TAHUN REFORMASI: PLURALISME TERANCAM?
10 TAHUN REFORMASI: PLURALISME TERANCAM?
Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ Budayawan
Rohaniwan
Guru Besar Filsafat Sosial Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
ISTIMEWA
P Ahmadiyah dilarang pemer- rumah ibadat bagi minoritas- fundamental yang diandaikan
ada tanggal 16 April ke- mana? dan kekerasan terbuka semakin marin Badan Koordinasi
sering terjadi. (BAKOR) mengeluar-
Sejak kira-kira 12 tahun
Jadi demokrasi belum segala- kan rekomendasi agar
intoleransi dalam masyarakat
terus bertambah. Membangun
galanya. Salah satu sikap paling
intah. Dasar rekomendasi itu:
oleh demokrasi adalah plural- ajaran Ahmadiyah menyeleweng sangat susah. Kalau mereka
minoritas di Indonesia sudah
isme.
dari ajaran Islam yang benar.
Perlu ditegaskan kembali: Rekomendasi BAKOR itu
terpaksa beribadat di tempat
Pluralisme, khususnya plural- amat mengherankan. Dari mana oleh kelompok-kelompok ber-
lain, mereka sering diancam
isme agama, bukan anggapan alat negara mengambil hak un-
bahwa: semua agama sama be- tuk menetapkan apa yang boleh
ingas. Begitu pula ketegangan
nar. Pluralisme adalah sebuah dipercayai oleh seseorang dan
antar suku, antar penduduk asli
sikap sosial, yaitu kesediaan dan bagaimana ia beribadat? Bahwa
dan pendatang bertambah. Ke-
kemampuan psikologis untuk rekomendasi itu sebuah cemoo-
mampuan untuk berpluralisme
menerima pluralitas, keanekaan. han undang-undang dasar yang
berkurang.
Pluralisme berarti memberi berlaku di negara kita dapat
Sebetulnya masalahnya ti-
kedudukan sama dalam hukum dicatat juga.
dak terletak dalam masyarakat
pada umumnya. Pada umumnya dan undang-undang dasar kepa- Ada yang mengkhawatirkan:
orang tetap toleran, tahu bahwa
da semua agama dan kepercaya- da semua agama dan kepercaya-
1928, mereka memilih bahasa Melayu, dan bukan bahasa Jawa, bahasa suku terbesar, menjadi bahasa In- donesia. Dan karena sikap pluralis mer- eka, pada tahun 1945 menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, dan meskipun hampir 90% warga Indonesia terhitung Islam, tidak memberi kedudukan istimewa kepada agama Islam dalam undang-undang dasar historis itu.
Tetapi di Indo- nesia selalu juga ada gerakan-gerakan yang anti-pluralistik. Di sini termasuk Darul Islam, suatu gerakan 1950 – 1966 di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan, serta Partai Komunis Indonesia dengan Marxisme-
Leninisme sebagai ideologinya. Eksklusivisme-eksklusiv- isme itu jelas di luar mainstream bangsa Indonesia. Karena itu mereka gagal. Tetapi sesudah keterbukaan demokratis 1998 kelompok-kelompok totaliter anti-pluralis muncul kembali dengan terbuka (masih ingat: dua tahun lalu sebuah komisi
yang mendasari negara Indone-
sia menjadi menguap. Konsen- sus itu berdasarkan kesepakatan bahwa identitas etnis, kultural dan religius segenap komponen bangsa dihormati. Konflik-kon-
flik mengerikan selama 12 ta- hun terakhir, ketegangan-kete-
gangan yang di mana pun masih terasa, membuktikan betapa fundamental kesediaan untuk tetap pluralistik bagi eksistensi Indonesia sebagai negara yang
damai dan beradab.
Jauh lebih sulit situasi kaum homoseks, kaum transvestit dan lain sebagaimnya. Men- gapa? Karena situasi mereka langsung ber- sentuhan dengan keya- kinan-keyakinan moral
yang berakar mendalam dalam masyarakat “bi- asa” serta dalam ajaran resmi agama-agama tentang moralitas. Di situ perjuangan harus ke dua arah. Pertama, perlu ditegaskan terus menerus bahwa apa
yang dilakukan oleh dua (atau lebih) orang dewasa atas kesepaka- tan mereka secara privé adalah urusan mereka selama mereka tidak mengganggu kehidupan orang lain. Kedua, perlu diluaskan kesadaran bahwa ada orientasi-
orientasi seksual yang secara alami berbeda dan hendaknya orang tidak didiskriminasi ter- hadapnya. Mau saya catat bahwa perjuangan ini justru dihambat kalau pengakuan yang ditun- tut berlebihan. Misalnya agar diakui „perkawinan homoseks“. Usul-usul seperti itu menim- bulkan reaksi kontra, tetapi juga kurang berdasar karena pengakuan eksklusif terhadap perkawinan heteroseks tentu karena masyarakat berkepent-
TAQWA/SUMA
bidang budaya
bidang hukum
PENDIDIKAN HUKUM DAN MATA RANTAI YANG HILANG
S sekarang, setelah 10 tahun reformasi berjalan. Dikalangan profesi advokat sendiri bisa muncul
aat ini yang tersisa, mungkin, cuma hara- yang bisa dijadikan panutan saat ini. Padahal, pan dan optimisme. Sejumlah kekuran-
bangsa ini sebelumnya sempat melihat sepak ter- gan dan kritik yang dilontarkan sejak
jang Jaksa Agung R. Soeprapto, Kapolri Jenderal Orde Baru, masih sering dilontarkan
Pol. Hoegeng, Hakim Agung Bismar Siregar.
Setidaknya ada 2 mata rantai yang hilang banyak nama, antara lain: Lukman Wiriadi- dalam reforma hukum di negeri ini: hilangnya
nata, Suardi S Tasrif, Yap Thiam Hien, Haryono sosok keteladanan, dan langkanya para pemikir
Tjitrosubeno, Sukardjo Adidjojo. hukum.
Dalam 1 dekade ini, tidak dapat diabaikan se- Praktik mafia peradilan misalnya, sejak lama
jumlah inisiatif pembaruan hukum, baik yang di- telah disuarakan. Na- mun tak kunjung juga
lakukan pemerintah, maupun masyarakat. Jutaan berhenti kumandang-
dollar mengalir untuk keperluan nya. Sejumlah pejabat
ini. Namun, inisiatif per- yang seharusnya
baikan peraturan perun- menegakkan hukum,
dang-undangan, insitusi justru terlibat pidana
dan agen penegak hukum korupsi. Beberapa
lebih mencerminkan per- contoh dapat dise-
baikan teknis a la kelom- butkan. Pada Januari
pok teknokrat, bukan pada 2006, hakim Her-
perbaikan fundamental man Allositandi,
dan ideologis. Beruntung, mantan Ketua Maje-
bangsa ini masih memiliki lis Hakim kasus
Prof. Soetandyo Wignyo- dugaan korupsi PT
soebroto, dengan sosiologi Jamsostek ditang-
hukumnya, dan Prof. Satji- kap Tim Tastipikor
pto Rahardjo, dengan pe- Kejaksaan Agung.
mikiran hukum progresif- Pengadilan Negeri
nya.
Jakarta Selatan Dengan hilangnya kedua kemudian mem-
mata rantai itu, maka tidak vonisnya 4,5 tahun
heran laju perbaikan hukum penjara dan denda
dan penikmatan keadilan RP 200 juta karena
DELA.SUMA
masih jauh panggang dari masih jauh panggang dari
seni atau metode belajar-ajar ini untuk membe-
fakultas hukum.
baskan para mahasiswa hukum dari kungkungan
Tidak heran
pemikiran sempit tujuan hukum, seperti untuk
muncul satir,
memenangkan sebuah perkara di pengadilan.
saat ini tidak
Pendidikan hukum mesti ditempatkan dalam
cukup cuma
hubungan pembentuk hukum dari kalangan pen-
pintar, melain-
guasa dan masyarakat jelata yang dipaksa untuk
kan punya uang
menaati hukum yang ada. Dengan demikian, para agar bisa kuliah. dosen dan mahasiswa hukum perlu diberikan
Biaya pen-
keleluasaan waktu dan jam kuliah untuk mencari- didikan yang kan titik keseimbangan dan solusi terhadap relasi
tinggi, dan
ini. Keadilan tidak dapat diperoleh hanya dengan
para penge-
mengikuti pasal-pasal dalam peraturan perun-
lola kampus dan
dang-undangan, melainkan menuntut sebuah
dosen yang tek-
proses aksi dan refleksi.
nokratik, serta
DOK.PRIBADI
Ambil contoh, bidang hukum pidana, para
metode pendi-
mahasiswa dan dosen perlu banyak berdiskusi
dikan yang di-
Patra m Zen
mengapa pidana mati ditentang para ahli hukum
jalankan dengan
hak asasi manusia, ketimbang berhenti berdiskusi
konsep banking
karena pidana mati masih berlaku dalam kitab un- – dimana dosen Ketua Badan Pengurus dang-undang hukum pidana kita. Dalam hukum
Yayasan LBH Indonesia agraria, mahasiswa dan dosen perlu memperde-
tidak berdialog
dengan maha-