BAB II TINJAUAN PUSTAKA
E.5. Tinjauan Umum Pupuk
Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah merupakan pupuk. Pupuk merupakan bahan baik alami maupun buatan yang ditambahkan pada tanah, supaya
kesuburan tanah dapat meningkat. Hamida, 2010 Pupuk dapat dibedakan berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan,
reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara yang dikandungnya. Adapun jenis – jenis pupuk
adalah sebagai berikut : a. Berdasarkan asal :
1. Pupuk alam, merupakan pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti. Misalnya, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk
guano, pupuk hijau, dan pupuk batuan P. 2. Pupuk buatan, merupakan pupuk yang dibuat oleh pabrik. Misalnya, TSP, urea,
rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam melalui proses fisika atau proses kimia.
b. Berdasarkan senyawa : 1. Pupuk organik, merupakan pupuk yang berupa senyawa organik. Kebanyakan
pupuk alam tergolong pupuk organik, seperti pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk guano. Pupuk alam tidak termasuk pupuk organik, seperti rock
phosphate , umumnya berasal dari batuan sejenis apatit [Ca
3
PO
4 2
] 2. Pupuk anorganik atau mineral merupakan pupuk dari senyawa anorganik.
Hampir semua pupuk buatan tergolong pupuk anorganik. c. Berdasarkan fasa :
1. Pupuk padat, merupakan kelarutan yang beragam, mulai yang mudah larut dalam air sampai yang sukar larut.
2. Pupuk cair, merupakan pupuk yang dilarutkan dulu ke dalam air, umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun. Karena mengandung banyak hara, baik makro
maupun mikro, harganya relatif mahal. Pupuk amoniak cair merupakan pupuk
Universitas Sumatera Utara
cair yang kadar N-nya sangat tinggi sekitar 83, penggunaannya dapat diinjeksika lewat tanah.
d. Berdasarkan cara penggunaan : 1. Pupuk daun, merupakan pupuk yang cara pemupukan dilarutkan dalam air dan
disemprotkan pada permukaan daun. 2. Pupuk akar atau pupuk tanah, merupakan pupuk yang diberikan ke dalam tanah
di sekitar agar diserap oleh akar tanaman. e. Berdasarkan reaksi fisiologi :
1. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam, artinya bila pupuk diberikan ke dalam tanah, menimbulkan kecenderungan tanah menjadi lebih masam pH
menjadi rendah. Misalnya, Za dan urea. 2. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis, merupakan pupuk yang bila
diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik, misalnya pupuk chili saltpeter, calnitro, kalsium sianida.
f. Berdasarkan jumlah hara yang dikandung : 1. Pupuk yang hanya mengandung satu jenis hara tanaman saja. Misalnya, urea
hanya mengandung hara N, TSP hanya dipenting hara P saja meskipun ada mengandung hara Ca
2. Pupuk majemuk, merupakan pupuk yang mengandung 2 atau lebih hara tanaman. Contoh : NPK, amophoska, dan nitrophoska.
g. Berdasarkan macam hara tanaman : 1. Pupuk makro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara makro saja.
Contohnya NPK dan nitrophoska. 2. Pupuk mikro, merupakan pupuk yang hanya mengandung hara mikro saja.
Contohnya mikrovet, mikroplek, metalik. 3. Pupuk campuran makro dan mikro, misalnya pupuk gandasil, bayfolan, rustika.
Hamida, 2010
E.6. Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan pupuk yang dibuat dari sisa panen, serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah rumah tangga, dan limbah industri. Komposisi hara dalam pupuk
Universitas Sumatera Utara
organik sangat tergantung dari sumbernya. Menurut sumbernya, pupuk organik dapat diidentifikasi berasal dari pertanian dan non pertanian. Dari pertanian, dapat berupa sisa
panen dan kotoran ternak. Sedangkan dari non pertanian, dapat berasal dari sampah organik kota, limbah industri, dan sebagainya. Suriyadikarta, 2005
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa tanaman, hewan, atau manusia, seperti pupuk kandang, pupuk hijau, dan kompos yang berbentuk cair maupun
padat. Pupuk organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan mikro rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak. Keuntungan utama menggunkan pupuk
organik adalah dapat dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, dan biologis tanah, selain sebagai sumber hara bagi tanamn. Suriyadikarta, 2005
Saat ini, pembuatan pupuk organik hanya dilakukan dalam skala industri karena minimnya tenaga kerja di pedesaan. Hanya sedikit petani yang dapat memproduksi
kompos untuk memenuhi kebutuhannya. Sebagian petani membeli kompos dari pabrik lokal maupun kompos impor. Pemakaian pupuk organik semakin meningkat dari tahun
ke tahun, sehingga diperlukan regulasi atau peraturan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pupuk organik agar memberikan manfaat maksimal bagi pertumbuhan
tanaman dan di sisi lain tetap menjaga kelestarian lingkungan. Suriyadikarta, 2005 Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan pupuk organik adalah
sebagai berikut : a. Kandungan air.
Bila dibandingkan dengan pupuk anorganik, kadar air dalam pupuk organik sangat tinggi. Oleh karena itu, diperlukan proses pengeringan hingga mencapai kadar air 30
– 35. b. Bentuk pupuk.
Bentuk pupuk kompos berkaitan dengan cara aplikasinya. Kompos berbentuk tepung akan sulit diaplikasikan karena mudah hilang menjadi debu. Banyak petani di
Taiwan tertarik pada bentuk granular, sedangkan peneliti di Jepang mengembangkan formula baru dalam bentuk pellet untuk mempermudah penanganannya.
c. Kematangan kompos.
Universitas Sumatera Utara
Ada beberapa indikator kematangan kompos, antara lain rasio CN, pH, KTK, warna, suhu, dan aroma kompos. Selama proses pengomposan, bahan organik
mentah mengalami proses perombakan oleh mikroorganisme berupa fungi dan bakteri. Suhu dalam tumpukan kompos hip akan meningkat sejalan dengan
aktibitas dekomposisi, demikian pula kadar total karbon akan menurun, sementara kandungan nitrogen meningkat. Pada akhir proses pengomposan dimana telah
terbentuk kompos yang matang, suhu akan menurun, dan rasio CN menurun. Pemakaian kompos yang kurang matang akan merugikan pertumbuhan tanaman
karena pengaruh panas yang tinggi serta adanya senyawa yang bersifat fitotoksik. d. Kombinasi bahan dasar kompos.
Pabrik kompos di Asia pada umumnya memproduksi kompos dari beberapa macam bahan dasar, seperti kombinasi antara limbah agroindustri dan kotoran ternak.
Akibatnya, tipe dan kualitas kompos yang dihasilkan sering berubah – ubah sehingga
menyulitkan produsen menstandarisasi produknya dan pemberian informasi dalam label yang tepat.
e. Bahan beracun. Masalah utama dalam produksi kompos adalah hadirnya logam bahan beracun
berbahaya bagi kesehatan manusia dan pertumbuhan tanaman. Bahan dasar kompos yang banyak digunakan dan mengandung bahan berbahaya adalah sampah kota dan
limbah cair sewage sludge. Logam berat yang sering terdapat dalam bahan tersebut adalah Cd, Pb, dan Cr. Unsur
– unsur ini akan terserap oleh tanaman dan termakan manusia dan akhirnya mengkontaminasi seluruh rantai makanan. Untuk kondisi di
Indonesia, kriteria tentang kandungan logam berat dalam pupuk organik ditentukan dalam Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 2 bulan Februari 2006.
f. Patogenitas. Pupuk organik dapat membawa pathogen dan telur serta serangga yang menganggu
tanaman. Pupuk kandang seringkali mengandung benih bulma atau bibit penyakit pada manusia. Pupuk kandang juga mempunyai bau yang tidak enak bagi
lingkungan, meskipun tidak beracun. Sedangkan pupuk hijau mungkin menimbulkan alleopati
bagi tanaman pokok.
Universitas Sumatera Utara
g. Kotoran ternak. Kotoran ternak yang dikomposkan menimbulkan masalah keracunan spesifik.
Senyawa fitotoksik seperti asam lemak yang mudah menguap volatile fatty acid yang terbentuk bila kotoran ternak disimpan dalam kondisi anaerob. Aerasi yang
baik serta pembalikan kompos secara teratur merupakan tindakan yang sangat penting. Kotoran ternak banyak mengandung bahan aditif yang berasal dari pakan
ternak, terutaman jenis unggas. Suriyadikarta, 2010
E.7. Limbah Cair Tahu
Limbah industri tahu terdiri dari atas 2 jenis, yaitu limbah cair dan limbah padat. Dari kedua jenis limbah tersebut, limbah cair merupakan bagian terbesar dan berpotensi
mencemari lingkungan. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu pada tahap proses penggumpalan dan
penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian, penyaringan, pencucian
peralatan proses dan lantai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu sebanding dengan penggunaan air untuk pemrosesannya. Jumlah kebutuhan air
proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan berturut – turut sebesar 45 dan 43,5 liter
untuk tiap kilogram bahan baku kacang kedelai. Pada beberapa industri tahu, sebagian kecil dari limbah cair tersebut khususnya whey dimanfaatkan kembali sebagai bahan
penggumpal. Pohan N, 2008 Adapun perincian penggunaan air dalam setiap tahapan proses dapat dilihat pada
Tabel 2.1 berikut ini : Tabel 2.1 Perkiraan Kebutuhan Air pada Pengolahan Tahu tiap 3 kg Kedelai
No. Tahapan Proses
Kebutuhan Air Liter
1. Pencucian
20 2.
Perendaman 12
3. Penggilingan
3
Universitas Sumatera Utara
4. Pemasakan
30 5.
Pencucian ampas 50
6. Perebusan
20 Pohan N, 2008
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu limbah cair tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 80
C sampai 100 C. Suhu
yang meningkat di lingkungan perairan akan mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan.
Bahan – bahan organik yang terkandung di dalam buangan industri tahu pada umumnya
sangat tinggi. Senyawa – senyawa organik di dalam air buangan tersebut dapat berupa
protein, karbohidrat, dan lemak. Di antara senyawa – senyawa tersebut, protein dan
lemak jumlahnya paling besar, yang mencapai 40 - 60 protein, 25 - 50 karbohidrat, dan 10 lemak. Bertambah lama, bahan
– bahan organik ini volumenya semakin meningkat, dalam hal ini akan menyulitkan pengelolaan limbah, karena zat sulit
diuraikan oleh mikroorganisme di dalam air limbah tahu tersebut. Pohan N, 2008
E.8. Sifat
– Sifat Bahan
Adapun bahan – bahan yang digunakan dalam pembuatan pupuk organik dari
limbah cair tahu adalah sebagai berikut : 1. NaOH Natrium Hidroksida
Fungsi : sebagai basa untuk menaikkan pH limbah cair tahu agar netral Sifat Fisika :
a. Putih berbentuk kristal b. Berat molekul
: 40 c. Spesifik Gravity
: 2,130 pada 70 F 21,1
C0 d. Densitas
: 2,126 grcm
3
Sifat Kimia : a. Higroskopis
b. Kelarutan :
Air dingin 0 C = 42100 bagian air
Air panas 100 C = 347100 bagian air
Universitas Sumatera Utara
Pradana RN, 2011 2. H
3
PO
4
Asam Posfat Fungsi : sebagai nutrisi untuk pembiakan mikroorganisme
Sifat Fisika : a. Spesifik Gravity
: 1,619 b. Larut dalam air, tidak larut dalam alkohol
c. Tidak mudah terbakar Pradana RN, 2011
3. Antifoam Fungsi : mencegah pembentukan foam pada proses fermentasi.
Sifat fisika : a. Berwarna kuning kecoklatan
b. Merupakan cairan yang viskos c. Titik didih 150
C pada tekanan 1 atm d. Titik lebur 0
C pada tekanan 1 atm e. Larut dalam air dan membentuk larutan encer
f. Spesifik Gravity : 1,015 20
C untuk 50 1, 03 20
C untuk 70 Pradana RN, 2011
4. PHP Potassium Hidrogen Phtalat Fungsi : sebagai buffer agar pH larutan tetap netral selama proses fermentasi
Sifat Fisika : a. Kristal berwarna putih
b. Rumus molekul KHC
8
H
4
O
4
c. Densitas : 1,64 grcm
3
d. Kelarutan dalam air : 25 gr100 ml e. pKa
: 5,4 Pradana RN, 2011
Universitas Sumatera Utara
E.9. Deskripsi Proses
Adapun deskripsi proses dari proses pembuatan pupuk organik dari limbah cair tahu adalah sebagai berikut :
Limbah cair tahu disaring dengan bar screen terlebih dahulu dan kemudian dinetralkan dengan 125 kg NaOH 50 untuk 100 ton limbah cair tahu Pradana RN,
2011. Setelah itu difermentasikan dalam Anarobic Digester pada suhu 30
C dan tekanan 1 atm, selama 15 hari dan dimasukkan nutrisi H
3
PO
4
dengan perbandingan limbah : nutrisi = 1 : 7 , dan 1 kg antifoam Turkey Red Oil dengan perbandingan limbah :
antifoam = 100 ton : 1 kg, serta 10 PHP Potassium Hydrogen Phtalat dari jumlah
limbah cair tahu. Pradana RN, 2011 Ampas yang dihasilkan dimasukkan ke dalam centrifuge decanter dengan efisiensi
pemisahan adalah 98 berdasarkan perbedaan densitas dengan gaya sentrifugal selama 1 jam untuk dihasilkan ampas padat sebanyak 28 dari total ampas dan
ampas cair sebanyak 72 dari total ampas. Biopact, 2007 Josse, 2004 Iwan, 2011.
Ampas padat tersebut dimasukkan ke dalam Rotary Dryer untuk dikurangi kadar airnya pada suhu 105
C sebanyak 93. Setelah itu, dikeringkan dengan udara dingin dengan conveying cooler sampai suhu 30
C.Hamida, 2010
Universitas Sumatera Utara
Kemudian ampas padat tersebut akan dijadikan butiran oleh granulator pada suhu 30 C dan tekanan 1 atm.
Butiran tersebut akan disaring dengan vibrating screen dengan ukuran 5 mm pada suhu 30
C dan tekanan 1 atm, dimana granular lebih dari 5 mm akan direcycle kembali ke granulator, dimana 90 butiran akan lolos dari vibrating screen.
Kemudian pupuk padat tersebut akan dialurkan ke dalam silo pada suhu 30 C dan
tekanan 1 atm. Limbah cair yang dihasilkan oleh centrifuge decanter akan dimasukkan dalam
reaktor nitrfikasi I pada suhu 35 C selama 24 jam, dengan penambahan udara
dimana perbandingan umpan masuk dengan udara adalah 4:3 Wahyu. 2010. Reaksi nitrifikasi I : 4NH
4 +
aq
+ 3O
2g
+ 4OH
- aq
2NO
2 -
aq
+ 2NH
4 +
aq
+ 6H
2
O
g
Pupuk cair tersebut akan diclarifier lagi untuk memisahkan limbah cair kandungan zat lain dengan efisiensi 90
Setelah diklarifikasi, akan dimasukkan ke reaktor nitrfikasi II selama 24 jam pada suhu 35
C dengan penambahan udara dimana perbandingan umpan masuk dengan udara adalah 1 : 0,5
Reaksi nitrifikasi II : NO
2 -
aq
+ 0,5 O
2g
NO
3 -
aq
Kemudian, pupuk cair tersebut akan dievaporasi pada suhu 105 C untuk dihilangkan
kandungan H
2
O dalam pupuk cair tersebut dengan efisiensi 93. Kemudian, didinginkan dengan cooler sampai suhu 30
C. Produk utama pupuk cair yang dihasilkan akan dialurkan ke silo.
Universitas Sumatera Utara
Adapun diagram alir proses yang menggambarkan deskripsi proses dari pembuatan pupuk organik dari limbah cair tahu adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Cair Tahu
Universitas Sumatera Utara
BAB III NERACA MASSA