Teori Teori Inflasi Inflasi

akan naik pula sebab barang-barang ini langsung masuk dalam daftar barang- barang yang mencangkup dalam indeks harga. 2 bila harga barang-barang ekspor seperti kayu, karet timah dan sebagainya naik, maka ongkos produksi barang-barang yang menggunakan barang-barang tersebut dalam proses produksinya perumahan, sepatu, kaleng dan sebagainya akan naik, dan kemudian harga jualnya akan naik pual cost inflation. 3 kenaikan harga barang-barang ekspor berarti kenaikan penghasilan eksportir dan juga para produsen barang-barang ekspor tersebut. Kenaikan penghasilan ini kemudian akan dibelanjakan untuk membeli barang-barang baik dari dalam maupun luar negeri. Bila jumlah barang yang tersedia dipasar tidak bertambah, maka harga- harga barang lain akan naik pula demand inflation. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang perekonomiannya terbuka, yaitu dari sektor pedagangan luar negerinya penting seperti Indonesia, Korea, Taiwan, Singapura, Malaysia dan sebagainya namun beberapa jauh penularan tersebut terjadi juga tergantung kepada kebijakan pemerintah yang diambil. Dengan kebijakan- kebjakan moneter dan perpajakan tertentu pemerintah bisa menetralisir kecendrungan inflasi yang berasal dari luar negeri tersebut.

2.1.3. Teori Teori Inflasi

Boediono 1980 : 112, menyebutkan bahwa secara garis besar ada 3 tiga kelompok mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dari proses inflasi dan masing-masing bukan teori inflasi yang lengkap yang Universitas Sumatera Utara mencangkup semua aspek penting dari proses kenaikan harga ini. Untuk menerapkannya kita harus menentukan aspek-aspek mana yang dalam kenyataannya penting didalam proses inflasi di suatu negara, dan dengan demikian teori mana atau kombinasi teori-teori mana yang lebih cocok. 1. Teori Kuantitas adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, namun teori ini yang akhir-akhir ini mengalamai penyempurnaan-penyempurnaan oleh kelompok ahli ekonomi Universitas Chicago masih sangat berguna untuk menerangkan proses inflasi di zaman modern ini, terutama di negara-negara yang sendang berkembang. Teori ini menyoroti peranan dalam inflasi dari a jumlah uang beredar, dan b ekspektasi harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga. Inti dari teori ini adalah sebagai berikut: a. Inflasi hanya bisa terjadi jika ada penambahan volume uang yang beredar apakah berupa penambahan uang kartal atau penambahan uang giral tidak menjadi soal. Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, kejadian seperti misalnya, kegagalan panen hanya akan menaikan harga-harga untuk sementara waktu saja. Penambahan jumlah uang ibarat “bahan bakar” bagi inflasi. Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, walau apapun sebab awal kenaikan harga tersebut. b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan oleh jumlah uang yang beredar dan oleh ekspektasi harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. Ada 3 kemungkinan keadaan. Keadaan pertama adalah bila masyarakat tidak atau belum mengharapakan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal ini, sebagian besar dari penambahan Universitas Sumatera Utara jumlah uang yang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya yaitu, memperbesar post kas dalam buku neraca para anggota masyarakat. Ini berarti bahwa sebagian besar dari kenaikan jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang. Selanjutnya, ini berarti bahwa tidak ada kenaikan permintaan yang berarti akan barang-barang, jadi tidak ada kenaikan harga barang-barang atau harga-harga mungkin naik sedikit sekali. Dalam keadaan seperti ini, kenaikan jumlah uang yang beredar sebesar 10 diikuti oleh kenaikan harga-haraga sebesar, misal 1. Keadaan ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi masih baru mulai dan masyarakat masih belum sadar bahwa inflasi sedang berlangsung. Keadaan yang kedua adalah dimana masyarakat atas dasar pengalaman dibulan-bulan sebelumnya mulai sadar bahwa ada inflasi. Orang-orang mulai mengharapkan kenaikan harga. Penambahan jumlah uang yang beredar tidak lagi diterima oleh masyarakat untuk menambah pos kasnya, tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang memperbesar pos aktiva barang- barang didalam neraca. Hali ini dilakukan karena orang-orang berusaha untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya mereka memegang uang kas. Kenaikan harga inflasi tidak lain adalah suatu “pajak” atas saldo kas yang dipegang masyarakat, karena uang semakin tidak berharga. Dan orang- orang berusaha menghindari “pajak” ini dengan jalan menggunakan saldo kasnya menjadi barang. Orang secara perseorangan bisa melakukan penyesuaian dalam neracanya seperti ini, yaitu dengan jalan membelanjakan uang kasnya untuk membeli barang-barang. Akibat selanjutnya adalah Universitas Sumatera Utara naiknya harga barang-barang tersebut. Bila masyarakat mengharapkan harga- harga untuk naik dimasa mendatang sebesar laju inflasi di bulan-bulan yang lalu, maka kenaikan jumlah uang beredar akan sepenuhnya diterjemahkan menjadi kenaikan permintaan akan barang-barang, dalam hal ini kenaikan jumlah uang sebesar misalnya, 10, akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang sebesear 10 pula. Keadaan seperti ini biasanya dijumpai pada waktu inflasi sudah berjalan cukup lama, dan orang-orang mempunyai cukup waktu untuk menyesuaikan sikapnya terhadapa situasi yang baru. Keadaan yang ketiga terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap hiper inflasi. Samuelson dan Nordhaus 2001 : 390, mengatakan bahwa dalam keadaan ini orang-orang sudah kehilangan kepercayaannya terhadapa nilai mata uang. Keenganan untuk memegangn uang kas dan keinginan membelanjankan untuk membeli barang seperti uang kas tersebut diterima ditangan menjadi semakin meluas di kalangan masyarakat. Orang-orang cenderung mengharapkan keadaan semakin memburuk; laju inflasi untuk bulan-bulan mendatang diharapkan menjadi semakin besar dibandingkan dengan laju inflasi dibulan-bulan sebelumnya. Keadaan ini ditandai oleh makin cepatnya peredaran uang velocity of circulation yang naik. Dalam keadaan ini kenaikan jumlah uang yang beredar, misalnya 20 akan mengakibatkan kenaikan harga-harga lebih besar dari 20. Hiper inflasi menghancurkan bukan hanya sendi-sendi ekonomi moneter tetapi juga sendi-sendi sosial politik dari suatu masyarakat. Struktur masyarakat yang baru akan timbul menggantikan struktur yang lama. Universitas Sumatera Utara 2. Teori Keynes mengenai inflasi didasarkan atas teori makronya. Teori ini menyoroti aspek lain dari inflasi. Menurut teori ini, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar dari pada yang bisa disediakan oleh masyrakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia timbulah apa yang disebut dengan inflationary gap. Inflationary gap ini timbul karena golongan-golongan masyarakat tersebut berhasil menterjemahkan aspirasi mereka menjadi permintan yang efektif akan barang-brang. Dengan kata lain, mereka berhasil memperoleh dana untuk mengubah aspirasinya menjadi rencana pembelian barang-barang yang didukung dengan dana. Muana 2005 : 259, golongan masyarakat seperti ini mungkin adalah pemerintah sendiri, yang berusaha memperoleh bagian yang lebih besar dari output masyarakat dengan jalan menjalankan defisit dalam anggaran belanja yang dibiayai dengan mencetak uang baru. Golongan tersebut mungkin juga pengusaha-pengusaha swasta yang menginginkan utnuk melakukan investasi- investsai baru dan memperoleh dana pembiayaan dari kredit bank. Golongan tersebut bisa pula berupa serikat buruh yang berusaha memperoleh kenaikan gaji bagi anggota-anggotanya melebihi kenaikan produktivitas buruh. Bila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan masyarakat tersebut, pada Universitas Sumatera Utara harga-harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang bisa dihasilkan oleh masyarakat, maka inflationary gap akan timbul. Karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga berarti bahwa sebagian dari rencana-rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak bisa terpenuhi. Pada priode selanjutnya golongan-golongan tersebut akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi dari percetakan uang baru atau kredit dari bank yang lebih besar atau dari kenaikan gaji yang lebih besar. Boediono 1980 : 117, berpendapat bahwa tentunya tidak semua golongan tersebut berhasil memperoleh tambahan dana yang diinginkan. Golongan yang bisa memperoleh dana yang lebih banyak bisa memperoleh bagian dari output yang lebih banyak. Mereka yang tidak bisa memperoleh dana akan mendapat bagian output yang lebih sedikit. Yang termasuk golongan yang “kalah dalam proses perebutan ini adalah golongan-golongan yang berpenghasilan tetap atau yang penghasilannya tidak naik secepat laju inflasi golongan-golongan ini antara lain termasuk kaum pensiunan, pegawai negeri, para petani yang harus menjual hasilnya pada harga yang dikenakan stabilitas harga, para karyawan perusahaan yang tidak mempunyai serikat buruh atau tidak mempunyai saluran yang efektif untuk memperjuangkan perbaikan nasib mereka. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan masyarakat. Inflasi akan berhenti bila permintaan efektif total tidak melebihi pada harga-harga yang berlaku dan jumlah output yang tersedia. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3 Inflationary Gap timbul Sumber: Pengantar Ilmu Ekonomi Gambar 2.3 menunjukan keadaan dimana inflationary gap tetap timbul. Disini kita menganggap bahwa semua golongan masyarakat bisa memperoleh dana yang cukup untuk membiayai, pada harga yang berlaku, rencana-rencana pembelian mereka. Dengan timbulnya inflationary gap misalnya, pemerintah memperbesar pengeluarannya dengan jalan mencetak uang baru, kurva permintaan efektif bergeser dari Z1 ke Z2. Inflationary gap sebesar Q1 Q2 timbul dan harga naik dari P1 ke P2. Kenaikan harga ini mengakibatkan rencana-rencana pembelian golongan masyarakat termasuk pemerintah sendiri tidak terpenuhi. Karena jumlah barang-barang yang tersedia tidak bisa lebih besar daripada 0Q1, maka yang terjadi hanyalah relokasi barang-barang yang tersedia dari golongan- golongan lain dalam mayarakat kepada sektor pemerintah. Seandainya pada priode berikutnya golongan-golongan masyarakat lain tersebut bisa memperoleh Universitas Sumatera Utara dana untuk membiayai rencana-rencana pembeliannya yang lama dengan harga- harga baru yang lebih tinggi, dan pemerintah tetap pula berusaha memperoleh jumlah barang-barang seperti yang direncanakan pada priode sebelumnya dengan harga-harga baru yang lebih tinggi dan disini perlu lagi dicetak lagi uang baru, maka inflationary gap sebesar Q1 Q2 akan timbul lagi. Harga akan naik lagi dari P2 ke P3. Jika setiap golongan masyarakat tetap berusaha memperoleh jumlah barang-barang yang sama dan mereka berhasil memperoleh dana untuk membiayai rencana-renacana tersebut pada tingkat harga yang berlaku, maka inflationary gap akan tetap timbul pada priode-priode selanjutnya. Dalam hal ini harga-harga akan terus-menerus naik. Inflasi akan berhenti hanya bila salah satu golongan masyarakat tidak lagi atau tidak bisa lagi memperoleh dana untuk membiayai rencana pembelian barang-barang pada harga yang berlaku, sehingga permintaan efektif masyarakat secara keseluruhan tidak lagi melebihi jumlah barang-barang yang tersedia inflationary gap hilang. Perhatikan bahwa mereka yang “menang” dalam perebutan ini adalah mereka yang paling mudah untuk memperoleh dana tambahan untuk membiayai rencana pembelian mereka. Mereka yang tidak bisa dengan mudah memperoleh dana untuk membiayai rencana pembelian barang mereka dengan harga-harga yang baru yang lebih tinggi terpaksa harus menerima bagian yang lebih kecil dari barang –barang yang tersedia dari pada bagian mereka sebelum proses inflasi terjadi. Secara umum mereka yang penghasilannya tidak naik secepat kenaikan harga-haraga akan terus tertinggal dan harus menerima bagian barang-barang yang semakin kecil. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.4 Inflationary Gap hilang Sumber: Pengantar Ilmu Ekonomi Gambar 2.4 menunjukan proses inflasi yang akhirnya berhenti karena inflationary gap semakin mengecil dan akhirnya hilang pada priode ke 5. Harga menjadi stabil pada P5. Dibalik proses ini beberapa golongan masyarakat menerima bagian output yang lebih kecil. Atau dengan kata lain, Inflasi selalu diikut dengan terjadinya redistribusi pendapatan. 3. Teori Strukturalis adalah teori mengenai inflasi yang didasarkan atas pengalaman di negara-negara Amerika Latin. Muana, 2005 : 263, mengatakan bahwa teori ini memberi tekanan pada ketegaran inflexibilities dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Karena inflasi dikaitkan dengan faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menurut defenisi faktor-faktor ini hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka panjang, maka teori ini bisa disebut teori inflasi “jangka panjang”. Dengan kata lain, yang dicari disini adalah: faktor-faktor jangka panjang manakah yang bisa mengakibatkan inflasi yang berlangsung lama. Universitas Sumatera Utara Menurut teori ini, ada 2 keterangan utama dalam perekonomian negara- negara sedang berkembang yang bisa menimbulkan inflasi, yaitu: 1. Keterangan yang pertama berupa “ketidak elastisan” dari penerimaan ekspor, yaitu nilai ekspor yang tumbuh secara lamban dibandingkan dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Boediono 2001 : 99, menjabarkan kelambanan ini disebabkan karena: a Harga dipasar dunia dari barang-barang ekspor negara tersebut semakin tidak menguntungkan dibandingkan dengan harga barang-barang impor yang harus dibayar, atau sering disebut dengan istilah dasar penukaran term of trade yang semakin memburuk. Sering dianggap bahwa harga barang-barang hasil alam, yang merupakan ekspor dari negara-negara sedang berkembang, dalam jangka panjang naik lebih lampat daripada harga barang-barang industri, yang merupakan impor oleh negara-negara sedang berkembang. b Supply atau produksi barang-barang ekspor yang tidak responsif terhadap kenaikan harga supply barang-barang ekspor yang tidak elastis. Kelambanana penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan untuk konsumsi maupun untuk investasi. Akibatnya, negara tersebut yang berusaha sesuai dengan rencana pembangunannya, untuk mencapai target pertumbuhan tertentu terpaksa mengambil kebijakan pembanguan yang menekan pada penggalakan produksi dalam negeri dari barang-barang yang sebelumnya diimpor import substitution strategy, meskipun seringkali produksi dalam negeri mempunyai biaya produksi untuk Universitas Sumatera Utara mengikuti kenaikan kebutuhan di dalam negeri menimbulkan tekanan untuk mengimpor bahan makanan dan selanjutnya membuat masalah neraca pembayaran semakin parah, dan selanjutnya mendorong penekanan proses subtitusi impor yang berlebihan, dan selanjutnya kenaikan harga-harga. Boediono 2001 : 101, lebih lanjut menjelaskan mengenai teori struktural ini ada 3 tiga hal yang perlu ditekankan, yaitu: 1. Teori ini menerangkan proses inflasi jangka panjang dinegara-negara yang sedang berkembang. 2. Dibalik “cerita inflasi” ala strukturalis ini ada asumsi yang tidak disebutkan secara eksplisit bahwa jumlah uang yang beredar bertambah dan secara pasif mengikuti dan menampung kenaikan harga-harga tersebut. Dengan kata lain, proses inflasi tersebut bisa berlangsung terus hanya apabila jumlah uang yang beredar juga bertambah terus. Tanpa kenaikan jumlah uang, proses tersebut akan berhenti dengan sendirinya. Disini dan juga dalam teori inflasi Keynes, ternyata teori kuantitas tetap berlak, meskipun hanya dibelakang layar. 3. Tidak jarang faktor-faktor “struktural” yang dikatakan sebagai sebab yang paling dasar dari proses inflasi tersebut bukan 100 “struktural”. Sering dijumpai bahwa keterangan-keterangan tersebut disebabkan oleh kebijakan harga atau kebijakan moneter pemerintah sendiri. Sebagai contoh, ketidak mampuan produksi bahan makanan dalam negeri untuk tumbuh mungkin sekali disebabkan oleh penekanan harga Universitas Sumatera Utara bahan makanan di dalam negeri sehingga gairah produksi petani menurun. Sering pula dijumpai bahwa ketidak mampuan produksi barang-barang ekspor untuk tumbuh disebabkan karena kurs valuta asing ditekan terlalu rendah dengan maksud diskusi yang lebih tinggi dan sering pula dengan kualitas yang lebih rendah daripada barang- barang yang sejenis yang diimpor. Biaya produksi yang lebih tinggi ini mengakibatkan harga yang lebih tinggi. Dan bila proses subtitusi impor ini semakin meluas, kenaikan biaya produksi juga semakin meluas ke berbagai barang yang tandinya diimpor, sehingga semakin banyak harga barang-barang yang naik. Dengan demikian inflasi terjadi. 2. Keterangan yang kedua berkaitan dengan “ketidak elastisan” dari supply atau produksi bahan makanan dalam negeri. Dikatakan bahwa produksi bahan makanan dalam negeri tidak tumbuh secepat pertambahan penduduk dan penghasilan perkapita, sehingga harga bahan makanan didalam negeri cenderung untuk naik melebihi kenaikan harga barang- barang lain. Akibat selanjutnya adalah timbulnya tuntutan dari para karyawan di sektor industri untuk memperoleh kenaikan upahgaji. Karena upah berarti kenaikan ongkos produksi, yang berarti pula kenaikan harga dari barang-barang tersebut. Kenaikan harga barang- barang seterusnya mengakibatkan timbulnya tuntutan kenaikan upah lagi. Kenaikan upah kemudian diiukuti dengan kenaikan harga-harga, dan seterusnya. Proses ini akan berhenti dengan sendirinya seandainya harga Universitas Sumatera Utara bahan makanan tidak terus naik. Tetapi oleh karena faktor struktural tadi, harga bahan makanan akan terus naik, sehingga proses saling dorong mendorong atau proses “spiral” antara harga dan upah tersebut terus selalu mendapat “upah” baru dan tidak berhenti. Proses inflasi yang timbul karena dua keterangan tersebut dalam prakteknya jelas tidak berdiri sendiri. Umumnya kedua proses tersebut saling berkaitan dan sering kali memperkuat satu sama lain. Misalnya, tidak bisanya produksi bahan makanan dalam negeri untuk menekan inflasi. Sering pula ketidak elastisan ini disebabkan oleh ada pungli-pungli, sehingga harga bahan-bahan ekspor yang betul-betul diterima produsen rendah dan kurang cukup untuk menggairahkan produksi. Apakah pungli-pungli ini kita sebut faktor “struktural” atau bukan, itu masalah defenisi saja.

2.1.4. Pengelompokan Inflasi