Badan Penyelenggara Pelayanan Publik Mempunyai Karakter BHMN
C. Badan Penyelenggara Pelayanan Publik Mempunyai Karakter BHMN
1. Lembaga Penyiaran Publik (LPP)
Lembaga Penyiaran Publik (Public Broadcast) merupakan istilah yang muncul seiring dengan lahirnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Pada Pasal 14 UU tersebut dikatakan, Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Sebagai ketentuan lebih lanjut dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, berkenaan dengan Lembaga Penyiaran tersebut dikeluarkan Peraturan Pemerintah
117 Bandingkan dengan organ kekuasaan tertinggi RUPS pada badan hukum Pereroan Terbatas, organ kekuasaan tertinggi Rapat Anggota pada badan hukum Korporasi, organ kekuasaan tertinggi Rapat
Pembina pada Yayasan, atau kekuasaan tertinggi Keputusan Menteri BUMN sebagai RUPS dalam kapasitasnya sebagai pejabat yang mewakili negara sebagai pemegang saham pada badan hukum Perusahaan Perseroan.
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik.
Lembaga Penyiaran terdiri atas: 1) Radio Republik Indonesia (LPP RRI), dan 2) Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI), yang stasiun penyiarannya berada di ibu kota negara RI. Kedua Lembaga Penyiaran Publik terebut merupakan transformasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia dari yang semula Perusahaan Jawatan Radio Republik Indonesia (PERJAN RRI) menjadi Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPPRI), dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia dari yang semula PT TVRI (Persero) menjadi Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (LPP TVRI). 118
Dari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia dapat diketahui jati diri LPP yang secara substantif dapat dikemukakan antara lain: - Lembaga Penyiaran Publik (LPP) adalah lembaga penyiaran yang
berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
- LPP berfungsi sebagai media informasi,pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta pelestari budaya bangsa, dengan senantiasa berorientasi kepada kepentingan seluruh lapisanmasyarakat.
118 Selain LPP RRI dan LPP TVRI sebagai LPP di tingkat pusat, dapat juga dibentuk Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPP Lokal) yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah baik di daerah propinsi,
kabupaten atau kota.
- LPP dalam menjalankan fungsipelayanannya untuk kepentingan masyarakat melibatkan partisipasi publik berupakeikutsertaan di dalam siaran, evaluasi, iuran penyiaran, dan sumbangan masyarakat,sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- LPP bertujuan menyajikan program siaran yang mendorong terwujudnya sikap mental masyarakat yang beriman dan bertakwa, cerdas, memperkukuh integrasi nasional dalam rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menjaga citra positif bangsa.
- Lembaga Penyiaran Publik (LPP) teridiri dari LPP RRI dan LPP TVRI untuk di tingkat pusat, dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPP Lokal) yang berada di tingkat propinsi, kabupaten atau kota.
- RRI, TVRI, dan Lembaga Penyiaran Publik Lokal bertujuan menyajikan program siaran yang mendorong terwujudnya sikap mental masyarakat yang beriman dan bertakwa, cerdas, memperkukuh integrasi nasional dalam rangka membangun masyarakat mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menjaga citra positif bangsa.
- Organisasi LPP (RRI dan TVRI) terdiri dari: a) Dewan Pengawas, b) Dewan Direksi, c) Stasiun Penyiaran, d) Stasiun Pengawasan Intern, e) Pusat dan Perwakilan.
- Dewan pengawas ditetapkan oleh Presiden atas usul DPR RI setelah uji kepatutan dan kelayakan oleh DPR RI secara terbuka atas masukan dari pemerintah dan/ atau masyarakat.
- Masa kerja Dewan Pengawas adalah 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa kerja berikutnya. - Anggota Dewan Pengawas berjumlah 5 (lima) orang, a ) satu orang di antaranya ditetapkan menjadi ketua dewan pengawas berdasarkan keputusan hasil rapat anggota dewan pengawas, b) Dewan pengawas terdiri atas unsur LPP (RRI atau TVRI), masyarakat, dan pemerintah, c) Calon anggota Dewan Pengawas diusulkan oleh pemerintah kepada DPR RI berdasarkan masukan dari Pemerintah dan/ atau masyarakat, d) Dalam melaksanakan tugas, dewan pengawas dibantu oleh sekretariat yang secara administratif berada di bawah dewan direksi.
- Dewan Pengawas mempunyai tugas: a). menetapkan kebijakan umum, rencana induk, kebijakan penyiaran, rencana kerja dan anggaran tahunan, kebijakan pengembangan kelembagaan dan sumber daya, serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut sesuai dengan arah dan tujuan penyiaran; b). mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan anggaran serta independensi dan netralitas siaran; c). melakukan uji kelayakan dan kepatutan secara terbuka terhadap calon anggota dewan direksi, d). mengangkat dan memberhentikan dewan direksi, e). menetapkan salah seorang anggota dewan direksi sebagai direktur utama, f). menetapkan pembagian tugas setiap direktur, g). melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).
- Anggota dewan direksi berjumlah paling banyak 6 (enam) orang yang terdiri atas 1 (satu) orang direktur utama dan paling banyak 5 (1ima) orang direktur, yang masing-masing memimpin Direktorat.
- Anggota Dewan Direksi dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil dan bukan Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan ketentuanperaturan perundang- undangan yang berlaku.
- Anggota Dewan Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Pengawas. - Dewan Direksi mempunyai tugas: a). melaksanakan kebijakan yang
ditetapkan oleh dewan pengawas yang meliputi kebijakan umum, rencana induk, kebijakan penyiaran, rencana kerja dan anggaran tahunan, serta kebijakan pengembangan kelembagaan dan sumber daya, b). memimpin dan mengelola RRI sesuai dengan tujuan dan senantiasa berusaha meningkatkan daya guna dan hasil guna, c). menetapkan ketentuan teknis pelaksanaan operasional lembaga dan operasional penyiaran, d). mengadakan dan memelihara pembukuan serta administrasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, e). menyiapkan laporan tahunan dan laporan berkala, f). membuat laporan keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku, g). mewakili lembaga di dalam dan di luar pengadilan, h). menjalin kerja sama dengan lembaga lain baik di dalam maupun di luar negeri.
- Kekayaan LPP merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan yang dikelola sendiri oleh LPP dan dimanfaatkan untuk mendanai kegiatan operasionalnya.
- Untuk mendanai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan, LPP memiliki sumberpendanaan yang berasal dari: a). iuran penyiaran, b). Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), c). sumbangan masyarakat, d). siaran iklan, e). usaha lain yang sah yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.
- Penerimaan yang diperoleh dari sumber pendanaan merupakan penerimaan negara yang dikelola langsung secara transparan untuk mendanai LPP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari uraian substasial ketentuan yang berkenaan dengan Lembaga
Penyiaran Publik (LPP) tersebut di atas dapat dikemukakan analisis Penulis tentang jati diri LPPdari perspektif badan hukum BHMN sebagai badan penyelenggara pelayanan publik di Indonesia.
Mengacu kepada pengertian sementara Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yakni: ”Badan hukum penyelenggara pelayanan publik yang bersifat
nirlaba yang seluruh kekayaannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”, yang secara sederhana dari pengertian BHMN ini dapat diketahui unsur-unsur BHMN yakni: a) badan hukum, b) seluruh kekayaannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. c) bersifat nirlaba, dan d) penyelenggara/ menyelenggarakan pelayanan publik, maka eksistensi LPP sebagai suatu badan hukum BHMN dapat diuji/ dianalisis sebagai berikut:
a. Unsur badan hukum: Baik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran danPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentangtentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia,dinyatakan pada pokoknya bahwa LPP adalah badan hukum. Lebih jauh lagi bila dilihat dari Teori Orgaan a. Unsur badan hukum: Baik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran danPeraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005 tentangtentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga Penyiaran Publik, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia,dinyatakan pada pokoknya bahwa LPP adalah badan hukum. Lebih jauh lagi bila dilihat dari Teori Orgaan
selaku pendiri/ “pemodal” LPP yang diposisikan sebagai Organ LPP yang mempunyai kekuasaan tertinggi dalam badan hukum LPP, dan Dewan Direksi
yang diangkat dan diberhentikan oleh Organ Dewan Pengawas, keadaan Organ LPP tersebut dari sisi organ badan hukum telah menunjukkan kemandirian LPP sebagai suatu badan hukum yang mandiri.
b. Unsur kekayaan yang berasal dari negara yang tidak dipisahkan: Di dalam perundangan LPP tersebut yang dinyatakan bahwa kekayaan LPP merupakan kekayaan negara yang tidak dipisahkan. Kenyataan kekayaan LPP sebagai kekayaan negara yang tidak terpisahkan tersebut sangat tidak sejalan dengan status LPP yang dengan tegas dinyatakan sebagai badan hukum. adanya kekayaan tersendiri atau terpisah merupakan salah satu unsur penting
dari suatu badan hukum. 119 Dengan kekayaan LPP yang tidak terpisahkan dari kekayaan negara tersebut, secara konseptual LPP belum dapat dikatakan
sebagai suatu badan hukum (recht persoon/ legal entity).
c. Unsur penyelenggara pelayanan publik: Sebagaimana dikatakan dalam perundangan yang berkenaan dengan LPP tersebut, bahwa LPP dibentuk untuk menyelenggarakan kegiatan penyiaran radio/ penyiaran televisi dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat. Bidang kegiatan/ usaha yang dilakukan oleh LPP tersebut merupakan kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik (jasa) sebagaimana
119 Lihat: W. Friedmann., The State and The Rule of Law In A Mixed Economy, (London: Steven & Son, 1971), hlm. 5.
dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelyanan Publik.
d. Unsur Nirlaba: Di dalam perundangan yang berkenaan dengan LPP tersebut dengan tegas dinyatakan bahwa LPP dalam penyelenggaraan penyiarannya bersifat tidak komersial. Pernyataan tegas ketentuan perundangan ini jelas dimaksudkan bahwa LPP dibentuk oleh negara bersifat nirlaba. Namun demikian, dengan tidak adanya pemisahan harta kekayaan LPP dengan negara sebagai
pendirinya/ “pemodal” adanya pernyataan “tidak komersial”/ “nirlaba” atau tidak, hal ini tidak menjadi suatu hal yang relevan.
Dari uraian unsur-unsur BHMN terhadap kelembagaan LPP tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa LPP mempunyai sebagian karakteristik dari BHMN yakni menyelenggarakan pelayanan publik dengan maksud bersifat nirlaba. Meskipun LPP dinyatakan secara tegas sebagai badan hukum namun dengan kekayaan LPP yang tidak terpisah dari kekayaan negara, LPP tersebut secara konseptual belum dapat dikatakan sebagai suatu badan hukum atau lebih jauh lagi belum dapat dikatakan sbagai suatu BHMN.
2. Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS)
Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan eknonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter dan perbankan di Indonesia pada tahun 1998.
Kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan kelangsungan usaha bank secara sehat. Kelangsungan usaha bank secara sehat dapat menjamin keamanan simpanan para nasabahnya serta meningkatkan peran bank sebagai penyedia dana pembangunan dan pelayan jasa perbankan.
Penjaminan simpanan nasabah bank yang diharapkan dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dan dapat meminimumkan risiko yang membebani anggaran negara atau risiko yang menimbulkan moral hazard . Penjaminan simpanan nasabah bank tersebut diselenggarakan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Dari Perundangan yang berkenaan dengan LPS tersebut khususnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan dapat diketahui jati diri LPP yang secara substansif dapat dikemukakan antara lain sebagai berikut: - Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan
kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui skim asuransi,dana penyangga, atau skim lainnya.
- LPS sebagaimana dimaksud adalah badan hukum. - LPS berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. - Fungsi LPS adalah: a). menjamin simpanan nasabah penyimpan, dan b). turut
aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.
- LPS mempunyai tugas: a). merumuskan dan menetapkan kebijakan pelaksanaan penjaminan simpanan, dan b). melaksanakan penjaminan simpanan, c). merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan, d). merumuskan, menetapkan, dan melaksanakan kebijakan penyelesaian Bank Gagal (bank resolution) yang tidak berdampak sistemik, dan e). melaksanakan penanganan Bank Gagal yang berdampak sistemik.
- LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: a). menetapkan dan memungut premi penjaminan, b). menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta, c). melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS, d). mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank, e). melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/ atau konfirmasi atas data, f). menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim, g). menunjuk, menguasakan, dan/ atau menugaskan pihak - LPS mempunyai wewenang sebagai berikut: a). menetapkan dan memungut premi penjaminan, b). menetapkan dan memungut kontribusi pada saat bank pertama kali menjadi peserta, c). melakukan pengelolaan kekayaan dan kewajiban LPS, d). mendapatkan data simpanan nasabah, data kesehatan bank, laporan keuangan bank, dan laporan hasil pemeriksaan bank sepanjang tidak melanggar kerahasiaan bank, e). melakukan rekonsiliasi, verifikasi, dan/ atau konfirmasi atas data, f). menetapkan syarat, tata cara, dan ketentuan pembayaran klaim, g). menunjuk, menguasakan, dan/ atau menugaskan pihak
- Organ LPS terdiri atas Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif. - Dewan Komisioner adalah “pimpinan” LPS. - Anggota Dewan Komisioner berjumlah 6 (enam) orang, yang terdiri atas: a).
satu orang pejabat setingkat eselon I Departemen Keuangan yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, b). satu orang unsur pimpinan LPP yang ditunjuk oleh pimpinan LPP, c). satu orang dari unsur pimpinan Bank Indonesia yang ditunjuk oleh pimpinan Bank Indonesia, d). tiga orang anggota yang berasal dari dalam dan/ atau dari luar LPS.
- Anggota Dewan Komisioner diangkat oleh Presiden. - Dewan Komisioner berwenang mewakili LPS di dalam dan di luar pengadilan. - Salah satu Anggota Dewan Komisioner ditetapkan oleh Presiden sebagai
Kepala Eksekutif yang melaksanakan kegiatan operasional LPS. - Kepala Eksekutif dan Direktur: Kepala Eksekutif dibantu oleh sebanyak- banyaknya 5 (lima) orang direktur. - Kepala Eksekutif dan direktur sekurang-kurangnya menjalankan fungsi penjaminan, manajemen risiko, hukum, keuangan, penyelamatan, likuidasi, dan administrasi.
- Kepala Eksekutif dapat mendelegasikan tugas dan/ atau wewenangnya kepada pejabat dan/ atau pegawai LPS, kecuali wewenang pendelegasian. - Ketentuan mengenai jumlah direktur, persyaratan dan tata cara pengangkatan direktur, serta pembagian tugas direktur ditetapkan dengan Keputusan Dewan Komisioner.
- Kepala Eksekutif diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. - Kepala Eksekutif mengangkat dan memberhentikan karyawan LPS selain
Direktur. - Kekayaan, Pembiayaan, dan Pengelolaan: a) Modal awal LPS ditetapkan sekurang-kurangnya Rp. 4.000.000.000.000,00 (empat triliun rupiah) dan sebesar-besarnya Rp. 8.000.000.000.000,00 (delapan triliun rupiah), b)
Kekayaan LPS merupakan aset negara yang dipisahkan, c) LPS bertanggung jawab atas pengelolaan dan penatausahaan semua asetnya.
- Kekayaan LPS berbentuk investasi dan bukan investasi - Kekayaan yang berbentuk investasi hanya dapat ditempatkan pada surat
berharga yang ditebitkan oleh Pemerintah Indonesia dan/ atau Bank Indonesia. - LPS tidak dapat menempatkan investasi pada bank atau perusahaan lainnya, kecuali dalam bentuk penyertaan modal sementara dalam rangka penyelamatan atau penanganan Bank gagal.
- LPS dapat menempatkan kekayaan bukan investasi dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya. - Surplus yang diperoleh LPS dari kegiatan operasional selama 1 (satu) tahun dialokasikan sebagai berikut: a) 20% (dua puluh perseratus) untuk cadangan tujuan, b) 80% (delapan puluh per seratus) diakumulasikan sebagai cadangan penjaminan.
- Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua puluh lima perseribu) dari total simpanan pada seluruh bank, bagian surplus merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Dari uraian substasial ketentuan yang berkenaan dengan Lembaga LPS tersebut di atas dapat dikemukakan analisis Penulis tentang jati diri LPS dari perspektif badan hukum BHMN sebagai badan penyelenggara pelayanan publik di Indonesia.
Mengacu kepada pengertian sementara Badan Hukum Milik Negara (BHMN), yakni: ”Badan hukum penyelenggara pelayanan publik yang bersifat nirlaba yang seluruh kekayaannya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan”, yang secara sederhana dari pengertian BHMN ini dapat diketahui unsur-unsur BHMN yakni: a) badan hukum, b) seluruh kekayaannya berasal dari kekayaan
negara yang dipisahkan. c) bersifat nirlaba, dan d) penyelenggara/ menyelenggarakan pelayanan publik, maka eksistensi LPS sebagai suatu badan hukum BHMN dapat diuji/ dianalisis sebagai berikut:
a. Unsur badan hukum: Baik dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan dinyatakan bahwa LPS adalah badan hukum. Lebih jauh lagi bila dilihat dari Teori Organ dari Otto von Gierke (1841-1921) dimana badan hukum bukan merupakan pribadi yang sesungguhnya sebagaimana halnya manusia, didalam melakukan kehendaknya atau perbuatan hukum badan hukum dilakukan melalui atau dilaksanakan oleh organnya. Di dalam perundangan yang berkenaan dengan LPS tersebut di atas dikatakan bahwa Organ LPS terdiri dari: 1) Dewan Komisioner dan 2) Kepala Eksekutif. Meskipun keduanya dinyatakan sebagai Organ LPS yang seyogyanya Dewan Komisioner adalah organ badan hukum LPS yang merupakan repres entasi dari negara sebagai pendiri/ “pemodal” dan Kepala Eksekutif seyogyanya sebagai Organ Pengurus badan hukum LPS, namun demikian kedua organ tersebut ternyata tidak pada posisi dan fungsi yang semestinya sebagaimana halnya suatu badan hukum. Dilihat dari kewenangannya tersebut di atas, Dewan Komisioner ternyata lebih menjalankan fungsi kepengurusan yang semestinya menjadi fungsi/ tugas pokok Kepala Eksekutif. Selanjutnya, Kepala Eksekutif selaku Organ Pengurus yang dalam hal ini justru kewenangannya ada ditangan Dewan Komisioner, Kepala Eksekutif tersebut juga diangkat dan diberhentikan oleh Presiden yang mestinya diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisioner sebagai suatu organ badan hukum yang mempunyai kekuasaan tertinggi sebagai representasi dari negara/ “pemodal”.
b. Unsur kekayaan yang berasal dari negara yang dipisahkan: Di dalam perundangan LPS tersebut yang dinyatakan bahwa kekayaan LPS merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.
c. Unsur penyelenggara pelayanan publik: Sebagaimana dikatakan dalam perundangan yang berkenaan dengan LPS tersebut, bahwa LPS adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpanan dengan fungsi menjamin simpanan nasabah penyimpanan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas perbankan sesuai dengan kewenangannya tersebut merupakan kegiatan penyelenggaraan pelayanan publik (jasa) sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelyanan Publik.
d. Unsur Nirlaba: Di dalam perundangan yang berkenaan dengan LPS tersebut tidak ada satu ketentuanpun yang menyatakan bahwa LPS bersifat nirlaba. Lebih lanjut lagi dengan adanya ketentuan yang menyatakan bahwa Dalam hal akumulasi cadangan penjaminan mencapai tingkat sasaran sebesar 2,5% (dua puluh lima perseribu) dari total simpanan pada seluruh bank, bagian surplus merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), hal ini semakin mempertegas bahwa
dengan adamya penerimaan negara atas dalam “keuntungan” pengeloalaan LPS tersebut, badan hukum LPS yang dibentuk oleh negara/ pemerintah ini
tidak bersifat nirlaba sebagaimana mestinya suatu BHMN. Dari uraian unsur-unsur BHMN terhadap kelembagaan LPS tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa dari keempat unsur BHMN terrsebut ada satu unsur penting yakni unsur nirlaba yang tidak dipenuhi oleh LPS, untuk itu dalam konteks konsep BHMN di sini LPS tersebut belum dapat dikatakan sebagai suatu BHMN. 120
120 Terhadap kelembagaan badan hukum LPS ini harus dicari jalan keluar yang komprehensif model jenis badan hukum apa yang dalam hal ini lebih mendekati pada pilihan apakah LPS tersebut
menjadi jenis model badan hukum BHMN atau jenis model badan hukum BUMN.