3
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondisi Geografis dan Iklim di Kepulauan Seribu
Kepulauan Seribu ditetapkan sebagai salah satu Kabupaten Administrasi berdasarkan UU No.34 Tahun 1999 tentang pemerintahan Provinsi DKI Jakarta
Negara Republik Indonesia. Secara geografis letak Kepulauan Seribu berada di koordinat 106°20 00 - 106°57 00 BT dan 5°10 00 - 5°57 00 LS. Kepulauan
Seribu berbatasan langsung dengan Laut Jawa disebelah Utara, Barat, Timur dan sebelah Selatan berbatasan langsung dengan perairan Jakarta Utara, Banten dan
Jawa Barat. Kepulauan Seribu memiliki luas perairan perairan dan gugusan pulau sekitar 1.180,80 Ha.
Ditinjau dari letak kontinental dan karakter oseanografisnya, perairan Kepulauan Seribu mempunyai iklim muson tropis, yakni adanya pergantian arah
angin setiap setengah tahun yang disebut angin muson. Banyaknya uap air laut yang berpengaruh terhadap suhu udara. Hal ini juga sebagai akibat karena
Kepulauan Seribu berada pada daerah equator yang mempunyai sistem equator yang dipengaruhi variasi tekanan udara. Musim basah mencapai kondisi
maksimum pada bulan Januari, sedang musim kering mencapai puncak pada bulan Juni-Agustus. Pengaruh musim terlihat sebagai tiupan angin Barat Laut-
Utara yang kuat selama musim Barat pada bulan Oktober -April; serta angin Tenggara-Timur pada musim Tenggara atau Timur pada bulan Mei September.
Musim hujan berlangsung pada bulan November-April dan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari. Musim kemarau berlangsung antara bulan Mei-
Oktober dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus BPLHD DKI Jakarta 2002.
2.2. Karakteristik dan Jenis Gelombang Laut
Gelombang permukaan merupakan gerakan berombak dari permukaan air yang dihasilkan oleh tiupan angin diatasnya Bascom 1959 dalam Bird 1984.
Gelombang terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tegangan dari atmosfer angin, gempa bumi, gaya gravitasi bumi
dan benda-benda angkasa bulan dan matahari pasut, gaya coriolis akibat rotasi bumi dan tegangan permukaan Komar 1998. Menurut Davis 1991, ada tiga
faktor yang menentukan karakteristik gelombang yang dibangkitkan oleh angin yaitu: Pertama, lama angin bertiup atau durasi angin, Kedua, kecepatan angin dan
Ketiga, fetch merupakan jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah pembangkit gelombang.
Menurut Komar 1998 menyatakan bahwa gelombang akan mentransfer energi melalui partikel air sesuai dengan arah hembusan angin. Mekanisme
transfer energi yang terjadi terdiri dari dua bentuk, yaitu: Pertama, akibat adanya variasi tekanan angin pada permukaan air yang diikuti oleh pergerakan gelombang
dan Kedua, transfer momentum dan energi dari gelombang frekuensi tinggi ke gelombang frekuensi rendah periode tinggi dan panjang gelombang besar.
Viskositas air laut secara langsung dapat mempengaruhi efek dari tekanan angin, sehingga kecepatan angin permukaan menghilang makin menuju ke arah dalam
perairan dan di kedalaman tertentu menjadi nol Hutabarat dan Evans 2006. Prediksi suatu penjalaran gelombang yang dibangkitkan oleh angin yang terjadi di
daerah ekosistem terumbu karang sangat lah penting untuk dipelajari dari segi karakteristiknya. Menurut Longuet-Higgins and Stewart 1962 dalam Lowe et al
2005 gelombang pecah yang terjadi di terumbu karang, mampu meningkatkan
ketinggian permukaan air rata-rata dan gradien tekanan yang kemudian memengaruhi pergerakan sirkulasi hewan-hewan di terumbu tersebut. Pergerakan
gelombang yang diikuti oleh arus memiliki peran penting dalam transport nutrien untuk karang, sedimen, plankton dan larva. Selain itu, gelombang juga
merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam penentuan morfologi dan komposisi bentik terumbu karang Lowe et al. 2005.
Gelombang yang bergerak menuju pantai akan mengalami deformasi gelombang sebagai akibat dari perubahan kedalaman suatu perairan yang
cenderung dangkal. Menurut Triatmodjo 1999 ada tiga deformasi gelombang yang terjadi ketika mendekati pantai akibat perbedaan kedalaman sebelum
akhirnya mengalami pemecahan gelombang wave breaking, yaitu refraksi, difraksi dan refleksi. Menurut Carter 1993 arah perambatan berangsur-angsur
berubah dengan berkurangnya kedalaman, sehingga dapat diamati bahwa muka gelombang cenderung sejajar dengan kontur kedalaman. Refraksi terjadi jika
suatu gelombang datang membentuk suatu kemiringan terhadap pantai yang mempunyai kemiringan dasar landai dengan kontur-kontur kedalaman sejajar
dengan garis pantai, maka puncak gelombang akan berubah arah dan cenderung menjadi sejajar dengan garis pantai. Bila kondisi pantai cenderung landai, ada
kemungkinan gelombang tidak pecah tapi mengalami pemantulan yang sering disebut refleksi. Arah perambatan gelombang juga dapat berubah dan mengalami
pembelokan selain diteruskan kembali ketika melewati kedalaman yang konstan dan menuju kesuatu pulau atau zona pemecah gelombang, yang juga disebut
difraksi gelombang.
Berdasarkan CERC 1984 dalam Siwi 2008 mengatakan bahwa refraksi dan pendangkalan gelombang dapat menentukan ketinggian gelombang pada
kedalaman tertentu serta distribusi energi gelombang sepanjang pantai. Perubahan gelombang yang terjadi dari hasil refraksi akan menghasilkan suatu
daerah energi gelombang konvergen memusat jika mendekati semenanjung atau divergen menyebar ketika menemui cekungan Pariwono 1992. Menurut
Sorensen 1991 pada umumnya ada tiga penggolongan gelombang pecah yang ada pada suatu kemiringan pantai, yaitu: spilling, plunging dan surging. Plunging
terjadi dikarenakan seluruh puncak gelombang melewati kecepatan gelombang dan umumnya berbentuk swell atau gelombang-gelombang panjang. Spilling
merupakan bentuk pecah gelombang dengan muka gelombang sudah pecah sebelum sampai ke pantai, sedangkan gelombang dengan muka gelombang yang
belum pecah dan mendekati garis pantai serta sempat mendaki kaki pantai sering disebut surging.
Menurut Sachoemar 2008 kondisi Kepulauan Seribu dipengaruhi oleh musim. Pada saat terjadi musim timur, tinggi gelombang air laut mencapai 0,5-
1,0 meter dan tinggi gelombang pada musim barat mencapai 2-3 meter. Kecepatan gelombang rata-rata yang terjadi disekitar Kepulauan Seribu mencapai
1 knot. Pengukuran di Pulau Pramuka tercatat memiliki tinggi rata-rata gelombang mencapai 69,6-70 cm dengan periode gelombang 2,4-6,3 detik.
Karakteristik perambatan gelombang di daerah tubir akan lebih besar dibandingkan perambatan yang terjadi di daerah dangkal. Peredaman gelombang
terjadi ketika gelombang menjalar di daerah rataan karang dangkal.
2.3. Karakteristik dan Jenis Arus Laut