Definisi Operasional
D. Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan untuk menghindari perbedaan pemahaman konsep. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Media preparat mitosis ujung akar bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) adalah media pembelajaran berupa preparat semi permanen mitosis yang dibuat dari ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum).
2. Indeks mitosis ialah angka yang menunjukkan persentase dari perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel. Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus:
IM = Nm x 100% N
Keterangan:
IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel
3. Waktu potong akar yang tepat ialah waktu potong yang didapat dari preparat yang memiliki indeks mitosis tertinggi.
4. Pewarna alami filtrat Syzygium cumini ialah bahan pewarna alami yang terbuat dari filtrat buah S. cumini 4. Pewarna alami filtrat Syzygium cumini ialah bahan pewarna alami yang terbuat dari filtrat buah S. cumini
5. Kelayakan preparat adalah kualitas media preparat yang ditentukan dari hasil telaah preparat. Telaah digunakan untuk mengukur aspek keintensifan penyerapan warna pada kromosom zat warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini dan aspek kelayakan prpeparat. Pada aspek kelayakan, preparat dinyatakan layak apabila persentase kelayakan sebesar ≥ 61%.
E. Prosedur Penelitian Media preparat mitosis ini dikembangkan dengan
mengacu pada metode R&D yang terbagi dalam sepuluh tahap, yaitu: potensi dan masalah, pengumpulan informasi, desain produk, telaah desain produk, revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal. Tahap revisi desain produk, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal tidak dilaksanakan karena tahap tersebut membutuhkan penelitian yang lebih khusus dan mendalam sehingga dibutuhkan waktu yang lebih banyak, biaya yang sangat besar, untuk melakukan uji coba dibutuhkan perijinan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pemerintah setempat, sasaran penyebaran pemakaian produk lebih luas, hasil produksi dalam jumlah yang sangat besar. Tahapan metode R&D dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini.
Adapun dari tahap-tahap pengembangan media preparat mitosis seperti pada Gambar 3.1 tersebut yang termasuk dalam fase Research yaitu tahap potensi dan masalah, pengumpulan informasi, dan desain produk. Tahap-tahap tersebut dapat diuraikan lebih rinci sebagai berikut.
Potensi Masalah Pengumpulan Informasi
Desain Preparat Squash Mitosis Allium dengan
Desain produk
dihasilkan
Pewarna Alternatif syzygium cumini
Telaah Desain Produk Revisi Desain Produk
Uji Coba Produk Revisi Produk Uji Coba Pemakaian Revisi produk Produksi Masal
Gambar 3.1 Skema Pengembangan Media Preparat Squash Mitosis Allium dengan Pewarna Alternatif Syzygium cumini
Sumber: Diadaptasi dari Sugiyono (2010)
1. Tahap Potensi dan Masalah
Tahap ini bertujuan untuk menganalisis potensi dan masalah yang berkaitan dalam penelitian ini. Analisis potensi dan masalah dapat diuraikan sebagai berikut.
a. Analisis Potensi
Potensi yang terkait dengan penelitian ini adalah tumbuhan sebagai sumber daya alam hayati dan kemampuan siswa menjadi seorang fasilitator. Potensi pertama
yakni tumbuh-tumbuhan merupakan sumber daya alam hayati yang dapat dijadikan sebagai objek dalam pembelajaran biologi. Pada pembelajaran biologi
tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan sebagai media pembelajaran asli untuk penunjang pembelajaran. Media pembelajaran asli yang dapat dibuat dari tumbuhan adalah media preparat mitosis tanaman. Bahan utama untuk membuat preparat mitosis mudah didapat adalah bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum). Bahan lain yang digunakan adalah kulit buah Syzygium cumini untuk pewarna alami sehingga dapat menekan biaya pembuatan
preparat. Potensi kedua yakni kemampuan siswa menjadi seorang fasilitator. Siswa dapat memfasilitasi, memimpin, dan memandu dalam berkerja kelompok.
b. Analisis Masalah
Materi pembelahan mitosis sel mengacu pada Kompetensi
3 yaitu “Memahami, menerapkan,
Inti
(KI)
menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan menganalisis dan mengevaluasi pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah”. Kompetensi Dasar (KD) yang dikembangkan dari KI tersebut salah satunya menjelaskan mendeskripsikan keterkaitan antara proses pembelahan mitosis dan meiosis dengan pewarisan sifat. Sub materi pelajaran biologi yang dibahas dalam
dengan
tersebut adalah proses pembelahan mitosis sel. Materi pembelajaran pembelahan mitosis sel merupakan kumpulan konsep konkret yang dapat dipahami siswa dengan cara melakukan kegiatan pengamatan pembelahan mitosis sel secara langsung melalui media preparat mitosis akar tanaman.
KD
Berdasarkan hasil wawancara, masalah yang muncul adalah preparat mitosis yang didapat dari bantuan pemerintah memiliki kelemahan yaitu fase- fase mitosis tidak nampak sehingga guru tidak bisa menjelaskan secara konkret fase pembelahan dan bentuk sebenarnya kromosom kepada siswa. Kelemahan preparat tersebut membuat guru lebih memilih menunjukkan secara langsung fase-fase mitosis sel pada buku paket yang digunakan dalam proses
pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran
tidak melatihkan keterampilan proses siswa untuk memahami konsep- konsep pembelahan mitosis.
seperti
ini
2. Tahap Pengumpulan Informasi
Tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan berbagai informasi sebagai bahan untuk persiapan perancangan desain produk. Informasi yang diperlukan sebagai berikut.
a. Durasi Mitosis dan Indeks Mitosis
Indeks mitosis yaitu perbandingan jumlah sel-sel yang mengalami mitosis yaitu baik pada fase profase, metafase, anafase maupun telofase dengan jumlah keseluruhan sel dalam suatu populasi sel (Moreiras, 2001). Nilai indeks mitosis menunjukkan kecepatan proliferasi sel. Proliferasi sel dalam suatu jaringan yang normal bersifat dinamis dan seimbang antara pembelahan sel atau mitosis dan kematian sel yang terdiri dari apoptosis dan nekrosis (Unsal, 2005). Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus:
IM = Nm x 100%
Keterangan:
IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel
Durasi mitosis yaitu waktu yang dibutuhkan sel untuk bermitosis. Setiap sel pada setiap spesies memiliki kandungan DNA yang berbeda, semakin besar kandungan DNA maka semakin lama durasi mitosis. Keploidian tidak memengaruhi durasi waktu tersebut. Namun, secara umum fase interfase memerlukan waktu yang paling lama (Singh, 2003).
Setiap spesies tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis sel. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur Setiap spesies tanaman memiliki jam biologi yang mengatur waktu optimum pembelahan mitosis sel. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur
b. Preparat Squash Mitosis
Preparat adalah tindakan atau proses pembuatan maupun penyiapan sesuatu menjadi tersedia, spesimen patologi maupun anatomi yang siap dan diawetkan untuk penelitian dan pemeriksaan (Dorland, 2010). Preparat terdiri atas berbagai contoh hewan dan tanaman, potongan struktur anatomis maupun histologis hewan, tanaman dan lain-lain. Dari segi ukuran ada preparat yang berukuran sangat besar tetapi ada juga preparat yang berukuran sangat kecil (mikroskopis) yang tidak dapat diamati dengan mata telanjang. Salah satu contoh preparat mikroskopis adalah preparat squash mitosis.
Preparat squash mitosis dibuat dengan metode squash yaitu jaringan yang telah dimaserasi dengan jalan hidrolisis dan dipulas, kemudian di remas dengan hati-hati hingga terbentuk lapisan tipis dan sel-sel merata. Jones dan Rickards (1991) menjelaskan, secara umum tahapan dalam pembuatan preparat mitosis dengan metode squash yaitu:
1) Bahan Utama Pembuatan Preparat Mitosis
a) Jaringan yang banyak ditemui sel bermitosis bisa ditemui pada daerah meristem ujung akar dan pada bagian pucuk-pucuk seperti ujung batang, primordia daun, petala muda, ovulum muda, sel tersuspensi dan kalus
(Fukui, 1996; Jones dan Rickards, 1991). Ujung akar paling umum digunakan karena selain mudah tumbuh dan seragam, akar tidak berklorofil serta mudah dilakukan pulasan.
b) Segi penting yang diamati pada pembelahan mitosis adalah pola dasar dari kelakuan kromosom di dalam nukleus maka agar pengamatan lebih mudah dilakukan, bahan utama yang digunakan harus memerhatikan ukuran kromosom dan juga ukuran sel (Wilson dan Loomis, 1962). Fukui (1996) menyatakan berdasarkan ukuran rata-rata panjang
kromosom, kromosom dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu kromosom tipe besar (large type atau L-type) dengan rata-rata panjang kromosom antara 8-
10 µm dan tipe kecil (small type atau S-type) dengan rata-rata panjang kromosom antara 2-
3 µm atau lebih kecil lagi.
c) Pembuatan preparat pada tanaman yang memiliki kromosom tipe kecil dilakukan dengan metode maserasi secara enzimatik dengan didahului pra perlakuan induksi kolkisin (Singh, 2003). Metode squash lebih baik dilakukan pada tanaman yang memiliki kromosom tipe besar.
d) Beberapa tanaman monokotil merupakan karena bahan ideal yang paling banyak digunakan karena memiliki kromosom bertipe besar, dengan jumlah autosom sedikit dan mudah untuk diproses sesuai pembuatan preparat mitosis (Jones dan Rickards, 1991).
e) Waktu pemotongan akar merupakan faktor kritis yang sangat menentukan keberhasilan preparat yang dihasilkan. Waktu pemotongan ini terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Beberapa spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang- ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999).
2) Fiksasi Suntoro (1983) menjelaskan fiksasi yaitu suatu usaha untuk mempertahankan elemen-elemen sel atau jaringan agar tetap pada tempatnya dan tidak mengalami perubahan bentuk maupun ukuran. Media fiksasi yang umum digunakan dalam botani adalah FAA yang memiliki komposisi terdiri dari etil alkohol 70%, asam asetat glasial, formaldehid (37-40%) dan air (Sass, 1958). Fiksasi dengan formalin dan alkohol dapat mengerutkan jaringan dan penetrasi ke dalam jaringan
lambat, dengan menambahkan
berlangsung
cuka glacial memungkingkan
asam
penetrasi dalam jaringan meresap dengan cepat dan menggembungkan sel atau jaringan (Baker 1958; Suntoro, 1983; Kardi dan Budipramana, 1992)
Lama waktu fiksasi selama 12-24 jam atau bergantung pada ukuran jaringan yang difiksasi. Perlakuan fiksasi yang terlalu pendek dapat menyebabkan tidak terfiksasinya sel-sel atau jaringan bagian dalam, sedangkan terlalu lama fiksasi akan menyebabkan jaringan mengeras bahkan rusak. Jaringan yang telah difiksasi dipindahkan dalam larutan alkohol 70% untuk penyimpanan yang lama (Berlyn dan Miksche, 1976; Jones dan Rickards, 1991)
3) Hidrolisis Dasar pemikiran metode squash adalah melarutkan lamela tengah sel-sel meristematis yang belum kuat perlekatannya sehingga sel dapat dipisah-pisahkan hingga ketebalannya tinggal
Hidrolisis dapat menggunakan asam atau enzim hidrolase. Salah satu asam yang biasa digunakan adalah asam klorida. Hidrolisis yang terlalu lama dapat mengurangi afinitas pewarna terhadap kromosom dan menyebabkan kromosom terurai karena denaturasi protein dan asam nukleat. Asam klorida memiliki kemampuan sangat tinggi untuk melarutkan lamela tengah. Asam klorida dengan konsentrasi rendah daya kerjanya kurang, sehingga harus direndam lebih lama. Sedang pada konsentrasi lebih tinggi dapat menguraikan nukleus beserta kromosom di dalamnya, sehingga bentuk inti memanjang dan kromosom tidak dapat diamati dengan sempurna. Kecepatan reaksi asam klorida meningkat sejalan dengan naiknya suhu. (Setyawan dan Sutikno, 2000).
selapis
saja.
4) Pulasan (Pewarnaan) Pulasan
(pewarnaan) adalah proses pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga unsur jaringan menjadi kontras dan dapat diamati serta dikenali dengan bantuan mikroskop. Zat warna yang umum digunakan untuk pulasan dalam pemeriksaan histologi bersifat seperti senyawa asam atau basa dan
kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik (garam) dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Ikatan antar molekul ini menimbulkan warna pada jaringan. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik sedangkan yang menpunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik. Sinar dengan panjang gelombang tertentu yang terdapat dalam sinar yang berasal dari cahaya matahari atau lampu mikroskop yang dipaparkan pada jaringan yang telah diwarnai akan diabsorpsi (diserap). Zat warna yang terikat pada jaringan akan menyerap sinar dengan panjang gelombang tertentu sehingga jaringan tersebut akan tampak berwarna.
mempunyai
Pada pengamatan mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam nukleus. Subtansi penyusun kromosom yang begitu mudah terpulas adalah asam nukleat. Suntoro (1983) menjelaskan, asam nukleat terdiri dari equimolekuler: pentose, phosphoric acid dan basa nitrogen. Bila gugusan OH dan pentose diganti dengan H, maka asam nukleat yang mengandung Pada pengamatan mitosis yang diamati adalah pola kromosom di dalam nukleus. Subtansi penyusun kromosom yang begitu mudah terpulas adalah asam nukleat. Suntoro (1983) menjelaskan, asam nukleat terdiri dari equimolekuler: pentose, phosphoric acid dan basa nitrogen. Bila gugusan OH dan pentose diganti dengan H, maka asam nukleat yang mengandung
merupakan benang-benang yang tersusun atas Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) dan protein yang membentuk nukleoprotein yang secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleoprotein akan memberikan reaksi yang kuat terhadap zat warna basa. Zat warna yang paling banyak dipakai pada pengamatan inti sel adalah hematoksilin, carmin dan beberapa zat aniline sintesis. Hematoksilin adalah zat warna alam hasil ekstraksi dari pohon Haematoxylum campechianum yang merupakan contoh pewarnaan alami (Baker, 1958).
5) Pembuatan Preparat dengan Meremas (Squash) Pembuatan preparat dengan meremas sediaan yang telah diproses bertujuan mengoptimalkan kromosom sehingga mudah dilihat di bawah mikroskop. Sel yang telah dimaserasi dengan jalan hidrolisis dan telah dipulas kemudian diletakkan diatas gelas benda yang telah ditetesi dengan mountant kemudian ditutup dengan gelas penutup. Memegang salah satu sudut gelas penutup agar tidak bergeser dan secara cepat memejet gelas penutup dengan ibu jari atau benda tumpul lainnya, sehingga ujung akar teremas (squash) hancur dan sel-sel tersebar. Hal yang perlu
diperhatikan adalah tidak boleh menggerakkan cover glass karena akan merusak sel. Hasil preparat mitosis dibersihkan dari mountant setelah mountant mengering. Kemudian dilakukan
pengamatan dengan mikroskop (Suntoro, 1983).
Preparat yang telah selesai dibuat lalu diberi label di sebelah kiri objek preparat, dituliskan: nama spesies, nama organ/jaringan, potongan melintang/
pewarnaan yang digunakan, tanggal pembuatan. Lebih baik lagi jika dituliskan metode dan fiksasi yang digunakan (Suntoro, 1983).
membujur,
c. Pewarna Alami Kromosom dari Hematoksilin dan Syzygium cumini
Pewarna alami adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan maupun hewan (Suntoro, 1983). Zat warna yang digunakan dalam pewarnaan histologi merupakan golongan senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan untuk membentuk ikatan elektrostatik dengan gugus- gugus jaringan yang dapat berionisasi. Komponen jaringan yang lebih mudah diwarnai dengan zat warna basa disebut basofilik; yang mempunyai afinitas terhadap zat warna asam disebut asidofilik. Komponen inti sel berupa nukleoprotein secara keseluruhan bersifat asam. Sifat keasaman dari nukleoprotein akan memberikan afinitas yang kuat terhadap zat warna basa. Contoh pewarna basa yang dapat berafinitas dengan nukleoprotein dalam nukleus adalah hematoksilin dan sianidin.
Senyawaan hematoksilin (C 16 H 14 O 6 ) yang dipakai dalam pewarnaan merupakan bentuk oksidasinya yaitu hematein (C 16 H 12 O 6 ). Proses oksidasi senyawaan hematoksilin
sebagai ripening yang membutuhkan
dikenal
berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Proses ripening dapat dipercepat dengan menambahkan senyawaan yang bertindak
waktu waktu
Hematein yang dilarutkan dalam larutan asam dengan menambahkan Iron alum/ besi sulfat [Fe(NH 4 )(SO 4 ) 2 ·12H 2 O] akan membentuk kompleks membentuk hematein iron ((HmFe) 2+ ataupun (HmFe 2 ) 2+ ). Kiernan (2010) menjelaskan suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat (berbentuk ionik pada pH asam) lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan ikatan pada jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (HmFe) 2+ akan terikat pada fosfat anion DNA. Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna ((HmFe) + ataupun
(HmFe 2 ) + ) akan berikatan dengan atom-atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron seperti pada. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat (Baker, 1958).
Syzygium cumini dapat dijadikan sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen antosainin. Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid. Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna Syzygium cumini dapat dijadikan sebagai pewarna alami karena mengandung pigmen antosainin. Antosianin termasuk golongan senyawa flavonoid. Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna
untuk penyerbukan, antimikroba, antivirus, dan antiinsektisida (Kristanti, dkk., 2008). Antosianin adalah senyawa flavonoid dan merupakan glikosida dari antosianidin yang terdiri dari 2-phenyl benzopirilium (flavium) tersubstitusi, memiliki sejumlah gugus hidroksil bebas dan gugus hidroksil termetilasi yang berada pada posisi atom karbon yang berbeda. Pada setiap inti flavilium terdapat sejumlah molekul yang berperan sebagai gugus pengganti menghasilkan aglikon antosianidin. Aglikon antosianidin yang banyak dijumpai di alam antara lain pelargonidin, peonidin, delfinidin, petunidin, malvidin dan sianidin. Sebagai kelompok antosianin maka stabilitas sianidin juga dipengaruhi oleh pH, temperatur, cahaya, oksigen serta faktor lainnya seperti ion. Ion logam yang sering ditemukan mengubah warna ialah magnesium dan aluminium (Manitto, 1981).
atau
hewan
Sianidin dapat diperoleh dari kulit buah Syzygium cumini yang telah matang dan berwarna merah tua keunguan (Sah dan Verma, 2011). Untuk mengisolasi pigmen flavonoid dapat dilakukan dengan cara mengekstrak bahan dengan menggunakan pelarut yang sesuai kepolarannya dengan zat yang akan diekstrak. Ekstraksi senyawa golongan flavonoid dianjurkan dilakukan pada suasana asam karena asam berfungsi mendenaturasi membran sel tanaman, kemudian melarutkan pigmen antosianin sehingga dapat keluar dari sel, serta
mencegah oksidasi mencegah oksidasi
Pada proses pemulasan, sianidin dilarutkan dengan menambahkan mordan iron alum sehingga terbentuk iron sianidin ((CyFe) 2+ ). Dalam proses pemulasan kromosom, kompleks (CyFe) 2+ . Suasana asam, mencegah terjadinya ikatan antara logam dengan jaringan tapi dapat memperkuat ikatan di dalam nukleus daripada lainnya. Gugus fosfat pada kromosom lebih bersifat asam daripada gugus protein pada sitoplasma dan jaringan. Saat proses pemulasan kompleks (CyFe) 2+ akan terikat pada fosfat anion DNA (Kiernan, 2010). Satu elektron pada ion Fe 3+ pada pewarna (CyFe) 2+ akan berikatan dengan atom- atom O pada fosfat anion membentuk ikatan kovalen. Ikatan yang terjadi antara ikatan tunggal atom O anion pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan ionik, sedangkan ikatan rangkap dua atom O pada fosfat dengan logam Fe adalah ikatan kovalen koordinasi dengan atom O sebagai penyumbang elektron. Ikatan yang terjadi seperti ini disebut kelat (Baker, 1958).
3. Tahap Desain Produk
Tahap ini bertujuan untuk merancang desain awal produk media pembelajaran berupa preparat semi permanen mitosis yang dibuat dari ujung akar tanaman bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum) yang dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut.
a. Tahap Koleksi dan Penentuan Tanaman
Peneliti melakukan kaji literature tentang tanaman yang baik digunakan sebagai media preparat mitosis untuk pembelajaran di sekolah. Langkah ini adalah bagian dari tahap pemilihan bahan dalam membuat preparat mitosis. Tanaman yang dipilih berdasarkan kriteria berikut:
1) Tanaman mudah didapat dan harganya relatif murah.
2) Secara genetis, tanaman yang akan dipilih memiliki jumlah autosom sedikit dan memiliki ukuran rata-rata panjang kromosom saat metafase ≥ 8 µm (tergolong bertipe besar) (Jones dan Rickards, 1991).
3) Merupakan kelas Liliopsida (monokotil) yang memiliki sistem perakaran serabut (Jones dan Rickards, 1991).
4) Bagian organ tanaman yang digunakan adalah akar pada bagian ujung akar karena selain mudah tumbuh dan seragam, akar tidak berklorofil serta mudah dilakukan pulasan. Secara fisik, akar mudah dipotong dan tidak keras sehingga mudah dilakukan squash (Fukui, 1996). Peneliti melakukan koleksi terhadap tanaman
dengan cara mengumpulkan dan memilih beberapa spesies tanaman berdasarkan kriteria, kemudian membuat sampel preparat mitosis squash (Prosedur pembuatan preparat mitosis squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B, halaman 142 dan 146) yang selanjutnya menentukan tipe ukuran kromosom melalui pengamatan di bawah mikroskop dan kaji literature. Diperoleh tiga spesies tanaman genus Allium yaitu bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum).
b. Tahap Menemukan Indeks Mitosis
Masing-masing spesies tanaman yang terpilih digunakan sebagai bahan utama untuk membuat media preparat mitosis. Jones dan Rickards (1991) menjelaskan, di dalam sebuah preparat mitosis yang layak secara mikroteknik dan digunakan dalam pembelajaran di sekolah harus memiliki fase-fase lengkap pembelahan mitosis dan tampak jelas. Untuk membuat preparat dengan fase-fase lengkap mitosis maka perlu diperhatikan pada saat proses awal pembuatan
preparat mitosis adalah waktu pemotongan akar yang merupakan faktor kritis dalam menentukan hasil akhir preparat. Waktu pembelahan sel tiap tanaman berbeda-beda dan tidak konstan sepanjang
spesies tanaman memerlukan suhu tertentu dan lama penyinaran yang berbeda, sehingga untuk mendapatkan waktu yang tepat diperlukan pengamatan yang berulang-ulang pada waktu yang berbeda (Jurcak, 1999). Waktu pemotongan terkait dengan durasi mitosis dan indeks mitosis. Perbedaan durasi mitosis pada setiap spesies bergantung pada kondisi lingkungan. Temperatur dan nutrisi, merupakan faktor utama dalam durasi mitosis (Yadav, 2007). Langkah mencari waktu potong yang tepat:
hari.
Beberapa
1) Tahapan awal adalah menentukan variabel (Var.) penelitian, yaitu:
a) Var. Manipulasi: waktu potong ujung akar setiap satu jam selama 24 jam bawang putih (Allium sativum), bawang bombay (A. cepa), dan bawang prei (A. fistulosum)
b) Var. Kontrol : spesies yang digunakan, media tanam setiap spesies, pH, suhu.
c) Var. Respon: nilai indeks mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa, dan A. fistulosum.
2) Menanam bulbus bawang putih, bawang bombay, dan bawang prei dalam media tanam yang sesuai hingga tumbuh akar. Setiap spesies diwakili oleh
24 individu.
3) Memotong ujung akar setiap individu spesies secara acak dengan interval 1 jam selama 24 jam. Ujung akar setiap individu tiap spesies diambil 3 buah dan dipotong sepanjang 1 cm dari ujung akar kemudian membuat preparat semi permanen mitosis dengan metode squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B (halaman 142 dan 146). Setiap jam diwakili oleh 3 unit preparat, sehingga keseluruhan untuk setiap spesies terdapat 72 unit preparat mitosis (Moreiras, 2001; Matias dan Fontanilla, 2011).
4) Melakukan pengambilan data indeks mitosis setiap jam selama 24 jam untuk setiap spesies. Data yang diperoleh ditulis dalam Instrumen A terdapat pada Lampiran 5 (Halaman 161). Setiap unit preparat mitosis ditentukan 5 lapang pandang dengan sistem koordinat yang diamati dengan mikroskop perbesaran 40 kali lensa objektif kemudian menghitung sel-sel dalam setiap unit preparat pada setiap spesies.
Gambar 3.2 Posisi perhitungan sampel Bagian yang berwarna hitam ialah bagian yang diamati
Perhitungan untuk menentukan jumlah sel dalam satu lapang pandang dibuat suatu ketentuan, bila sel-sel pada ruang perhitungan terdiri dari setengah bagian atau lebih dari setengah bagian sel, sel tersebut ikut dihitung. Apabila sel-sel dalam ruang perhitungan kurang dari setengah bagian sel, sel tersebut tidak ikut dihitung.
5) Indeks mitosis didapat dari menghitung jumlah total secara keseluruhan 1.000 sel dalam tiga unit preparat untuk setiap jam, fase-fase yang kontras (profase,
metafase, anafase dan telofase)
digunakan untuk memudahkan perhitungan (Moreiras, 2001; Matias dan Fontanilla, 2011). Selanjutnya dihitung jumlah seluruh sel pada satu lapang pandang. Hasil perhitungan dari 3 x 5 lapang pandang dijumlah menjadi satu. Moreiras (2001), menjelaskan penghitungan indeks mitosis digunakan rumus:
IM = Nm x 100% Keterangan:
IM = Indeks Mitosis Nm = jumlah sel yang bermitosis N = jumlah seluruh sel
6) Data hasil perhitungan indeks mitosis ujung akar bawang putih, bawang bombay, dan bawang prei dianalisis
menggunakan analisis statistik.
Langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan melakukan uji prasyarat yang meliputi dua uji yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Pada uji normalitas digunakan uji Kolmogorov Smirnov, sedangkan uji homogenitas menggunakan uji Lavene. Setelah data homogen dan normal, maka dilakukan uji ANAVA satu arah taraf uji 5 %,
Umbi Lapis Umbi Lapis
Umbi Lapis
Allium sativum Allium cepa Allium fistulosum
Tanah + Pupuk
Gambar 3.3 Diagram alur pemerolehan indeks mitosis meristem ujung
akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum (Diadaptasi dan dikembangkan dari: “Mitotic Index”. Dalam Reigosa, Manuel J. (Ed.). Handbook of Plant Ecophysiology Techniques (Moreiras, 2001) akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum (Diadaptasi dan dikembangkan dari: “Mitotic Index”. Dalam Reigosa, Manuel J. (Ed.). Handbook of Plant Ecophysiology Techniques (Moreiras, 2001)
7) Hasil akhir berupa nilai indeks mitosis kemudian ditentukan nilai indeks mitosis tertinggi sebagai acuan waktu potong dalam pembuatan preparat mitosis (Jurcak, 1999)
c. Tahap Pembuatan Pewarna Alternatif Filtrat Syzygium cumini dan Pengaplikasiannya pada Media Preparat Squash Mitosis
Pembuatan pewarna alternatif dilakukan dengan cara membuat filtrat Syzygium cumini menggunakan pelarut asam asetat glasial. Asam asetat glasial dipilih karena
pigmen warna antosianidin (Harborne, 1973). Prosedur lengkap pembuatan pewarna filtrat S. cumini terdapat pada Lampiran 4A (Halaman 155).
dapat
mengekstraksi
Pembuatan media pembelajaran preparat mitosis mengikuti waktu acu yang telah ditemukan. Bahan utama preparat mitosis yang digunakan ialah meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa, dan A. fistulosum. Setiap spesies diwakili oleh 3 preparat. Kromosom dipulas dengan dua pewarna berbeda yaitu Hematoksilin Whittman menggunakan metode squash Willey pada Lampiran 2A dan 2B (halaman 142 dan 146) dan pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini menggunakan prosedur pada Lampiran 4A, 4B dan 4C (halaman 155, 159 dan 160).
Umbi Lapis
Umbi Lapis Umbi Lapis
Allium sativum
Allium cepa Allium fistulosum
Umbi Lapis Umbi Lapis
Umbi Lapis
Allium sativum Allium cepa
Allium fistulosum
Gambar 3.4 Diagram alur pembuatan preparat mitosis meristem ujung akar Allium sativum, A. cepa dan A. fistulosum dengan
menggunakan pewarna alternatif filtrat Syzygium cumini
4. Tahap Telaah Desain Produk
Tahap ini bertujuan untuk menilai desain produk yaitu media preparat yang telah dihasilkan. Media preparat yang telah dibuat dan dipilih akan ditelaah oleh tiga orang penelaah yang terdiri atas dua orang dosen biologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Negeri Surabaya (dosen mikroteknik dan dosen bidang genetika) dan seorang guru biologi SMA. Kriteria telaah terdiri dari dua aspek utama yang meliputi aspek keintensifan penyerapan zat warna hematoksilin maupun filtrat Syzygium cumini pada kromosom, dan aspek kelayakan preparat yang dinilai dari aspek tampilan secara umum dan aspek manfaat. Aspek-aspek tersebut terdiri dari kriteria yang mengacu pada Instrumen B, C dan D terdapat pada Lampiran 6A, 6B, 6C untuk preparat dengan pewarna hematoksilin dan Lampiran 7A, 7B, 7C untuk preparat dengan pewarna filtrat Syzygium cumini (Halaman 162, 164, 168 dan halaman 173, 175, 179).
5. Tahap Perbaikan Desain
Tahap ini dilakukan setelah dilakukan telaah oleh penelaahn sehingga dapat diketahui kelemahan produk yang telah dihasilkan. Kelemahan tersebut selanjutnya diperbaiki oleh peneliti dengan cara memperbaiki desain yang telah ada. Tahap ini tidak dilaksanakan karena membutuhkan penelitian yang lebih khusus mengenai pewarnaan kromosom serta keterbatasan waktu yang dimiliki peneliti.
6. Tahap Uji Coba Produk
Tahap ini dilakukan uji coba penggunaan produk preparat yang telah dihasilkan kepada siswa. Uji coba dilakukan secara terbatas. Pada pengaplikasiannya preparat dilengkapi dengan Lembar Kegiatan Siswa untuk mendukung kegiatan praktikum siswa. Tahap ini Tahap ini dilakukan uji coba penggunaan produk preparat yang telah dihasilkan kepada siswa. Uji coba dilakukan secara terbatas. Pada pengaplikasiannya preparat dilengkapi dengan Lembar Kegiatan Siswa untuk mendukung kegiatan praktikum siswa. Tahap ini
7. Tahap Revisi Produk
Tahap ini berisi perbaikan produk yakni perbaikan preparat mitosis yang berupa saran. Tahap revisi dilakukan secara kontinyu dari telaah produk sampai uji coba produk hingga menghasilkan produk preparat yang lebih baik dari sebelumnya. Tahapan ini tidak dilaksanakan karena penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap telaah desain.
8. Tahap Uji Coba Pemakaian
Tahap uji coba pemakaian merupakan tahap yang dilakukan setelah uji coba terhadap produk berhasil. Pemakaian produk dilakukan dalam lingkup lembaga pendidikan yang luas, namun dalam penelitian ini tahap uji coba pemakaian tidak dilaksanakan karena membutuhkan jangkauan sasaran penyebaran pemakaian yang lebih luas serta adanya perijinan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan pemerintah setempat.
9. Tahap Revisi Produk
Tahap revisi produk dilakukan apabila masih didapatkan kekurangan dan kelemahan setelah dilakukan uji coba pemakaian produk. Tahap ini berisi evaluasi untuk kemudian dilakukan penyempurnaan dan pembuatan produk baru lagi, namun tahap ini tidak dilaksanakan karena penelitian ini hanya dilaksanakan sampai tahap telaah desain.
10. Tahap Produksi Masal
Tahap ini merupakan tahap yang dilakukan apabila produk yang telah diujicobakan dinyatakan efektif dan layak untuk diproduksi masal, namun dalam penelitin ini tahap produksi masal tidak dilaksanakan karena jumlah produk yang dihasilkan sangat besar serta biaya yang dibutuhkan juga sangat besar.