Syzygium cumini Linn
2. Syzygium cumini Linn
Syzygium cumini seperti tampak pada gambar 2.5, merupakan pohon dengan tinggi 10-20 m ini berbatang tebal, tumbuhan bengkok dan bercabang banyak. tergolong tumbuhan buah-buahan yang berasal dari Asia dan Australis tropis. Biasa ditanam di pekarangan atau tumbuhan liar. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 300 mdpl. Daun tunggal, tebal, tangkai daun 1 - 3,5 cm. Helai daun lebar berbentuk baji, tetapi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 7 - 16 cm, lebar 5 - 9 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk malai dengan cabang yang berjatuhan, bunga duduk, tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota bentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih, dan baunya harum. Buahnya buah buni, Syzygium cumini seperti tampak pada gambar 2.5, merupakan pohon dengan tinggi 10-20 m ini berbatang tebal, tumbuhan bengkok dan bercabang banyak. tergolong tumbuhan buah-buahan yang berasal dari Asia dan Australis tropis. Biasa ditanam di pekarangan atau tumbuhan liar. Tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 300 mdpl. Daun tunggal, tebal, tangkai daun 1 - 3,5 cm. Helai daun lebar berbentuk baji, tetapi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas mengkilap, panjang 7 - 16 cm, lebar 5 - 9 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk malai dengan cabang yang berjatuhan, bunga duduk, tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota bentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih, dan baunya harum. Buahnya buah buni,
Gambar 2.6 Syzygium cumini: (a) daun, (b) bunga, (c) tanaman muda
belum berbunga, (d) buah S. cumini muda yang berwarna merah sampai ungu, (e) buah S. cumini matang, (f) tanaman S. cumini dewasa
(Sumber: Sah dan Verma, 2011) Warna merah tua keunguan buah S. cumini
merupakan ekspresi dari pigmen sianidin yang terkandung didalam kulit buah (Sah dan Verma, 2011). Sianidin adalah glukosida dari antosianidin yang tergolong senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan contoh senyawa metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tanaman. Sebagai kelompok antosianin maka stabilitas sianidin dipengaruhi oleh pH, temperatur, cahaya, oksigen serta faktor lainnya seperti ion logam. Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah magnesium dan aluminium.
Sianidin (C 15 H 10 O 6 ) seperti pada gambar 2.7.1 memiliki struktur dua gugus benzena tersubtitusi yaitu orto-hidrokuinon
meta-hidrokuinon (resorkinol) yang dihubungkan oleh rantai alifatik tak jenuh tiga karbon (Robinson, 1991). Pada keadaan terlarut dalam larutan alkali gugus katekol akan melepas ion H + yaitu 1-hidro-2-oksi-quinon (gambar 2.7.2) dan berwarna berwarna merah lembayung.
(katekol)
dan
Gambar 2.7.1 Gambar 276.2 Molekul Sianidin Kation
Molekul Sianidin (C 15 H 11 O 6 ) berwarna merah
(C 15 H 10 O 6 ) dalam bentuk terlarut pada pH <3
berwarna merah lembayung,pH 7-8 Resorkinol
Katekol 1-hidro-2-oksi-quinon Gambar 2.7 Struktur kimia molekul antosianidin dalam Syzygium
cumini dalam bentuk sianidin kation (Sumber: Minghui, et al., 2009)
Senyawa sianidin memiliki dua gugus katekol (orto hidrokuinon). Pada setiap gugus katekol terdapat gugus hidroksil berdekatan yang dapat bereaksi dengan ion logam membentuk ikatan kompleks yang stabil (Day dan Underwood, 1998). Pada pewarnaan dengan penambahan mordan iron alum, atom O pada gugus fosfat DNA dan atom O pada gugus -OH katekol akan berfungsi agen pengkelat (ligan) ion Fe 3+ . Ikatan pewarna dan mordant membentuk ikatan kompleks disebut lake (Baker, 1958). Lake kemudian akan terikat dengan jaringan kromosom.
E. Mempelajari dan Memahami Mitosis Melalui Preparat Mitosis
Jones dan Rickards (1991) menjelaskan untuk membuat siswa bisa memahami dan mempelajari mitosis dalam kegiatan laboratorium, bergantung pada kualitas preparat mitosis yang diamati dan juga alat yang digunakan dalam pengamatan. Ketika mengamati preparat mitosis maka yang dilihat sebenarnya adalah siklus sel, pola dasar dari kelakuan kromosom seperti pada gambar 2.8 (Wilson dan Loomis, 1962). Berbagai variasi ukuran nukelus dalam tahap interfase bisa ditunjukkan dan dibahas dalam kaitannya dengan sintesis DNA dan replikasi kromosom. Selain itu, bisa juga digunakan untuk menghitung jumlah kromosom pada saat sel dalam tahap metafase atau anafase, atau juga digunakan untuk mempelajari morfologi kromosom. Sangat penting menekankan kepada siswa secara konkret bentuk nyata dari setiap fase untuk kemudian meminta siswa menggambarnya daripada hanya sekedar mengetahui nama-nama fase dari mitosis. Karena itulah, penting untuk memperhatikan kualitas dan kelayakan preparat mitosis yang akan diamati.
Gambar 2.8 Mitosis dan interfase inti pada Allium cepa (2n = 16)
(Sumber: Jones dan Rickards, 1991)
Jones dan Rickards (1991) dan Jurcak (1999) menjelaskan, di dalam sebuah preparat mitosis yang layak secara mikroteknik dan digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis, maka yang sangat perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan adalah waktu pemotongan akar yang merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang hari, sebagai contoh waktu pemotongan dan fiksasi ujung akar yang baik untuk bawang bombay adalah pada pagi hari. Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis.
Suryo (1995) menyatakan bahwa kromosom belum tampak dengan menggunakan mikroskop cahaya. Kualitas mikroskop cahaya identik dengan kecilnya nilai daya pisah, yaitu jarak minimum antara dua titik yang masih dapat dibedakan dengan jelas. Nilai daya pisah sebanding dengan nilai panjang gelombang sumber cahaya. Sehingga untuk meningkatkan daya pisah digunakan filter yang meloloskan cahaya dengan panjang gelombang rendah, yaitu biru (λ=435- 535) dan hijau (λ=490-535). Filter juga berguna untuk mempertinggi detail dan mengurangi kesilauan. Daya pisah berbandingterbalik dengan indek bias sehingga untuk memperkecil daya pisah, digunakan minyak emersi yang indek biasnya lebih besar dari pada udara. Nilai daya pisah juga berbanding terbalik dengan nilai “Numerical Aperture” (NA), sehingga digunakan lensa objek dengan NA tinggi (Setyawan dan Sutikno, 2000).
Agustin (2009) menyatakan dengan menggunakan mikroskop cahaya telah dapat melihat fase-fase mitosis asalkan kualitas lensa yang dipakai baik. Mikroskop elektrik dan mikroskop manual yang sumber cahaya dari cahaya matahari merupakan contoh mikroskop cahaya, namun mikroskop elektrik memiliki kualitas lensa yang lebih baik daripada
Dengan menggunakan mikroskop elektrik perbesaran 10x40 sudah dapat dilihat jelas fase-fase mitosis (Jones dan Rickards, 1991).
mikroskop
cahaya.
Hasil penemuan aktivitas kromosom pada spesimen difoto dan kemudian diamati dengan software pada komputer sehingga memudahkan penghitungan jumlah kromosom. Beberapa kasus yang perlu diperhatikan di dalam melakukan
kromosom yang dicantumkan pada tabel 2.1 (Jurcak, 1999).
pengamatan
analisis
Tabel 2.1 Kesalahan yang Banyak Terjadi dalam Pengamatan Mitosis Sel dan Penyebabnya (Jurcak 1999).
Kesalahan Penyebab
Inti terwarnai Pemotongan material tanaman tidak pada dengan jelas,
waktu yang tepat. tetapi tahapan mitosis tidak terlihat. Kromosom tidak 1.Waktu fiksasi terlalu pendek. jelas.
2.Konsentrasi pewarna terlalu rendah. 3.Pewarna yang digunakan sudah rusak atau
terlalu lama disimpan. 4.Suhu selama pewarnaan terlalu rendah. 5.Waktu pewarnaan terlalu pendek .
Beberapa sel 1.Waktu melunakan jaringan terlalu pendek. menumpuk satu 2.Pembuatan larutan untuk maserasi tidak sama lain.
tepat. 3.Kurang tenaga ketika menekan gelas objek.
Sel meristem 1.Gelas penutup bergeser jauh ketika ditekan. pecah, tahapan
2.Gelas penutup ditekan terlalu keras atau mitosis atau
berulang-ulang. kromosom tidak dapat dilihat. Lensa mikroskop Permukaan penyangga tidak rata. tergores atau pecah
F. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis
Setyawan dan Sutikno (2000), menjelaskan setiap tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum
Umumnya tanaman melakukan pembelahan sel pada pagi hari. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007).
pembelahan
mitosis.
Setiap sel pada setiap spesies memiliki kandungan DNA yang berbeda, semakin besar kandungan DNA maka semakin lama durasi mitosis. Keploidian tidak memengaruhi durasi waktu tersebut. Tanaman dikotil pada umumnya memiliki waktu yang lebih lama dalam satu siklus sel dibandingkan pada tanaman monokotil. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama daripada fase profase (Singh, 2003).
Naithani dan Sarbhoy (1973) menuturkan bahwa suhu memengaruhi mitosis. Suhu optimum dalam pembelahan sel tanaman adalah 24 o Celcius, namun suhu yang berbeda tidak memengaruhi Nilai Index Mitosis (IM) dan Fase Index Mitosis (PI) (Cistue dan Lasa, 1979). Dane (2006) menjelaskan beberapa kandungan makromolekul dan mikromolekul yang ada di lingkungan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Penumbuhan akar Allium cepa
dalam medium air yang mengandung lebih banyak makromolekul (Fe) dan mikromolekul (Mn dan Co), memperlihatkan aktifitas pemanjangan dan mitosis indeks yang tinggi. pH memengaruhi perpanjangan dan indeks mitosis akar A. cepa, akar A. cepa yang ditumbuhan pada media dengan pH yang lebih tinggi memiliki nilai perpanjangan dan indeks mitosis lebih tinggi dibandingkan akar A. cepa yang ditumbuhkan pada media dengan pH yang lebih rendah. Bracale (1997) menjelaskan cekaman air mengakibatkan penurunan tingkat mitosis meristem ujung akar kacang tanah dengan cepat, hal ini berhubungan dengan enzim dehidrin yang menyebabkan siklus dari sel-sel terhenti pada fase G2. Sacks (1997) menyimpulkan pada ujung meristem akar jagung yang berada dalam cekaman air setelah dilakukan pengukuran berdasarkan tingkat produksi sel, terjadi penurunan tingkat pembelahan sel pada sel kortikal akar primer. Penurunan aktivitas siklus mitosis sel di bawah pengaruh cekaman air berhubungan dengan penurunan ekspresi dari cyclin dependent kinase (Cdk) (Schuppler, 1998).
Pertumbuhan jaringan ditentukan oleh keseimbangan antara pembelahan sel atau mitosis dan kematian sel yang terdiri dari apoptosis dan nekrosis (Unsal, 2005). Interaksi antara pembelahan sel dan kematian sel bersifat dinamis. Aktivitas sel yang sedang berproliferasi dalam suatu populasi sel dapat diukur dengan menghitung nilai indeks mitosisnya. Indeks mitosis adalah perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel (Moreiras, 2001). Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus:
IM = Nm x 100% Keterangan:
IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel
Hasil penelitian Matias dan Fontanilla (2011) nilai indeks mitosis ujung akar tanaman dalam interval 1 jam selama 24 jam tidak selalu sama disebabkan adanya durasi dan jam biologi yang mengatur waktu pembelahan mitosis. Data periodisitias dan ritmisitas indeks mitosis diperoleh dengan mengetahui nilai indeks mitosis setiap jam. Berdasarkan data tersebut diketahui waktu potong yang terbaik yaitu waktu dimana terjadi indeks mitosis tertinggi. Waktu potong yang tepat digunakan sebagai acuan pembuatan preparat (Jurcak, 1999).
G. Siklus Sel
Siklus sel merupakan proses vital dan terjadi secara kontinu dalam kehidupan suatu organisme. Secara normal, siklus sel menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri dari 2 proses utama, yaitu tahap persiapan (interfase) dan tahap pembelahan (Subowo, 2007). Pembelahan sel terbagi menjadi dua kategori yaitu mitosis dan meiosis. Keduanya merupakan bentuk proses pembelahan inti dan terjadi pada sel eukariot. Singh (2003) menjelaskan bahwa siklus sel terdiri dari beberapa fase yaitu fase G1 (Gap 1) → S (Sintesis DNA) → G2 (Gap 2).→ M (mitosis atau meiosis) → C (sitokinesis). Mitosis terjadi pada sel somatik sedangkan meiosis terjadi pada sel kelamin. Mitosis akan menghasilkan dua sel anak dengan jumlah kromosom yang identik baik secara kualitatif dan kuantitatif. Kromosom merupakan pembawa sifat yang diturunkan. Pembelahan sel sangat berperan penting dalam mewariskan sifat (genetik) yang ada Siklus sel merupakan proses vital dan terjadi secara kontinu dalam kehidupan suatu organisme. Secara normal, siklus sel menghasilkan pembelahan sel. Pembelahan sel terdiri dari 2 proses utama, yaitu tahap persiapan (interfase) dan tahap pembelahan (Subowo, 2007). Pembelahan sel terbagi menjadi dua kategori yaitu mitosis dan meiosis. Keduanya merupakan bentuk proses pembelahan inti dan terjadi pada sel eukariot. Singh (2003) menjelaskan bahwa siklus sel terdiri dari beberapa fase yaitu fase G1 (Gap 1) → S (Sintesis DNA) → G2 (Gap 2).→ M (mitosis atau meiosis) → C (sitokinesis). Mitosis terjadi pada sel somatik sedangkan meiosis terjadi pada sel kelamin. Mitosis akan menghasilkan dua sel anak dengan jumlah kromosom yang identik baik secara kualitatif dan kuantitatif. Kromosom merupakan pembawa sifat yang diturunkan. Pembelahan sel sangat berperan penting dalam mewariskan sifat (genetik) yang ada
Suryo (2007) menjelaskan seluruh urutan kejadian mulai dari membelahnya nukelus sampai membelahnya nukelus berikutnya disebut siklus mitotik dari sel. Durasi siklus ini tidak sama antara satu spesies dengan spesies yang lain berkisar antara 3-174 jam. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama dibandingkan fase lainnya (Singh, 2003).
Pertumbuhan sel atau siklus sel digambarkan sebagai jam, yang diatur oleh sinyal-sinyal (reseptor) yang memengaruhi yaitu sinyal internal berupa pesan-pesan dari kinetokor dan juga sinyal eksternal yang berasal dari faktor-faktor pertumbuhan (Campbell, 1987). Sel tidak selamanya membelah dan berhenti pada saat tertentu. Ada sel yang berhenti membelah (sel yang sudah berdiferensiasi) sehingga tidak lagi memiliki kemampuan untuk membelah. Semua faktor-faktor tersebut yang menentukan apakah sel dalam fase G0 (sel tidak membelah) atau akan membelah.
Masuk dan berkembangnya sel dalam proses siklus sel dikendalikan oleh pengontrol siklus sel yang berupa suatu kelompok protein yang disebut siklin. Pada tahapan tertentu siklus sel, kadar berbagai siklin meningkat setelah didegradasi dengan cepat saat sel bergerak melalui siklus tersebut. Siklin menjalankan fungsi regulasinya melalui pembentukan kompleks dengan (sehingga akan mengaktivasi) protein yang disintesis secara konstitutif yang disebut kinase bergantung siklin (Cdk, cyclin dependent kinase). Kombinasi yang berbeda dari siklin dan Cdk berkaitan dengan setiap transisi penting dalam siklus sel, dan kombinasi ini bekerja dengan memfosforilasi sekelompok substrat protein tertentu (Subowo, 2007).
1. Interfase Singh (2003) menjelaskan interfase disebut juga fase
metabolik merupakan tahap yang paling penting pada siklus sel karena pada tahap ini secara metabolisme biokimia sel berada dalam keadaan sangat aktif untuk menyiapkan komponen-komponen untuk pembelahan sel. Pada fase interfase terjadi replikasi DNA dan transkripsi, menuju pada replikasi kromosom dan sintesis protein. Interfase dibagi dalam 3 fase yaitu: G1 (Gap 1) → S (Sintesis DNA) → G2 (Gap 2).
a. Fase G1 (Gap 1)
Fase G1 menghabiskan waktu 30-50% dari seluruh interfase. Selama fase ini nukleus membesar dan volume sitoplasma meningkat dengan cepat sehingga disebut fase sintesis, protein yang dapat memacu pembelahan sel, tubulin dan protein yang akan membentuk spindel (Suryo, 2007). Pada fase G1 sel akan memantau keadaan lingkungannya dan ukurannya sendiri, ini diperlukan untuk mengetahui sel sudah matang untuk melakukan pembelahan sel atau tidak. Jika sel tidak melakukan pembelahan sel, maka sel akan masuk dalam kondisi istirahat (fase G0) yang dapat membutuhkan waktu selama berminggu- minggu atau bertahun-tahun. Perbedaan variasi durasi siklus pembelahan berbagai jenis sel secara umum bergantung dari proses selama fase G1 (Subowo, 2001).
b. Fase S (Sintesis DNA)
Fase S menghabiskan waktu 35-45% dari seluruh interfase. Semua komponen sel diperbanyak pada fase S, termasuk juga sintesis protein. Pada fase-S ini dibentuk untai DNA baru melalui proses replikasi.
Replikasi DNA terjadi dengan bantuan enzim DNA- polimerase sehingga rantai tunggal DNA menjadi rantai ganda menyebabkan jumlah DNA dalam inti meningkat dua kali semula, dengan ini pembelahan sel akan dipersiapkan (Subowo, 2007). Suryo (2007) menyebutkan bahwa pada akhir fase ini terbentuk dua kromatid.
c. Fase G2 (Gap 2)
Fase G2 menghabiskan waktu 10-20% dari seluruh interfase. Pada fase ini DNA cepat sekali bertambah kompleks dengan protein kromosom, juga dibentuk RNA serta protein lainnya (Suryo, 2007). Pada akhir fase G2 terjadi aktivasi enzim kinase untuk katalisator fosforilasi (Subowo, 2007).
Selama proses pada fase-fase interfase, terdapat checkpoint-checkpoint tertentu yang mengontrol siklus sel sebagai suatu sistem pengontrol. Salah satu yang dikontrol adalah proses replikasi DNA. Sistem pengontrolan ini terdapat pada semua fase interfase. Kontrol siklus sel ini dilakukan oleh protein 53 (p53). Apabila terjadi kerusakan DNA maka fosforilasi oleh p53 merangsang produksi enzim yang terlibat dalam perbaikan DNA. Jika perbaikan DNA tidak berhasil dan replikasi tidak sempurna, maka proses kegiatan sel selanjutnya menuju fase M diblok dengan cara p53 mengaktifkan protein 21 (p21) yang kemudian menghambat beberapa Cdk berbeda sehingga proses terhenti pada fase G2. Protein 53 juga dapat mengaktifkan sekelompok gen yang mengkode protein yang terlibat dalam memicu kematian sel dengan apoptosis (Becker, 2009).
2. Mitosis
a. Profase
Profase merupakan transisi dari fase G2 ke fase pembelahan inti atau mitosis (M) dari siklus sel. Pada fase awal profase, kromatin yang menyebar selama interfase secara perlahan-lahan terkondensasi menjadi kromosom. Kromosom akan memendek dan menebal dengan bentuk memanjang. Pada saat interfase dan profase, inti, kinetokor (sentromer), terletak pada satu kutub (tidak terletak acak), sementara telomere- telomer berhadapan sebaliknya dengan kinetokor dan melekat pada membran inti. Dua sister kromatid dari tiap
berdekatan dan dihubungkan oleh sentromer. Selama profase, nukleolus dan membran nukleus menghilang. Mendekati akhir profase, terbentuk spindle kemudian kromosom-kromosom akan menempatkan diri di bidang ekuator dari sel seperti pada gambar 2.9 (Singh, 2003; Suryo, 2007).
kromosom
letaknya
Gambar 2.9 Profase (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008)
b. Metafase
Pada fase metafase, sentromer melekat pada gelendong mitotik. Kinetokor dari tiap kromosom akan berpindah, terletak di bidang ekuator dari sel walaupun lengan-lengan kromosom menuju ke arah lain. Kromosom yang menyusut dengan panjang minimum. Nukleolus
dan membran nukleus menghilang seperti pada gambar 2.10 (Singh, 2003; Suryo, 2007).
Gambar 2.10 Metafase (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008)
c. Anafase
Pada fase anafase, diawali oleh membelahnya kinetokor menjadi dua bagian yang masing-masing fungsional, sehingga kedua kromatid kakak beradik dari metafase memisahkan diri dan bergerak ke masing-masing kutub pembelahan. Pada fase akhir profase gelendong mitotik menghilang dan dihasilkan dua kelompok kromosom kompak dengan jumlah kromosom dan bahan genetik secara kuantitaif sama dalam masing-masing sel anakan seperti pada gambar 2.11 (Singh, 2003; Suryo, 2007).
Gambar 2.11 Anafase (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008)
d. Telofase
Pada fase telofase kromosom berkontraksi dan membentuk
kromatid yang memadat. Kromosom dari dua sel anakan mengatur diri pada masing-masing kutub pembelahan, dimana setiap kutub memiliki jumlah kromosom dan informasi genetik yang sama. Nukleolus, membran inti, dan sentromer mulai terbentuk, dan kromosom membuka diri untuk membentuk benang kromatin yang kusut kembali seperti pada gambar 2.12 (Singh, 2003; Suryo, 2007).
bola
3. Sitokinesis
Pembagian sitoplasma dan organel-organel antara sel anak disebut sitokinesis, yang dimulai selama tahap telofase akhir sehingga akan terbentuk dua sel anakan yang identik. Sitokinesis pada tanaman berbeda dari pada hewan. Pada tanaman ditandai dengan terbentuknya pelat sel (dinding pemisah) di daerah ekuator sel sedangkan pada hewan ditandai dengan proses pelekukan sel ke dalam seperti pada gambar 2.12 (Singh, 2003; Suryo, 2007).
Gambar 2.12 Telofase dan sitokinesis (Sumber: Stern, Jank dan Bidlack, 2008)
H. Penelitian yang Relevan
Pembelajaran dengan menggunakan media preparat sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Dari beberapa
hasil penelitian tersebut sebagan besar menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran dengan menggunakan media preparat dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa. Hasil penelitian tersebut antara lain:
1. Kusumawati (2008) menyatakan dengan memanfaatkan media preparat stomata dan foto stomata daun sebagai media pembelajaran di kelas VIII SMP Negeri 4 Gringsing pada konsep struktur dan fungsi organ tanaman menunjukkan rata-rata hasil belajar siswa sebesar 78,01 dengan ketuntasan klasikal 92,5%; rata-rata aktivitas siswa yang positif sebesar 78,23%; rata-rata persentase tanggapan siswa terhadap media pembelajaran sebesar 82,38% sehingga awetan stomata dan foto stomata daun efektif digunakan dalam kegiatan pembelajaran konsep struktur dan fungsi organ tanaman.
2. Mutaqin (2008) menyatakan dengan memanfaatkan preparat awetan sebagai media pembelajaran pada materi sistem ekskresi kepada 39 siswa menunjukkan rata-rata hasil belajar 73,58% dan persentase kelulusan klasikal 79,62%. Skor hasil analisis angket tanggapan siswa terhadap penggunaan media pembelajaran sebesar 81% dan skor hasil analisis angket tanggapan ahli terhadap kelayakan media pembelajaran sebesar 77%. Disimpulkan bahwa preparat awetan layak dimanfaatkan sebagai media pembelajaran pada materi sistem ekskresi.
3. Agustin (2009) menyatakan hasil telaah preparat mitosis ialah 80,5% dari 8 aspek kriteria penilaian dengan kategori sangat baik dan dapat dikatakan layak untuk diujicobakan. Persentase langkah kegiatan RPP yang terlaksana pada pertemuan pertama sebesar 80,76% dan pada pertemuan kedua terlaksana sebesar 97,222%. Sebanyak 57% siswa menganggap konsep dapat dipahami dengan menggunakan media preparat mitosis.
4. Zaini (2011) menyatakan dengan menggunakan media preparat kromosom Drosophila sp. dan student worksheet dapat membantu siswa dalam memahami konsep kromosom. Sebanyak 95% siswa merespon positif pembelajaran dengan menggunakan media preparat kromosom Drosophila sp. dan student worksheet dapat membantu siswa dalam memahami konsep kromosom. Beberapa temuan lain dari penelitian sebelumnya yang
mendukung penelitian ini, akan diuraikan antara lain:
1. Setyawan dan Sutikno (2000) menyatakan bahwa tahap prometafase (c-metafase) merupakan tahap paling sesuai untuk pengamatan sitologi (jumlah, bentuk dan ukuran kromosom) dan pembuatan kariotip. Rumus kariotip Allium sativum 2n = 16 : 16m, sedangkan Pisum sativum
2n = 14 : 14m. Ukuran kromosom kedua spesies relatif besar dan terpencar-pencar sehingga sangat cocok untuk studi eksperimental mitosis.
2. Anggarwulan (1999) menyatakan jumlah kromosom diploid dari beberapa spesies pada genus Allium yaitu Allium sativum, A. porrum, A. sp., A. ascalonicum, A. cepa dan A. fistulosum adalah sama, yaitu 16 buah kromosom, dengan hampir semua berbentuk metasentris sehingga memiliki rumus kariotip 2n = 16m, kecuali Allium sp. Dimana rumus kariotipnya 2n = 14m + 2sm, karena pasangan kromosom pertama berbentuk submetasentris. Secara berturut-turut Allium sativum, A. porrum, A. sp., A. ascalonicum, A. cepa dan A. fistulosum memiliki panjang keseluruhan kromosom haploid (HCL) adalah: 196,34; 137,27; 132,69; 124,71; 116,80 dan 113,60; indeks asimetri relatif (AsI%) adalah: 55,45; 54,88; 56,26; 57,30; 53,79 dan 57,70; sedang perbandingan pasangan kromosom terpanjang dan terpendek (R) adalah: 1,70; 2,67; 2,71; 1,60; 2,25 dan 2,28. A.ascalonicum berkerabat dengan A.fistulosum pada indek similaritas 80. A.cepa berkerabat dekat dengan Allium sp. pada indeks similaritas 75. Keempat spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.porrum pada indek similaritas 65. Dan akhirnya kelima spesies tersebut berkerabat dekat dengan A.sativum pada indeks similaritas 35.
3. Matias dan Fontanilla (2011) mengamati ritmisitas dan periodisitas mitosis dengan cara menghitung nilai indeks mitosis akar Allium cepa L. var. aggregatum (Sibuyas Tagalog) selama 24 jam yang pertumbuhan akarnya dipaparkan pada kondisi lingkungan dengan intensitas pemberian cahaya yang berbeda-beda yaitu gelap-terang, terang kontinu dan gelap kontinu. Hasil penelitian 3. Matias dan Fontanilla (2011) mengamati ritmisitas dan periodisitas mitosis dengan cara menghitung nilai indeks mitosis akar Allium cepa L. var. aggregatum (Sibuyas Tagalog) selama 24 jam yang pertumbuhan akarnya dipaparkan pada kondisi lingkungan dengan intensitas pemberian cahaya yang berbeda-beda yaitu gelap-terang, terang kontinu dan gelap kontinu. Hasil penelitian
4. Shikara dan Al-Khafagi (2009) memanfaatkan pewarna alami dari ekstrak buah mulberry hitam (Morus nigra) sebagai pewarna alternatif pengganti Azur II Eosin, Giemsa dan Methylene blue untuk memulas kromosom sehingga dapat menekan biaya penelitian.
5. Dewi dan Wahyuni (2010) memanfaatkan pewarna alami dari ekstrak Breynia sp., Curcuma domestica, daun Tectona grandis, daun Annacardium sebagai pewarna alternatif pengganti safranin untuk pewarna inti sel sehingga dapat menekan biaya penelitian.
I. Kerangka Berpikir
Salah satu Kompetensi Inti (KI) pembelajaran biologi di Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah “Memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual,
dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan
konseptual,
prosedural, prosedural,
Preparat mitosis yang disediakan sekolah memiliki kelemahan yaitu sebagian besar fase-fase pembelahan sel pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas sehingga guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Untuk membuat preparat mitosis dengan fase lengkap perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan adalah waktu pemotongan akar. Waktu pemotongan akar terkait dengan indeks mitosis tanaman. Setiap tanaman memiliki waktu tertentu dimana terjadi indeks mitosis tertinggi. Terbatasnya referensi indeks mitosis menjadi kendala utama dalam pembuatan preparat mitosis. Penelitian mengenai indeks mitosis sangat diperlukan untuk menambah referensi.
Kendala lain dalam pembuatan preparat mitosis adalah pewarna baku yang harganya relatif mahal. Pewarna baku yang digunakan merupakan pewarna basa yang dapat berafinitas dengan kromosom di dalam nukleus yang bersifat asam sehingga kromosom terpulas dan dapat diamati melalui Kendala lain dalam pembuatan preparat mitosis adalah pewarna baku yang harganya relatif mahal. Pewarna baku yang digunakan merupakan pewarna basa yang dapat berafinitas dengan kromosom di dalam nukleus yang bersifat asam sehingga kromosom terpulas dan dapat diamati melalui
Filtrat kulit buah Syzygium cumini mengandung sianidin yaitu aglikon antosianidin yang dapat digunakan untuk mewarnai kromosom. Sianidin mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi (inti
merupakan gugus chromophore (-C=O-). Sianidin juga mempunyai subtituen hidroksi (-OH) yang merupakan gugus auxochrome. Chromophore dapat mengabsorbsi radiasi pada daerah ultraviolet dan daerah sinar tampak, adanya gugus auxochrome di dalam gugus chromophore akan memengaruhi pergeseran batokromik-pergeseran panjang gelombang yang lebih panjang sehingga dapat mengintensifkan warna.
benzen) yang
Pada penelitian ini keluaran yang diharapkan adalah dihasilkan media preparat semi permanen squash mitosis ujung akar bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) dengan pewarna alternatif Syzygium cumini yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan konsep pembelahan mitosis sel sehingga memudahkan siswa mempelajari konsep pembelahan mitosis serta meningkatkan motivasi belajar siswa.
1. Materi pembelahan sel mengacu pada standar isi SMA pada KI 3 dan KD 3.8 yaitu “Mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat”, konsep pembelahan
Latar
sel secara mitosis merupakan konsep konkret yang
Belakang
membutuhkan langkah khusus untuk dapat memahaminya.
2. Siswa akan mudah memahami konsep pembelahan mitosis sel dengan cara melakukan pengamatan melalui media preparat mitosis
1. Preparat mitosis yang disediakan sekolah memiliki kelemahan yaitu sebagian besar fase-fase pembelahan sel pada preparat tidak dapat dilihat dengan jelas hal ini menyebabkan guru tidak dapat menjelaskan secara konkret fase pembelahan sel dan bentuk