simatupang, dan Rama prabu. Kelima buku yang diluncurkan berjudul “Moro-moro Algojo Merah Saga”, “Sungai Isak Perih Menyemak”, Testamen di Bait Sejarah”, “Serat Kembang
Raya”, dan “Jula Juli Asam Jakarta”. Sejak puisi esai ditulis oleh Denny JA dan diterbitkan istilah puisi esai menjadi
perdebatan, terutama dikalangan penulis puisi dan sastrawan. Salah satu penyebab perdebatan ialah Denny JA membuat label “Genre baru” pada bukunya. Ada pihak yang menolak dengan
keras puisi esai dan ada yang menerima. Penolakan terhadap puisi esai karya Denny JA semakin keras semenjak di terbitkan buku 33 Tokoh Sastra Indonesia Paling Berpengaruh
33 TSIPB dan nama Denny JA menjadi salah satunya.
4.1.1 Puisi Esai dalam Kontroversi
Puisi pada dasarnya adalah fiksi, sekalipun cerita yang diangkat oleh pengarang
adalah peristiwa huru-hara yang pernah terjadi. Puisi mengeksplor estetika bahasa lewat imajinasi pengarang. Disisi lain, esai adalah karya ilmiah yang diidentikkan dengan opini.
Keduanya adalah hal yang berbeda dan tidak dapat disatukan. Pengertian antara puisi dan esai saling bertolak belakang dan seolah mustahil untuk disatukan. Namun, Denny JA
mengartikan puisi esai adalah penggabungan antara fiksi dan fakta JA, 2012:10. Keduanya adalah hal yang berbeda dan tidak dapat disatukan. Dasar pemikiran inilah yang membuat
para sastrawan menolak puisi esai Denny JA. Puisi tetap adalah puisi dan esai tetap adalah esai.
Ilham Q. Moehiddin dalam esainya berjudul “Sebuah Imajinasi di kedai Acta-Ithimus, Esai di Kebun Puisi: Berharap Minyak Bercampur pada Air” yang ditulis di Jurnal Sajak
menyampaikan banyak kritikan dan penolakan terhadap Puisi Esai. Dikatakan pada esainya bahwa Denny JA mengibaratkan perpuisian Indonesia sama dengan perpuisian Amerika
Serikat yang sedang mengalami kemunduran, “Denny bicara tentang Poetry, A Magazine of Verse, semacam jurnal sajak, yang tahun 2006 silam memuat tulisan John Barr; Amerika
Universitas Sumatera Utara
Poetry in New Century, di sana Barr melontarkan kritik tajam terhadap perkembangan puisi Amerika Serikat tahun itu” Menurut Barr, Puisi semakain sulit dipahami publik. Penulisanya
mengalami stagnasi, tidak mengalami perubahan berarti selama puluhan tahun. Publik luas merasa semakin berjarak dengan dunia puisi, para penyair asyik-masyuk dengan imajinasinya
sendiri, alih-alih merespon penyair lain. ‘Barr melihat bahwa para penyair tidak merespon persoalan yang dirasakan khalayak luas” Moehiddin, 2014: 4.
Menyambut pemikiran Barr, Denny melakukan sebuah riset terbatas tahun 2011 yang dilakukan oleh lembaganya, LSI Lembaga Survei Indonesia. Ia memilih secara acak lima
puisi yang di muat Koran ternama Indonesia di rentang Januari-Desember 2011. Ada pembaca yang ia klasifikasikan dalam tiga kelompok: sarjana semua strata, berpendidikan
menengah SMA dan SMP, dan berpendidikan rendah tamatan SD. Setiap jenjang itu diwakili oleh lima orang responden .Mereka diberi puisi “Aku” karya Chairil Anwar dan
“Khotbah” karya WS Rendra untuk ditafsirkan. Hasil dari riset tersebut mengejutkan menurut Denny. Mereka yang tamat perguruan tinggi tidak memahami apa isi puisi tahun 2011 yang
dijadikan sampel. Mereka yang berpendidikan menengah dan rendah lebih sulit lagi memahami.
Berdasarkan riset yang ia lakukan, Denny menciptakan puisi esai sebagai sebuah medium yang mudah dimengerti sehingga gagasannya dapat dipahami oleh masyarakat.
Keriteria medium dikategorikan Denny sebagai berikut: “Pertama, ia mengeksplor sisi batin, psikologi dan sisi human interest
pelaku. Kedua, ia dituangkan dalam larik dan bahasa yang diikhtiarkan puistik dan mudah dipahami. Ketiga, ia tak hanya memotret pengalaman
batin individu tapi juga konteks fakta sosialnya. Kehadiran catatan kaki dalam karangan menjadi sentral. Keempat, ia diupayakan tak hanya
menyentuh hati pembacapemirsa, tapi juga dicoba menyajikan data dan fakta sosial JA, 2012:11”.
Ilham menampik semua keriteria puisi esai yang disampaikan Denny JA. Menurutnya, puisi sejatinya juga telah merangkum hal-hal yang dimaksudkan Denny JA dan sudah lama
Universitas Sumatera Utara
terkandung dalam rahim puisi. Pada kenyataannya, catatan kaki itu tidak termasuk dalam konsep estetik puisi. Ia juga melanjutkan bahwa Denny sedang berusaha merusak puisi dan
esai sekaligus:
“Denny JA dianggap gagal memahami ekspektasi orang terhadap puisi. Puisi menjadi sangat kuat apabila ia mampu menjadi medium yang multi-