KONSTRUKSI YURIDIS BADAN HUKUM MILIK NEG

KONSTRUKSI YURIDIS BADAN HUKUM MILIK NEGARA (BHMN) SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

(The Juridical Construction of State Owned Legal Entity (BHMN) as the Governing Body of

Public Service in Indonesia)

DISERTASI

Diajukan Guna Memenuhi Gelar Doktor Dalam Ilmu Hukum Pada Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Oleh: ARSYAD PROGRAM PASCASARJANA DOKTOR ILMU HUKUM UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA 2015

KONSTRUKSI YURIDIS BADAN HUKUM MILIK NEGARA (BHMN) SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

(The Juridical Construction of State Owned Legal Entity (BHMN) as the Governing Body of

Public Service in Indonesia)

DISERTASI

Diajukan Guna Memenuhi Gelar Doktor Dalam Ilmu Hukum Pada Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Oleh: ARSYAD

Jakarta, 9 Oktober 2015

Prof. Dr. Eriyantouw Wahid, S.H., M.H. Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. Co-Promotor Promotor

KONSTRUKSI YURIDIS BADAN HUKUM MILIK NEGARA (BHMN) SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA

(The Juridical Construction of State Owned Legal Entity (BHMN) as the Governing Body of

Public Service in Indonesia)

DISERTASI

Diajukan Guna Memenuhi Gelar Doktor Dalam Ilmu Hukum Pada Program Doktor Ilmu Hukum Program Pascasarjana

Oleh: ARSYAD

Jakarta, 9 Oktober 2015

Prof. Dr. Eriyantouw Wahid, S.H., M.H. Ketua Program

KONSTRUKSI YURIDIS BADAN HUKUM MILIK NEGARA (BHMN) SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK

DI INDONESIA (The Juridical Construction of State Owned Legal Entity (BHMN) as the Governing

Body of Public Service in Indonesia)

Jakarta, 9 Oktober 2015

TIM PENGUJI

Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H.

Promotor

Prof. Dr. Eriyantouw Wahid, S.H., M.H.

Co-Promotor

Dr. Endang Pandamdari, S.H., C.N., M.H.

Tim Penguji

Dr. Endyk M. Asror, S.H., M.H. Tim Penguji

Dr. Hasbullah F. Sjawie, S.H., LL.M., M.M.

Tim Penguji

Dr. Gunawan Djajaputra, S.H., M.H., SS.

Tim Penguji

PERNYATAAN

Disertasi dengan judul :

KONSTRUKSI YURIDIS BADAN HUKUM MILIK NEGARA (BHMN) SEBAGAI BADAN PENYELENGGARA PELAYANAN PUBLIK DI INDONESIA (The Juridical Construction of State Owned Legal Entity (BHMN) as the Governing Body of Public Service in Indonesia)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, disertasi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik (Sarjana, Magister, dan/ atau Doktor), baik di universitas Trisakti maupun di Perguruan Tinggi lain.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri, berdasarkan arahan Tim Promotor.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali saya secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di Perguruan Tinggi ini.

Jakarta, 9 Oktober 2015 Yang membuat pernyataan

Arsyad

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan karunia-Nya jualah akhirnya Penulis dapat menyelesaikan disertasi ini dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menempuh Program Pendidikan Doktor Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Univer sitas Trisakti, dengan judul disertasi “Konstruksi Yuridis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) sebagai Badan Penyelenggara Pelayanan Publik di Indonesia”.

Penulis sangat menyadari dalam penulisan disertasi ini masih banyak mendapat kesulitan disana-sini, hal ini dikarenakan keterbatasan keterbatasan yang Penulis miliki. Namun demikian, berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak Penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini tepat pada waktunya. Untuk itu sudah sepatutya Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada berbagai pihak tersebut.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya Penulis sampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Thoby Mutis, Rektor Universitas Trisakti, yamg telah memberikan kepada Penulis untuk menempuh pendidikan pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti;

2. Bapak Prof. Dr. Eriyantouw Wahid, SH. MH., selaku Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti, dan selaku Co-Promotor, yang dengan tulus hati telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan semangat kepada Penaulis dalam penulisan disertasi ini;

3. Bapak Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, SH. MH., selaku Promotor, yang juga dengan tulus hati telah banyak memberikan bimbingan, arahan, dan semangat kepada Penulis dalam penulisan disertasi ini;

4. Ibu Dr. Endang Pandamsari, S.H., C.N., M.H. selaku Sekretaris Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti dan selaku Penguji yang telah banyak meluangkan waktu memberikan arahan dan menelaah serta memberikan masukan bagi penyempurnaan disertasi ini;

5. Bapak Dr. Endyk M. Asor, SH. MH., selaku Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu untuk menelaah dan memberikan masukan bagi penyempurnaan disertasi ini;

6. Bapak Dr. Hasbullah F. Sjawie, S.H., LL.M., M.M. selaku Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu untuk menelaah dan memberikan masukan bagi penyempurnaan disertasi ini;

7. Bapak Dr. Gunawan Djajaputra, S.H., M.H., S.S. selaku Penguji, yang telah banyak meluangkan waktu untuk menelaah dan memberikan masukan bagi penyempurnaan disertasi ini;

8. Bapak/ Ibu Dosen pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti yang telah banyak berjasa mencurahkan ilmu pengetahuannya kepada Penulis.

9. Bapak Taufik Yahya, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi, yang telah memberikan dukungan dan semangat kepada Penulis dalam menempuh pendidikan pada Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti;

10. Istriku tercinta Lela Nur, S.H. yang telah dengan tulus setia mendampingi Penulis dalam menyelesaikan disertasi ini;

11. Anakku tercinta Imam Primagratha, yang saat ini tengah menempuh pendidikan di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), yang dengan penuh harapan memberikan dorongan dan semangat kepada Penulis dalam menyelesaikan disertasi ini;

12. Semua pihak yang dengan tidak mengurangi rasa hormat Penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah banyak berjasa membantu Penulis dalam penyelesaian disertasi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna, masih belum mampu menjawab persoalan hukum bagaimana konstruksi yuridis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) baik sebagai suatu badan hukum maupun sebagai Badan Penyelenggara Pelayanan Publik di Indonesia. Oleh karena itu segala saran dan kritik konstruktif sangat Penulis harapkan bagi penyempurnaan disertasi ini. Selanjutnya harapan Penulis, disertasi ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pembangunan hukum di Indonesia khususnya terhadap penyusunan perundangan mengenai BHMN.

Jakarta, 9 Oktober 2015 Penulis,

ARSYAD NIM : 2100110021

ABSTRAK

Sebagai salah satu bentuk badan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, keberadaan Badan Hukum Milik Negara (BHMN) telah cukup banyak digunakan sebagai badan/ badan usaha penyelenggara pelayanan publik, serta adanya beberapa badan hukum penyelenggara pelayanan publik tertentu yang mengandung karakterisitik bentuk badan usaha BHMN. Bahwa lembaga BHMN meskipun telah banyak digunakan/ dibentuk sebagai badan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan publik tertentu, kenyataannya belum ada peraturan perundangan khusus yang mengatur tentang badan hukum BHMN. Keberadaan BHMN tersebut bahkan baru sebagian yang secara tegas mendapat pengakuan atau penetapan sebagai BHMN tertentu oleh berbagai peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan di bidang pelayanan publik (public service) tertentu. Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian hukum agar dapat diperoleh suatu konsep yang jelas tentang bagaimana konstruksi yuridis lembaga BHMN baik dalam kapasitasnya sebagai suatu badan hukum BHMN maupun dalam kapasitasnya sebagai badan hukum badan penyelenggara pelayanan publik serta bagaimana pengaturannya pada masa yang akan datang,

yang untuk itu Penulis tuangkan dalam sebuah disertasi yang berjudul “Konstruksi Yuridis Badan Hukum Milik Negara (BHMN) sebagai Badan Penyelenggara Pelayanan Publik di

Indonesia”. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1) Bagaimanakah politik

hukum pengaturan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, 2) Bagaimanakah eksistensi BHMN sebagai suatu badan hukum penyelenggara pelayanan publik di Indonesia, 3) Bagaimanakah konstruksi yuridis BHMN sebagai suatu badan hukum dan sebagai suatu badan penyelenggara pelayanan publik di Indonesia, dan 4) Bagaimanakah konstruksi yuridis pengaturan BHMN pada masa yang akan datang.

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif atau penelitian doktrinal, dengan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan perbandingan (comparative appoach). Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1) Data Primer, yang merupakan data hasil wawancara dan interaksi dengan sumber-sumber lain yang diperlukan, dan 2) Data Sekunder, yang dapat dikelompokkan menjadi: a) bahan hukum primer, dan b) dan bahan hukum sekunder. Selanjutnya atas data yang telah diperoleh dilakukan analisis secara kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: 1) Politik hukum pengaturan BHM saat ini Sebagai akibat belum adanya undang-undang khusus tentang BHMN, 2) Eksistensi BHMN sebagai badan penyelenggara pelayanan publkik saat ini secara kelembagaan belum sepenuhnya mengacu pada kepada konsep konstruksi yuridis badan hukum BHMN, 3) BHMN pada dasarnya sama dengan badan hukum pada umumnya, menyelenggarakan pelayanan publik tertentu, dan dikelola secara korporatif namun bersifat nir laba, dan 4) Pengaturan BHMN yang akan datang baik dalam kapasitasnya sebagai suatu badan hukum dan sebagai penyelenggara pelayanan publik setidak-tidaknya mengacu kepada bentuk- bentuk badan hukum penyelenggara pelayanan publik yang ada seperti BUMN dan Yayasan.

Kata Kunci: Badan Hukum Milik Negara dan Pelayanan Publik.

ABSTRACT

As one of the forms of organization of public services in Indonesia, the existance of State Owned Legal Entity (BHMN) has pretty much used as agency/business entity public service providers, as well as the existence of several leal entities a certain public service providers containing characterisitics form of business entity (BHMN).That institution (BHMN) though has been widely used/is formed as a body to organise specific public service activities, the fact there has been no specific legislation regulating the rules of legal entities (BHMN). The existence of the new BHMN most explicitly got recognition or designation as certain BHMN by various laws and regulations that are used for the agencies that organizes activities in the field of public services (public service). For it to do a legal research so that it can be obtained a clear concept of how the construction of juridical institutions BHMN either in his capacity as a legal entity BHMN nor in his capacity as legal governing body of public service as well as how the settings in the future, for which the author pour in a dissertation titled "The Juridical Construction of State Owned Legal Entity (BHMN) as the Governing Body of Public Service in Indonesia".

As for that the problem in this research are: 1) how did the political legal arrangements the Organization of public services in Indonesia, 2) how does the existence of a legal entity BHMN as organizers public service in Indonesia, 3) how is the juridical BHMN construction as a legal entity and as a governing body of public service in Indonesia,and 4) how is the juridical construction BHMN settings in the future.

This type of research is the juridical normative or doctrinal research, with the approach used in this study is the approach of legislation (the statute approach), approaches the concept of (conceptual approach) and comparative approach (comparative appoach).The data used in this study consists of:1) primary Data, which is data the results of the interviews and interaction with the other resources needed,and 2) Secondary Data, which can be grouped into:a) primary legal materials, and b) and secondary legal materials.Next up data that has been retrieved is carried out qualitative analysis.

The research results showed the following: 1) Political law setting BHMN currently is a result of the absence of special legislation concerning BHMN, 2) Existence of BHMN as governing body of public service currently institutionally haven't fully refers to the concept of juridical construction BHMN legal entities, 3) BHMN essentially is the same as legal entities in General, organizes certain public services, and is cooperatively maintained in non-profit, and 4) Setting of BHMN to come good in his capacity as a legal entity and as public service providers at least refer to these forms of legal entities of the existing public service providers such as STATE-OWNED COMPANIES and foundations.

Keywords: State-Owned Legal Entity (BHMN) and Public Services.

2. BHMN Sebagai Badan Penyelenggara Badan Pelayanan Publik ... 262

BAB VI PENUTUP 265

A. Kesimpulan .......................................................................................... 265

B. Saran .................................................................................................... 266

DAFTAR PUSTAKA 267 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

277

DAFTAR TABEL

Tabel I Perbandingan Badan Hukum BHMN dengan Badan hukum BUMN ................................................................................................... 241 Tabel II Perbandingan Badan Hukum BHMN dengan Badan hukum Yayasan.................................................................................................. 242

DAFTAR BAGAN

Bagan I Transformasi Keuangan Negara ........................................................... 43 Bagan II Pengertian Keuangan Negara ............................................................... 51 Bagan III Kelompok-Kelompok Norma ............................................................... 62 Bagan IV Sistem Norma Hukum Republik Indonesia .......................................... 65 Bagan V Kerangka Teori .................................................................................... 99

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tujuan pembentukan negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 1 Mengacu pada rumusan tujuan nasional tersebut, maka dapat dinyatakan

bahwa Indonesia menganut konsep welfare state. Kesejahteraan yang ingin diwujudkan adalah kesejahteraan bersama, bukan kesejahteraan golongan atau perorangan. Negara pada dasarnya merupakan alat untuk mencapai tujuan bersama,

berupa kemakmuran dan keadilan sosial. 2 Konsep negara kesejahteraan menempatkan peran negara dalam setiap aspek kehidupan rakyatnya. Sehubungan dengan konsep tersebut, menurut W. Friedmann maka negara mengemban 4

(empat) fungsi 3 yaitu: 1). the state as provider (negara sebagai pelayan), 2). the state as regulator (negara sebagai pengatur), 3). the state as enterpreneur (negara sebagai wirausaha), and 4). the state as umpire (negara sebagai wasit).

Rumusan tujuan nasional tersebut mengandung makna bahwa negara berkewajiban memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif. Penyelenggaraan pelayanan publik selama ini diselenggarakan oleh institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik

1 Negara, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, alinea keempat.

2 CST Kansil dan Christine ST. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hlm. 20.

3 W. Friedmann., The State and The Rule of Law In A Mixed Economy, (London: Steven & Son, 1971), hlm. 5.

Badan-badan penyelenggara pelayanan publik mulanya lebih dimonopoli langsung oleh negara/ pemerintah berupa institusi penyelenggara negara atau berupa instansi pemerintah yang dalam penyelenggaraannya cenderung bersifat birokratif.

Berkembangnya situasi sosial-ekonomi telah membawa perubahan terhadap sistem tata nilai dalam kemasyarakatan. Kebutuhan masyarakat terhadap layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan semakin meningkat. Layanan dasar tersebut bagi sebagian masyarakat merupakan layanan pilihan dan bagi sebagian masyarakat lain telah bergeser menjadi kebutuhan yang bersifat pribadi. Pergeseran-pergeseran ini selain disebabkan oleh berkembangnya situasi sosial-ekonomi juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Pada sebagian negara, pemerintah hanya mampu menjamin layanan minimal terhadap kebutuhan masyarakat (minimum degree of service ) karena keterbatasan anggaran. Pada beberapa negara, masyarakat telah membutuhkan kualitas layanan pada tingkat yang lebih tinggi (expected degree of service ). Hal ini kemudian dapat dipahami pemerintah khususnya di negara-negara maju, bahwa negara kini tidak lagi mendominasi atau memonopoli peran pelayanan publik. Untuk bidang-bidang pelayanan publik tertentu yang lebih menuntut efisiensi dilakukan oleh badan usaha (Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah) yang dalam penyelenggaraannya selain bersifat public service juga sekaligus bersifat corporative dan profit motive. Bahkan di bidang-bidang pelayanan publik tertentu penyelenggaraan pelayanan publik dilakukan oleh badan/ wadah partisipatif masyarakat seperti yayasan (stichting/ foundation).

Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan layanan kepada masyarakat. Namun, layanan tersebut tidak dapat seluruhnya dibiayai oleh pemerintah karena keterbatasan anggaran. Berdasarkan pembiayaan, layanan kepada masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: pelayanan dasar (basic services) yang seluruhnya dibiayai oleh pemerintah; pelayanan adminsitratif (administrative service ), biaya yang dibebankan kepada masyarakat hanya sekedar untuk menutupi biaya bahan yang terpakai; layanan publik oleh pemerintah yang memerlukan peran serta pembiayaan dari masyarakat yaitu biayanya sebagian dibebankan kepada Pemerintah memiliki kewajiban menyediakan layanan kepada masyarakat. Namun, layanan tersebut tidak dapat seluruhnya dibiayai oleh pemerintah karena keterbatasan anggaran. Berdasarkan pembiayaan, layanan kepada masyarakat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu: pelayanan dasar (basic services) yang seluruhnya dibiayai oleh pemerintah; pelayanan adminsitratif (administrative service ), biaya yang dibebankan kepada masyarakat hanya sekedar untuk menutupi biaya bahan yang terpakai; layanan publik oleh pemerintah yang memerlukan peran serta pembiayaan dari masyarakat yaitu biayanya sebagian dibebankan kepada

diakomodasi oleh sistem yang berlaku umum dalam keuangan negara. 5 Untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk barang dan

jasa dengan motif tanpa pencarian keuntungan, dibentuk Badan Layanan Umum (BLU). Institusi penyelenggara atau penyedia layanan publik yang berbentuk BLU muncul sejak diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU. Pengelolaan keuangan merupakan salah satu aspek yang penting harus mampu dijabarkan mengikuti kaidah-kaidah efisiensi, efektivitas, fleksibilitas, transparansi akan akuntabilitas sesuai dengan kaidah pengelolaan keuangan korporat. Kebutuhan pembiayaan kegiatan operasional pelayanan tidak selalu bersifat konstan bahkan cenderung berubah-ubah selaras dengan dinamika tuntutan dan kebutuhan pelanggan, maka sangat diperlukan adanya otonom yang cukup luas dalam pengelolaan pendapatan BLU yang diperoleh dari kegiatan operasionalnya termasuk subsidi atau hibah dari pemerintah atau pihak lain.

Perbedaan yang mendasar antara BLU dengan badan usaha/ perusahaan adalah pada status badan hukum. BLU sebagai instansi pemerintah/ publik dengan kekayaan negara yang tidak dipisahkan, maka bukanlah status badan hukum tertentu sebagaimana badan-badan usaha milik pemerintah atau swasta. BLU merupakan instansi pemerintah, tidak mungkin status hukumnya sebagai badan hukum (juridicial personality). Status badan hukum tidak terpisah dari kementerian/ lembaga/ pemerintah daerah sebagai instansi induk.

Pelayanan publik yang otonomis dan non-birkratis merupakan salah satu jawaban atas masalah kelemahan pelayan publik oleh pemerintah yang birokratis tersebut, antara lain dengan mentransformasi atau membentuk badan-badan pelayanan publik yang lebih otonom. Sejalan dengan semangat doktrin Manajemen Publik Baru (New Public Management) dan pengagenan/ agensifikasi

4 Husni Thamrin, Hukum Pelayanan Publik di Indonesia, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm.19.

5 Arifin P.Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, (Jakarta: Gramedia, 1986), hlm. 9.

(agencification) telah mengilhami banyak negara di dunia untuk membentuk unit organisasi pemerintah yang secara struktural maupun fungsi berpisah dari

kementrian induk. 6 Sebagaimana banyak juga dilakukan oleh negera-negera lain, selain penyelenggaraaan pelayana publik langsung oleh lembaga-lemebaga negara

pemerintah telah melakukan transformasi dan pembentukan badan-badan pelayanan publik yang lebih otonom, baik dengan melanjutkan atau pembentukan badan-badan usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), sampai pada pembentukan badan penyelenggara pelayanan umum Badan Hukum Milik Negara (BHMN).

Sebagai suatu badan hukum yang mandiri sebagaimana halnya BUMN, eksistensi atau keberadaan BHMN belum mendapat pengaturan secara khusus. Keberadaan BHMN tersebut hanya baru mendapat pengakuan atau penetapan BHMN tertentu dari berbagai peraturan perundang-undangan yang dipergunakan untuk badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan di bidang pelayanan publik (public service) tertentu. Lembaga badan usaha ini merupakan perpanjangan tangan pelayanan publik oleh pemerintah yang tidak bertujuan mencari keuntungan (non

profit motive ), tetapi dikelola dengan manajemen korporasi. 7

Badan usaha BHMN telah banyak digunakan untuk melakukan berbagai kegiatan yang bersifat memberikan pelayanan kepada publik. Saat ini kegiatan usaha yang mempergunakan bentuk badan usaha BHMN tersebut antara lain: pertama, di bidang kegiataan usaha penyelengaraan pendidikan tinggi, yakni sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum. Sebagai tindak lanjut dari peraturan pemerintah tersebut, dikeluarkan beberapa peraturan pemerintah yang secara tegas menetapkan status beberapa perguruan tinggi negeri menjadi/ adalah BHMN, antara lain Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 152 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Indonesia sebagai BHMN, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 153 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Gajah Mada sebagai BHMN, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Pertanian Bogor sebagai BHMN,

6 Mediya Lukman, Badan Layanan Umum dari Birokrasi Menuju Korporasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm. 89.

7 Ibid , hlm.25.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung sebagai BHMN, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 156 Tahun 2003 tentang Penetapan Universitas Sumatera Uatara sebagai BHMN, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penetapan Universitas Pendidikan Indonesia sebagai BHMN.

Kedua , bidang kegiatan petambangan minyak dan gas bumi, yakni sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun

2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Pasal 45), 8 khususnya mengenai bentuk Badan Pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berbentuk BHMN yang

kemudian BHMN tersebut dibentuk melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Penyelengaraan Kegiataan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Ketiga, di bidang penyelenggaraan jaminan sosial, meskipun tidak secara tegas dinyatakan sebagai suatu BHMN, namun demikian berdasarkan karakteristik Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagaimana dimaksud dengan Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional (SJSN) bentuk badan usaha BPJS tersebut “mestinya ditegaskan” adalah BHMN. 9

Selain dari itu, terdapat juga beberapa badan penyelenggara pelayanan publik yang dibentuk oleh pemerintah yang secara karakteristiknya sebagian telah memenuhi unsur BHMN. Sekalipun badan penyelenggara publik ini belum sepenuhnya memenuhi unsur suatu BHMN, tetapi secara kelembagaan badan-badan

8 Dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 36/PPU-X/2012 tanggal 13 November 2012 Badan Penyelengaraan kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi demi

hukum menjadi bubar. 9 Adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-II/2005 tanggal 31 Agustus 2005 atas

Undang-UndangRepublik IndonesiaNomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional telah membuka peluang Pemerintah Daerah untuk menyelenggarakan jaminan sosial. Hal ini menimbulkan persoalan tersendiri tentang apa model bentuk badan usaha yang dapat dipakai sebagai badan penyelenggara jaminan sosial oleh Pemerintah Daerah.Dengan tetap berpegang pada prinsip dan argumentasi sebagaimana penggunaan badan usaha BHMN (Badan Hukum Milik Negara), kecuali dimana badan hukum yang akan dipakai sebagai badan usaha badan penyelenggara jaminan sosial oleh Pemerintah Daerah ini didirikan/ dibentuk oleh Pemerintah Daerah dengan seluruh modalnya berasal dari kekayaan daerah yang dipisahkan, maka dengan meminjam perbandingan antara BUMN dan BUMD, untuk badan penyelenggara jaminan sosial oleh Pemerintah Daerah dapat dibentuk dengan bentuk badan hukum yang belum dikenal sebelumnya yakni Badan Hukum Milik Daerah (BHMD).

penyelenggara pelayanan publik ini juga tidak merupakan suatu jenis model badan hukum pelayanan publik sebagaimana yang telah ada seperti BUMN/ BUMD. Badan-badan penyelenggara yang dimaksud adalah: Pertama, bidang kegiatan usaha perbankan. BHMN pada bidang perbankan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) dan Pasal 37B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjaminan Simpanan yang secara kelembagaan mempunyai sebagian karakteristik BHMN. Kedua, di bidang kegiatan usaha penyiaran. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaraan, khususnya mengenai bentuk badan usaha Lembaga Penyiaran Publik, yang secara kelembagaan mempunyai sebagian karakteristik BHMN.

Konsep BHMN adalah state owned legal entity, yaitu suatu terminologi hukum yang pertama kali digunakan oleh dunia pendidikan, khususnya dalam penyelengaraan pendidikan tinggi. BHMN merupakan special legal entity. Terminologi BHMN sebenarnya adalah penggabungan dari dua perkataan “ Badan Hukum” dan “Milik Negara”. BHMN pada hakekatnya adalah badan hukum (Rech persoon / legal entity) yang telah lama dikenal ilmu pengetahuan dan pergaulan

hukum. 10

10 Beberapa ahli hukum, dalam Chidir Ali, Badan Hukum,, (Bandung: Alumni, 1999), hlm.18-20, memberikan pengertian tentang badan hukum sebagai berikut:

a. Maijers: “Badan Hukum adalah: meliputi sesuatuyang menjadi pendukung hak dan kewajiban. b. F. Utrecht: “Badan Hukum (rechtspersoon), yaitu: badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak, selanjutnya dijelaskan, bahwa badan hukum ialah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa, atau yang lebih tepat yang bukan manusia.

c. R. Subketi: “Badan Hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yangdapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusiae, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.

d. R. Rochmat Soemitro: “Badan Hukum (rechtspersoon) ialah: suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi.

e. Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusila: “Pribadi Hukum ialah suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subjek hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak-hak serta kewajiban- kewajiban seperti yang dimiliki oleh seseorang.

f. Wirjono Prodjodikuro:

Mengacu pada Penjelasan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 1999 bahwa status hukum perguruan tinggi yang di rujuk dalam pasal ini adalah badan hukum yang mandiri dan berhak melakukan semua perbuatan hukum sebagaimana layaknya suatu badan hukum pada umumnya. Sementara itu, perkataan milik negara menunjukkan bahwa kekayaan awal/ modal dasar kekayaan BHMN adalah berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

Keberadaan dan penggunaan sebutan BHMN telah mendapat pengakuan oleh beberapa peraturan perundang undangan, namun belum ada satupun dari peraturan perundang undangan yang ada memberikan pengertian secara tegas tentang BHMN. Mengacu pada pengertian tersebut, maka sebagai pegangan sementara, Badan

Hukum Milik Negara (BHMN) adalah “badan hukum penyelenggara pelayanan publik yang bersifat nirlaba yang seluruh kekayaannya berasal dari kekayaan negara

yang dipisahkan”. Dari sumber kekayaan awal ini dapat diketahui bahwa dibentuk oleh negara

dengan memisahkan kekayaaan negara sebagai kekayaaan awal BHMN. Tujuan pembetukannya sudah tentu semata-mata untuk melaksakan tugas atau peran pemerintah khsusnya di dalam memberikan pelayaanan umum (public service) secara efisien dan efektif, tanpa bermaksud negara memperoleh/ mengambil keuntungan atas kegiatan usaha BHMN.

Uraian tersebut di atas menunjukkan adanya fakta atas eksistensi/ keberadaan BHMN dalam pergaulan hukum sebagai badan penyelenggara pelayanan publik, yakni bahwa BHMN sebagai suatu bentuk badan usaha yang cukup baru dikenal telah cukup banyak digunakan sebagai badan/ badan usaha penyelenggara pelayanan publik serta adanya beberapa karakteristik badan penyelenggara layanan

publik tertentu yang “mengarah” ke bentuk badan usaha BHMN. Bahwa lembaga BHMN meskipun telah banyak digunakan/ dibentuk sebagai badan untuk menyelenggarakan pelayanan publik, berbeda dengan subjek hukum manusia (natuurlikepersoon) yang memang lahir secara alami, BHMN yang pada dasarnya adala h suatu jenis badan hukum “baru” sebenarnya tidak pernah dilahirkan/ ditetapkan sebagai suatu jenis rechtpersoon oleh hukum positif.

“Badan Hukum yaitu badan yang disamping manusia perseorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap

orang lain atau badan lain.

Menurut Chidir Ali keberadaan badan hukum sebagai subjek hukum harus memperoleh kewenanangan dari hukum positif. 11 Hal yang senada dikatakan oleh

L.J. van Apeldoorn bahwa segala sesuatu yang mempunyai kewenangan hukum, adalah purusadalam arti yuridis. Kewenangan hukum ialah, kecakapan untuk menjadi pendukung (subjek) hukum. Persoonlijkheid atau kewenangan hukum, adalah sifat yang diberikan oleh hukum objektif dan hanya boleh dimiliki mereka, untuk siapa ia diberikan oleh hukum.

Ketiadaan payung hukum yang melahirkan dan sekaligus mengatur secara khusus tentang badan hukum BHMN tersebut semakin menimbulkan ketidak jelasan atau ketidakpastian hukum 12 mengenai lembaga BHMN, antara lain berkenaan dengan:

1) Status badan hukum BHMN apakah badan hukum publik atau badan hukum privat. Hal ini penting untuk menentukan batasan kewenangan bertindak dari badan hukum BHMN apakah juga mempunyai kewenangan bertindak sebagaimana halnya pemerintah dalam lapangan hukum publik.

2) Status keuangan BHMN apakah berstatus keuangan publik atau berstatus keuangan privat. Hal ini penting untuk jaminan kepastian pengelolaan dan pertanggung-jawaban atas keuangan BHMN apakah tunduk kepada peraturan perundangan di bidang keuangan publik sebagaimana halnya antara lain diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, ataukah tunduk kepada sistem pengelolaan keuangan sebagaimana halnya pada badan hukum/ badan usaha swasta umumnya.

3) Status kepegawaian/ ketenagakerjaan pegawai/ pekerja BHMN apakah Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud ketentuan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Hal ini penting untuk memastikan terhadap pegawai/ pekerja BHMN apakah tunduk pada peraturan perundangan bagi PNS sebagaimana halnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun

11 Chidir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Alumni, 1999), hlm. 16 12 Kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa dijawab secara normatif, bukan

sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Yance Arizona, “Apa Itu Kepastian Hukum?”, (On- line ), tersedia di: http://yancearizona.net (27 September 2015).

1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, ataukah tunduk pada peraturan perundangan di bidang perburuhan/ ketenagakerajan sebagaimana halnya dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

4) Sebagai badan penyelenggara pelayanan publik, meliputi jenis pelayanan publik apa saja yang dapat atau mungkin harus dengan badan penyelenggara BHMN. Hal ini penting untuk memberikan kepastian meliputi bidang-bidang dan atau jenis kegiatan pelayanan publik yang dapat atau mungkin harus diselenggarakan oleh badan hukum BHMN, termasuk untuk menghindari terjadinya overlaping bidang atau jenis oleh badan-badan penyelenggara layanan publik lainnya, bahkan dengan badan-badan atau pihak-pihak non goverment.

5) BHMN sebagai suatu subjek hukum-badan hukum yang artificial apa dan bagaimana organ BHMN serta hak dan kewenangan masing-masing organ BHMN tersebut. Hal ini penting untuk menjamin kecakapan/ keabsahan kewenangan bertindak serta batasan kewenangan bertindak dan tanggung jawab badan hukum BHMN.

6) Sebagai suatu badan penyelenggara pelayanan publik yang bersifat nirlaba dan dikelola secara korporatif, bagaimana pengelolaan BHMN tersebut agar dapat memberikan pelayanan yang efisien dan prima. Hal ini penting untuk menjamin bahwa badan hukum BHMN yang dari sisi pengelolaannya pada dasarnya adalah sama dengan badan usaha pada umumnya dapat dikelola secara efisiensi yang pada akhirnya dari hasil pengelolaan BHMN tersebut dapat memberikan/ dikembalikan untuk peningkatan pelayanan publik oleh BHMN tersebut.

7) BHMN sebagai suatu jenis badan hukum (rechpersoon ) “baru” bagaimana pun juga keberadaaanya sebagai suatu subjek hukum harus mendapat pengaturan/ payung hukum oleh hukum positif, sehubungan dengan itu bagaimana pengaturan BHMN yang akan datang. Hal ini penting untuk memberikan kepastian atas eksistensi BHMN sebagai suatu jenis badan hukum tertentu serta kepastian bagaimana sistem pengelolaan BHMN sebagai badan penyelenggara layanan publik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian hukum untuk menyusun suatu konstruksi (yuridis) tentang lembaga BHMN, sehingga Berdasarkan uraian tersebut di atas, perlu dilakukan suatu penelitian hukum untuk menyusun suatu konstruksi (yuridis) tentang lembaga BHMN, sehingga

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, Perumusan Masalah dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Bagaimanakah politik hukum pengaturan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia?

2. Bagaimanakah eksistensi BHMN sebagai suatu badan hukum penyelenggara pelayanan publik di Indonesia?

3. Bagaimanakah konstruksi yuridis BHMN sebagai suatu badan hukum dan sebagai suatu badan penyelenggara pelayanan publik di Indonesia?

4. Bagaimanakah konstruksi yuridis pengaturan BHMN pada masa yang akan datang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penelitian, maka tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis politik hukum pengaturan penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis eksistensi BHMN sebagai suatu badan hukum badan penyelenggara pelayanan publik di Indonesia.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis konstruksi yuridis BHMN sebagai suatu badan hukum dan sebagai suatu badan penyelenggara pelayanan publik

4. Menyarankan bagaimana pengaturan BHMN pada masa yang akan datang.

D. Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dianalisis, hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Kegunaan Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran untuk pengembangan hukum, khususnya berkaitan dengan eksistensi dan konstruksi yuridis BHMN.

b. Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai guna pengembangan kebijakan dan hukum dengan mengkaji aspek pengelolaan BHMN pada masa yang akan datang.

c. Penelitian ini diharapkan mempunyai nilai guna dalam rangka pengaturan BHMN sebagai suatu badan hukum dan badan penyelenggara pelayanan publik di masa yang akan datang.

2. Kegunaan Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan suatu model

penyelenggaraan BHMN pada masa yang akan datang, karena pada saat ini implementasi pembentukan/ pendirian, penggunaan, dan pengelolaan BHMN masih belum ada acuan kepastian hukum.

E. Kerangka Teori dan Konsep

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah pernyataan yang saling berhubungan dan tersusun dalam sistem deduksi. 13 Disertasi ini menerapkan beberapa teori hukum untuk

menganalisis data. Teori hukum mempunyai fungsi menjelaskan atau menerangkan, menilai dan memprediksi serta mempengaruhi hukum positif, misalnya menjelaskan ketentuan yang berlaku, menilai suatu peraturan atau perbuatan hukum dan memprediksi hak dan kewajiban yang akan timbul dari suatu perjanjian. Menurut Friedman, all legal theory must contain of philosophy-

13 Duane R.Monette (et.all), Applied Social Research, (San Fransisco: Holy, Rinehart and Winston,Inc.,1986), hlm.27.

man's reflections on his position in the universe-and gain its colour and spesific content from political theory the ideas entertained on the best form of society 14 .

Untuk menganalisis permasalahan sebagaimana telah dikemukakan di atas, penelitian ini menggunakan beberapa teori, yaitu: 1) pada tataran Teori Utama (Grand Theory) menggunakan Teori Negara Kesejahteraan, 2) pada tataran Teori Madya (Middle Range Theory) menggunakan Teori Kepastian Hukum, dan 3) pada tataran Teori Terapan (Applied Theory) menggunakan beberapa teori, yakni: a). Teori Badan Hukum, b). Teori Transformasi Keuangan Negara, c). Teori Ruang Lingkup Hukum Ketenagakerjaan/ Perburuhan, dan d). Teori Perundang- undangan.

a. Teori Utama (Grand Theory) Sebagai grand theory, penelitian ini menggunakan Teori Negara Kesejahtreraan (welvaarstaat/ welfare state) yang dipelopori oleh R. Kranenburg. Menurut teori ini tujuan negara bukan sekedar memelihara ketertiban hukum, melainkan juga aktif mengupayakan kesejahteraan warganya. Kesejahteraanpun meliputi berbagai bidang yang luas cakupannya.

Konsep negara kesejahteraan merupakan respon atas teori negara hukum klasik yang digagas oleh Kant pada abad ke-20 (1724-1804) karena tidak dapat membawa masyarakat mencapai kemakmuran. Menurut konsep negara hukum klasik/ liberal/ formal/ murni sebagaimana yang dikemukakan Immanuel Kant Negara hukum sebagai Nachtwaker staat atau Nachtwactherstaat (“negara jaga malam”) yang tugasnya adalah menjamin ketertiban dan keamanan masyarakat. Negara dilarang sekeras-kerasnya turut campur dalam perekonomian dan segi-segi kehidupan sosial lainnya. Mengingat kelemahan konsep negara hukum klasik tersebut, paham negara hukum formal tersebut mengalami modifikasi menjadi negara hukum modern yang juga dikenal sebagai ajaran negara kesejahteraan (walfare state). Menurut teori ini, selain bertujuan melindungi hak dan kebebasan warganya, negara juga berupaya mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negara.

Fungsi pemerintahan sebagai penguasa meliputi fungsi Pengaturan (de ordenende functie ) dalam liberale rachtsstaat menjadi hal yang utama. Selain

14 Lawrence M Friedman, Legal Theory (London: Macmillan Press, 1998), hlm. 5.

itu fungsi penyelesaian sengketa, menyelesaikan pertentangan kepentingan antara

misalnya melalui veiligheidswetgeving, waren wetgeving. Fungsi pembangunan dan pengaturan perekonomian melalui stimulasi untuk berinvestasi dan fungsi penyediaan, menyediakan barang-barang publik (collective goederen) yang diperlukan seperti zeewring en defensie, dan barang-barang individual seperti pendidikan, sociale uitkeringen dan medische vertrekkingen.

kelompok-kelompok

masyarakat,

Konsep negara kesejahteraan merupakan antitesis dan modifikasi dari konsep negara hukum klasik, dimana paham negara kesejahteraan memperkenalkan konsep mengenai peranan negara yang lebih luas. Menurut Utrecht Lapangan pekerjaan pemerintah suatu negara hukum modern sangat

luas. 15 Hal yang senada juga dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa dalam konsep negara kesejahteraan ini, negara dituntut untuk memperluas tanggung

jawabnya kepada masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat banyak. Perkembangan inilah yang memberi kan legalisasi bagi “negara intervensionis” abad ke-20. Negara justru perlu dan bahkan harus melakukan

intervensi dalam berbagai masalah sosial ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bersama dalam masyarakat. 16

Konsep negara kesejahteraan seringkali dipersepsikan berbeda-beda tergantung dari sudut pandang. Ada yang mempersepsikan dari ekonomi, politik dan ideologi. Konsep welvaarstaat/ welfare state memperluas tanggung jawab negara hingga mencakup masalah-masalah ekonomi yang dihadapi rakyat demi menciptakan kesejahteraan rakyat banyak. Negara mengambil alih peran individu dan menguasai hak-hak yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Konsep ini ditandai oleh privatisasi perusahaan-perusahaan besar dengan campur tangan negara pada perusahaan yang menguasai hajat hidup orang banyak tumbuhnya iklim demokrasi dan hak-hak asasi manusia dijunjung tinggi. Welvaarstaat/ welfare state berusaha membebaskan warga dari ketergantungan pada mekanisme pasar untuk mendapatkan kesejahteraan

15 Utrecht, dalam W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), hlm. 4.

16 Jimly Asshidiqie dalam W. Riawan Tjandra, Hukum Sarana Pemerintahan (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 2014), hlm.9.

dengan menjadikam hak setiap warga sebagai alasan utama kebijakan negara. Konsekuensinya, negara harus memberlakukan penerapan kebijakan sosial sebagai penganugerahan hak-hak sosial kepada warganya. Konsep welvaarstaat / welfare state mengacu pada peran negara yang aktif dalam mengelola dan mengorganisasikan perekonomian yang ada di dalamnya mencakup tanggung jawab negara untuk menjamin tersedianya pelayanan kesejahteraan dasar dalam tingkatan tertentu bagi warganya. Menurut Willian J. Chamblis dan Robert B. Seidman, bekerjanya hukum untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Esping Andersen, sebagaimana dikutip oleh

Darmawan Triwibowo, menyatakan: 17

Negara kesejahetaraan merupakan atribut-atribut kebijakan pelayanan dan transfer sosial yang disebabkan oleh oleh negara (c.q pemerintah) kepada warganya, seperti pelayanan pendidikan, transfer pendapatan, pengurangan kemiskinan, sehingga keduanya (negara kesejahteraan dan kebijakan sosial) sering diidentikkan. Hal itu tidaklah tepat karena kebijakan sosial tidak mempunyai hubungan yang berimplikasi dengan negara kesejahteraan. Kebijakan sosial bisa diterapkan tanpa keberadaan negara kesejahteraan, tapi sebaliknya negara kesejahteraan selalu membutuhkan kebijakan sosial untuk mendukung keberadaannya.

Konsep negara kesejahteraan sesungguhnya sejalan dengan prinsip demokrasi ekonomi. Konsep negara kesejahteraan dimuat dalam UUD 1945

pertama kali dikemukakan oleh Muhamad Hatta, 18 yang dicantumkan pada Pasal 33 UUDNRI Tahun 1945:

a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

b) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

c) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

17 Darmawan Tri Wibowo, Mimpi Negara Kesejahteraan, (Jakarta: LP3ES,2006), hlm. 8 18 Jimly Asshiddiqie, Undang-Undang Dasar 1945: Konstitusi Negara Kesejahteraan dan

Realitas Masa Depan , (Jakarta: Universitas Indonesia, 1998), hlm.15.

d) Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

e) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal ini diatur dalam Undang-Undang. Ketentuan tersebut relevan dengan Pasal 1 butir (3) UUD 1945 yang menyatakan dengan tegas bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Dalam negara hukum diatur hubungan antara penguasa dengan masyarakat

serta pembagian kekuasaan negara yang dituangkan kedalam konstitusi. 19 Pemikiran negara hukum dapat dikatakan dimulai sejak Plato mengemukakan konsepnya bahwa “penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik yang disebutnya dengan istilah Nomo 20 i”.

Negara hukum merupakan terjemahan dari istilah rechstaat dan the rule of law 21 . Namun diantara keduanya terdapat perbedaan, rechstaat sebagaimana

dikemukakan oleh Roscoe Pound memiliki karakter administratif, sedangkan the rule of law berkarakter yudisial.

Konsep rechstaat mulai populer di Eropa sejak abad 19 meskipun pemikiran tentang itu sudah ada sejak lama. Sedangkan istilah therule of law mulai populer dengan terbitnya sebuah buku dari A.V Dicey tahun 1885