31)

22

diatas, dapat diqiyaskan, karena ada kesamaan illat, yaitu dampak negatif yang ditimbulkan.

Dengan analisis tersebut diatas, dapat ditegaskan bahwa pencatatan perkawinan merupakan ketentuan yang perlu diterima dan dilaksakan oleh semua pihak. Karena ia mamiliki landasan metodelogis yang cukup kokoh, yaitu qiyas atau maslahah mursalah yang menurut al-Syatibi merupakan dalil qat’i yang dibangun atas dasar kajian induktif (istiqra’i).18

Menurut PP No. 9 Tahun 1975 pasal 3 tentang prosedur pencatatan nikah:

(1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan berlangsung.

(2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.

(3) Pengecualian terhadap waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati Kepala Daerah.

Setelah prosedur tersebut dilaksanakan barulah proses terakhir yakni akad nikah dan pencatatan nikah oleh pegawai pencatat nikah.19

18

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal.121 19

Mardani, Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), Cet. Ke- 1, hal. 20


(32)

Kemudian mengenai biaya pencatatan nikah sesuai dengan ketentuan PP No. 48 Tahun 2014 jo PP No. 47 Tahun 2004 tentang biaya nikah dan rujuk di

Kantor Urusan Agama (KUA) pasal 6 menyebutkan, “bahwa biaya nikah dan

rujuk yang dilaksanakan di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dikenakan biaya, akan tetapi jika dilaksanakan diluar KUA maka dikenakan biaya transportasi dan jasa profesi sebesar Rp. 600.000,-

2. Akta Nikah

Akta nikah adalah sebuah daftar besar yang memuat identitas kedua mempelai, orang tua/walinya atau juga wakilnya. Juga memuat surat-surat yang diperlukan.20

Akta nikah merupakan bukti autentik dari suatu pelaksanaan perkawinan sehingga dapat menjadi jaminan hukum bila terjadi salah satu antara suami atau istri melakukan suatu tindakan menyimpang, maka salah satu dari suami atau istri tersebut dapat mengadukannya dan mengajukan gugatan perkaranya ke Pengadilan. Selain itu fungsi akta nikah juga untuk membuktikan keabsahan anak dari hasil perkawinan. Sehingga tanpa adanya akta nikah, upaya hokum ke Pengadilan tidak dapat dilakukan.21

20

Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2006) Cet. Ke-2 hal. 16

21

Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam Di Indonesia,(Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal.29


(33)

24

Dalam pasal 12 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksaan Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 , akta nikah memuat sepuluh langkah yang harus dipenuhi yakni sebagai berikut:22

a. Nama, tanggal, tempat lahir, agama/kepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman suami istri. Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suami terdahulu.

b. Nama, agama/kepercayaan, dan tempat kediaman orang tua mereka.

c. Izin kawin sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4) dan (5) Undang-undang Perkawinan.

d. Dispensasi sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 7 ayat (2) Undang-undang perkawinan.

e. Izin pengadilan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 4 undang-undang perkawinan.

f. Persetujuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat(1) undang-undang perkawinan.

g. Izin pejabat yang ditunjuk oleh Menhankam/Pangab bagi angkatan bersenjata.

h. Perjanjian perkawinan, bila ada.

i. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, dan tempat kediaman para saksi dan wali nikah bagi yang beragama islam.

22


(34)

j. Nama, umur, agama/kepercayaan, pekerjaan, dan tempat kediaman kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.

Setelah akad nikah kedua mempelai menandatangani akta nikah dan salinannya yang telah disiapkan pegawai pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku diikuti oleh tanda tangan dari kedua saksi, wali atau yang mewakilinya serta pegawai pencatat nikah. Dengan penanda tanganan akta nikah berikut salinannya maka perkawinan telah tercantum serta resmi dan mempunyai kekuatan hukum.23

D. Hubungan Isbat Nikah Dengan Pencatatan Dan Akibat Hukumnya

Pernikahan berasal dari kata nikah, yang maksudnya adalah berkumpul. 24 dalam Bahasa Arab bermakna al-Wath’i, al-„Aqd, al-Dammu yang artinya bersetubuh, akad dan berkumpul. 25 menurut Wahbah Zuhaily, perkawinan adalah akad yang telah ditetapkan oleh Syara’ agar seorang laki-laki dapat mengambil manfaat untuk melakukan istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita atau sebaliknya.26 Sedangkan menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 1 bahwa, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara

23

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 116 24

Moch. Anwar. Dasar-dasar hukum Islami dalam Menetapkan Keputusan Di Pengadilan Agama. (Bandung: CV. Diponegoro, 1991)cet. Ke-1 hal. 15

25

Wahbah Zuhaily, al-Fiqh a-Islami Wa Adillatuhu, Juz VII, (Damsyiq: Dar al-Fikr, 1989) hal. 29

26


(35)

26

seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2 dinyatakan bahwa, perkawinan dalam hukum islam adalah akad yang sangat kuat atau Mitsaqan Ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.

Dalam undang-undang pencatatan perkawinan yang diatur dalam pasal 2 ayat(2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yakni, bahwasanya tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kemudian dalam Kompilasi Hukum Islam, pencatatan perkawinan disebutkan pada pasal 5, yaitu: (1) agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam, setiap perkawinan harus dicatat. (2) pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh pegawai pencatat nikah sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang No. 22 tahun 1946 Jo. Undang-undang No. 32 tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk. Selanjutnya dalam pasal 6 dinyatakan: (1) untuk memenuhi ketentuan pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pencatat nikah. (2) perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

Tata cara perkawinan, antara lain:27

27

Abdul Manan. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam Di Indonesia. (Jakarta: Kencana, 2006) Cet. Ke-2 hal. 15


(36)

1. Pemberitahuan, maksudnya adalah bagi calon mempelai hendaknya memberitahukan kehendaknya itu kepada pegawai pencatat nikah, yang biasanya dilakukan oleh orang tua atau walinya.

2. Pemeriksaan, pegawai pencatat nikah meneliti syarat-syarat perkawinan yang apabila belum terpenuhi agar diberitahukan kepada yang bersangkutan untuk memenuhinya. Jika telah terpenuhi maka, pegawai pencatat nikah membuat pengumuman yang ditempel pada kantor pegawai pencatat nikah didaerah hukum yang meliputi tempat tinggal kediaman masing-masing kedua calon mempelai.

3. Pelaksanaan, perkawinan harus dihadiri oleh saksi dan dihadiri pula oleh pegawai pencatat nikah. Bagi pemeluk agama islam, akad nikah dilaksanakan oleh wali nikah atau wakilnya. Sesaat setelah akad nikah, maka kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh pegawai pencatat nikah yang bertugas untuk mencatat perkawinan tersebut. Dengan selesainya proses tadi, maka perkawinan tersebut telah sah dan tercatat secara resmi serta berkekuatan hukum tetap.

Pencatatan perkawinan di Indonesia menurut Pasal 34 Undang-undang No. 23 tahun 2006 ditentukan bahwa:28

28

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012) hal. 225


(37)

28

(1) Perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal perkawinan.

(2) Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pejabat pencatat sipil mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan kutipan akta perkawinan.

(3) Kutipan akta perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing diberikan kepada suami istri.

(4) Pelaporan sebagaimana ayat (1) bagi penduduk yang beragama islam dilakukan oleh KUA Kecamatan.

(5) Data hasil pencatatan peristiwa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan dalam pasala 8 ayat (2) wajib disampaikan oleh KUA Kecamatan kepada instansi pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan.

(6) Hasil pencatatan data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memerlukan penerbitan kutipan akta pencatatan sipil. (7) Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan pada UPTD Instansi pelaksana.

Menurut pendapat Asrorun Ni’am Sholeh, selaku wakil Sekertaris Komisi Fatwa MUI, bahwa perkawinan yang dilakukan di luar pengetahuan dan pengawasan pegawai pencatat nikah tidak memiliki kekuatan hukum dan


(38)

dianggap tidak sah di mata hukum.29 Hal ini dapat diartikan, bahwasanya perkawinan yang tidak tercatat memiliki dampak negatif bagi istri dan perempuan baik secara hukum maupun sosial. Secara hukum, tidak diakuinya hak-hak keperdataan yang timbul dari hasil perkawinan tersebut, tidak dianggap sebagai istri sah, tidak berhak atas nafkah dan warisan dari suami jika ia meninggal dunia. Tidak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan, karena secara hukum, perkawinan dianggap tidak pernah terjadi. Secara sosial, status anak yang dilahirkan dari perkawinan tidak tercatat di mata hukum dianggap sebagai anak tidak sah, konsekuensinya anak tersebut hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya saja, selain itu dalam akta kelahiran status anak dianggap sebagai anak diluar nikah, sehingga hanya dicantumkan nama ibu yang melahirkannya.

Menurut Ahmad Rofiq, pencatatan perkawinan memiliki dua manfaat, yakni: manfaat preventif dan manfaat represif. Pencatatan perkawinan memiliki manfaat preventif, yaitu untuk menanggulangi agar tidak terjadi kekurangan atau penyimpangan rukun dan syarat-syarat perkawinan, baik menurut hukum agama maupun menurut perundang-undangan. Sedangkan manfaat represifnya adalah, hal yang berkaitan dengan perkawinan yang tidak memiliki akta nikah karena sesuatu sebab dapat mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama.30

29

Pendapat Asrorun Ni’am yang dikutip oleh Neng Djubaidah, Pencatatan

Perkawinan&Perkawinan Tidak Dicatat Menurut Hukum Tertulis di Indonesia dan Hukum Islam, (Jakarta:Sinar Grafika, 2012) hal. 257

30

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2000), hal. 111-117


(39)

30

Dari pembahasan diatas penulis menyimpulkan bahwa isbat nikah adalah upaya yang diberikan pemerintah untuk mengayomi masyarakat sebagai solusi dari perkawinan yang belum/tidak tercatat agar dapat dicatatkan dan memiliki suatu penetapan hukum, dan hasil dari isbat tersebut yaitu adanya suatu penetapan dari pengadilan untuk mendapatkan akta nikah sehingga perkawinan yang sebelumnya tidak memiliki kekuatan dihadapan hukum akhirnya berkekuatan hukum tetap.


(40)

30 A. Sejarah Singkat dan Struktur Organisasi

1. Sejarah Singkat

Pengadilan Agama Tigaraksa dibentuk berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor : 85 tahun 1996 tanggal 01 Nopember 1996 dan Pengadilan Agama tigaraksa diresmikan pada hari kamis tanggal 21 Agustus 1997 bertepatan dengan tanggal 17 Rabiul Awwal 1418 H oleh Direktur Peradilan Agama atas nama Menteri Agama bertempat di gedung Negara (Pendopo) PEMDA Kabupaten DT.II Tangerang yang pada saat itu Bapak Let.Kol. Agus Junara menjabat sebagai Bupati.1

Yuridiksi relatif ( kewanangan mengadili) yaitu meliputi wilayah hukum kabupaten Tangerang yang merupakan pemekaran wilayah baru antara kabupaten Tangerang dan kota Tangerang telah diserahkan pada tanggal 21 Agustus 1996 antara Drs. H. ABDURAHMAN ABROR selaku Ketua pengadilan Agama Tangerang kepada Drs. A.D. DIMYATI, SH selaku ketua pengadilan Agama Tigaraksa yang terdiri dari 19 kecamatan 3 kemantren dan 306 Desa serta berdasarkan PERDA Kabupaten Tangerang telah mengalami Pemekaran menjadi 36 Kecamatan.2

1

http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04 2


(41)

31

Pada saat diresmikan Pengadilan Agama Tigaraksa berkantor di Jln. raya serang Km. 12 Kp. Pulo, Desa Bitung jaya, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang dengan luas bangunan 7x 12 meter diatas tanah 864 meter. Pada tahun 2002 Pengedailan Agama Tigaraksa menempati Gedung Baru yang terletak di Jalan mesjid Agung Al-Amjad No.1 Komplek Perkantoran Pemda Kabupaten Tangerang dengan luas tanah 2000 M dengan gedung berlantai 2 yang terdiri dari ruang ketua, ruang wakil ketua, Ruang Panitera sekertaris, Ruang hakim, ruang kesekretariatan, ruang kepaniteaan, 2 buah ruang sidang, ruang arsip, ruang tunggu para pihak, ruang register, ruang komputer, ruang perpustakaan dan ruang kasir.3

Untuk menunjang kinerja sebagai sarana penunjang perkantoran Pengadilan agama tigaraksa telah memiliki meubelair yang memadai, 5 ruang ber AC, 3 buah buah kendaraan dinas roda 4 (satu buah bantuan dari Pemda Kabupaten Tangerang) 3 buah kendaaran roda 2 dan 11 unit komputer, 2 buah laptop.4

Pengadilan Agama Tigaraksa didukung oleh 12 orang hakim (berikut ketua dan wakil) 2 orang Cakim, 7 Panitera pengganti (berikut Panmud dan wapan) 7 orang Jurusita pengganti, 4 orang staf dan 6 orang tenaga honorer

3

http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04 4


(42)

(pramu kantor, sekuriti dan sopir). secara kualitas terdiri 8 orang Magister, 17 Strata1 (S-1) dan 1 orang diploma 3 dan 7 orang SMU.5

2. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi Pengadilan Agama Tigaraksa Kelas 1B Tahun 2014 antara lain sebagai berikut:6

Ketua : Drs. H. Uyun Kamiludin, S.H., M.H

Wakil Ketua : Dra. H. Muhayah, S.H., M.H

Hakim :1. Dra. H. Erawati, S.H., M.H 2. Drs. Supyan Maulani, M. Sy 3. Dra. Nurhayati

4. Drs. H. Saefullah

5. Drs. Hendi Rustandi, S.H 6. Drs. Muhyar, S.H., M.H

7. Dra. AI’ Jamilah, M.H

8. Zainul Arifin, S.H

9. H. Antung Jumberi, S.H., M.H 10. Fitriyel Hanif, M.Ag

11. Dra. Hj. Aprin Astuti

5

http://www.Pa-tigaraksa.go.id, Diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04 6


(43)

33

12. Musidah, S. Ag., M. HI

13. Rahmat Arijaya S. Ag., M. Ag (Hakim Non Yustisial di MA) Panitera/Sekertaris : Drs. H. Baehaki, M. Sy

Bagian Kepaniteraan

1) Wakil Panitera : Pariyanto, S.H 2) Panmud Permohonan : Hj. Nurhayati, S.H

3) Panmud Gugatan : Nurmalasari Josepha, S.H 4) Panmud Hukum : Naili Ivada, S.Ag

Panitera Pengganti : 1. Fathiyah Sadim, S. Ag 2. Hikmah Nurmala, SH 3. Siti Jubaedah, SH 4. Mardiati, SH., MH 5. Drs. Mahyuta, SH., MH 6. Sitti Hajar, S.HI

Juru Sita : 1. Babay Suhaedi Hanafi

2. Zaenal Arifin

Juru Sita Pengganti : 1. Jupri Sowarno, S. Ag 2. II Hendri

3. Chahyo saputro


(44)

5. Dwi Budiyanto, A. Md 6. Adhiaksari Hendriawati, S.HI 7. Budi Aristanti Rahayu, A.Md 8. Zukhairiyah Abdillah, S.HI 9. Tubagus Aminuddin Bagian Kesekretariatan

1) Wakil Sekretaris : Rudiyanta, S.H

2) Kasub Keuangan : Siti Rodiah, S. HI, M.H 3) Kasub Umum : Henny Fitria, S.E 4) Kasub Kepegawaian : Pusparini, S.H

5) Pelaksana : Hj. Mustainah, S.Pdi, S. Sy Fahmi Junaidi

B. Wewenang Pengadilan

Dalam Undang-undang No. 7 Tahun 1989, pengertian Pengadilan Agama disebutkan dalam pasal 1 angka 1 bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Sedangkan pengertian pengadilan disebutkan dalam pasal 1 angka 2 bahwa pengadilan adalah Prngadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama di lingkungan Peradilan Agama.7

Peradilan Agama merupakan salah satu diantara 3 Peradilan Khusus di Indonesia. Dikatakan Peradilan Khusus karena Peradilan Agama mengadili

7


(45)

35

perkara-perkara perdata tertentu dan mengenai golongan rakyat tertentu. Secara yuridis formal, Yuridiksi Peradilan Agama diatur Islam. Peradilan Agama hanya berwenang menyelesaikan perkara; Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, Sedekah dan Ekonomi Syariah. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.8 Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama.

Kewenangan Pengadilan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kewenangan absolut (absolute competentie) dan kewenagan relatif (relative competentie). Kewenangan absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili berdasarkan materi hukum (hukum materiil). 9

Kompetensi atau kewenangan absolut Pengadilan Agama diatur dalam pasal 49 jo. Pasal 50 Undang-undang No. 7 Tahun 1989. Pasal 49 Ayat (1) menyebutkan; Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara orang-orang beragama Islam di bidang:

a. Perkawinan

b. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam

8

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008) Cet. Ke-1, Hal. 343

9


(46)

c. Wakaf dan sedekah.

Kewenangan di bidang perkawinan, menurut pasal 49 ayat (2) ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan undang-undang mengenai perkawian yang berlaku, yaitu sebagaimana yang telah disebutkan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI).10

Kewenangan di bidang kewarisan, menurut pasal 49 ayat (3) ialah penentuan siapa yang menjadi ahali waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagiang masing-masing ahli waris dan melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.11

Kewenangan absolut lainnya adalah wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta wakaf dan sedekah. Berkaitan dengan kewenangan absolut, pasal 50 memberikan batasan dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 49, maka khusus mengenai objek yang menjadi sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum. Mengenai hukum materiil tentang wakaf telah diatur dalam Undang-undang No. 41 Tahun 2004, sedangkan zakat secara materiil diatur dalam Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.12

10

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008) Hal. 346

11

Musthofa, Kepaniteraan Peradilan Agama, (Jakarta: Kencana, 2005) Hal. 9 12

Jaenal Aripin, Peradilan Agama dalam Bingkai Reformasi Hukum di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2008) Hal. 346


(47)

37

Kewenangan absolut Mahkamah Syar’iyah dan Mahkamah Syar’iyah

provinsi adalah kewenangan Peradilan Agama dan Peradilan Tinggi Agama, ditambah dengan kewenangan lain yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dalam ibadah dan syiar Islam yang ditetapkan dalam Qanun. Kewenangan lain tersebut dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kemampuan kompetensi dan ketersediaan sumber daya manusia dalam kerangka sistem Peradilan Nasional.13

Kewenangan relatif adalah kekuasaan mengadili berdasarkan wilayah atau daerah. Kewenangan relatif Peradilan Agama sesuai tempat dan kedudukannya. Peradilan Agama berkedudukan di Kota/ Kabupaten dan daerah hukumnya meliputi wilayah kota atau kabupaten. Pengadilan Tinggi Agama berkedudukan di ibu kota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.14

Kewenangan relatif Mahkamah Syar’iyah adalah hukum eks Pengadilan

Agama yang bersangkutan, sedangkan kewenangan relatif Mahkamah Syar’iyah Provinsi adalah daerah hukum eks Pengadilan Tinggi Agama Banda Aceh.15

C. Perkembangan Perkara

Jika melihat dari grafik jenis perkara pada Pengadilan Agama Tigaraksa dalam tiga tahun terakhir, perkara Perceraian terus mengalami peningkatan per-tahunnya, di tahun 2012 perkara cerai gugat tercatat 1.825 perkara,

13

Pasal 3 keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2003 14

Pasal 4 Undang-undang No. 7 Tahun 1989 dan Penjelasannya 15


(48)

sedangkan cerai talak tercatat 760 perkara. di tahun 2013 perkara cerai gugat tercatat 2.223 perkara dan cerai talak tercatat 873 perkara. 16

Berdasarkan laporan tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa, tahun 2014 perkara Cerai Gugat tercatat 2.427 perkara dari jumlah yang diterima hanya 2.079 perkara yang diputus, selebihnya ditolak dan dilanjutkan ke tahun berikutnya. Kemudian perkara Cerai Talak, tercatat 942 perkara dan dari jumlah perkara yang diterima hanya 813 perkara yang diputus.17

Faktor dominan yang menyebabkan tingginya angka perceraian di Pengadilan Agama Tigaraksa antara lain; faktor ekonomi, tidak ada tanggung jawab, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), gangguan pihak ketiga dan tidak ada keharmonisan antara suami-istri. 18

Perkara isbat nikah juga mengalami peningkatan pada tiga tahun terakhir, yakni di tahun 2012 tercatat 393 perkara, kemudian pada tahun 2013, perkara isbat nikah naik 74% menjadi 685 perkara, dan data terakhir pada tahun 2014, dari perkara isbat nikah tahun lalu data isbat nikah terbaru mengalami kenaikan 11% tercatat hingga bulan Nopember 2014 terdapat 765 perkara.19

16

http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs, diakses pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB

17

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa Tentang Jenis Perkara Diterima dan Diputus Tahun 2014

18

http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs, diakses pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB

19

http//perkara.net/v1/action/Grafik/GraphJenisPerkaraResult.php?c_pa=pa.tgrs, diakses pada Rabu, 26 Maret 2015 pukul. 13.12 WIB


(49)

39

Untuk perkara lainnya seperti pembatalan perkawinan, izin poligami, kewarisan, wali adhol, dispensasi kawin, perwalian, penguasaan anak dan harta bersama khusus di Pengadilan Agama Tigaraksa masih terbilang sedikit. Sedangkan perkara-perkara yang belum pernah ditangani di Pengadilan Agama Tigaraksa antara lain; perkara Wasiat, Hibah, Wakaf, Shodakoh dan Ekonomi

Syari’ah.20

20

Laporan Tahunan Pengadilan Agama Tigaraksa Tentang Jenis Perkara Diterima dan Diputus Tahun 2014


(50)

40 A. Prosedur Pengajuan Isbat Nikah

Dalam praktek berperkara di Pengadilan Agama, terdapat dua macam bentuk yakni, gugatan dan permohonan. Surat gugatan adalah suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada ketua pengadilan yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan sekaligus merupakan dasar landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak.1 Sedangkan surat permohonan adalah suatu permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap sebagai suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.2

Proses pemeriksaaan dalam kasus isbat nikah ini dapat diajukan oleh kedua suami istri (bersifat voluntair), dapat pula diajukan oleh salah seorang suami atau istri (bersifat kontentius).3 Perkara voluntair ialah perkara yang sifatnya permohonan dan didalamnya tidak terdapat sengketa, sehingga tidak ada lawan. Produknya berupa penetapan. Sedangkan perkara kontentius ialah perkara

1

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), Cet. Ke-I, hal. 39

2

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, hal.39

3

Mahkamah Agung RI Dirjend Badan Peradilan Agama, Buku II Pedoman Pelaksanaan tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Hal. 148


(51)

41

yang sifatnya mengandung persengketaan, sehingga terdapat dua pihak atau lebih yang bersengketa. Produk hukumnya berupa putusan.4

Peningkatan perkara isbat nikah yang terjadi dalam 3 Tahun terakhir, khususnya di tahun 2014 yang tercatat 788 perkara permohonan isbat nikah, merupakan gejala sosial yang perlu diteliti lebih dalam. karena hal ini ada kaitannya dengan prosedur pengajuan perkara isbat nikah yang sangat mudah dan cepat. Selain hal itu, dengan berbagai macam program yang diselenggarakan oleh kerjasama Pemerintah daerah seperti lembaga Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (P2TP2A) maupun program sidang keliling prodeo yang dilaksanakan oleh Pengadilan Agama sendiri, hal tersebut menambah tingginya angka permohonan isbat nikah yang terjadi di Pengadilan Agama Tigaraksa.5 Oleh karena itu, penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai Prosedur Pengajuan Perkara isbat nikah.

Dalam proses pengajuan, pemeriksaan dan penyelesaian permohonan pengesahan/isbat nikah yang sudah diatur oleh Dirjend Mahkamah Agung RI sebagaimana yang tercantum dalam Buku II sebagai berikut:6

1. Permohonan isbat nikah dapat dilakukan oleh kedua suami istri atau salah satu dari suami istri, anak, wali nikah dan pihak lain yang

4

Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hal. 41-42

5

Hasil Analisis Pengamatan Penulis dari wawancara hakim dan koordinator

Penyelenggaraan Program P2TP2A, pada Jum’at 27 Februari 2015

6

Mahkamah Agung RI Dirjend Badan Peradilan Agama, Buku II Pedoman Pelaksanaan tugas Dan Administrasi Peradilan Agama, Edisi Revisi 2010, Hal. 148-150


(52)

berkepentingan dengan perkawinan tersebut kepada Pengadilan Agama atau Mahkamah syar’iyah dalam wilayah hukum pemohon bertempat tinggal, dan permohonan isbat nikah harus dilengkapi dengan alasan dan kepentingan yang jelas dan konkrit.

2. Proses pemeriksaan permohonan isbat nikah yang diajukan kedua suami istri bersifat voluntair, produknya berupa penetapan. Jika isi penetapan tersebut menolak permohonan isbat nikah, maka suami istri bersama-sama atau suami, istri masing-masing dapat mengajukan upaya hukum kasasi.

3. Proses pemeriksaan permohonan isbat nikah yang diajukan oleh salah seorang suami atau istri bersifat kontentius dengan mendudukkan istri atau suami yang tidak mengajukan permohonan sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan terhadap putusan tersebut dapat diajukan upaya hukum banding dan kasasi.

4. Apabila dalam proses pemeriksaan permohonan isbat nikah dalam angka 2 dan 3 tersebut di atas diketahui bahwa suaminya masih terikat dalam perkawinan yang sah dengan perempuan lain, maka istri terdahulu tersebut harus dijadikan pihak dalam perkara. Jika pemohon tidak mau merubah permohonannya dengan memasukkan istri terdahulu sebagai pihak, permohonan tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.


(53)

43

5. Permohonan yang dilakukan oleh anak, wali nikah dan pihak lain yang berkepentingan harus bersifat kontentius, dengan mendudukkan suami dan istri dan/atau ahli waris lain sebagai termohon.

6. Suami atau istri yang telah ditinggal mati oleh istri atau suaminya, dapat mengajukan permohonan isbat nikah secara kontentius dengan mendudukkan ahli waris lainnya sebagai pihak termohon, produknya berupa putusan dan atas putusan tersebut dapat diupayakan banding dan kasasi.

7. Dalam hal suami atau istri yang ditinggal mati tidak mengetahui ada ahli waris lain selain dirinya, maka permohonan isbat nikah diajukan secara voluntair, produknya berupa penetapan. Apabila permohonan tersebut ditolak, maka pemohon dapat mengajukan upaya hukum kasasi.

8. Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 2 dan 6, dapat melakukan perlawanan kepada Pengadilan Agama atau

Mahkamah Syar’iyah yang memutus, setelah mengetahui ada

penetapan isbat nikah.

9. Orang lain yang mempunyai kepentingan dan tidak menjadi pihak dalm perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 3, 4 dan 5, dapat mengajukan intervensi kepada Pengadilan Agama atau

Mahkamah syar’iyah yang memeriksa perkara isbat nikah tersebut selama perkara belum diputus.


(54)

10.Pihak lain yang mempunyai kepentingan hukum dan tidak menjadi pihak dalam perkara permohonan isbat nikah tersebut dalam angka 3, 4 dan 5, sedangkan permohonan tersebut telah diputus oleh Pengadilan

Agama atau Mahkamah Syar’iyah, dapat mengajukan gugatan

pembatalan perkawinan yang telah disahkan oleh Pengadilan Agama

atau Mahkamah syar’iyah tersebut.

11.Ketua Majelis Hakim 3 hari setelah menerima PMH, membuat PHS sekaligus memerintahkan jurusita pengganti untuk mengumumkan permohonan pengesahan nikah tersebut 14 hari terhitung sejak tanggal pengumuman pada media massa cetak atau elektronik atau sekurang-kurangnya diumumkan pada papan pengumuman Pengadilan

Agama/Mahkamah Syar’iyah.

12.Majelis Hakim dalam menetapkan hari sidang paling lambat 3 hari setelah berakhirnya pengumuman. Setelah hari pengumuman berakhir, majelis hakim segera menetapkan hari sidang. (Hukum Acara)

13.Untuk keseragaman, amar pengesahan nikah berbunyi sebagai berikut:

“Menyatakan sah perkawinan antara.....dengan...yang dilaksanakan pada tanggal...di.....”.

Selain pelaksanaan sidang isbat nikah yang terjadi di dalam gedung Pengadilan sebagaimana biasanya, perkara isbat nikah juga dapat dilaksanakan diluar ruang sidang, hal ini dikenal dengan sidang keliling. Menurut Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 1 tahun 2014 tentang Pedoman Pemberian Layanan Hukum Bagi Masyarakat Tidak Mampu Di Pengadilan yang mengatur


(55)

45

tentang pemberian layanan hukum bagi masyarakat yang tidak mampu di Pengadilan, pasal 1 angka (5) menyatakan bahwa, sidang di luar gedung Pengadilan adalah sidang yang dilaksanakan secara tetap, berkala atau sewaktu-waktu oleh Pengadilan di suatu tempat yang ada di dalam wilayah hukumnya tetapi di luar tempat kedudukan gedung Pengadilan dalam bentuk sidang keliling atau sidang di tempat sidang tetap.7

Sidang keliling bertujuan untuk meringankan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat yang tidak mampu ekonomi, fisik serta geografis untuk menegakkan hak keadilan mereka di mata hukum.8

Dalam sidang keliling, perkara yang disidangkan biasanya merupakan perkara yang pembuktiannya mudah dan tidak mengandung sengketa. Hal ini disebabkan karena dalam sidang keliling ini wilayah atau tempat pelaksanaannya merupakan wilayah yang sulit untuk dijangkau oleh karena itu untuk mempercepat proses biasanya perkara yang disidangkan adalah perkara yang tidak mengandung sengketa sehingga proses penyelesaiannya juga cepat ditangani. Salah satunya ialah perkara Isbat Nikah.9

Proses pengajuan perkara isbat nikah dalam sidang keliling ini sama halnya dengan pengajuan isbat nikah di dalam gedung Pengadilan, hanya saja

7

http// bawas. Mahkamahagung.go.id/bawas_doc Perma No. 1 Tahun 2014, diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04

8

http// bawas. Mahkamahagung.go.id/bawas_doc Perma No. 1 Tahun 2014, diakses pada Senin, 2 Februari 2015 pukul: 16.04

9

Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa, Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015


(56)

dalam sidang keliling ini proses pengajuannya dilakukan secara kolektif oleh Pusat Bantuan Hukum (POSBAKUM) atau lembaga-lembaga maupun orang-orang yang mengerti dan peduli terhadap keadilan hukum yang berada dalam wilayah tersebut.10

Salah satunya adalah lembaga yang bekerjasama dengan pemerintah Kabupaten Tangerang yaitu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (P2TP2A) yang berada di Kecamatan Pakuhaji, sebagaimana dari hasil wawancara Penulis dengan Ibu Warni Purwaningsih selaku Wakil Ketua Program Tersebut, salah satu program Tahunan yang diselenggarakan oleh mereka adalah Program Isbat Nikah Massal. Program tersebut diadakan dalam dua kali setahun dengan biaya +_ Rp. 591.000,- per- pasangan dan biaya tersebut di tanggung oleh pihak penyelenggara yang telah bekerjasama dengan PEMDA Kabupaten Tangerang. Sekitar +_ 100 pasangan suami-istri yang diikut sertakan dalam isbat nikah massal tiap tahunnya, akan tetapi yang lebih diprioritaskan adalah pasangan yang mengikuti program Keluarga Berencana dan pasangan calon jamaah haji. 11

Pada awalnya program P2TP2A melakukan survei sekaligus pendataan terlebih dahulu terhadap kepala keluarga yang tidak mempunyai buku nikah di wilayah Kecamatan Pakuhaji, setelah melalui pendataan bagi seluruh kepala keluarga yang tidak mempunyai buku nikah dikumpulkan dan dibina serta diberi

10

Hasil wawancara pribadi, bersama Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa, Ibu Dra. Hj. Muhayah, SH., MH, pada Jum’at, 27 Februari 2015

11

Hasil Wawancara Dengan Ibu Warni Purwaningsih (Wakil Ketua P2TP2A) selaku


(57)

47

arahan tentang pentingnya memiliki buku nikah yang merupakan bukti sah berlangsungnya sebuah perkawinan. Kemudian secara kolektif P2TP2A, mengumpulkan syarat-syarat yang diperlukan guna mengajukan perkara isbat nikah ke Pengadilan Agama. Setelah mendaftarkan perkara sesuai prosedur biasanya, hingga pemberitahuan jadwal sidang, barulah pelaksanaan sidang perkara isbat nikah dilangsungkan secara massal yang saat itu bertempat di Kantor Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang.12

Berdasarkan pengamatan penulis, adapun prosedur permohonan isbat nikah harus memenuhi syarat-syarat di bawah ini yaitu:

a. Pemohon mendatangi Pengadilan Agama yang terdapat daerah hukumnya meliputi tempat kediaman pemohon.

b. Suami atau istri termasuk pemohon.

c. Mengajukan permohonan pada bagian penerimaan perkara dengan membawa/melengkapi beberapa persyaratan administrasi yaitu:

1. Surat pengantar dari Pemerintah Setempat/ Lurah/ Kepala Desa. 2. Foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP).

3. Menyertakan surat Permohonan Isbat Nikah.

Pemohon kemudian mendatangi meja I untuk ditetapkan biaya perkara (SKUM), setelah itu baru diberi Nomor Perkara. Kemudian, berkas yang sudah diberi nomor perkara itu, dibawa ke meja II untuk pengadministrasian. Setelah itu diserahkan ke meja III untuk dibukukan. Selanjutnya oleh panitera, berkas itu

12

Hasil Wawancara Dengan Ibu Warni Purwaningsih (Wakil Ketua P2TP2A) selaku Koordinator Penyelenggara Isbat Nikah Masal di Kec. Pakuhaji, pada Jum’at 27 Februari 2015


(1)

J: Pertama, kami melakukan pendataan terlebih dahulu kepada seluruh masyarakat khususnya di Kecamatan Pakuhaji ini berdasarkan Desa/Kelurahan untuk di data siapa saja kepala keluarga yang tidak memiliki buku nikah. Kedua, kami kumpulkan +_ 100 pasang kepala keluarga untuk di bina dan diberikan pengarahan terlebih dahulu. Ketiga, setelah turun anggaran dari pemerintah lalu kami daftarkan perkara-perkara ini ke Pengadilan Agama Tigaraksa. Selanjutnya, kami tunggu jadwal sidangnya. Terakhir, setelah sidang selesai +_ 2 minggu kami datang ke Pengadilan Agama untuk mengambil hasil penetapan isbat nikah kemudian kami bagikan ke pihak-pihak yang berperkara. 5. P: Dalam satu tahun ada berapa kali program ini dilaksanakan?

J: Dalam setahun ada 2 kali pelaksanaan, dari 100 pasang kepala keluarga yang tidak memiliki buku nikah kami bagi menjadi dua, yakni 50 pasang pertama di awal tahun seperti bulan Februari ini dan 50 pasang lagi di akhir tahun yang nanti dilaksanakan insya allah pada bulan Nopember mendatang.

6. P: Berapa biaya perkara isbat nikah ini? Dan sebeberapa besar anggaran untuk program ini didapatkan?

J: Biaya perkara isbat nikah 1 pasangan +_ Rp. 591.000,- kalikan saja 100 pasangan suami-istri, ya +_ Rp. 59.100.000,- belum termasuk biaya transportasi para hakim kesini, konsumsi, dan transportasi untuk para pihak yang berperkara serta saksi-saksinya.

7. P: Apakah program ini ada kerjasama dengan Pemerintah?

J: Iya program P2TP2A ini bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Tangerang dan anggaran tersebut kami mintakan ke PEMDA Kab. Tangerang.


(2)

Data Hasil Wawancara Bersama Para Pihak Berperkara Pada Sidang Isbat Nikah Keliling Di Kelurahan Pakuhaji

No. Nama Pasangan Alamat Tahun Perkawinan

Alasan mengajukan isbat nikah 1. Amah & Acan Kel.Pakuhaji 1990 Buku nikah diperlukan dalam melengkapi

administrasi pemberkasan jamaah haji. 2. Suartinah & Asim Ds. Bonasari 1997 Menghindari kemungkinan terjadinya KDRT

dalam rumah tangga, sehingga dapat melakukan upaya hukum.

3. Ayana & Sukahadi

Kel.Pakuhaji 1996 Buku nikah diperlukan dalam pembuatan akta kelahiran anak supaya anak dari hasil

perkawinan tersebut diakui oleh negara sebagai anak yang sah.

4. Emin & Sahid. H Kel.Pakuhaji 1993 Akta nikah diperlukan untuk pembuatan akta kelahiran anak, kemudian akta kelahiran tersebut dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan masuk sekolah.

5. Risna & Rudi. H Kel.Pakuhaji 2008 Keterbatasan ekonomi dan minim

pengetahuan, sehingga tidak mampu menikah di KUA.

6. Suwana & Sa’al Kel.Pakuhaji 1993 Minimnya pengetahuan sehingga tidak

mengetahui perbedaan perkawinan yang tercatat dan tidak tercatat.

7. Tati & Amat Kel.Pakuhaji 1998 Tradisi dinikahkan oleh ulama setempat, dan baru mengetahui bahwa perkawinan itu harus tercatat di KUA.

8. Sam’ah & Marsid Kel.Pakuhaji 1990 Tradisi dinikahkan oleh ulama setempat, dan

baru mengetahui bahwa perkawinan itu harus tercatat di KUA.

9. Ena & Sardi Kel.Pakuhaji 2004 Lebih baik isbat nikah saja, dari pada nikah di KUA yang biayanya mahal.

10. Sopia & Mahasi Kel.Pakuhaji 1992 Agar perkawinan kami diakui oleh negara, begitu juga dengan anak kami.


(3)

Lampiran 4

Hasil Wawancara Dengan Hakim Wakil Ketua Pengadilan Agama Tigaraksa Ibu Hj. Muhayah, S.H., M.H

1. P: Bagaimanakah perkembangan permohonan perkara isbat nikah yang terjadi di PA Tigaraksa per-tahun?

J: Perkara isbat nikah di PA Tigaraksa tiap tahun cenderung meningkat, dilihat perkembangannya dalam tiga tahun terakhir ini saja sangat tinggi peningkatan perkara tersebut. Hal ini berdasarkan grafik data perkara isbat nikah pada tahun 2012 tercatat 393 perkara, kemudian tahun 2013 perkara isbat nikah meningkat menjadi 685 perkara dan yang terakhir tahun 2014 tercatat 788 perkara.

2. P: Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan perkara isbat nikah? J: Banyak faktor yang mempengaruhi peningkatan perkara tersebut, salah satunya adalah karena tingginya keasadaran masyarakat tentang hukum di Negara ini, untuk memenuhi kelengkapan administrasi pendaftaran calon jamaah haji, kepentingan pendidikan anak, disamping itu masyarakat yg kurang mampu dalam hal finansial yang lebih memilih nikah dibawah tangan baru nanti diisbat nikahkan melalui program isbat nikah gratis yag diadakan oleh Pemda setempat, kurangnya sosialisasi tentang pencatatan perkawinan, dan lain-lain.

3. P: Bagaimana pelaksanaan sidang perkara isbat nikah?

J: Ada dua macam pelaksanaan sidang perkara isbat nikah, yakni yang pertama dilakukan di dalam gedung pengadilan dan yang kedua, Sidang dilakukan di luar gedung pengadilan ini biasanya disebut dengan sidang keliling. Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan suatu kemudahan bagi masyarakat pelosok yang jauh jangkauan serta berketerbatasan fisik maupun finansial untuk mendapatkan suatu keadilan dan tuntutan-tuntutan hukum yang dibutuhkan oleh mereka. Dasarnya adalah Perma No. 1 Tahun 2014 tentang sidang keliling, posbakum dan prodeo. Sementara ini untuk sidang keliling yang dilaksanakan oleh PA Tigaraksa hanya baru sebatas isbat nikah saja. Karena jika perkara-perkara lain juga di sidang kelilingkan akan sulit penyelesaiannya, mengingat keterbatasan waktu dan hakim-hakim yang harus berkali-kali mendatangi lokasi tersebut sedangkan hakim juga banyak menangani perkara-perkara lain.

4. P: Apakah terdapat perbedaan dalam pelaksanaan sidang isbat nikah yang dilaksanakan di luar gedung dan di dalam gedung pengadilan?

J: Sidang isbat nikah di luar gedung pengadilan dapat langsung diselesaikan saat itu juga, karena sebelumnya kami telah bekerjasama dengan pihak-pihak penye;lenggara sidang keliling tersebut seperti apasaja yang harus dipersiapkan, surat-surat bukti dan para saksi, jika hal tersebut telah dipenuhi maka pada hari itu juga sidang dapat selesai dan perkara tersebut dapat diputuskan. Selain itu, atas dasar Sema No. 3 Tahun 2014 terdapat asas eksepsionalitas terpadu yakni sidang dapat dilaksanakan oleh hakim tunggal. Hal ini juga berlaku pada pemeriksaan isbat nikah dalam siodang


(4)

mengingat anggaran dan efisiensi waktu yang terbatas. Sedangkan isbat nikah yang dilaksanakan di dalam gedung pengadilan berjalan seperti sidang biasanya, yakni para pihaknya mendaftarkan perkara, membayar administrasi perkara, setelah dijadwalkan sidang para pihak hadir dan mengikuti sidang, menghadirkan para saksi dan barang bukti, hingga perkara tersebut diputus dan dibacakan oleh hakim di dalam sidang kemudian +_ 2 minggu setelah itu, para pihak tersebut mengambil surat penetapan di Pengadilan. Untuk sidang isbat nikah di dalam gedung terdiri dari 3 orang majelis hakim yakni satu orang hakim ketua majelis dan dua orang hakim anggota.

5. P: Berapa lama jangka waktu penyelesaian perkara isbat nikah jika dihitung dari proses pendaftaran perkara hingga pengambilan surat penetapan?

J: Jika dihitung dari proses pendaftaran perkara sampai penyerahan surat penetapan dari pengadilan maka jangka waktu penyelesaiannya relatif yakni tergantung radius (jarak antara alamat pihak berperkara dengan Pengadilan tempat dimana perkara tersebut diselesaikan). Sedangkan jangka waktu penyerahan surat penetapan dari pengadilan +_ 2 minggu setelah pembacaan pentapan seusai sidang tersebut, hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 50 tahun 2009.

6. P: Dari hasil pengamatan ketika menyaksikan sidang isbat nikah, hampir rata-rata perkawinan yang diisbatkan adalah perkawinan yang terjadi setelah lahirnya undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang pencatatan perkawinan, padahal dalam KHI pasal 7 ayat 4 huruf d menjelaskan bahwa perkawinan yang dapat diisbatkan hanya perkawinan yang terjadi sebelum lahirnya UU No. 1/1974, apa dasar hukum hakim masih dapat mengisbatkan perkawinan tersebut?

J: Itulah kenyataan yang terjadi dalam masyarakat saat ini dan pada dasarnya hakim menerima perkara isbat nikah tersebut mengingat ini merupakan kebutuhan masyarakat yang penting dan demi menegakkan asas “justice for all” keadilan berlaku untuk semua. Selain itu, sebagian hakim mengacu pada Kompilasi Hukum islam pasal 7 ayat 4 huruf e, bahwasanya isbat nikah dapat dilaksanakan bagi perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan, yaitu halangan perkawinan sebagaimana yang dijelaskan dalam Undang-undang perkawinan.

7. P: Bagaimana tanggapan ibu dalam menyikapi masalah penyalah artian isbat nikah yang dipandang sebagian masyarakat sebagai alternatif untuk tidak melakukan nikah tercatat, bahkan mereka lebih memilih isbat nikah gratis daripada nikah tercatat di KUA?

J: Ini merupakan konsekuensi hukum, mungkin pihak KUA juga berfikir ini merupakan sebuah masalah namun, kembali lagi kepada asas keadilan berlaku untuk semua pihak, sehingga kami tidak berhak menolak perkara tersebut karena memang sudah kebutuhan dan tuntutan hukum. Dan kami melihat bahwa pada akhirnya nanti setelah kami mengeluarkan surat penetapan nikah, para pihak akan kembali kepada KUA untuk mendaftarkan perkawinan mereka dan menerbitkan surat/akta nikah.


(5)

(6)