Presiden dan Wakil Presiden RI Periode 1998-2004

33 Sejarah Pemilihan Umum Sebelum Perubahan UUD 1945 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - Buku V Soeharto, tanggal 21 Mei 1998. Keesokan harinya, pada 22 Mei 1998 Presiden Habibie mengumumkan susunan kabinet baru yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Salah satu tugas Pemerintahan Presiden BJ Habibie ialah melangsungkan pemilihan umum yang lebih demokratis. Tugas ini berhasil dilaksanakan pada 7 Juni 1999. MPR hasil Pemilu melangsungkan SU pada 1-21 Oktober 1999. Dalam SU kali ini, pada 20 Oktober 1999 dini hari MPR menolak pertanggungjawaban Presiden BJ Habibie. Akibat penolakan itu, Presiden BJ Habibie menolak untuk dicalonkan kembali sebagai Presiden Republik Indonesia. 28 SU MPR 1999 mengagendakan pemilihan Presiden pada rapat paripurna ke-13, 20 Oktober 1999 pukul 11.30 WIB. Mekanisme pemilihan Presiden oleh MPR diatur dalam Ketetapan MPR No. VIMPR1999 tentang Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada proses pencalonan, muncul tiga calon yang diajukan oleh fraksi di MPR. Ketiga calon yang lolos persyaratan itu adalah Megawati Soekarnoputri yang dicalonkan oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, K.H. Abdurrahman Wahid yang dicalonkan oleh aliansi fraksi yang tergabung dalam Poros Tengah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Fraksi Reformasi, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, dan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc yang dicalonkan oleh Fraksi Partai Bulan Bintang. Sebelum voting dimulai, Yusril Ihza Mahendra mengundurkan diri dari pencalonan. Melalui mekanisme voting, K.H. Abdurrahman Wahid mengungguli perolehan suara Megawati Soekarnoputri dengan selisih 60 suara. Dengan hasil ini, K.H. Abdurrahman Wahid ditetapkan oleh MPR sebagai Presiden Republik Indonesia masa bakti 1999-2004 melalui Ketetapan MPR RI Nomor VII MPR1999 tentang Pengangkatan Presiden Republik Indonesia. Berikut ini hasil perolehan suara pemilihan Presiden pada SU MPR, 20 Oktober 1999. 29 28 Pada pagi hari pukul 08.30 WIB, Presiden BJ Habibie sendiri mengadakan jumpa pers di rumahnya dan ia menyatakan pengunduran dirinya dari pencalonan presiden. Kompas, 21 Oktober 1999 29 Diolah dari Kompas, 21 Oktober 1999. 34 Sejarah Pemilihan Umum Sebelum Perubahan UUD 1945 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - Buku V Setelah pelantikan Abdurrahman Wahid sebagai presiden, keesokan harinya, 21 Oktober 1999, SU MPR mengagendakan pemilihan Wakil Presiden RI. Saat proses pencalonan, muncul empat orang kandidat yang diusulkan oleh sejumlah fraksi dan individu anggota MPR. Empat orang itu ialah Ir. H. Akbar Tandjung yang diusulkan oleh F-PG, Jenderal TNI Wiranto yang diusung oleh F-PDU dan 74 anggota MPR lain, Dr. H. Hamzah Haz yang dicalonkan oleh F-PPP dan Megawati Soekarnoputri yang dicalonkan oleh F-PDIP. Melalui proses lobi, Jenderal Wiranto dan Ir. Akbar Tandjung mengundurkan diri sehingga tersisa dua calon: Dr. H. Hamzah Haz dan Megawati Soekarnoputri. Melalui proses pemungutan suara, pada akhirnya Megawati Soekarnoputri berhasil unggul dan selanjutnya ditetapkan sebagai Wakil Presiden RI melalui Ketetapan MPR RI Nomor VIIIMPR1999 tentang Pengangkatan Wakil Presiden Republik Indonesia. 30 Sebelum usainya masa jabatan, Presiden Abdurrahman Wahid dimakzulkan oleh MPR. Proses pemakzulan tersebut dimulai dengan Memorandum I, II, dan III DPR yang selanjutnya disampaikan kepada MPR untuk menggelar sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden atas kasus Bruneigate dan Buloggate. Dalam perkembangannya, Presiden menghidupkan kembali jabatan Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Wakapolri yang telah dihapuskan oleh Tap tersebut. Presiden memecat Kapolri Jenderal Polisi Surojo Bimantoro dan menetapkan Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Pol. Chaeruddin Ismail sebagai Pjs. Kapolri dengan pangkat Jenderal. Pernyataan pelanggaran itu termaktub dalam Surat Keputusan Pimpinan MPR No. 18Pim.2001, bertanggal 20 Juli 2001. Pimpinan MPR selanjutnya mengirimkan surat undangan Sidang Istimewa kepada anggota MPR dengan No. MJ.950682001, bertanggal 20 Juli 2001. Pada saat yang sama, Pimpinan MPR juga mengirimkan surat No. MJ.950692001 kepada Presiden agar Presiden mempersiapkan 30 Diolah dari Kompas, 22 Oktober 1999. 35 Sejarah Pemilihan Umum Sebelum Perubahan UUD 1945 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - Buku V pertanggungjawaban di hadapan Sidang Istimewa MPR hari Senin, 23 Juli 2001 pada pukul 09.00 WIB. 31 Presiden selanjutnya membalas surat itu dengan mengirimkan surat No. R-55 PresVII2001, bertanggal 21 Juli 2001. Presiden berpendapat bahwa rencana penyelenggaraan Sidang Istimewa MPR oleh Pimpinan MPR melanggar Tap MPR No. IIMPR2000 yang mempersyaratkan bahwa penyelenggaraan Sidang Istimewa harus diputuskan lewat Rapat Paripurna MPR yang dilaksanakan sekurang-kurangnya dua bulan sebelumnya. 32 Sesuai dengan jadwal, pada 21 Juli 2001 MPR melakukan rapat paripurna. Rapat itu dihadiri oleh Ketua MPR beserta seluruh wakil-wakilnya dan sejumlah 601 orang anggota dari 686 anggota MPR. Dari jumlah itu, 592 anggota dari sembilan fraksi di MPR menyatakan setuju bahwa Rapat Paripurna saat itu ialah Sidang Istimewa MPR, lima anggota menolak dan empat anggota abstain. Fraksi yang tidak hadir karena menolak percepatan sidang istimewa ialah F-KB dan F-PDKB. 33 Menghadapi perkembangan politik di MPR, Presiden Abdurrahman Wahid selaku Panglima Tertinggi Angkatan Perang pada pukul 1.10 WIB Senin dini hari tanggal 23 Juli 2001 mengeluarkan Maklumat Presiden Republik Indonesia, 22 Juli 2001 yang selanjutnya disebut Dekrit Presiden. Dekrit yang dibacakan oleh Juru Bicara Kepresidenan Yahya Cholil Staquf itu berisi tiga hal pokok: a pembekuan MPR dan DPR, b penyelenggaraan pemilu yang dipercepat hingga satu tahun, dan c pembekuan Partai Golkar. Dekrit itu dinyatakan bertentangan dengan hukum oleh Fatwa MA No. KMA 41972001, tertanggal 23 Juli 2001. Fatwa ini menjadi dasar bagi Tap MPR No. IMPR2001 untuk menolak Maklumat Presiden RI, 23 Juli 2001. Pada hari yang sama, MPR mengeluarkan Ketetapan No. IIMPR2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI K.H. Abdurrahman Wahid yang di antaranya berisi pemberhentian K.H. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Selanjutnya, 31 Ibid, 21 Juli 2001. 32 Ibid, 22 Juli 2001. 33 Media Indonesia, 22 Juli 2001. 36 Sejarah Pemilihan Umum Sebelum Perubahan UUD 1945 NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 - Buku V MPR juga mengeluarkan Ketetapan No. IIIMPR2001 tentang Penetapan Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI menggantikan K.H. Abdurrahman Wahid. Megawati akan melanjutkan masa jabatan Presiden Abdurrahman Wahid hingga 2004. Pada sore hari pukul 17.20 WIB, Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai Presiden RI yang baru dalam Rapat Paripurna keempat Sidang Istimewa MPR. 34 Setelah pelantikan Megawati Soekarnoputri, tugas MPR adalah memilih Wakil Presiden. Terdapat lima orang calon resmi yang diusulkan oleh fraksi dan anggota MPR secara perorangan, masing-masing adalah Ir. Akbar Tandjung yang dicalonkan oleh F-PG, Jenderal Purn Susilo Bambang Yudhoyono yang dicalonkan F-KKI dan sekitar 80 anggota MPR, Dr. Hamzah Haz yang dicalonkan oleh F-PPP dan Fraksi Reformasi, Ir. Siswono Yudohusodo yang dicalonkan oleh sekitar 78 anggota MPR, dan Jenderal Purn Agum Gumelar yang dicalonkan oleh F-PDU. Pemilihan wakil presiden dalam Sidang Paripurna kelima MPR kali ini berlangsung hingga tiga putaran. Sesuai dengan Tap MPR No. VIMPR1999 tiga peraih suara terbesar akan maju pada putaran berikutnya hingga didapatkan pemenang mutlak. Dua putaran pertama dilakukan pada 25 Juli 2001 di mana Dr. Hamzah Haz unggul atas calon lainnya. Pada putaran kedua didapatkan dua calon yang memperoleh suara terbesar dan akan dipertarungkan dalam putaran ketiga; keduanya ialah Dr. Hamzah Haz dan Ir. Akbar Tandjung. Pada pemilihan putaran ketiga yang berlangsung pada 26 Juli 2001, Dr. Hamzah Haz berhasil unggul dengan perolehan 340 suara, sementara Ir. Akbar Tandjung mendapatkan 237 suara dari 610 anggota MPR yang hadir. 35 Dengan hasil pemilihan itu, Dr. Hamzah Haz ditetapkan oleh MPR sebagai Wakil Presiden RI melalui Ketetapan MPR No. IVMPR2001. Presiden Megawati Soekarnoputri dan Wakil Presiden Hamzah Haz memegang jabatannya hingga tahun 2004. 34 Ibid, 23 Juli 2001 35 Diolah dari Ibid, tanggal 26 dan 27 Juli 2001. 37 Perubahan UUD 1945 mengenai Pemilihan Anggota MPR, DPR, DPRD, dan DPD NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 BUKU V BAB III PERUBAHAN UUD 1945 MENGENAI PEMILIHAN ANGGOTA MPR, DPR, DPRD, DAN DPD Sejak awal berdirinya republik, pemilihan umum dilaksanakan untuk memilih anggota-anggota parlemen dalam Dewan Perwakilan Rakyat DPR, baik di pusat maupun di daerah. Sebelum perubahan UUD, rekrutmen keanggotaan DPR tidak ditetapkan secara eksplisit dalam konstitusi. Keanggotaan dan susunannya hanya diatur dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa DPR terdiri atas perwakilan partai politik yang dipilih melalui pemilu dan perwakilan dari TNI yang diangkat. Jadi, tidak semua anggota parlemen tersebut dipilih secara demokratis lewat pemilihan umum. Selain menjalankan fungsi legislasinya, DPR juga merangkap sebagai salah satu unsur anggota dalam MPR. Sebelum perubahan UUD 1945, MPR merupakan lembaga tertinggi negara yang memiliki kekuasaan tertinggi. Lembaga ini bersidang lima tahun sekali dan bertugas menetapkan undang-undang dasar serta garis-garis besar daripada haluan negara. Selain itu, MPR juga bertugas memilih Presiden dan Wakil Presiden. Keanggotaannya, seperti termaktub dalam Pasal 2 Ayat 1 UUD 1945, selain terdiri atas para anggota DPR, juga ditambah utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan- golongan. Maka, di dalam lembaga MPR terdapat tiga jenis perwakilan, yakni perwakilan politik political representation 38 Perubahan UUD 1945 mengenai Pemilihan Anggota MPR, DPR, DPRD, dan DPD NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 BUKU V yang terwujud dalam diri para anggota DPR yang dipilih oleh rakyat, perwakilan kewilayahan regional representation melalui penetapan para Utusan Daerah oleh DPRD provinsi, dan perwakilan fungsional functional representation melalui pengangkatan para Utusan Golongan oleh Presiden. 36 Seiring bergulirnya reformasi, berbagai elemen masyarakat menuntut agar semua anggota MPR dipilih lewat mekanisme pemilihan umum secara demokratis. Seperti telah dikemukakan, selain ditetapkan dalam Pasal 22E Ayat 2, klausul mengenai pemilihan anggota DPR dan DPD yang sekaligus merupakan anggota MPR telah diatur sebelumnya dalam Pasal 2 Ayat 1 tentang keanggotaan MPR; Pasal 19 Ayat 1 tentang pemilihan anggota DPR dan; Pasal 22C Ayat 1 tentang pemilihan anggota DPD. Rumusan Sebelum Perubahan Pasal 2 Ayat 1 Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota- anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan- golongan, menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 19 Ayat 1 Susunan Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan dengan undang-undang. Dalam bagian ini, pembahasan mengenai kedua pasal tersebut serta ketentuan pemilihan anggota DPD akan dilakukan secara bersamaan karena perdebatan-perdebatan yang terjadi dalam proses perumusannya selalu terkait antara satu dengan yang lain. 36 Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI, Jejak Langkah MPR dalam Era Reformasi; Gambaran Singkat Tugas dan Wewenang MPR RI Periode 1999 – 2004, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2004, hlm. 10. 39 Perubahan UUD 1945 mengenai Pemilihan Anggota MPR, DPR, DPRD, dan DPD NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 BUKU V

A. PEMBAHASAN PADA MASA PERUBAHAN

PERTAMA Perubahan UUD 1945 mulai dilakukan dalam SU MPR 1999. Dalam rangka menyiapkan bahan permusyawaratan dalam SU MPR 1999 yang berlangsung pada 14-21 Oktober 1999, dibentuk BP MPR melalui Keputusan Pimpinan MPR RI Nomor 7PIMP.1999 tentang Pembentukan BP MPR RI, yang terdiri atas 90 orang anggota. Pembentukan BP MPR tersebut disahkan pada Rapat Paripurna ke-6 SU MPR 1999, tanggal 4 Oktober 1999. Pembicaraan tentang pemilihan umum anggota MPR dan DPR sebagai salah satu materi Perubahan UUD 1945 dalam SU MPR 1999 telah mengemuka pada Rapat BP MPR ke-2 dengan agenda sidang Pemandangan Umum Fraksi tentang Materi Sidang Umum MPR. Sidang tersebut diselenggarakan pada 6 Oktober 1999 dipimpin oleh Ketua BP MPRKetua MPR M. Amien Rais. Beberapa fraksi telah mengemukakan perlunya perubahan ketentuan mengenai pemilihan anggota MPR dan DPR. Fraksi-fraksi yang mengemukakan perubahan mengenai ketentuan pemilihan umum adalah F-PDU, F-PPP, P-PDKB, dan F-UG. Sementara fraksi lain tidak secara khusus menyinggung perihal pemilihan umum. F-PDU dalam pemandangan umumnya yang disampaikan oleh Asnawi Latief mengusulkan 18 ruang lingkup untuk dibicarakan dalam Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 ini, yang salah satunya adalah sistem pemilu. Ada 18 ruang lingkup yang diusulkan untuk dibicarakan dalam Amendemen Undang-Undang Dasar 1945 ini. Pertama, bentuk kedaulatan dan sistem pemilu. 37 Sementara pemandangan umum F-PPP yang disampaikan oleh Lukman Hakim Saifuddin sebagai juru bicara mengusulkan sebagai berikut. 37 Sekretariat Jenderal MPR RI, Risalah Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indonesia Tahun 1945 1999-2002 Tahun Sidang 1999 Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2008, hlm. 24. 40 Perubahan UUD 1945 mengenai Pemilihan Anggota MPR, DPR, DPRD, dan DPD NASKAH KOMPREHENSIF PERUBAHAN UUD 1945 BUKU V …Oleh karena itu perubahan substansi dari amendemen tersebut harus dapat menciptakan struktur kekuasaan negara yang lebih berimbang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis. Untuk mencapai keseimbangan itu, Fraksi Partai Persataun Pembangunan telah menyiapkan beberapa pokok-pokok materi tentang perubahan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Beberapa hal perlu dibenahi dalam amendemen batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945 khususnya yang mengatur tentang pemilu, Majelis Permusyawaratan Rakyat, kekuasaan pemerintahan negara, kementerian negara, pemerintahan daerah, Dewan Perwakilan Rakyat,… 38 F-PDKB dengan juru bicara Gregorius Seto Harianto menyampaikan pemandangan umum pada giliran selanjutnya. Terkait dengan materi Perubahan UUD 1945, pemandangan umum yang dikemukakan adalah komposisi anggota MPR yang terdiri dari anggota DPR dan Dewan Utusan Daerah DUD serta dihapuskannya utusan golongan, sebagai berikut. Di dalam kerangka penutup penataan sistem pemerintahan atau sistem MPR, MPR terdiri dari DPR dan ditambah Utusan Daerah. Utusan Golongan sekarang ini kami usulkan untuk terdiri dari DPR dan Dewan Utusan Daerah. Utusan Golongan kita hapuskan. Semua anggota DPR dan Dewan Utusan Daerah dipilih langsung dalam pemilu … 39 Sementara Valina Singka Subekti yang menjadi juru bicara F-UG menyampaikan pemandangan umum terkait amendemen UUD 1945 mengusulkan penegasan pemilihan umum bagi anggota DPR dan Utusan Daerah. … Karena itu Fraksi Utusan Golongan setuju untuk mengamendir dalam lingkup batang tubuh dan Penjelasan, tidak termasuk Mukadimahnya. Adapun subtansi amendemen Undang-Undang Dasar 1945 itu meliputi: … Penegasan adanya pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, Utusan Daerah dan Presiden sebagai mekanisme konstitusional. 40 38 Ibid., hlm. 26. 39 Ibid., hlm. 27. 40 Ibid., hlm. 29.