Pilkada Langsung dan Kualitas Demokrasi

G. Pilkada Langsung dan Kualitas Demokrasi

Sebenarnya, pemilihan Kepala Daerah langsung hanya sebagian keeil dari peningkatan kualitas demokrasi di tingkat lokal. Ia tidak dengan sendirinya menjamin (taken for granted) bagi peningkatan kualitas demokrasi itu sendiri. Demokrasi di tingkat lokal sangat membutuhkan berbagai persyaratan, khususnya bagi masyarakat (para pemilih) itu sendiri sebagai pemilik tertinggi kedaulatan di negeri ini. Bahkan, sangat disayangkan, - karena tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, belum terbiasa untuk aktif berpartisipasi, cenderung emosional (irrational) dalam proses politik – mereka juga sangat mudah dimanipulasi, baik secara simbol maupun secara material yang kemudian sangat menjauhkan mereka dari nilai-nilai demokrasi itu sendiri.

Pada prinsipnya, kualitas demokrasi, didasarkan pada banyak hal, khususnya menyangkut penerapan prinsip-prinsip transparansi anggaran, partisipasi kelembagaan lokal, dan akomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat didalam pengambilan keputusan/peraturan di daerah. Apa yang kemudian dikemukakan oleh Urofski (2000), bahwa sebagus apapun sebuah pemerintahan dirancang, ia tidak bisa dianggap demokratis kecuali para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negaranya dalam Pada prinsipnya, kualitas demokrasi, didasarkan pada banyak hal, khususnya menyangkut penerapan prinsip-prinsip transparansi anggaran, partisipasi kelembagaan lokal, dan akomodasi kepentingan-kepentingan masyarakat didalam pengambilan keputusan/peraturan di daerah. Apa yang kemudian dikemukakan oleh Urofski (2000), bahwa sebagus apapun sebuah pemerintahan dirancang, ia tidak bisa dianggap demokratis kecuali para pejabat yang memimpin pemerintahan itu dipilih secara bebas oleh warga negaranya dalam

Selain itu, demokrasi juga mensyaratkan keterlibatan masyarakat secara mandiri dalam setiap proses pengambilan keputusan atas kebijakan pembangunan. Syarat tersebut hanya dapat dipenuhi dengan memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan dan merumuskan sendiri kebutuhannya. Hal ini didasarkan pada asumsi, bahwa kebutuhan masing-masing kelompok masyarakat beragam, dengan sendirinya kebutuhan pembangunan pada masing-masing daerah juga akan berbeda-beda.

Ada dua hal yang menjadikan proses pembangunan itu dapat berlangsung. Pertama, terwujudnya tertib politik demokratis yang secara sederhana dapat dirumuskan sebagai pemerintahan yang dibentuk oleh, dari, dan untuk rakyat. Kedua, rekrutmen politik dengan pemilihan umum (general election) yang berdasarkan pada prinsip langsung, umum, bebas, rahasia,jujur dan adil (Kristiadi, 1999).

Dalam kerangka seperti inilah, mekanisme pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung, sesungguhnya menjadi momentum untuk mempertegas aura optimisme dalam bingkai pengembangan dan penumbuhan demokrasi. Pilkada langsung, mau tak mau meletakkan aspirasi publik sebagai bagian awal dalam pengembangan dan penumbuhan demokrasi, yang lahir dari realitas bawah. Realitas arus bawah sering kali dianggap suatu bentuk pengejawantahan dari aspirasi publik yang riil, karena dianggap sebagai parameter dari pengembangan dan penumbuhan demokrasi.

Terlepas dari kenyataan bahwa demokrasi bisa dipandang secara berbeda, sebenarnya ada unsur-unsur dasar atau family resemblance yang membuat sebuah sistem dapat disebut demokratis. Ada baiknya sebelum melihat realitas Pilkada langsung, pemikiran Robert A. Dahl dalam bukunya Polyarchy: Participation and Opossition, dapat dijadikan pijakan awal dalam membaca peta demokrasi. Dahl melihat, bahwa sebuah rezim politik dapat dianggap demokratis jika : Pertama, menyelenggarakan pemilihan yang terbuka dan bebas. Kedua, mengembangkan pola kehidupan politik yang kompetitif. Ketiga, memberi perlindungan terhadap kebebasan masyarakat atau civil liberties (Zein, 2004; Yana, 2006).

Mengikuti cara berpikir yang dikembangkan Dahl tersebut, Juan Linz juga mengajukan pengertian demokrasi yang lebih ketat. Menurut Linz, sebuah sistem politik baru bisa dikatakan demokratis jika: Pertama, memberi kebebasan bagi masyarakatnya untuk merumuskan preferensi-preferensi politik mereka, melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi. Kedua, memberikan kesempatan bagi warganya untuk bersaing secara teratur, melalui cara-cara damai. Ketiga, tidak melarang siapa pun untuk memperebutkan jabatan-jabatan Mengikuti cara berpikir yang dikembangkan Dahl tersebut, Juan Linz juga mengajukan pengertian demokrasi yang lebih ketat. Menurut Linz, sebuah sistem politik baru bisa dikatakan demokratis jika: Pertama, memberi kebebasan bagi masyarakatnya untuk merumuskan preferensi-preferensi politik mereka, melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi. Kedua, memberikan kesempatan bagi warganya untuk bersaing secara teratur, melalui cara-cara damai. Ketiga, tidak melarang siapa pun untuk memperebutkan jabatan-jabatan

Idealnya, pemilihan Kepala Daerah secara langsung memberikan kontribusi positif dalam kerangka penyelenggaraan pemerintahan lokal yang otonom dan demokratis, namun secara empiris tidak menutup kemungkinan potensi masalah – dana pilkada, korupsi politik (political corruption) juga termasuk konflik politik – dalam pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah (pilkada) langsung akan bermunculan, dimulai dari masa persiapan sampai dengan pasca penetapan hasil. Demikian juga masalah bisa muncul dari unsur penyelenggara sampai pada pasangan calon dan partai politik yang mengusungnya.

Kepustakaan

Ateng, Syarifudin H., Kepala Daerah, Jakarta: PT. Citra Aditya Bhakti, 1994. Cros, C. Joseph, Leadership For The Twenty First Century, New York: One

Madison Avenue, 1991. Dwijowito, Riant Nugroho, Reiventing Pembangunan, Jakarta: PT Elex Media

Komputindo, 2003 G.M., Sidarta, Strategi Pemenangan dan Pemilihan Langsung, Jakarta: Kalam

Indonesia, 2008. H.R., Syaukani, Gaffar, Afan, dan Rayid, Ryaas, Otonomi Daerah dalam Negara

Kesatuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002. Ishak, Awang Faroek, Visi Misi dan Strategi KALTIM Bangkit, 2008. Kaloh, J., Kepala Daerah, Pola, Kegiatan, Kekuasaan dan Perilaku Kepala

Daerah dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

, Mencari Bentuk Otonomi Daerah, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 Kartasasmita,

Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan, Jakarta: Pustaka Cidessindo, 1996.

Ginandjar, Pembangunan

untuk

Karim, Sarbinnor, et.al., (editor), Awang Faroek Ishak di Mata para Sahabat Edisi

2, Jakarta: Indomedia, 2008. , 60 Tahun Kiprah dan Pengabdian Awang Faroek Ishak,

Mentradisikan Karya Terbaik, Jakarta: Indomedia, 2008. Karim Abdul Gafar (editor), Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Pemerintahan, FISIP, UGM, Yogyakarta, 2003.

Kotter, P.John, The General Manager, New York: A Dvision of Macmillan Publishing Co. Inc., 1982.

Maxwell, Jhon C., The 21 Indispensable Qualities of a Leader: Becoming the

Person Others Will Want to Follow, Nashville, TN: Thomas Nelson, 1998. Moeljono, Djokosantoso, Beyond Leadership, 12 Konsep Kepemimpinan,

Jakarta: Elex Media Komputindo, 2003. Nugroho D., Riant., Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi,

Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2004. Pamudji, S., Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia, Jakarta: Bina Aksara,

1985. Pierre, John, dan B. Guy Peters, Governance, Politics, and The State, London:

MacMillan, 2000. Ratnawati, Tri, Masalah Kinerja dan Akuntabilitas Kepala Daerah dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah di Era Otonomi Daerah dalam Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Jakarta: LIPI Press, 2005.

Rifai Amzulian, Poilitik Uang dalam Pemilihan Kepala Daerah, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Riwu Kaho, Josef, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafido Persada Cetakan Keenam, Maret 2002.

Sarundajang, Pemerintahan Daerah di Berbagai Negara, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Sujamto, Perspektif Otonomi Daerah, Jakarta: Rinneka Cipta, 1990. Sumodiningrat, Gunawan, Pembangunan Daerah dan Pemberdayaan

Masyarakat, Jakarta: Bina Rena Pariwara, 1998. Suradinata, Ermaya, Kepemimpinan Daerah dan Nasional, Membangun Daerah

Menuju Indonesia Bangkit, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2008. Staples, Walter Doyle, Think Like a Winner (Berpikir sebagai Pemenang),

Jakarta: Pustaka Tangga, 1994. Smith, BC., Decentralization, The Territorial Dimension of The State, London:

George Allen & Unwin, 1985. Stogdill, M. Ralp, Handbook of Leadership: A Survey of Theory and Research,

New York: The Free Press, 1974. Tjokroamidjojo, Bintoro, Perencanaan Pembangunan, Jakarta: PT Penerbit

Gunung Agung, Cetakan Keenam, 1983. Tumer, Mark, and Hulme, David, Governance, Administration and Development,

London: MacMillan Limited Press, 1997. Una, Sayuti, Pergeseran Kekuasaan Pemerintah Daerah Menurut Konstitusi

Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2004. Wrihatnolo, Randy R., dan Riant Nugroho D., Manajemen Pembangunan

Indonesia sebuah Pengantar dan Panduan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2006.