Hasil Penelitian
A. Hasil Penelitian
Penelitian studi indeks mitosis meristem ujung akar tanaman bawang untuk pembuatan preparat mitosis sebagai media pembelajaran pada materi pembelahan sel yang dilakukan di Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya, diperoleh data berupa hasil pengamatan tanaman koleksi; nilai indeks mitosis setiap jam selama 24 jam berturut-turut dari tiga spesies tanaman genus Allium yaitu Allium sativum (bawang putih), A. cepa (bawang bombay) dan
A. fistulosum (bawang daun); data hasil telaah penyerapan warna (deskripsi keintensifan pemulasan zat warna) hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom
dalam fase-fase berbeda dan data hasil telaah kelayakan preparat berdasarkan tampilan umum dan manfaat preparat sebagai media pembelajaran.
1. Koleksi dan Pemilihan Bahan Utama Preparat Mitosis
Tahap ini merupakan mengumpulkan dan memilih beberapa spesies tanaman yang cocok digunakan untuk pembuatan media preparat mitosis. Pemilihan tanaman didasarkan oleh beberapa kriteria, yaitu
a. Tanaman merupakan kelas monokotil.
b. Sistem perakaran tanaman adalah serabut. Akar tanaman mudah ditumbuhkan dan membutuhkan waktu relatif singkat untuk menumbuhkan akar. Secara fisik, akar tanaman mudah dipotong dan tidak keras sehingga mudah diproses dengan metode squash mitosis.
c. Tanaman mudah ditemukan di daerah geografis Indonesia dan di sekitar sekolah kalaupun harus membeli maka harganya harus relatif murah.
d. Secara genetis, tanaman yang akan dipilih memiliki jumlah autosom sedikit dan memiliki ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase ≥ 8 µm (tergolong bertipe besar)
Beberapa tanaman hasil koleksi, ditanam pada media tanam yang berbeda hingga tumbuh akar. Tanaman yang dikumpulkan antara lain:
Tabel 4.1 Daftar tanaman koleksi, media tanam dan referensi
No Spesies Tanaman Media Tanam Referensi
1. Allium ascalonicum (2n=16)
Air
Wahab, 1993
2. A. cepa (2n=16)
Air
Wahab, 1993
3. A. sativum (2n=16)
Air
Wahab, 1993
4. A. fistulosum (2n = 14) Tanah+pupuk Wahab, 1993
5. Habranthus robustus (2n = 12)
Air
Felix, et al., 2011
6. Zephyrahes candida (2n = 38)
Air
Felix, et al., 2011
7. Z. Rosea (2n = 24)
Air
Felix, et al., 2011 Jee dan Vijayalli,
8. Hymenocallis litthoralis (2n = 46)
Air
1999
9. Aloe barbadensis (2n = 14) Tanah+pupuk Roy dan Gunjan, 2010
10. Tulbhagia violacea (2n = 12) Tanah+pupuk Vosa, 2000
Keterangan : 2n = Jumlah kromosom diploid
Akar tanaman koleksi kemudian diproses dengan squash mitosis (Prosedur pembuatan preparat mitosis squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B (halaman 143 dan 146) yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Informasi genetis diperoleh dengan cara mengkaji literature. Berikut ini disajikan hasil pengamatan dan gambar tanaman koleksi:
Berdasarkan tabel 4.2 Hasil pengamatan tanaman koleksi diketahui bahwa Allium ascalonicum, A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis, Aloe barbadensis, Tulbhagia violacea, merupakan tanaman monokotil dengan sistem perakaran serabut, tanaman mudah didapatkan dengan cara membeli dengan harga relatif murah.
Waktu yang dibutuhkan untuk menumbuhkan akar pada tanaman koleksi berbeda-beda, Allium ascalonicum ,
A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, membutuhkan waktu yang relatif cepat antara 2 - 5 hari, sedangkan Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis,
Tulbhagia violacea membutuhkan waktu yang relatif lama yaitu 7 - 8 hari. Secara genetis,
Aloe
barbadensis,
jumlah autosom (2n) Allium ascalonicum, A. cepa, A. sativum, A. fistulosum, Habranthus robustus, Aloe barbadensis, dan Tulbhagia violacea, relatif sedikit, secara berturut-turut yaitu 16, 16, 16, 16, 12, 14, dan 12, sedangkan Zephyranthes candida, Z. Rosea dan Hymenocallis litthoralis, memiliki jumlah autosom (2n) yang relatif banyak, secara berturut-turut yaitu 38, 24 dan
46. Tipe kromosom dari tanaman koleksi berbeda-beda, kelompok pertama adalah tanaman yang tergolong kromosom bertipe besar atau Large type (L-type) yaitu ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase ≥ 8 µm diantaranya Allium ascalonicum (13 µm); Allium cepa (12,89 µm); A. sativum (13,38 µm); A. fistulosum (10,22 µm); Habranthus robustus (11,08 µm); Aloe barbadensis (10,42 µm); kelompok kedua adalah tanaman yang tergolong kromosom bertipe sedang atau Medium type (M-type) yaitu ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase
3,1 µm – 7,9 µm diantaranya Zephyranthes candida (4,31 µm); Z. Rosea (4,73 µm); Hymenocallis litthoralis (7,08 µm); Tulbhagia violacea (5,6 µm).
Akar Allium sativum, A. cepa, A. fistulosum, dan Tulbhagia violacea mudah diproses menjadi preparat mitosis dengan metode squash mitosis sedangkan Habranthus robustus, Zephyranthes candida, Z. Rosea, Hymenocallis litthoralis, Aloe barbadensis tidak bisa disebabkan akar tanaman tersebut tergolong keras.
Berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan maka tanaman yang terpilih sebagai bahan utama pembuatan preparat mitosis squash adalah Allium sativum,
A. cepa, A. fistulosum.
2. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Genus Allium
Hasil pengamatan nilai Indeks Mitosis (IM) spesies tanaman dari genus Allium dapat dilihat pada tabel 4.3:
Tabel 4.3 Rata-rata Indeks Mitosis (IM) meristem ujung akar genus
Allium setiap jam selama 24 jam berturut-turut
No. Jam Potong
A. fistulosum Akar
A. sativum
A. cepa
1. 01.00 WIB 6.718 ± 2.515 ABCDE 9.211 ± 2.071 D 7.731 ± 2.069 ABC
2. 02.00 WIB 5.673 ± 1.298 ABCD 6.942 ± 1.575 ABCD 8.154 ± 1.801 ABC
3. 03.00 WIB 6.404 ± 1.381 ABCDE 6.532 ± 0.963 ABC 6.760 ± 1.281 ABC
4. 04.00 WIB 8.650 ± 1.772 E 5.721 ± 1.723 AB 6.906 ± 1.078 ABC
5. 05.00 WIB 5.942 ± 1.660 ABCDE 6.801 ± 0.889 ABCD 8.555 ± 2.259 ABC
6. 06.00 WIB 6.877 ± 1.321 ABCDE 8.990 ± 2.333 CD 12.617 ± 1.931 D**
7. 07.00 WIB 7.185 ± 1.558 ABCDE 6.857 ± 0.526 ABCD 10.300 ± 1.004 CD
8. 08.00 WIB 8.121 ± 1.133 DE 7.953 ± 1.670 BCD 9.357 ± 2.641 BC
9. 09.00 WIB 11.410 ± 0.695 F** 7.555 ± 1.055 ABCD 8.794 ± 1.110 ABC
10. 10.00 WIB 7.671 ± 1.873 CDE 7.466 ± 1.129 ABCD 7.846 ± 2.274 ABC
11. 11.00 WIB 7.038 ± 0.466 ABCDE 8.145 ± 1.046 BCD 8.500 ± 1.633 ABC
12. 12.00 WIB 7.683 ± 2.124 CDE 11.326 ± 1.607 E** 8.794 ± 1.979 ABC
13. 13.00 WIB 7.174 ± 2.360 ABCDE 8.790 ± 1.234 CD 7.232 ± 1.382 ABC
14. 14.00 WIB 7.148 ± 1.111 ABCDE 7.591 ± 0.431 ABCD 7.513 ± 1.308 ABC
15. 15.00 WIB 7.499 ± 1.889 ABCDE 7.524 ± 0.469 ABCD 6.905 ± 1.843 ABC
16. 16.00 WIB 6.081 ± 0.603 ABCDE 8.144 ± 1.388 BCD 6.272 ± 0.812 AB
17. 17.00 WIB 6.761 ± 1.325 ABCDE 7.181 ± 0.668 ABCD 7.409 ± 2.813 ABC
18. 18.00 WIB 5.052 ± 0.790 ABC 5.787 ± 0.570 AB 6.493 ± 0.326 AB
19. 19.00 WIB 4.503 ± 0.989 A 5.785 ± 1.040 AB 5.658 ± 1.274 A
20. 20.00 WIB 5.866 ± 1.087 ABCDE 6.829 ± 1.184 ABCD 5.778 ± 1.950 AB
21. 21.00 WIB 5.878 ± 0.662 ABCDE 5.138 ± 1.074 A 6.031 ± 2.450 AB
22. 22.00 WIB 4.763 ± 0.743 AB 5.640 ± 0.499 AB 5.852 ± 1.433 AB
23. 23.00 WIB 5.947 ± 1.806 ABCDE 6.104 ± 0.865 AB 6.956 ± 1.505 ABC
24. 24.00 WIB 6.395 ± 0.623 ABCDE 7.627 ± 1.655 ABCD 8.029 ± 2.643 ABC Keterangan:
** = Waktu potong dengan nilai indeks mitosis tertinggi. * Angka yang diikuti oleh notasi huruf yang sama dalam
tiap perlakuan dan interaksi tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 menurut Uji Duncan
Tabel 4.3 menyajikan nilai IM tiga spesies tanaman yang berbeda pada setiap jam selama 24 jam berturut- turut. IM tertinggi meristem ujung akar dari tiga spesies tanaman muncul pada waktu yang berbeda-beda meskipun dalam satu genus. Nilai IM Allium sativum tertinggi terjadi pada jam 09.00 WIB dengan nilai 11.410%; IM A. cepa tertinggi terjadi pada jam 12.00 WIB dengan nilai 11.326%; sedangkan IM A. fistulosum tertinggi terjadi pada jam 06.00 WIB dengan nilai 12.617%.
Berdasarkan data pada tabel 4.3, dilakukan uji normalitas dan homogenitas data IM meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Pada uji normalitas digunakan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S), sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Levene. Setelah data homogen dan normal, maka dilakukan uji ANAVA satu arah, karena hanya satu variabel yang digunakan yaitu waktu potong akar. Analisis data diolah menggunakan software SPSS 17.0 for windows.
Uji normalitas data untuk mengukur normalitas distribusi populasi data nilai IM Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Tabel 4.4 berikut menunjukkan rangkuman hasil uji normalitas distribusi data nilai IM populasi A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan metode K-S menggunakan program SPSS 17.0 for windows.
Tabel 4.4 Hasil uji normalitas data Indeks Mitosis Genus Allium
Kelompok Nilai Kolmogorov- Asymp. Data
Smirnov (K-S) Sig. (A.S.) Keputusan Keterangan
A. sativum 0,650
K-S < A.S. Normal
K-S < A.S. Normal A.fistulosum
A. cepa 0,650
K-S < A.S. Normal Berdasarkan tabel 4.4, kelompok data nilai IM Allium
sativum, A. cepa dan A. fisatulosum sama-sama memiliki nilai K-S 0,650 dan A.S. 0,792. Karena nilai K-S (0,650) <
A.S. (0,792) sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data nilai indeks mitosis meristem ujung akar Genus Allium dari 24 variansi populasi adalah berdistribusi normal.
untuk menentukan kehomogenan data nilai IM populasi Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum. Tabel 4.5 berikut menunjukkan rangkuman hasil uji homogenitas data nilai IM populasi
Uji homogenitas
data
A. sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan metode Levene menggunakan program SPSS 17.0 for windows. Tabel 4.5 Hasil uji homogenitas data Indeks Mitosis Genus Allium
Kelompok Levene Data
Statistik df1 df2 Sig. Keputusan Keterangan
A. sativum 1,259
23 48 0,246 Sig. > 0,05 Homogen
A. cepa 1,242
23 48 0,258 Sig. > 0,05 Homogen
A. fistulosum 1,284
23 48 0,229 Sig. > 0,05 Homogen
Berdasarkan tabel 4.5, kelompok data nilai IM Allium sativum (0,246), A. cepa (0,258) dan A. fisatulosum (0,229) sama-sama memiliki nilai probabilitas > 0,05 sehingga H 1
ditolak dan H 0 diterima. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ketiga kelompok data nilai indeks mitosis meristem ujung akar Genus Allium dari 24 variansi populasi adalah homogen.
a. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Allium sativum
Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok data IM meristem ujung akar Allium sativum
berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Anava Satu Arah, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung
akar Allium sativum setiap jam berturut-turut selama 24 jam
Variasi Hitung (F 0 ) Tabel 0,05 (F5%) Perlakuan 140,032 23 6,088 Eror
239,845 71 Keterangan: * = Signifikan
Berdasarkan pengujian Anava Satu Arah menunjukkan bahwa waktu pemotongan ujung berpengaruh signifikan terhadap munculnya nilai indeks mitosis, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (2,928) > F tabel (1,757) sehingga disimpulkan perbedaan waktu pemotongan ujung akar Allium sativum menghasilkan nilai IM meristem ujung akar A. sativum yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam (Lampiran 8B Halaman 189). Uji duncan menunjukkan bahwa nilai indeks mitosis dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam 09.00 WIB berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar.
Grafik rata-rata IM meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 4.1 :
Grafik 4.1 Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar
Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut-turut
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa indeks mitosis Allium sativum tertinggi terjadi pada jam 09.00 WIB dengan nilai IM 11.410 ± 0.695% dan terendah terjadi pada jam 19.00WIB dengan nilai indeks IM 4.503 ± 0.989%.
Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut- turut dapat dilihat pada Grafik 4.2 :
Grafik 4.2 Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar
Allium sativum setiap jam selama 24 jam berturut-turut
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa pada IM tertinggi Allium sativum, persentase profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 15%, 38.333%, 21.667% dan 25%. Persentase metafase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. IM terendah Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 28.302%, 22.642%, 26.415% dan 22.642%. Persentase profase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.
b. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Allium cepa
Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok data IM meristem ujung akar Allium cepa berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Anava Satu Arah, hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7
Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung
akar Allium cepa setiap jam berturut-turut selama 24 jam Sumber
F Db Jk
Rk
Variasi Hitung (F 0 ) Tabel 0,05 (F5%) Perlakuan 133,361 23 5,798 Eror
209,420 71 Keterangan: * = Signifikan
Berdasarkan pengujian Anava Satu Arah menunjukkan bahwa waktu pemotongan ujung berpengaruh signifikan terhadap munculnya nilai indeks mitosis, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (3,659) > F tabel (1,757), sehingga disimpulkan perbedaan waktu pemotongan ujung akar Allium cepa menghasilkan nilai IM meristem ujung akar A. cepa yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam (Lampiran 9B Halaman 199). Uji duncan menunjukkan bahwa nilai IM dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam 12.00 WIB berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar.
Grafik rata-rata IM meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 4.3 :
Grafik 4.3 Grafik rata-rata indeks mitosis meristem ujung akar
Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut
Grafik 4.3 menunjukkan bahwa indeks mitosis Allium cepa tertinggi terjadi pada jam 12.00 WIB dengan nilai IM 11.326 ± 1.607% dan terendah terjadi pada jam 21.00WIB dengan nilai indeks IM 5.138 ± 1.074%.
Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut- turut dapat dilihat pada Grafik 4.4 :
Grafik 4.4 Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar
Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut
Grafik 4.4 menunjukkan bahwa pada IM tertinggi Allium cepa, persentase profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 13.821%, 39.837%, 20.325% dan 26.016%. Persentase metafase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. IM terendah Allium cepa, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 30.189%, 28.302%, 28.302%, dan 13.208%. Persentase profase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.
c. Pengamatan Nilai Indeks Mitosis Allium fistulosum
Tabel 4.4 dan tabel 4.5 menunjukkan bahwa kelompok data IM meristem ujung akar Allium fistulosum berdistribusi normal dan homogen, selanjutnya dilakukan pengujian dengan uji Anava Satu Arah, hasilnya dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.8
Hasil perhitungan Anava untuk indeks mitosis meristem ujung
akar Allium fistulosum setiap jam berturut-turut selama 24 jam
Variasi Hitung (F 0 ) Tabel 0,05 (F5%) Perlakuan 175,126 23 7,614 Eror
332,336 71 Keterangan: * = Signifikan
Berdasarkan pengujian Anava Satu Arah menunjukkan bahwa waktu pemotongan ujung berpengaruh signifikan terhadap munculnya nilai indeks mitosis, hal ini dapat diketahui dari nilai F hitung (2,326) > F tabel (1,757), sehingga disimpulkan perbedaan waktu pemotongan ujung akar Allium fistulosum menghasilkan nilai IM meristem ujung akar
A. fistulosum yang berbeda-beda pada setiap jamnya berturut-turut selama 24 jam (Lampiran 10B Halaman 209). Uji duncan menunjukkan bahwa nilai indeks
mitosis dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam 06.00 WIB WIB tidak berbeda nyata dengan waktu pemotongan ujung akar pada jam 07.00 WIB tetapi berbeda nyata dengan semua waktu pemotongan ujung akar.
Grafik rata-rata IM meristem ujung akar Allium fistulosum setiap jam selama 24 jam berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 4.5 :
Grafik 4.5 Grafik rata-rata indeks mitois meristem ujung akar
Allium fistulosum setiap jam selama 24 jam berturut-turut
Grafik 4.5 menunjukkan bahwa indeks mitosis Allium cepa tertinggi terjadi pada jam 06.00 WIB dengan nilai IM 12.617 ± 1.931% dan terendah terjadi pada jam 19.00WIB dengan nilai indeks IM 5.658 ± 1.274%.
Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut- turut dapat dilihat pada Grafik 4.6 :
Grafik 4.6 Grafik indeks fase-fase mitosis meristem ujung akar
Allium cepa setiap jam selama 24 jam berturut-turut
Grafik 4.4 menunjukkan bahwa pada IM tertinggi Allium fistulosum, persentase profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 11.628%, 44.186%, 17.054% dan 27.132%. Persentase metafase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan sel paling aktif melakukan pembelahan saat dimulai metafase. IM terendah Allium sativum, persentase modus profase, metafase, anafase, telofase secara berturut turut yaitu 36.066%, 16.393%, 27.869%, dan 19.672%. Persentase profase merupakan yang tertinggi dari fase yang lain. Hal ini menunjukkan aktifitas pembelahan sel menurun saat profase.
3. Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis
Pada tahap ini, peneliti melakukan kaji literatur mengenai tanaman yang berpotensi sebagai pewarna alam. Pewarna alam tersebut merupakan hasil dari metabolisme sekunder tanaman. Sebanyak 40 tanaman diujicobakan untuk mewarnai sel (Lampiran 3A halaman 147). Bagian organ tanaman koleksi yang digunakan sebagai pewarna didasarkan pada organ penghasil sumber pewarna diantaranya petal, folium, pericarpium, caulix, dan radix. Bagian organ tanaman dihancurkan kemudian diambil filtratnya dengan atau tanpa menggunakan pelarut asam asetat glasial (CH3COOH) 95% dan dengan atau tanpa penambahan iron alum
[Fe(NH 4 ) (SO 4 ) 2 ·12 H 2 O]. Empat macam filtrat yang digunakan untuk mewarnai, yaitu:
1) Filtrat tanpa penambahan pelarut
2) Filtrat tanpa pelarut + iron alum
3) Filtrat + pelarut CH3COOH
4) Filtrat + pelarut CH3COOH + iron alum Organ akar kemudian diwarna dengan cara merendalam dalam masing-masing filtrat. Lama minimal pewarnaan selama 10 menit. Kriteria tanaman terpilih yang digunakan sebagai pewarna inti sel ialah tanaman yang memiliki fungsi sama dengan pewarna baku Hematoksilin. Filtrat tanaman yang terpilih dapat mewarnai inti sel / kromosom dengan jelas tanpa mewarnai sitoplasma sel.
Berdasarkan uji coba yang dilakukan, terpilih tanaman Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif pengganti Hematoksilin. Penggunaan filtrat S. cumini Berdasarkan uji coba yang dilakukan, terpilih tanaman Syzygium cumini sebagai pewarna alternatif pengganti Hematoksilin. Penggunaan filtrat S. cumini
Bahan utama pembuatan pewarna alternatif yaitu kulit buah Syzygium cumini yang sudah berwarna merah tua keunguan dan jatuh dari pohon. Kulit buah digerus kemudian ditambahkan asam asetat glasial (CH3COOH) 95% sebagai pelarut. Hasil campuran kemudian disaring menggunakan kertas saring setelah itu ditambah dengan
iron alum [Fe(NH 4 ) (SO 4 ) 2 ·12 H 2 O], diaduk hingga homogen dan berubah warna menjadi ungu tua (gambar 4.1). Prosedur lengkap pembuatan pewarna filtrat S. cumini terdapat pada Lampiran 4A (Halaman 155). Hasil dari tahap ini adalah tersedianya pewarna alternatif yang akan digunakan untuk pewarna inti sel.
Gambar 4.1 A. Filtrat Syzygium cumini yang berwarna merah,
B. Penambahan mordan iron alum, C. Filtrat S. cumini beberapa saat setelah ditambahkan dengan iron alum berwarna ungu tua yang siap digunakan untuk pewarnaan kromosom Bahan utama pembuatan media preparat mitosis yaitu meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum yang diproses dengan menggunakan metode B. Penambahan mordan iron alum, C. Filtrat S. cumini beberapa saat setelah ditambahkan dengan iron alum berwarna ungu tua yang siap digunakan untuk pewarnaan kromosom Bahan utama pembuatan media preparat mitosis yaitu meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum yang diproses dengan menggunakan metode
Gambar 4.2 Tampilan fisik media preparat mitosis squash Tabel 4.9 Daftar media preparat mitosis squash yang telah dibuat
menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini yang dinilai kelayakannya
Bahan Kode Jumlah No.
Pewarna
Utama Preparat (unit)
A. sativum
Hematoksilin
1. Filtrat Syzygium cumini 10, 11, 12
A. cepa
Hematoksilin
2. Filtrat Syzygium cumini 13, 14, 15
3 A.fistulosum
Hematoksilin
3. Filtrat Syzygium cumini 16, 17, 18
Total jumlah preparat (unit)
Tabel 4.10 Perbandingan hasil pewarnaan sel Allium menggunakan pewarna hematoksilin dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumin
4. Telaah Media Preparat
Media preparat yang telah dibuat ditelaah oleh dua orang dosen biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya (dosen pengampu mikroteknik dan dosen pengampu genetika) dan seorang guru biologi SMA Negeri 1 Kamal. Telaah terdiri dari dua aspek utama yang meliputi aspek keintensifan penyerapan warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom, aspek kelayakan preparat. Media preparat dinyatakan layak apabila rata-rata persentase ≥ 61%.
a. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium sativum dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini (Preparat 1 - 3 dan Preparat 10 - 12)
Keterangan: Interfase Profase Metafas Anafas Telofase
Gambar 4.3 Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar
Tabel 4.11 Hasil telaah keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan pewarna hematoksilin pada kromosom sel meristem ujung akar Allium sativum (Preparat 1-3)
Tabel 4.11 merupakan data telaah penyerapan pewarna hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada kromosom sel meristem ujung akar Allium sativum (preparat 1-3 dan preparat 10-12). Berdasarkan Tabel 4.11 Hasil telaah pewarnaan sel meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (Preparat 1-3) dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 10-12), penelaah 1, 2 dan 3 secara umum berpendapat bahwa kromosom sel meristem ujung akar A. sativum pada interfase maupun fase mitosis terpulas oleh kedua zat warna. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak jelas berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak jelas berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol), paraplasma sel (dinding sel dan bahan ergastik / inklusi) tidak terpulas oleh hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sehingga tampak transparan/tidak terlihat. Kekontrasan antara kromosom dengan bagian sel lainnya memudahkan pengamat untuk mengamati kromosom sel A. sativum di bawah mikroskop.
Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat 1, 2, 3, 10, 11, dan 12 antara penelaah 1, 2 dan 3 berbeda-beda. Secara umum penelaah 1, 2 dan 3 memberikan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Namun, beberapa preparat ada yang mendapatkan skor dua Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat 1, 2, 3, 10, 11, dan 12 antara penelaah 1, 2 dan 3 berbeda-beda. Secara umum penelaah 1, 2 dan 3 memberikan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Namun, beberapa preparat ada yang mendapatkan skor dua
Berdasarkan data hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan warna Hematoksilin dan Syzygium cumini pada jaringan sel Allium sativum pada tabel
4.11 dapat disimpulkan bahwa hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku hematoksilin sehingga filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pewarna inti sel / kromosom.
Tabel 4.13
Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (Preparat 1-3)
Berdasarkan Tabel 4.12 diketahui bahwa keenam preparat mitosis meristem ujung akar Allium sativum dengan pewarna hematoksilin (preparat 1- 3) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 10- 12) dapat dinyatakan layak. Hal ini berdasarkan data persentase kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 1, 2, 3, 10, 11, dan 12 yaitu sebesar 100%, 100%, 100%, 100%, 100% dan 98,61% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat yang sangat layak.
b. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium cepa dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini (Preparat 4 - 6 dan Preparat 13 - 15)
Interfase Profase Metafase Anafase Telofase
Gambar 4.4 Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar
Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4-6) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 13-15) perbesaran
640 X (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Data telaah penyerapan pewarna hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada kromosom sel meristem ujung akar Allium cepa (preparat 4-6 dan preparat 13-15) disajikan dalam tabel 4.13:
Tabel 4.16 Hasil telaah keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan pewarna hematoksilin pada kromosom sel meristem ujung akar Allium cepa (Preparat 4-6)
Berdasarkan Tabel 4.13 Hasil telaah pewarnaan sel meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (Preparat 4-6) dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 13-15), penelaah 1, 2 dan 3 secara umum berpendapat bahwa kromosom sel meristem ujung akar A. cepa pada interfase maupun fase mitosis terpulas oleh kedua zat warna. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak jelas berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak jelas berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol), paraplasma sel (dinding sel dan bahan ergastik / inklusi) tidak terpulas oleh hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sehingga tampak transparan/tidak terlihat. Kekontrasan antara kromosom dengan bagian sel lainnya memudahkan pengamat untuk mengamati kromosom sel A. cepa di bawah mikroskop.
Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat preparat 4, 5, 6, 13, 14, dan 15 oleh penelaah 1, 2 dan 3 semuanya mendapatkan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas.
Berdasarkan data hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan warna Hematoksilin dan Syzygium cumini pada jaringan sel Allium cepa pada tabel 4.14 dapat disimpulkan bahwa hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku hematoksilin sehingga filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pewarna inti sel / kromosom.
Tabel 4.18 Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (Preparat 4-6)
Berdasarkan Tabel 4.14 diketahui bahwa keenam preparat mitosis meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (preparat 4-6) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 13-15) dapat dinyatakan layak. Hal ini berdasarkan data persentase kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 4, 5, 6, 13, 14, dan 15 yaitu sebesar 97,22%, 98,61%, 100%, 100%, 98,61%, dan 97,92% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat yang sangat layak.
c. Mitosis Squash Meristem Ujung Akar Allium fistulosum dengan Pewarna Hematoksilin dan Pewarna Syzygium cumini Preparat 7 - 9 dan Preparat 16 - 18)
Interfase Profase Metafase Anafase Telofase
Gambar 4.5 Foto obyek preparat mitosis squash meristem ujung akar
Allium fistulosum dengan pewarna hematoksilin (preparat 7-9) maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 16-18)
perbesaran 640 X (Sumber: Dokumentasi pribadi, 2014)
Data telaah penyerapan pewarna hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini pada kromosom sel meristem ujung akar Allium fistulosum (preparat 7-9 dan preparat 16-18) disajikan dalam tabel 4.15:
Tabel 4.21 Hasil telaah keintensifan dan tingkat kekuatan pemulasan pewarna hematoksilin pada kromosom sel meristem ujung akar Allium fistulosum (Preparat 7-9)
Berdasarkan Tabel 4.15 Hasil telaah pewarnaan sel meristem ujung akar Allium cepa dengan pewarna hematoksilin (Preparat 7-9) dan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (Preparat 16-18), penelaah 1, 2 dan 3 secara umum berpendapat bahwa kromosom sel meristem ujung akar A. fistulosum pada interfase maupun fase mitosis terpulas oleh kedua zat warna. Penggunaan hematoksilin sebagai pewarna membuat kromosom tampak jelas berwarna biru kehitaman sedangkan pewarnaan menggunakan filtrat kulit buah Syzygium cumin membuat kromosom tampak jelas berwarna ungu tua di bawah mikroskop. Membran plasma, sitoplasma (organel dan sitosol), paraplasma sel (dinding sel dan bahan ergastik / inklusi) tidak terpulas oleh hematoksilin maupun pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini sehingga tampak transparan/tidak terlihat. Kekontrasan antara kromosom dengan bagian sel lainnya memudahkan pengamat untuk mengamati kromosom sel A. cepa di bawah mikroskop.
Hasil telaah tingkat kejelasan warna kromosom pada berbagai fase preparat 7, 8, 9, 16, 17, dan 18 oleh penelaah 1, 2 dan 3 secara umum mendapatkan skor tiga tanda plus (+++) yang artinya pewarna terpulas kuat pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom dapat terlihat dengan jelas. Namun, pada preparat 17 dan 18 ada yang mendapatkan skor dua tanda plus (++) yang artinya pewarna terpulas lemah pada inti sel / kromosom sehingga kromosom inti sel / kromosom terlihat kurang jelas.
Berdasarkan data hasil telaah penyerapan warna dan kejelasan warna Hematoksilin dan Syzygium cumini pada jaringan sel Allium fistulosum pada tabel
4.17 dapat disimpulkan bahwa hasil pewarnaan inti sel / kromosom dengan menggunakan filtrat kulit buah S. cumini memperlihatkan hasil pewarnaan yang sama dengan pewarna baku hematoksilin sehingga filtrat kulit buah S. cumini dapat digunakan sebagai pewarna alternatif untuk pewarna inti sel / kromosom.
Tabel 4.23 Hasil telaah kelayakan preparat mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum dengan pewarna hematoksilin (Preparat 7-9)
Berdasarkan Tabel 4.16 diketahui bahwa keenam preparat mitosis meristem ujung akar Allium fistulosum dengan pewarna hematoksilin (preparat 7-9) maupun dengan pewarna filtrat kulit buah Syzygium cumini (preparat 15-18) dapat dinyatakan layak. Hal ini berdasarkan data persentase kelayakan media preparat berturut-turut dari preparat 7, 8, 9 16, 17, dan 18 yaitu sebesar 100%, 99,31%, 100%, 97,92%, 98,61%, dan 98,61% sehingga termasuk dalam kriteria media preparat yang sangat layak. Berdasarkan hasil telaah media preparat pada aspek