Fungsi Mitos dan Penghayatan Masyarakat terhadap Keberadaan Cerita Gua Jlamprong yang Memiliki Kekuatan Budaya

E. Fungsi Mitos dan Penghayatan Masyarakat terhadap Keberadaan Cerita Gua Jlamprong yang Memiliki Kekuatan Budaya

1. Fungsi Mitos

Cerita rakyat yang pewarisannya secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya mempunyai kelemahan karena tidak mempunyai dokumen tertulis atau rekaman. Kondisi tersebut ada proses lupa diri manusia sehingga dapat menjadi versi- versi bahkan varian-varian yang berbeda-beda. Cerita rakyat bersifat tradisional yaitu disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar. Disebarkan diantara kolektif tertentu dalam waktu yang cukup lama, paling sedikit dua generasi. Keberadaan cerita rakyat ini menjadi milik bersama yaitu masyarakat yang mempercayai adanya cerita-cerita tersebut dan masyarakat yang mendukung keberadaannya.

Cerita Rakyat Gua Jlamprong seperti halnya cerita-cerita rakyat yang lain identik dengan mitos-mitos yang menjadi kekuatan budaya. Mitos ini juga tidak terlepas dari kehidupan manusia, meskipun kebenaran mitos ini belum tentu memberikan jaminan dan bisa dipertanggungjawabkan. Kebenaran mitos diperoleh tanpa suatu penelitian, tetapi hanya berdasarkan anggapan dan kepercayaan semata. Mitos bukan suatu pembuktian kebenaran, tetapi yang lebih diperhatikan dan yang terpenting adalah hasil akhirnya atau akibat dari adanya mitos.

mempercayai mitos sangat menghormatinya sebagai tatanan sosial dan mereka sadar bahwa masih ada kekuatan gaib di sekitar mereka dan masih menjalankan mitos- mitos tersebut. Mitos – mitos yang ada dalam cerita Gua Jlamprong antara lain dan masih dipercaya oleh masyarakat sampai sekarang:

a. Mitos melaksanakan rasulan

Mitos menceritakan tentang kejadian, bumi, langit, manusia, dewa dan upacara-upacara yang berhubungan erat dengan kepercayaan dan keagamaan manusia di dunia ini. Mitos tidak hanya sekedar laporan dari peristiwa yang terjadi saja, tetapi juga mengenai upacara-upacara tentang dunia gaib sekitar, tentang dewa bahkan mitos memberikan arah kelakuan manusia dan merupakan pedoman untuk kebijakasanaan manusia. Mitos memberi kesadaran pada manusia bahkan dalam alam semesta itu ada kekuatan-kekuatan gaib. Dimana manusia ikut berpartisipasi dan ikut menghayati kekuatan gaib. Mitos akan menggambarkan kekuatan bahwa dunia kaya akan cerita yang mengandung unsur filsafat yang dalam, adat istiadat yang beraneka ragam. Namun sebenarnya dunia penuh dengan cerita-cerita mistis dan upacara mistis yang berfungsi menangkis mara bahaya dan menahan kesukaran hidup yang terjadi di dunia ini.

Mitos itu pula yang menyertai dengan upacara ritual rasulan yang dilakukan masyarakat Ngeposari. Rasulan ini dilakukan setiap tahun dimana ritual ini dilakukan sebagai wujud syukur karena masyarakat berhasil panennya. Biasanya ritual rasulan ini dilakukan setelah masa panen selesai. Tradisi Rasulan

setiap tahunnya. Tiga hari penuh mereka mengadakan serangkaian acara tersebut, pada hari pertama acara dibuka dengan doa bersama supaya acara rasulan dapat terlaksana dengan lancar tidak ada gangguan. Pada hari kedua lebih difokuskan pada seni hiburan supaya masyarakat mau dan tertarik untuk berkumpul mengikuti acara puncak. Hiburan yang sering disajikan dalam rasul antara lain yaitu seni pertunjukan jathil yang merupakan kesenian khas Gunung Kidul. Kesenian jathil ini didalamnya sangat kental dengan nuansa mistis,hal ini dibuktikan dengan adanya pemain jathil yang mengalami kesurupan atau kemasukan roh halus yang menyebabkan pemainnya tak sadarkan diri dan melakukan tindakan diluar kemampuan manusia pada umumnya. Kesenian jathil ini pula digunakan sebagai media komunikasi dengan arwah leluhur.

Memasuki hari ketiga merupakan puncak dari rangkaian acara rasul,berbagai sesaji disiapkan untuk mengirim doa kepada arwah leluhur yang melindungi mereka. Gus bandol Sang penunggu Gua Jlamprong merupakan salah satu leluhur mereka yang sampai saat ini dipercaya masih melindungi penduduk padukuhan catur dusun. Adapun sesaji tersebut berupa tumpeng nasi yang diberi lauk pauk antara lain mie,ingkung ,sambel goreng, tempe. Selain tumpeng yang paling pokok adalah gantal kembang. Gantal kembang ditakir (tempat/wadah makanan yang dibuat dari daun pisang atau semacamnya dibentuk melengkung/seperti wajan kemudian disematkan lidi pada kanan dan kiri wadah itu) sendiri. Isi dari gantal kembang yang ditakir adalah mbako, suruh, gambir,

merupakan makanan kesukaan dari Jlamprong. Semua sesaji tersebut diwadahi dalam panjang ilang, yaitu suatu tempat yang dibuat dari anyaman janur. Sedangkan sesaji yang untuk kenduri diletakkan di pajangan dimana tempat yang disediakan khusus untuk meletakan sesaji. Pajangan dibuat sejak hari pertama dimulainya acara rasul dan diakhiri dengan kenduri oleh semua elemen masyarakat. Sesaji yang diwadahi dengan panjang ilang tersebut kemudian dikirim kepada beberapa arwah yang dianggap melindungi mereka.

Kebiasaan semacam ini masih dilakukan dan dipercaya masyarakat Ngeposari dan mereka percaya apabila dilanggar akan mendapatkan hal yang tidak diinginkan seperti akan terjadinya pagebluk sehingga panen masyarakat tidak berhasil dan juga pemangku pemerintahan akan ada yang mengalami sakit.

b. Mitos menyelimuti pohon yang ada di depan gua Jlamprong

Mitos memberikan bahan informasi mengenai kekuatan-kekuatan gaib, serta membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya gaib sebagai suatu kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam kehidupan. Mitos menyelimuti pohon yang biasa dilakukan oleh orang yang telah mendapatkan keberhasilan setelah melakukan semedi di dalam gua Jlamprong. Setiap orang

yang melakukan semedi di gua Jlamprong biasanya mempunyai permintaan/permohonan jika terkabul maka harus menyelimuti pohon yang ada di depan gua Jlamprong, pohon-pohon yang ada di gua Jlamprong itu dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat dari penunggu di situ bernama Rama Bagus

Kartiman, Gus Kartijo, serta yang wanita bernama Nyi Kartinem jumlahnya empat. Keempat orang tersebut yang paling tua bernama Bagus Bandol sebagai pemimpin di tempat itu. Setiap pohon itu sudah ditempati masing-masing orang. Sedangkan yang bertempat di sana itu, yang paling tua bernama Nyai Lawe Druna, di daerah Sumber sana. Kemudian Bibi Kramawati, Bagus Ndarawati, Ki Dadung Melathi. Merekalah yang ada di sana.

Permintaan/permohonan jika terkabul biasanya orang yang telah melakukan semedi di gua Jlamprong Kelurahan Ngeposari biasanya akan kembali untuk menyelimuti pohon. Apabila hal itu harus dilakukan dengan niat orang yang akan menyelimuti pohon harus benar-benar ikhlas sehingga nantinya niatnya untuk menyelimuti pohon yang ada akan bisa terlaksana namun jika orang yang akan menyelimuti pohon tersebut tidak memiliki keikhlasan maka dengan kain bermeter-meter tetap tidak dapat menyelimuti pohon tesebut.

c. Mitos orang yang masuk ke gua adalah perempuan yang bersih dan juga tidak boleh melakukan hal yang tidak senonoh

Warga Kelurahan Ngeposari apabila akan masuk gua harus dengan keadaan bersih atau suci tidak berhalangan (haid) atau dalam keadaan kotor terutama pada wanita. Hal ini mempunyai alasan karena gua Jlamprong ini digunakan untuk semedi yang merupakan suatu ritual yang sakral dan doa untuk para leluhurnya. Masyarakat Kelurahan Ngeposari menganggap hal tersebut merupakan ibadah jadi mereka mengibaratkan apabila kita melakukan ibadah

Jlamprong juga tidak boleh melakukan hal yang tidak senonoh misalnya melakukan perzinahan sehingga fungsi gua ini benar-benar untuk melakukan ibadah bukan untuk fungsi lain.

Mitos ini masih sangat dipercaya oleh warga masyarakat Kelurahan Ngeposari sebagai wujud penghormatan apabila mitos ini dilanggar maka akan terjadi sesuatu dengan orang tersebut seperti sakit. Bahkan pernah ada cerita orang yang melanggar masuk kedalam gua dengan melakukan perbuatan yang tidak senonoh mereka akhirnya meninggal.

Selain itu masyarakat juga mempercayai bahwa permintaan yang baik juga yang akan dikabulkan bakan dulu sempat ada yang meminta nomor tidak pernah dikabulkan. Dan permintaan yang terkabulkan itu seperti permintaan kekuatan batin, kekuatan tubuh kebanyakan dikabulkan, mencari rejeki yang melalui diri pribadi, bukan rejeki yang tiba-tiba datang sendiri, ada juga minta makmur, dapat mencari rejeki yang bermanfaat untuk anak –keluarga-.

d. Mitos nembang (menyanyi) bagi orang masuk dari mulut gua Sinden

Gua Jlamprong ini memiliki tiga mulut gua, saat keluar dari Gua Jlamprong maka kita akan melalui mulut gua yang ketiga yaitu Gua Sinden yang berarti barang siapa wanita yang masuk melalui gua tersebut harus nembang (menyanyi). Aliran air yang mengaliri Gua Gesing dan Gua Jlamprong dan tertampung di Gua Sinden dipercaya dapat menyebabkan suara menjadi bagus bagi siapapun yang menggunakannya untuk mandi.

sinden harus nembang (menyanyi) ini dipercaya karena dengan nembang (menyanyi) maka orang yang datang kesitu benar-benar-benar orang yang ingin berhasil menjadi penyanyi atau sinden. Sehingga jika mereka tidak nembang (menyanyi) ketika masuk gua sinden maka orang tersebut akan kehilangan suaranya.

2. Faktor Penghayatan Masyarakat terhadap Keberadaan Cerita Gua Jlamprong

Budaya yang timbul dari Cerita rakyat Gua Jlamprong menjadi tradisi di masyarakat hingga sekarang ini. Penyebaran budaya serta tradisi dari Cerita rakyat Gua Jlamprong terjadi secara lisan dan turun-temurun dari satu generasi ke generasi, hal ini menyebabkan penghayatan masyarakat terhadap cerita tersebut akan berbeda- beda. Penghayatan masyarakat yang dimaksud adalah pembaca atau masyarakat yang memberikan makna terhadap karya sastra yang dihayatinya. Sehingga dapat memberi reaksi atau tanggapan terhadapnya.

Penilaian atau tanggapan terhadap suatu karya sastra tergantung kepada bagaimana penghayatan seseorang secara individu serta hal-hal yang mempengaruhi dirinya. Hal-hal yang mempengaruhi dirinya tersebut adalah faktor pendidikan, faktor usia, faktor strata masyarakat, faktor religi dan faktor agama, di bawah ini akan dibahas faktor-faktor yang dapat membedakan penghayatan masyarakat yaitu:

Faktor pendidikan berpengaruh pula terhadap penghayatan suatu cerita rakyat. Masyarakat Kelurahan Ngeposari dan sekitarnya sudah mengenyam pendidikan baik SD, SLTP, SLTA maupun perguruan tinggi. Secara teori memang semakin banyak mengenyam ilmu di sekolah, semakin maju pula pola berfikirnya, namun kondisi masyarakat Kelurahan Ngeposari dan sekitarnya tidak menjadikan faktor pendidikan melindas adat-istiadat (tradisi) leluhur mereka hilang. Justru sebaliknya, masyarakat yang kebanyakan masih mempercayai cerita rakyat Gua Jlamprong ini mengambil hikmah (pelajaran) yang terkandung dalam cerita, karena mengandung banyak sekali nilai-nilai pendidikan yang layak ditauladani. Misalnya mendidik mereka agar selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat Kelurahan Ngeposari menyadari bahwa manusia hidup dengan banyak sekali keterbatasannya, selain itu di dalamnya terkandung pula pendidikan tentang tingkah laku yang luhur agar memperoleh kedamaian hidup, serta pendidikan tentang sikap penghormatan terhadap leluhur mereka.

Masyarakat Kelurahan Ngeposari yang telah mengenyam pendidikan seperti SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi justru dapat memilah-milah mengenai nilai-nilai yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut. Bagi masyarakat yang sudah mengenyam pendidikan tinggi, mereka tidak hanya bisa menerima cerita rakyat begitu saja, akan tetapi mereka ingin tahu lebih detail dengan mengetahui kebenaran cerita rakyat tersebut, dengan membaca buku-buku yang ada hubungannya dengan cerita rakyat Gua Jlamprong. Jadi faktor

keberadaan cerita rakyat. Pengaruh nyata yang mempengaruhi pola berpikir mereka yang rasional dan riil. Namun kepercayaan maupun penghayatan mereka terhadap cerita rakyat Gua Jlamprong masih tetap kuat hingga saat ini. Masyarakat Kelurahan Ngeposari masih tetap melestarikan adat-istiadat atau tradisi yang berkaitan dengan cerita rakyat Gua Jlamprong, yakni mengadakan peringatan ritual rasulan dan bersih gua setiap tahun sekali.

2. Faktor Usia

Pandangan dan penghayatan terhadap unsur cerita rakyat Gua Jlamprong mengalami perubahan dan perbedaan, perbedaan itu terdapat pada faktor usia. Faktor usia dapat dibedakan menjadi dua yaitu golongan muda serta golongan tua. Golongan tua dalam penghayatannya terhadap Cerita Rakyat Gua Jlamprong masih banyak yang percaya bahwa cerita rakyat tersebut masih benar-benar terjadi. Golongan tua dalam penghayatannya dengan melakukan tradisi – tradisi yang masih berlangsung hingga saat ini seperti dilakukan tradisi rasulan, bersih gua, nyadran dan kirim doa.

Penghayatan terhadap Cerita Rakyat Gua Jlamrong oleh golongan muda sudah mengalami perubahan dan sedikit mengalami kemunduran. Golongan muda percaya bahwa cerita tersebut pernah ada, tetapi untuk kekuatan yang ditimbulkan tetap berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kebanyakan dari golongan muda Penghayatan terhadap Cerita Rakyat Gua Jlamrong oleh golongan muda sudah mengalami perubahan dan sedikit mengalami kemunduran. Golongan muda percaya bahwa cerita tersebut pernah ada, tetapi untuk kekuatan yang ditimbulkan tetap berasal dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kebanyakan dari golongan muda

Golongan tua sangat mempercayai dan menganggap gua Jlamprong merupakan tempat yang angker dan wingit, oleh karena itu masyarakat percaya untuk menghormati roh-roh penunggu tempat keramat supaya tidak murka maka masyarakat harus merawat tempat keramat itu. Tempat-tempat yang dikeramatkan oleh masyarakat seperti gua Jlamprong dipercaya membawa berkah bagi masyarakat yang menjaga serta melestarikannya. Masyarakat banyak yang berdatangan dengan tujuan yang berbeda - beda, yaitu ada yang mendapatkan pangkat, ingin menjadi kaya, ingin sembuh dari sakitnya, mencari jodoh, ingin cepat dapat kerja dan masih banyak lagi. Semua itu mereka lakukan dengan bersemedi di gua Jlamprong.

Golongan muda tidak banyak yang melakukan hal semacam itu akan tetapi mereka juga percaya kebenaran dari cerita tentang roh penunggu. Semua itu dikarenakan dengan pesatnya perkembangan teknologi hal semacam itu tidak dianggap hal sesakral sama seperti golongan tua melaksanakanya. Pendidikan formal non formal dalam masyarakat dapat mempengaruhi pola fikir manusia.

langsung menyatakan bahwa golongan tua dalam penghayatan mengenai Cerita Rakyat Gua Jlamprong masih banyak dipercaya. Golongan muda kecuali orang yang mempunyai peran dalam upacara – upacara ritual yang diadakan di Cerita Rakyat Gua Jlamprong sudah tidak begitu paham mengenai cerita Rakyat Gua Jlamprong , namun mereka masih percaya bahwa cerita tersebut benar-benar ada karena bukti-bukti peninggalan yang masih ada.

Keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar usia tua masih menganggap dan percaya gua Jlamprong. Gua Jlamprong merupakan tempat yang keramat dan dapat dimintai pertolongan. Golongan muda kebanyakan tidak percaya tentang gua Jlamprong yang dianggap tempat keramat dan dapat dimintai pertolongan karena mereka menganggap bahwa itu salah satu mitos yang tidak masuk akal.

3. Faktor Agama Dan Religi

Faktor agama dan religi kepercayaan juga berpengaruh terhadap pengahayatan suatu cerita. Masyarakat bakaran khususnya dan sekitarnya masih percaya dengan Cerita Rakyat Gua Jlamprong, dan percaya dengan kekuatan para leluhur serta tempat keramat seperti Gua Jlamprong. Mereka mempunyai anggapan bahwa mereka tidak musyrik atau menyekutukan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan kekuatan para leluhur. Media kepercayaan mereka terhadap cerita tersebut merupakan cara mereka untuk lebih mendekatakan diri kepada Tuhan sebagai penguasa alam semesta. Pembahuran nilai agama atau religi dengan

dikalahkan antara satu dengan yang lain. Masyarakat Kelurahan Ngeposari sebagian besar masih percaya bahwa Gua Jlamprong adalah tempat keramat dan memberi pertolongan, walaupun masyarakat kelurahan Ngeposari mayoritas beragama Islam. Keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan, bahwa masyarakat kelurahan Ngeposari masih percaya terhadap keberadaan Gua Jlamprong sebagai tempat keramat walaupun telah memeluk agama Islam. Hal ini membuktikan dengan masih diadakannya ritual rasulan dan bersih desa di tempat itu, ritual tersebut guna menghormati leluhurnya.

Penghayatan masyarakat terhadap cerita rakyat gua Jlamprong seperti penjelasan di atas secara umum penghayatan masyarakat terjadi perbedaan yang jelas dari faktor faktor usia, faktor strata masyarakat, faktor religi dan faktor agama. Hal itu menjelaskan bahwa cerita rakyat gua jlamprong memiliki penghayatan yang berbeda di masyarakat.