Laju Infiltrasi Awal Profil Infiltrasi Tanah pada Berbagai Penggunaan Lahan
tanaman yang menghasilkan umbi, sehingga mendorong pergerakan air yang masuk ke dalam tanah lebih cepat dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.
Lahan Kebun Karet memiliki jumlah air yang terinfiltrasi lebih rendah dibandingkan dengan Kebun Singkong yaitu sebesar 3874,04 cm
3
. Hal ini dikarenakan, tanaman Karet tidak menghasilkan umbi seperti halnya tanaman
singkong sehingga tanah lahan ini tidak sarang seperti pada Kebun Singkong. Selain itu, kondisi tanah pada Kebun Karet yang relatif sudah jenuh menyebabkan
jumlah air yang masuk saat pengukuran infiltrasi menjadi lebih sedikit. Hal ini dapat dilihat dari laju infiltrasi tanah awal pada Kebun Karet yang lebih rendah
dibandingkan dengan Kebun Singkong.
Jumlah air yang terinfiltrasi pada lahan Kebun Durian lebih rendah dibandingkan dengan lahan Kebun Karet yaitu sebesar 3212,49 cm
3
. Hal ini berkaitan dengan jumlah vegetasi yang terdapat pada lahan. Kebun Karet
memiliki jumlah vegetasi yang lebih banyak dibandingkan Kebun Durian sehingga perakaran tanaman yang terbentuk juga lebih banyak. Perakaran
tanaman yang lebih banyak pada Kebun Karet menyebabkan jumlah air yang terinfiltrasi lebih banyak dibandingkan Kebun Durian.
Adapun jumlah air yang terinfiltrasi pada Lahan Terbuka merupakan yang terendah 2792,53 cm
3
. Hal ini dikarenakan tidak adanya tanaman yang tumbuh pada lahan ini, sehingga menyebabkan kemampuan tanah melalukan air menjadi
berkurang. Selain itu, Lahan Terbuka ini memiliki laju infiltrasi tanah konstan yang terendah dibandingkan dengan ketiga penggunaan lahan lainnya. Oleh
karena itu, jumlah air yang terinfiltrasi juga lebih sedikit.
Perbedaan penggunaan lahan menghasilkan laju infiltrasi tanah, sehingga berpengaruh terhadap jumlah air yang terinfiltrasi. Hal ini berkaitan dengan
tutupan lahan, kelembaban tanah, dan pengolahan tanah. Tingginya kerapatan vegetasi dan adanya tanaman penutup tanah dapat meningkatkan kemampuan
penyimpanan air sehingga meningkatkan laju infiltrasi tanah. Akan tetapi, tingginya tutupan tanah ini juga dapat menyebabkan tanah menjadi lebih lembab
sehingga jumlah air yang dapat masuk ke dalam tanah akan berkurang. IV.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Infiltrasi IV.3.1.
Kemantapan Agregat Tanah
Kemantapan agregat tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi tanah.Tanah yang memiliki agregat kurang stabil
akan mudah hancur jika terkena gangguan, seperti pukulan butir hujan. Tanah- tanah dengan agregat yang kurang stabil akan mudah terdispersi dan
menyebabkan tertutupnya pori tanah oleh partikel tanah erosi internal hasil hancuran agregat tanah tersebut. Hal ini akan membuat kapasitas infiltrasi tanah
mengalami penurunan.
Kemantapan agregat tanah pada semua penggunaan lahan termasuk ke dalam kelas sangat stabil sekali dengan Indeks Stabilitas Agregat ISA lebih
besar dari 200. Penggunaan lahan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kemantapan agregat tanah. Hal ini berkaitan dengan agen perekat
agregasi, dimana penggunaan lahan yang berbeda menghasilkan jenis dan kandungan bahan organik dan basa-basa yang berbeda pula sehingga akan
berpengaruh pada kemantapan agregat tanah.
Tabel 5. Indeks Stabilitas Agregat ISA pada Berbagai Penggunaan Lahan Penggunaan Lahan
Indeks Stabilitas Agregat ISA
Kelas Stabilitas Agregat
Kebun Karet 1401,4 a
Sangat stabil sekali Kebun Singkong
362,8 b Sangat stabil sekali
Kebun Durian 496,4 ab
Sangat stabil sekali Lahan Terbuka
385,3 b Sangat stabil sekali
Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut uji duncan pada taraf 5
α=0,05
Stabilitas agregat tanah memiliki pengaruh terhadap laju infiltrasi tanah. Stabilitas agregat tanah yang tinggi dapat mempertahankan pori tanah terhadap
gaya perusak, sehingga cenderung dapat menjaga kemampuan tanah untuk melalukan air ke lapisan tanah yang lebih dalam.
Nilai ISA pada berbagai penggunaan lahan disajikan pada Tabel 5. Hasil pengamatan ISA menunjukkan urutan tertinggi, yaitu 1401,4 pada Kebun Karet,
496,4 pada Kebun Durian, 385,3 pada Tanah Terbuka, dan 362,8 pada Kebun Singkong. Nilai ISA yang tinggi pada lahan Kebun Karet ini menunjukkan bahwa
tanah pada lahan tersebut memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap gaya perusak dibandingkan dengan lahan yang lainnya. Hal ini menyebabkan pori
tanah yang terbentuk pada lahan ini dapat lebih tahan terhadap gangguan yang ada, sehingga dapat mempertahankan laju infiltrasi tanahnya.
Pengaruh stabilitas agregat tanah ini dapat dilihat pada Gambar 5, dimana kurva laju infiltrasi tanah pada Kebun Karet relatif lebih landai dibandingkan
dengan penggunaan lahan lainnya. Hal ini menunjukkan jumlah pori yang terdapat dalam tanah dapat lebih dipertahankan sehingga penurunan laju infiltrasi
yang terjadi tidak terlalu besar dan memiliki laju infiltrasi konstan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Kebun Durian dan Lahan Terbuka.
Lahan Kebun Durian memiliki nilai ISA yang lebih rendah dibandingkan dengan Kebun Karet, yaitu sebesar 496,4. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan
tanah pada lahan Kebun Durian tidak lebih baik dibandingkan dengan Kebun Karet. Berdasarkan Gambar 5, kurva laju infiltrasi pada lahan Kebun Durian
mengalami penurunan yang lebih tinggi kurva lebih curam dibandingkan dengan Kebun Karet. Penurunan laju infiltrasi yang cukup tinggi tersebut menunjukkan
bahwa jumlah pori yang dapat melalukan air pada lahan Kebun Durian mengalami penurunan akibat penyumbatan oleh partikel tanah yang terdispersi.
Kebun Singkong memiliki nilai ISA paling rendah yaitu sebesar 362,8 namun masih tergolong sangat mantap sekali. Lahan Kebun Singkong termasuk
dalam lahan pertanian intensif, dimana pengolahan tanah dilakukan terus menerus. Aktivitas ini menyebabkan agregat-agregat tanahnya sering mengalami gangguan
sehingga memiliki kemantapan agregat yang lebih rendah dibandingkan Kebun Karet dan Kebun Durian. Namun, akibat pembentukan umbi yang dapat
menggemburkan tanah mampu menstimulasi pergerakan air masuk ke dalam tanah menjadi lebih cepat. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 5, dimana Kebun
Singkong memiliki laju infiltrasi konstan yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya.