38
BAB IV USAHA TENGKU IBRAHIM MANTIQ DALAM MEMAJUKAN PENDIDIKAN
DAN DAKWAH DI TANAH GAYO ACEH TENGAH
A. BIDANG PENDIDIKAN
Pada tahun 1936, Ibrahim setelah memperoleh dipeloma dari Al Muslim Gelumpang Dua, ia kembali ke daerah Gayo dan sesuai dengan tradisi ia sudah berhak
menyandang gelar Tengku. Untuk sementara ia menetap di kampungnya di Kenawat Takengon.
Sementara itu Raja Cik Kenawat, selaku orang nomor satu di Kenawat, menawarkan harapan kepada Tengku Ibrahim untuk memimpin dan mengajar di
madrasah Kenawat. Karena gedung madrasah tersebut telah berdiri sejak tahun 1926 yang di bangun oleh swadaya masyarakat Kenawat. Tanah untuk tempat ini yang terletak
dibagian hulu Kenawat yang diwakafkan oleh Aman Murah. Sedangkan untuk membangunnya masyarakat Kenawat bergotong royong mencari bahan-bahan ke hutan
dan yang dibeli hanya lah bagian atap saja yang terdiri dari seng
33
. Sedang tenaga pengajar belum ada, tetapi tenaga pengajar yang cocok belum ada. Oleh karena itu, Raja
Cik Kenawat sangat mengharapkan kesediaan Tengku Ibrahim untuk memimpin madrasah tersebut.
Tawaran baik tersebut secara halus ditolak oleh Tengku Ibrahim, perihal ini karma ia melihat bahwa Tengku Abdul Kadir Aman Siti Rani, santri pertama Tengku
Kadhi Rampak telah lama mengabdi dan mendapat kepercayaan penuh dari masyarakat Kenawat. Dengan demikian Tengku Abdul Khadir telah cukup berjasa dalam meneruskan
33
Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat
dan mengembangkan pendidikan di Kenawat. Oleh karena itu, menurut hemat Tengku Ibrahim agaknya kurang etis, kalau ia menerima tawaran Raja Cik Kenawat untuk
memimpin madrasah baru tersebut. Kalau ia terima, ini sama artinya ia telah turut menyingkirkan kedudukan Tengku Abdul Khadir yang juga saudara ipar dari
kedudukanya sebagai guru yang sangat dihargai di Kenawat. Sementara itu, pada tahun 1928 Muhammadiyah telah masuk ke daerah Gayo
dibawa oleh P.K.Abd. Madjid.
34
Didalam perkembangannya, Muhammadiyah telah banyak membari sumbangan bagi pertumbuhan pendidikan, khususnya pendidikan Islam
yang bercorak moderen. Kehadiran Muhammadiyah telah memberi inspirasi bagi tokoh pendidik untuk mendirikan lembaga-lembaga pendidikan dan usaha tersebut telah
memberi kesempatan bagi semua lapisan masyarakat untuk menikmati pendidikan di Gayo.
Mengikuti perkembangan tersebut pada tahun 1938, Tengku Ahmad Damanhuri atau lebih dikenal dengan sebutan Tengku Silang mendirikan sebuah lembaga pendidikan
Islam moderen, Tarbiyah Islamiyah di kebayakan. Bersamaan dengan ini ia mendirikan pula pesantren yang disebut Mersah Atu
35
. Lembaga pendidikan yang telah dibangun oleh Tengku Silang sangat besar
artinya bagi perkembangan pendidikan Islam di Gayo. Karena sejak itu sistem pendidikan tradisional yang semula diselenggarakan di Mersah dan Joyah secara berangsur-angsur
mulai pindah pada sistem pendidikan madrasah di dalam pengertian sekolah. Dengan
34
Mukhlis Paeni, RIAK di Laut Tawar, Kelanjutan Tradisi Dalam Perubahan di Gayo Aceh Tengah. ANRI Arsip Nasional Republik Indonesia kerjasama dengan Gadja Mada University Press.
Jakarta 2003
35
Wawancara dengan Tengku H. Zainal Abidin, 3 Mei 2009, Ciputat
demikian terjadilah perobahan posisi duduk bersila di lantai berpindah duduk pada bangku didalam ruangan kelas yang berpetak-petak
Mengikuti perkembangan tadi pada akhir tahun 1938, di Kute Lintang dibangun madrasah diatas tanah wakaf Tengku Bahagia Cut atau lebih dikenal dengan sebutan
Tengku Lah. Pimpinan madrasah tersebut juga sepenuhnya dipercayakan kepada Tengku Silang. Seiringan dengan tahun ini juga, Tengku Abdul Jalil, santri lepasan PERSIS
36
dan Tengku Muchlis, santri lepasan Al Irsyad
37
mendirikan taman Pendidikan Islam PI di Hakim-Bale Takengon. Lembaga ini berkembang pesat karena mendapat dukungan dana
dari keluarga Tengku Abdul Jalil yang terkenal sebagai pedagang kaya di Aceh Tengah. Mengikuti langkah tersebut seorang ulama dan tokoh kaya Delung Tue Tengku
Cut mempelopori masyarakatnya untuk mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di
Delung Tue Simpang Tiga Redlong. Untuk memimpin dan tenaga pengajar dipercayakan kepada Tengku Ibrahim dan dibantu oleh Abdul Wahab santri lepasan Cut Muerak.
Mereka ini dua-duanya dari kenawat. Sebagai pimpinan madrasah, Tengku Ibarahim hanya dibayar f 15 golden, uang Belanda.
Berdirinya madrasah ini telah cukup mendapat perhatian dari masyarakat sekitarnya. Peminatnya bukan saja datang dari masyarakat Delung Tue, tatapi juga dari
masyarakat Kenawat Delung, sebagai kampung baru dan Wih Ilang, sehingga murid- murid yang terdaftar berjumlah 50. mata pelajaran yang diberikan mengikuti kurikulum
yang diterapkan di Madrasah Cut Meurak.
38
36
Persis atau Persatuan Islam didirikan di Bandung 1920 oleh kelompok modernis yang terdiri atas Yusuf ZamZam, Qamaruddin dan Abdulrahman.
37
Al Irsyad: Jamâiiyat Al Islam Wal Ersyad Al Arabia berdiri tahun 1913 oleh Syaikb Soorkatti Deliar Noer, 1980, 96
38
Wawancara dengan Muchtaruddin Ibrahim, 10 Januari 2009, Jakrata
Kedatangan Jepang telah membawa malapetaka bagi kelangsungan pendidikan di Indonesia dan Aceh khususnya. Karena itu madrasah yang dipimpin oleh Tengku Ibrahim
terpaksa ditutup untuk selama-lamanya. Tindakan ini terpaksa diambil, karena mengikuti peratutan pemerintah Jepang yang melarang berdirinya sekolah swasta. Kemudian
Tengku Ibrahim sebagai komponen ulama bersama ulama lainnya telah dimanfaatkan untuk kepentingan perang dengan selogan untuk Asia Timur Raya.
Meskipun Pemarintah Jepang melakukan tekanan-tekanan, tetapi secara bergerilia Tengku Ibrahim dan Tengku Muchklis masih menyempatkan waktunya untuk mengajar
anak-anak gadis di Kampung Bale Simpang Tiga Redlong. Pelaksanaan waktunya dilakukan antara waktu Dhuhur dan Ashar setiap harinya.
Pada masa kemerdekaan Tengku Ibrahim dan Ramli serta dukungan masyarakat Kenawat Redlong mendirikan Sekolah Rendah Islam SRI. Gagasan untuk mendirikan
lembaga tersebut, selain jauhnya lembaga pendidikan dari Kenawat, juga karena masyarakat Kenawat sudah merasa perlu membuka lembaga pendidikan untuk
menampung anak-anak yang jumlahnya sudah pantas untuk mendapatkan pendidikan. Juga yang paling utama adalah harapan mereka agar lembaga pendidikan ini dapat
memasukkan pelajaran ilmu umum dan agama. Dengan demikian lepasan sekolah dapat menguasai ilmu dunia dan ilmu akhirat.
Tenaga-tenaga intinya, seperti Ramli sebagai kepala dan guru untuk mata pelajaran umum, Tengku Ibrahim guru yang memberikan pelajaran agama. Sedang guru-
guru lainnya adalah Tengku Mataridi, Tengku Ali Jadun dan dibantu oleh Aman Hasbalah.
Perkembangan sekolah ini cukup mengembirakan, karena peminatnya datang dari Delung Tue, Wih Ilang dan kampung lainnya. Kegiatan di luar sekolah adalah
terbentuknya unit drum band yang instrumennya hanya drum dan seruling bambu. Namun kemahiran anak-anaknya telah dapat memainkan sebuah simponi yang kompak
dan lagu-lagu yang disuguhkan bernada gembira, sehingga yang dapat membangkitkan semangat.
Dalam perkembangan selanjutnya, Pemerintah lewat Departemen Agama RI mengangkat Tengku Ibrahim sebagai guru agama pada SRI Kenawat. Dengan pangkat
ini berarti ia duduk sebagai pegawai negeri dengan tugas sebagai guru. Karir sebagai guru ia tekuni hanya berlangsung sampai pada tahun 195o-an, karena sesudah itu ia turut di
dalam gerakan DI TII Aceh. Sedang sekolah tersebut terus berjalan, menjalankan sebagai lembaga pendidikan oleh tenaga-tenaga muda belakangan sekolah tersebut namanya
diganti menjadi Madrasah Ibtidaiyah Negeri MIN.
B. BIDANG DAKWAH