“Romi mencoba meluruskan, Ayah, antara Ahmadiyah dan garis keras itu
Sebenarnyara…ra…ra… Ra…ri…ru…” ATC, 73
Menurut Romi, Ahmadiyah dan Islam itu sama. Keduanya mengajarkan tentang kebaikan. Hal ini bisa dilihat pada babak kelima bait kesebelas berikut:
“Mereka tidak mendudukkan Al-Tazkirah sebagai Kitab Suci
Dan menganggapnya sebagai karya Ghulam Ahmad Tiada lebih.
Mereka berkeyakinan sama dengan umumnya akidah Islam Menjalankan ibadah sesuai lima rukun Islam
Karena bla…bla…bla… Ra…ra…ra…” ATC, 62
13.
Babak kedelapan bait ketujuh 8,7: “Ayah membentak Romi keras sekali,
Romi, sekarang kamu dengarkan Ayah. Kedudukan agama itu diatas puisi
Jangan kau bandingkan penyair dengan Nabi” ATC, 74 Perkataan secara langsung merupakan bentuk diskriminasi yang terdapat pada bait
diatas. Ayah Romi berkata dengan sangat keras pada baris kedua sampai baris keempat setelah mendengar perlawanan dari Romi.
4.2.3 Diskriminasi karena Perbedaan Kelas Sosial
Diskriminasi karena perbedaan kelas terdapat pada puisi ketiga yang berjudul “Minah tetap di pancung”. Minah merupakan tokoh utama dalam puisi esai ini. Ia adalah seorang TKI
yang pergi ke negeri Arab untuk “mengadu nasib”. Ia berjuang untuk membantu suaminya mengatasi masalah finansial keluarga mereka. Ia terpaksa meninggalkan anak dan suami yang
ia cintai demi uang real yang akan ia dapat kelak.
Universitas Sumatera Utara
Sungguh malang nasib Minah. Ia dikurung di rumah tuannya yang mewah. Ia tidak diperbolehkan pergi ke manapun. Di rumah mewah itu Minah diperkosa berulang kali oleh
majikan lelaki. Setiap selesai memperkosa Minah, majikannya melemparkan sejumlah uang untuknya. Majikan merasa bahwa Minah sebagai kaum kelas bawah dapat diperlakukan
seenaknya demi uang. Dalam hal ini, kelas atas mendiskriminasikan kelas bawah. Minah memang menyandang gelar kelas bawah dalam masalah finansial. Namun, bukan berarti ia
mempersilahkan tuannya untuk memperkosa dirinya. Pada puisi “Minah Tetap Dipancung”, terdapat sepuluh bait yang menjelaskan bahwa
adanya diskriminasi terhadap Minah dan TKI lainnya. Berikut akan dijelaskan bentuk diskriminasi yang terdapat pada sepuluh bait tersebut.
1. Babak pertama bait ketujuh 1,7:
“Kini aku sudah mati Algojo memenggal leherku
Karena telah membunuh majikan Yang berulang kali memperkosaku
Dan menyiksa jiwaku” ATC, 90.
Pada baris pertama terdapat kata “aku” yang mengacu pada Minah sebagai tokoh yang dipenggal lehernya karena telah membunuh majikannya. Pembunuhan itu dilakukan Minah
karena majukannya telah menyiksa jiwa Minah, bahkan telah berulang kali memperkosanya. Berdasarkan 1,7 diatas, diskriminasi yang dilakukan dalam bentuk perbuatan.
2. Babak kelima bait kelima 5,5:
“Burung yang tersungkur di sangkar emas Masih tetap bisa bernyanyi
Tapi dirumah yang megah ini Mulutku malah terkunci,
Tak ada siapa-siapa untuk berbagi cerita Karena tak boleh keluar rumah.
5”
ATC, 99
Universitas Sumatera Utara
Minah didiskriminasikan di rumah Majikannya yang megah. Di rumah itu, dia tidak bisa berbicara seperti yang tertulis dibaris keempat – “Mulutku malah terkunci”. Tidak ada
temannya untuk berbagi cerita karena ia tidak diperbolehkan keluar rumah. 3.
Babak keenam bait ketiga 6,3:
“Ia bergerak mendekatiku Memegang punggungku
Lalu meremas payudaraku. Jangan, Tuan” ATC, 102.
Berdasarkan bait diatas, Minah didiskriminasikan dalam bentuk tindakan. Baris pertama sampai ketiga menjelaskan tindakan apa yang dilakukan kepada Minah. Ia majikan
Minah mendekati Minah dan memegang punggungnya, kemudian memeras payudaranya. Baris keempat – “jangan, Tuan” menunjukkan bahwa Minah tidak menginginkan perbuatan
yang dilakukan oleh tuannya majikannya. Minah meminta agar tuannya tidak melakukan perbuatan tersebut.
4. Babak keenam bait keempat 6,4:
“Aku berontak Kuterjang ia –
Tapi ia perkasa Menarik sarungku dengan paksa.
Ia tampaknya sudah gelap mata. Aku berteriak sekuat-kuatnya
Kudorong tubuhnya Sampai membentur dinding” ATC, 102-103.
Perkataan yang diucapkan Minah sama sekali tidak dihiraukan oleh tuannya. Minah akhirnya memberontak. Namun, tuannya yang perkasa menarik sarungnya dengan paksa. Ia
mendorong tubuh Minah sampai membentur dinding. Bait 6,4 diatas menunjukkan bahwa Minah mendapat diskriminasi tindakan yang dilakukan secara langsung oleh tuannya.
5. Babak keenam bait kesepuluh 6,10:
Universitas Sumatera Utara
“Usai menunaikan nafsu bejatnya Ia lemparkan
Beberapa helai uang real. Aku tak lagi punya tenaga” ATC, 104.
Setelah majikan memperkosa Minah, ia melemparkan beberapa uang real. Lemparkan atau melemparkan mengartikan bahwa Majikan tersebut menyepelekan Minah sebagai
masyarakat golongan bawah kelas bawah dan menyepelekannya sebagai pembantu rumah tangga. Berdasarkan bait diatas, diketahui bahwa tindakan pemerkosaan dan pelemparan uang
real merupakan bentuk diskriminasi yang dilakukan terhadap Minah. 6.
Babak kedelapan bait pertama 8,1:
“Aku mencari jalan, Mangadu kepada majikan perempuan
Berharap mendapatkan perlindungan. Namun, bukan pembelaan yang kudapat
Malah penyiksaan berlipat-lipat” ATC, 107. Perbuatan majikan lelaki yang telah memperkosa Minah, membuat Minah berusaha untuk
mencari jalan keluar. Ia mengadukan perbuatan keji itu kepada majikan perempuan, berharap akan mendapat perlindungan. Namun, Minah tidak mendapatkan pembelaan. Ia disiksa
berlipat-lipat oleh majikan perempuan. Tindakan penyiksaan merupakan bentuk diskriminasi yang dilakukan terhadap Minah.
7. Babak kedelapan bait kedua 8,2:
“Aku dituduh menggoda suaminya dengan senyumku Dan akupun disiksa:
Tubuhku dicambuk Rambutku dijambak
Pahaku disetrika” ATC, 107.
Universitas Sumatera Utara
Pengaduan yang dilakukan Minah kepada majikan perempuan, menimbulkan kesalahpahaman dan kebencian di hati majikan tersebut. Majikan menuduh bahwa Minah
telah menggoda suaminya dengan senyumnya. Minah memang seorang ibu rumah tangga yang terbiasa senyum dengan siapapun. Guru ngajinya dipesantren dulu mengajarkan agar ia
bersikap sopan pada siapapun. Seperti yang dijelaskan pada babak keempat bait ketiga 4,3 berikut:
“Guru ngajiku dipesantren dulu mengajarkan Agar aku bersikap sopan
Tahu tata cara dan bertutur kata. Aku suka tersenyum –
Tapi celaka, majikan pria Keliru mengartikannya
Dikira aku penggoda. Mana mungkin aku berani?
Dan lagi, ha-ha-ha, Suamiku lebih ganteng darinya” ATC, 97.
Minah harus tahu tata cara dan bertutur kata manis, salah satunya adalah dengan
senyum. Namun, majikan pria salah mengartikannya. Ia mengira bahwa Minah ingin menggodanya. Majikan pria lantas memperkosanya. Kesalahpahaman senyuman, membuat
majikan perempuan menyiksa Minah. Di baris kedua sampai kelima pada 8,2 dikatakan bahwa tubuh Minah dicambuk, rambutnya dijambak, dan pahanya disetrika. Bait 8,2
menunjukkan bahwa tindakan penyiksaan seperti pencambukan, penjambakan rambut, dan penyetrikaan paha merupakan bentuk diskriminasi yang dilakukan kepada Minah.
8. Babak kedelapan bait ketiga 8,3:
“Aku menjerit Tapi jeritanku sia-sia
Wakil Indonesia di Arab sana
6
Bekerja seperti biasa” ATC, 107.
Universitas Sumatera Utara
Minah menjerit akibat penyiksaan yang dilakukan oleh majikan perempuan terhadapnya. Tapi jeritannya sia-sia. Pada baris ketiga dan keempat dikatakan bahwa Wakil
Indonesia di Arab bekerja seperti biasa. Bait ini menjelaskan bahwa pemerintah seolah “tidak ambil pusing” dengan penderitaan yang dialami oleh TKITKW. Hal ini dapat dilihat pada
kasus pembunuhan yang dilakukan Minah. Pemerintah terkesan lambat dalam menangani kasus ini, seperti yang tergambar pada babak 10 bait pertama sampai ketiga berikut:
“Harus kuhadapi pengadilan, Tanpa perlindungan;
Hukum yang berlaku dinegeri Arab Nyawa berbayar nyawa.
9
ATC, 112 Pemerintah memberi tanggapan
Tapi untuk kasusku, Itu sudah ketinggalan kereta.
Upaya hukum telat Upaya diplomasi politik tak dirintis dari awal
Dan tidak ada pembelaan di pengadilan – Ya, ya, harus aku jalani
Hukuman pancung. Ya, ya, aku harus dipancung ATC, 112
Seorang pengacara dikirim Untuk membantuku,
Aku dengar cerita Rakyat Indonesia membelaku.
Bagaimanapun, aku pahlawan devisa. Pak Menteri panjang lebar pidato
Akan berjuang membebaskanku Tapi semuanya terlambat sudah” ATC, 112.
Pada intinya, ketiga bait diatas menunjukkan kurang tanggapnya pemerintah dalam menangani kasus Minah. Bait pertama menjelaskan bahwa Minah harus menghadapi
pengadilan tanpa adanya perlindungan. Padahal, proses pengadilan sangat berat. Hukum yang berlaku di negeri Arab adalah “nyawa dibayar dengan nyawa”. Bait kedua menjelaskan
bahwa pemerintah memang memberi tanggapan. Namun, sudah terlambat untuk kasus Minah. Upaya hukum dan diplomasi politik tidak dirintis dari awal sehingga tidak ada
Universitas Sumatera Utara
pembelaan bagi Minah di pengadilan. Hukuman pancung telah menanti Minah. Bait ketiga menjelaskan bahwa seorang pengacara telah dikirim untuk membantunya. Rakyat Indonesia
membelanya karena Minah merupakan pahlawan devisa. Pada baris keenam dijelskan bahwa Pak Menteri panjang lebar berpidato dan berjuang untuk membebaskan Minah. Namun,
semuanya sudah terlambat. Berdasarkan bait diatas, dapat disimpulkan bahwa telah terjadi tindakan diskriminasi secara tidak langsung terhadap Minah.
9. Babak sembilan bait keempat 9,4:
“Secepat kilat ia kuasai diriku. Astaga Dijepitnya leherku
Dibekapnya mulutku – Aku tak bisa bernafas” ATC, 111.
Pada suatu malam, majikan pria mengulangi perbuatannya memperkosa Minah.
Baris pertama bait 9,4 menjelaskan bahwa majikannya berusaha untuk menguasai dirinya. Ia menjepit leher Minah dan membekap mulutnya. Bait 9,4 menjelaskan bahwa adanya tindakan
kekerasan yang dilakukan terhadap Minah. 10.
Babak kesepuluh bait keenam 10,6:
“Selebihnya aku pasrah, aku pasrah; Aku hanya mohon bisa bertemu anakku Aisah
Untuk terakhir kali. Ingin kutanyakan ikhwal sekolahnya –
Tapi permintaan itu pun susah dipenuhi” ATC, 113.
Sebagai sesorang yang dijatuhkan hukuman mati pancung, tentu diberikan kesempatan untuk meminta suatu permintaan. Pada baris pertama dikatakan bahwa Minah pasrah
dihukum mati. Minah memohon agar bisa bertemu dengan anaknya Aisah untuk yang terakhir. Minah ingin bertanya tentang sekolahnya. Baris terakhir pada bait 10,6 menjelaskan
bahwa permintaan Minah susah untuk dipenuhi. Berdasarkan bait diatas, disimpulakan bahwa Minah telah didiskriminasikan secara tidak langsung – diperkuat dengan Cerita akhir puisi
Universitas Sumatera Utara
“Minah Tetap Dipancung” yang menjelaskan bahwa Minah tidak sempat bertemu dengan anaknya karena sudah terlebih dahulu meninggal.
4.2.3 Diskriminasi karena Perbedaan Orientasi Seksual