KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT GAYO

B. KONDISI SOSIAL DAN BUDAYA MASYARAKAT GAYO

Masyarakat Gayo umumnya berdiam mengelompok dalam komunitas-komunitas kecil yang disebut kampung, komunitas ini terdiri dari rumah-rumah yang dihuni oleh masing-masing keluarga. Sedang pada masa lalu mereka tinggal dalam satu rumah panjang yang berukuran 20-30 meter dengan lebar 6-9 meter. Rumah semacam ini dihuni dalam keluarga inti atau keluarga luas yang masih ada hubungan kerabat. Sedang sekarang bentuk rumah tersebut sudah ditinggalkan. Sebuah perkampungan ditandai dengan tempat ibadah sehari-hari yang disebut Mersah dan Joyah bagi kaum perempuan. Bangunan ini dilengkapi dengan tempat mandi dan jamban untuk umum dan Mersah ini biasanya merupakan milik dari satu klen atau belah, jadi setiap kampung ada beberapa klen dan beberapa Mersah atau Masjid. Masyarakat Gayo memiliki sistem budaya sebagai acuan dalam kelangsungan hidup sebagai suatu kesatuan sosial.sistem masyarakat Gayo telah terwujud dalam waktu lama yang bersumber dari edet dan hukum. Edet adalah unsur-unsur penegetahuan, kepercayaan, nilai dan norma-norma warisan nenek moyang yang disebut adat lama, sedang Hukum adalah keyainan dan kaidah-kaidah yang berasal dari agama Islam. Kedua sumber tersebut tak dapat dipisahkan, meskipun kadang-kadang masing-masing mempunyai fungsi khusus. Sedang sistem kekerabatan masyarakat Gayo adalah menarik garis keturunan menurut prinsip patrilineal. Adat menetap sesudah menikah umumnya adalah virilokal, yang mereka sebut juelen atau ango 13 ; artinya sepasang pengantin menetap di 13 M. Junus Melalatoa, Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, lingkungan kerabat suami. Namun ada pula adat uxoriloka yang mereka sebut angkap 14 , artinya pasangan pengantin menetap dilingkungan kerabat istri. Pada masa terakhir ini mereka sudah bebas memilih ke salah satu pihak atau berdiam di tempat yang lain. Di masa lalu, sebuah keluarga inti yang disebut sarana berine berdiam dalam sebuah rumah panjang bersama sejumlah keluarga inti atau sejumlah keluarga luas lainnya. Sebuah keluarga inti baru biasanya masih satu kesatuan dengan keluarga inti seniornya sehingga merupakan sebuah keluarga luas yang disebut sara dapur. Keseluruhan keluarga inti atau keluarga luas yang berdiam satu rumah itu disebut kelompok sara umah, artinya “satu rumah”. Kelompok satu rumah ini masih terikat dalam hubungan kerabat dan mereka masih terikat dalam ikatan satu klen belah dengan jumlah rumah lain semacam itu. Mereka terikat oleh aturan-aturan adat berupa sistem nilai budaya seperti tersebut di atas. Di masa lalu masyarakat Gayo Lut hidup sebagai petani, terutama bercocok tanam di sawah. Sawah yang luas adalah simbol gengsi. Dalam hal pertanian sawah, mereka menjalankan macam-macam tradisi, mulai dari menabur benih, mengolah tanah, sampai kepada memulai makan hasil panen yang baru. Tradisi ini menyangkut aktivitas tolong- menolong yang terkait dengan kepercayaan. Dalam aktivitas pertanian ini tersirat berbagai nilai budaya sebagai acuan, misalnya mengukur apakah seseorang punya rasa saling menolong, disiplin dalam mengikuti aturan kegiatan pertanian, mengukur apakah sesorang bersikap kerja keras, dan lain-lain. Jenis mata pencarian lain di masa lalu adalah berternak kerbau dan menagkap ikan di Danau Laut Tawar, terutama bagi masyarakat di sekitar danau tersebut. Banyaknya jumlah ternak yang dimiliki juga menjadi simbol genarasi. 14 Ibid, hal 280 Pada periode lain orang Gayo kebanyakan lebih mengutamakan penanaman kopi di kebun-kebun. Hutan-hutan yang memungkinkan untuk ditanami kopi mereka babat. Kebun kopi menjadi salah satu simbol gengsi, meskipun hidup mereka jatuh bangun sesuai jatuh bangunnya harga kopi, karena tata niaga kopi itu dikendalikan oleh orang lain. Dalam periode ini sawah menjadi kurang penting dalam pandangan mereka, karena dilihat dari perhitungan ekonomi penghasilan dari sawah tidak mampu memenuhi macam-macam kebutuhan yang semakin berkembang dan bervariasi. Namun dalam jenis mata pencarian ini sudah tidak banyak lagi aturan adat atau upacara yang menyangkut nilai-nilai tadi. Orientasinya sudah lebih banyak kepada perhitungan materi, dan berangsur-angsur meninggalkan nilai-nilai tersebut di atas Orang Gayo Lut mengenal beberapa jenis kesenian, seperti seni sastra, seni suara, seni tari, seni rupa, seni instrumental, dan ada juga kesenian didong yang merupakan paduan antara seni sastra, seni suara dan seni tari. Seni lain bernama sa’er, yang merupakan paduan seni suara dan seni sastra yang bernafaskan keagamaan. Seni sastra lainnya adalah melengkan, seni pidato adat yang berbalas-balasan. Kesenian Didong adalah induk dari beberapa cabang seni dan mempunyai kaitan dengan sruktur sosial dan menjadi jiwa dari dinamika sosial masyarakat setempat. Kesenian ini dimainkan dalam kelompok yang terdiri dari 25-35 orang yang pada umumnya diperankan oleh kaum pria. Kesenian ini merupakan seni bersyair yang dinyanyikan serta diiringi dengan gerak-gerak tertentu yang serasi dengan isi syair dan irama lagunya. Dalam setiap perkumpulan tadi ada beberapa orang yang disebut ceh dan yang lainnya disebut pengiring penunung. Seorang yang disebut ceh adalah seniman komplit, artinya ia adalah seorang penyair atau orang yang mampu menciptakan puisi- puisi sendiri, mampu menciptakan lagu sendiri, dan memiliki suara yang merdu. Dalam satu kumpulan, para ceh-nya itu biasanya terbagi atas dua atau tiga kategori sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dalam menciptakan dan keindahan suara tadi, yaitu ceh kul seniman utama, ceh due ceh dua, dan seterusnya. Pada masa lalu, kesenian ini berfungsi sebagai hiburan dan sarana mengungkap masalah-masalah adat, misalnya adat perkawinan, adat mendirikan rumah, pertanian dan lain-lain. Dengan demikian pengetahuan tentang adat itu akan terus tetap hidup sebagai pengetahuan masyarakat. Pada masa ini pagelaran pertandingan kesenian itu adalah antar klen, yang juga berfungsi untuk mempertahankan sruktur sosial dalam wadah berupa klen. Pada masa yang lebih terakhir, kesenian ini berkembang dan berubah, baik dalam kekayaan variasi lagu, bentuk dan tata bunyi lirik dan fungsi dari kesenian ini yang semakin kompleks.

C. PROSES KEDATANGAN ISLAM DI TANAH GAYO