Struktur Pengadilan Agama Tigaraksa Fungsi dan Peran Hakim Agama

pengadilan sesuai dengan stadarisasi Mahkamah Agung Republik Indonesia.

B. Struktur Pengadilan Agama Tigaraksa

10 Struktur organisasi Pengadilan Agama Tigaraksa terdiri dari: 1. Ketua 2. Wakil Ketua 3. PaniteraSekretaris 4. Wakil Panitera 5. Wakil sekretaris BAGAN ORGANISASI PENGADILAN AGAMA TIGARAKSA K E T U A Drs. H. KHA ERUDIN, S.H., 10 Ibid, Laporan Kinerja Tahun 2009, h. 6. W A K I L K E T U A Drs. H. M . HA SA NY NA SIR, HA KIM Drs. SA PRUDIN, S.H. Drs. HA RYA DI HA SA N, M .H. Drs. SO LEM A N, M .H. Dra . A BSA RI Drs. SO DIKIN, S.H. Drs. M USIFIN, M .H. Drs. A RWENDI Drs. M . A M INUDIN A HM A D BISRI, S.H. PA N ITERA SEKRETA RIS Drs. BA IHA KI W A KIL SEKRETA RIS A HM A D M UHTA DIN, W A KIL PA N ITERA DEDE SUPRIA DI, S.H., KA SUB UM UM DZUL FA DLI HIDA YA T, S.T. KA SUB KEUA N G A N A G US PRIO NO , S.H. KA SUB KEPEG A W A IA N A MIN HIDA YA T SA NIE PA N M UD HUKUM NA ILI IVA DA , S.A g . PA N M UD PERM O HO N A N EFI YA YA H ZULFIA H, S.A g . PA N M UD G UG A TA N PA RIYA NTI, S.H. JURUSITA PENG G A NTI PA NITERA PENG G A NTI

C. Fungsi dan Peran Hakim Agama

11 Tentang kedudukan Hakim Pengadilan Agama dalam kurun waktu peroide 1970-1989, dikemukakan oleh Purwo S. Gandasubrata, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI dalam simposium sejarah Peradilan Agama tanggal 5 April 1982 di Jakarta bahwa Hakim Peradilan Agama sekarang bukan lagi “Penghulu Rechter” zaman dahulu. Sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 di mana dijelaskan bahwa Peradilan Agama termasuk salah satu lingkungan Peradilan yang diakui Negara, maka Hakim yang bekerja di Peradilan Agama adalah Hakim Negara dengan tugas mengadili perkara-perkara tertentu yang masuk kewenangannya. 12 Lebih lanjut dikemukakan dalam Undang-Undang bahwa sesuai dengan tugas dan sumpah jabatannya, maka Hakim Peradilan Agama berkewajiban mengadili dan memutuskan perkara yang menjadi wewenangnya berdasarkan hukum Islam dan peraturan yang berlaku. 13 Jadi, kedudukan Hakim 11 Ibid, Laporan Kinerja Tahun 2009, h. 7. 12 A. Manan Chik Lamkuta, Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama, Artikel dalam Harian Pelita, terbitan hari Rabu tanggal 7 Maret 1984, h. 3. 13 Ibid, Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama, Artikel dalam Harian Pelita, terbitan hari Rabu tanggal 7 Maret 1984, h. 4. Agama adalah Hakim Negara dan sama dengan Hakim dalam lingkungan peradilan lainnya, tidak ada perbedaan dan tidak ada diskriminasi. 14 Pasca Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, menunjukkan banyak peran hakim peradilan agama yang harus dilaksanakan antara lain sebagai berikut; a. Sebagai Penegak Hukum Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan berkewajiban mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Tugas tersebut dibebankan kepada Hakim Peradilan Agama agar dapat memutuskan perkara yang diajukan kepadanya dengan adil dan benar. 15 Mukti Ali, ketika menjabat Menteri Agama RI pada penutupan latihan Hakim Agama mengemukakan bahwa Hakim Agama harus dapat menggali, memahami, dan menghayati hukum yang hidup dalam masyarakat dengan 14 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan suatu kajian dalam sistem Peradilan Islam, Jakarta: Kencana, 2007, Ed. 1, Cet. Ke-1, h. 176. 15 Ibid, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan suatu kajian dalam sistem Peradilan Islam, h. 177. cara meningkatkan ilmu pengetahuan. Sangat besar bahayanya apabila Hakim tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. 16 b. Sebagai Pembentuk Undang-Undang atau Penemu Hukum Oleh karena Undang-Undang sering tidak lengkap atau tidak jelas, maka Hakim harus mencari hukumnya dan menemukan makna normatif hukumnya. Penemuan hukum rechtsvinding lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh Hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang diberi tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkret. Ini merupakan konkretisasi dan individualisasi peraturan hukum yang bersifat umum dengan mengikat peristiwa konkret. 17 c. Sebagai Penafsir Undang-Undang Interprestasi merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang terhadap undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat searah dengan peristiwa tertentu. Penafsiran Hakim mengenai peraturan hukum merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pemahaman terhadap peristiwa yang konkret yang dapat diterima oleh masyarakat. Penggunaan penafsiran ini dengan baik, mensyarakatkan Hakim 16 A. Manan Chik Lamkuta, Hakim Di Lingkungan Peradilan Agama, h. 5. 17 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suara Pengantar, Yogyakarta: Liberty, h. 135-137. dengan sungguh-sungguh memahami berbagai macam metode penafsiran hukum, atau Undang-Undang, antara lain metode dramatikal, teleologis, historis, komperatif, faturistis, restriktif dan ekstensif, serta moteda contrario. 18 d. Sebagai Anggota Masyarakat Hakim Pengadilan Agama dipandang oleh masyarakat 19 bukan sebagai pegawai negeri dan aparat penegak hukum semata, tetapi juga dianggap sebagai tokoh masyarkat yang mempunyai ototoritas. Oleh karena itu, Hakim Pengadilan Agama harus menjadi teladan dalam masyarakat sekitarnya. Hakim pengadilan agama harus membawa diri sebaik-baiknya, sehingga di dalam bekerja tidak direpotkan oleh tindakan yang tidak bertanggung jawab dari masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. 20 Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman pasal 10 ayat 1 Pengadilan dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. 2 Ketentuan sebagaimana dimaksud 18 Abdul Manan, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, h. 179. 19 Ibid, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, h. 180. 20 Ibid, Etika Hakim Dalam Penyelenggaraan Peradilan, h. 180. pada ayat 1 tidak menutup usaha penyelesaian perkara perdata secara perdamaian.

D. Seputar Hakim Pengadilan Agama Tigaraksa