AKTIVIS GERAKAN MAHASISWA ‘98:

AKTIVIS GERAKAN MAHASISWA ‘98:

DI MANAKAH ENGKAU SEKARANG?

Mei 1998, ribuan mahasiswa bermodal jaket almamater bersenjatakan nekat dan keberanian menjajah gedung MPR/DPR. Tidak tanggung-tanggung, 10 hari mereka mengobrak-ngabrik gedung nusantara tersebut hingga mengengkangi atapnya. Rakyat pun ikut mendampingi mahasiswa hingga cita-cita bersama tercapai yaitu Soeharto turun tahta. Sepuluh tahun berselang, masih ingatkah mereka akan teriakan dan tulisan mereka itu? Setelah semua tuntutan mereka sampaikan, selanjutnya apa? Mungkin pertanyaan yang lebih tepat adalah

”Ke mana mereka sekarang?”

liputan khusus

R ya mengorbankan waktu kuliah dan pikiran mereka Meskipun begitu, penyesalan dan ketakutan

eformasi merupakan perwujudan tang- pai akhirnya dibebaskan Habibie.”, tuturnya. Tak gung

cukup hanya itu, Mas Ndaru, begitu biasa ia disapa jawab moral dan intelektual mahasiswa

harus menelan pil pahit lainnya. Ia dikeluarkan dari kepada rakyat. Gerakan mereka tidak han- kampusnya IPB.

tetapi juga mempertaruhkan nyawa. Akademisi ini- tak pernah menghinggapi para aktivis. “Itu pili- lah anak anak kunci yang pada akhirnya membuka

han, lo harusnya kasihan dengan orang yang nggak gembok tirani selama 32 tahun. Dari hanya satu-

punya pilihan seperti rakyat yang lapar di tengah dua orang, mereka berhasil mengkonsolidasikan

jalan. Tapi kalau gue mati di jalan. Jangan kasihan ribuan teman mereka untuk ikut berpanas-panasan

karena itu pilihan gue. Gue patut memperjuangkan di tengah jalan.

apa yang harus Dentuman sen-

diperjuangkan.” jata, gas air mata, dan

“saya aktivis bukan artis. saya jelas Adian Na-

bom Molotov pun tidak pitupulu, alumni menggentarkan seman-

nggak harus menyenangkan

Universitas Kris- gat dan kesadaran mere-

ten Indonesia ka. “Sekuat apapun rezim

banyak orang. tapi saya patut

(UKI) yang juga itu pasti dia akan runtuh.

memperjuangkan apa yang

ketua Forum Seperti Hitler misalnya,

Kota (Forkot) dia juga runtuh. Walau

harus diperjuangkan.”

tidak runtuh tiba-tiba. adian napitupulu

Di Mana Mereka

Ada perjalanan panjang

Sekarang?

di baliknya.” terang John “Menjadi Muhammad, (Arsitektur’94 Trisakti), perintis per-

aktivis itu bisa selamanya tapi menjadi aktivis ma- tama aksi mahasiswa di Universitas Trisakti.

hasiswa ada batas waktunya”. Itulah kata sebagian Alasan para mahasiswa untuk turun ke jalan

besar mantan aktivis mahasiswa yang diwawancarai pun beragam. Wanda Hamidah (Hukum’95 Tri-

SUMA. Perjalanan waktu mulai mempertanyakan sakti), yang sekarang menjadi notaris sekaligus

idealisme mereka. Ketika dulu mereka menjabat Bendahara Umum Partai Amanat Nasional (PAN),

sebagai mahasiswa, rakyat bersatu bergerak bersama mengungkapkan alasannya ‘turun’ ke jalan waktu

mereka. Namun tatkala mereka melepaskan status itu. “Dulu hidup kita itu penuh ketakutan. Rakyat

kemahasiswaannya, dan masuk ke dalam pemer- dipaksa memilih Golkar secara terus menerus. Ak-

intahan, mereka seakan meninggalkan kepentin- tivis diculik di penjara. Ketika krisis moneter, saya

gan rakyat. Hal ini menimbulkan pertanyaan, ke ikut merasakan dampak krisis moneter saat ibu saya

manakah idealisme mereka dulu? borong makanan. Saya patut concern dengan ma-

Abdul Qadir menyatakan pilihan hidup maha- salah ini,” ungkap Wanda.

siswa berada di tangan masing-masing. “Memang Berbeda dengan Wanda, John mempunyai ala-

teman-teman yang lain tamat kuliah langsung san yang berbeda dengan teman seperjuangannya

memilih pekerjaan masing-masing.” Namun tidak itu. “Kalo saya terlibat langsung dengan ini (ger-

sedikit pula yang masih bertahan dengan idealisme akan mahasiswa-red) karena kebetulan. Saya tidak

mereka. Adian Natiputupu salah satunya. “Gue tertarik dengan politik. Ada satu momen ketika

orang yang berhasil menolak keberhasilan. Gue dita- orang yang berhasil menolak keberhasilan. Gue dita-

akademisi.” aktivis mahasiswa lain yang dinilai tidak konsisten. Berbeda dengan kedua temannya, John me-

Beberapa mantan aktivis pun dinilai pro pemerin- milih tetap menjadi aktivis dengan jalurnya sendiri.

tah. Malah, beberapa mantan aktivis mahasiswa Bahkan sekarang dia menyumbangkan pemikiran-

98 masuk dalam pemilihan calon legislatif Partai nya lewat sebuah buku yang ia dedikasikan untuk

Golkar, di tahun 2004, yang sering disebut mesin kematian almarhum Munir, yang sekaligus berisi

politik Orba. Mereka yang berteriak dan berkri- sindiran bagi pemerintah. “Saya tetap bergerak

tik keras melawan Golkar dulu, kini berbuat hal dalam pelanggaran HAM karena saya merasa

yang sebaliknya. Di antaranya aktivis Front Aksi bersalah dengan adik kelas saya (Elang, mahasiswa

Mahasiswa untuk Demokrasi ( Famred ) Bernard Trisakti yang tewas dalam tragedi Mei-red). Orang

Hambombong Halomoa, aktivis Forum Kota (

yang saya beri tanggung jawab, yang saya suruh beri Forkot ) M. Lutfi Iskandar dan Ketua Pergerakan nama-nama siapa saja yang akan ikut ke jalan dan

Mahasiswa Islam Indonesia

kemudian dia meninggal,” katanya.

( PMII ) Nusron Washid.

Wanda Hamidah, yang sempat masuk dalam Ketua BEM UI, Edwin Nofsan Naufal, berpe- Daftar Pencarian Orang (DPO) di era Orde Baru,

san pada para aktivis untuk tidak melupakan komit- mengaku tetap konsisten dengan idealismenya.

men dan idealisme mereka. “Abang-abang mampu “Sekarang lebih umum aja di Wasekjen Komnas

melakukan atau melahirkan momen luar biasa. perlindungan anak. Dari tahun 98 bikin yayasan

Rezim Soeharto sudah tumbang tetapi mereka tidak Azzalira, yayasan yang memberikan beasiswa ke-

memikirkan what’s next. Jangan lupa tujuan pikiran pada anak-anak yng miskin, dhuafa, yatim piatu,

Orba mereka. Mereka jangan lupa panas-panasan di dll. Saya terjun juga di Masyarakat Profesional

jalanan. Mereka sudah bekerja di pemerintahan dan Madani. Sampe sekarang cukup vokal juga meng-

mengulang kesalahan yang sama. Seharusnya jadi kritisi pemerintah terutama dalam soal BLBI dan

corong mahasiswa. Sebagai aspirasi kita.” lain-lain”.

Perkembangan zaman dan perubahan tuntu- Meski beberapa aktivis menyatakan mereka

tan sekarang berbuah sebuah pertanyaan. Apakah tetap konsisten di jalannya tetapi ada saja mantan

mereka, para aktivis di luar sana, masih dengan idealisme yang sama? Apakah ‘gerakan’ mereka dahulu memang hanya ‘gertakan’ saja? Mereka yang memang mempunyai jabatan di berbagai organisasi dan parlemen, belum tentu mempunyai ‘jabatan’ tetap di hati nurani mereka seperti semasa mereka mahasiswa dulu.

“Politik kadang teman, besok bisa jadi lawan. Yaa..jalanin aja posisi masing-masing.” pesan Ken Ndaru pada para aktivis yang sudah meninggalkan atribut idealisme mereka yang awalnya untuk rakyat.

“Rakyat mati kelaparan, apakah kita akan diam saja?” tungkas Jemi Irwansyah. Hidup ini hanya sekali. Manusia mati hanya meninggalkan sejarah. Lebih baik kita tinggalkan sejarah yang baik dengan ber- buat sesuatu yang positif untuk rakyat.

DOK.SUMA

Pers maHasiswa,