Dasar Hukum Talak Pengertian Dan Dasar Hukum Talak

Kompilasi Hukum Islam KHI menjelaskan yang dimaksud dengan talak adalah: “Ikrar suami di hadapan sidang pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan dengan cara sebagimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.” 11

2. Dasar Hukum Talak

Setiap produk hukum pastilah selalu didasarkan dengan hukum yang mempertimbangkan akan kedudukan produk hukum tersebut, tidak terkecuali dengan adanya talak. Berikut yang menjadi landasan hukum terhadap eksistensi talak dalam rumah tangga. a Firman Allah SWT ﱠ ﻟا ق ِنﺎَﱠﺮَ كﺎَﺴْ ِﺈَ فوﺮْ َﻤِﺑ ْوَأ ِﺮْﺴَ نﺎَﺴْﺣِﺈِﺑ َو ِ َ ْﻢﻜَﻟ ْنَأ اوﺬ ْﺄَ ﺎﱠﻤِ ﱠﻦهﻮﻤ ْﻴَاَء ﺎ ْﻴَ ِإ ْنَأ ﺎَﺎَ َ َأ ﺎَﻤﻴِ َدوﺪﺣ ِ ﱠﻟا ْنِﺈَ ْﻢ ِْ َأ ﺎَﻤﻴِ َدوﺪﺣ ﱠﻟا ِ َ َحﺎَ ﺎَﻤِﻬْﻴََ ﺎَﻤﻴِ ْتَﺪَْا ِ ِﺑ َﻚِْ دوﺪﺣ ِ ﱠﻟا َ ﺎَهوﺪَْ َ ْﻦَ َو ﱠﺪَ ََ َدوﺪﺣ ِ ﱠﻟا َﻚَِﻟوﺄَ ﻢه َنﻮﻤِﻟﺎﱠ ﻟا . Artinya: “Talak yang dapat dirujuki dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma`ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum- hukum Allah. Jika kamu khawatir bahwa keduanya suami isteri tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan 11 Amiur Nurudun, dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, h. 220. oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang zalim.” Q.S. Al-Baqarah: 229 ﺎَﻬ َأﺎَ ِﱠﻟا اَذِإ ﻢ ْﱠَ َءﺎَﺴ ﻟا ﱠﻦهﻮ َ َ ﱠﻦِﻬِﱠﺪِ ِﻟ اﻮ ْﺣَأَو َةﱠﺪِ ْﻟا اﻮ ﱠاَو َ ﱠﻟا ْﻢﻜﱠﺑَر ﱠﻦهﻮ ِﺮْ ْﻦِ ﱠﻦِﻬِﻮﻴﺑ َو َﻦْ ﺮْ َ ِإ َأ ْن َﻦﻴِْﺄَ ﺔَ ِﺣﺎَِﺑ ﺔَﻴَ َﻚَِْو دوﺪﺣ ِ ﱠﻟا ْﻦَ َو ﱠﺪَ ََ َدوﺪﺣ ِ ﱠﻟا ْﺪََ َﻢََ َﺴَْ يِرْﺪَ ﱠ َ َﻟ َ ﱠﻟا ثِﺪْ َﺪْ َﺑ َﻚِﻟَذ اﺮْ َأ . اَذِﺈَ َﻦْﻐََﺑ ﱠﻦﻬََ َأ ﱠﻦهﻮﻜِﺴْ َﺄَ فوﺮْ َﻤِﺑ ْوَأ ﱠﻦهﻮ ِرﺎَ ِﺑ فوﺮْ َﻤ اوﺪِﻬْ َأَو ْيَوَذ لْﺪَ ْﻢﻜِْ اﻮﻤﻴَِأَو َةَدﺎَﻬﱠ ﻟا ِ ﱠِﻟ ْﻢﻜِﻟَذ َ ﻮ ِ ِﺑ ْﻦَ َنﺎَآ ﻦِ ْﺆ ِ ﱠﻟﺎِﺑ ِمْﻮَﻴْﻟاَو ِﺮِ ﺂْﻟا ْﻦَ َو ِ ﱠَ َ ﱠﻟا ْ َ ْ َ َﻟ ﺎ َﺮْ َ . Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka diizinkan ke luar kecuali kalau mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu suatu hal yang baru. Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.” Q.S. At-Thalaq: 1-2 b Hadits Nabi SAW َ ْﻦ ِﻦﺑا َﻤ َﺮ َر ِ َ ﷲا َ ْﻬ َﻤ َأ ﺎ ﱠ َ َ َ ْ ا َﺮ َأَ َو ِه َ َﺣ ِﺎ ََ ْ َ ْﻬ ِﺪ َر ْﻮ ِل ِﷲا َ ﱠ ﷲا َ َْﻴ ِ َو َﱠ َﻢ َ َﺴ َﺄ َل َﻤ َر بﺎ ﻟا ﻦﺑا ﺮ ْﻮ َل ِﷲا َ ﻢ و ﻴ ﷲا ْﻦ َذ ِﻟ َﻚ ََ ﺎ َل َر ْﻮ ل ﻢ و ﻴ ﷲا ﷲا ْﺮ ﺪْ َﺑ َﻚَﺴْ أ َءﺎَ ْنإ ﱠﻢﺛ َﺮﻬْ َ ﱠﻢﺛ ََ ْﻴِ َ ﱠﻢﺛ َﺮﻬْ َََ ﱠَﺣ ﺎَﻬْﻜِﺴْﻤﻴِﻟ ﱠﻢﺛ ﺎَﻬ ِ اَﺮﻴَْ َﻟ َ ﱠَ ْنأ ﷲا َﺮَ أ ِﱠﻟا ةﱠﺪِ ﻟا َﻚَِْ ﱠ َﻤَ ْنأ َ َْ َ ﱠَ َءﺎَ ْنإ َو ءﺎَﺴ ﻟا ﺎَﻬ . 12 Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. bahwasannya dia menceraikan isterinya yang dalam keadaan haid pada masa Rasulallah saw. Maka Umar bin Khatab bertanya kepada Rasulallah tentang hal tersebut, Rasulallah menjawab: Perintahkan anakmu itu supaya rujuk kembali kepada isterinya itu, kemudian hendaklah ia teruskan pernikahan tersebut sehingga ia suci dari haid, lalu haid kembali dan kemudian suci dari haid yang kedua. Maka, jika berkehendak, ia boleh meneruskan sebagaimana yang telah berlalu, dan jika menghendaki, ia boleh menceraikannya sebelum ia mencampurinya. Demikianlah iddah diperintahkan Allah saat wanita itu diceraikan.” HR. Muttafaqun ‘Alaih Para ulama sepakat membolehkan talak. Bisa saja sebuah rumah tangga mengalami keretakan hubungan yang mengakibatkan runyamnya keadaan sehingga pernikahan mereka berada dalam keadaan kritis, terancam perpecahan, serta pertengkaran yang tidak membawa keuntungan sama sekali. Dan pada saat itu, dituntut adanya jalan untuk 12 Ahmad Mudjab Mahalli dan Ahmad Rodli Hasbullah, Hadits-Hadits Muttafaq’alaih Bagian Munakahat dan Mu’amalat , Jakarta: Kencana, 2004, Ed. 1, Cet. Ke-1, h. 62. menghindari dan menghilangkan berbagai hal negatif tersebut dengan cara talak. 13 c Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Talak perceraian disebutkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan pada pasal 38 yang berbunyi: “Perkawinan dapat putus karena: a. Kematian, b. Perceraian, dan c. Keputusan Pengadilan.” Dalam pasal 39 yang berbunyi: “1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. 3 Tata cara perceraian di depan Sidang Pengadilan diatur dalam Peraturan Perundangan tersendiri.” d Kompilasi Hukum Islam KHI Tidak hanya Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam KHI pun menjelaskan perceraian. Di antaranya pada pasal 113 yang menyebutkan: “Perkawinan dapat putus karena: a kematian, b perceraian, dan c atas putusan Pengadilan.” Dan pasal 114 menyebutkan: “Putusnya perkawinan yang 13 Syaikh Hasan Ayyub, Fikih Keluarga, h. 208. disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian.”

B. Syarat dan Rukun Talak