15
bertanda positif,
dinyatakan dalam
transformasi kuasa
dengan persamaan
berikut :
{ ⁄
…..
20 Salah satu metode penaksiran yang dapat
digunakan ialah
metode maksimum
likelihood Draper Smith, 1981. Validasi Model
Proses validasi model dimaksudkan untuk menguji kelayakan model untuk
menduga titik-titik lain di wilayah kajian. Validasi dilakukan dengan menggunakan
20 dari titik amatan. Pada penelitian ini, diambil 229 titik amatan, sehingga data yang
digunakan untuk validasi adalah sebanyak 59 data dengan titik tersebar secara acak dan
mewakili seluruh wilayah kajian. Bila hasil validasi dianggap baik, maka persamaan
dapat diaplikasikan kepada berbagai pihak yang terkait.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Kota Bogor
Secara astronomis, Kota Bogor terletak pada 106
o
43’30’’ BT – 106
o
51’00’’ BT dan 6
o
30’30’’δS – 6
o
41’00’’δS dengan luas wilayah adalah 21.56 Km
2
. Dalam penelitian ini, wilayah Bogor yang dikaji terletak pada
106
o
4840 BT - 106
o
4622 BT dan 6
o
3053 LS - 6
o
4008 LS. Kota Bogor berada pada ketinggian
190 hingga 300 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini terbilang sejuk dengan
suhu udara rata-rata tiap bulannya adalah 26
o
C dengan kelembaban nisbi pada tahun 2006 sebesar 81. Suhu terendah Bogor
mencapai 21.8
o
C yang sering terjadi pada bulan Desember hingga Januari.
4.2. Klasifikasi
Penutupan Lahan
Menggunakan Citra Satelit Landsat
Klasifiikasi penutupan lahan di Bogor melalui interpretasi citra satelit Landsat 5
TM+ pada tanggal akuisisi 18 Mei 2006 dilakukan dengan menggunakan klasifikasi
terbimbing supervised
classification menggunakan teknik maaximum likelyhood.
Penutupan lahan land cover pada wilayah kajian diklasifikasikan menjadi tujuh kelas,
yaitu badan air, lahan terbangun, ladang, rumputsemak, sawah, sawit dan vegetasi
tinggi. Masing
– masing diklasifikasikan berdasarkan kelas spektral melalui beberapa
training area Gambar 15 yang diperoleh dari pengecekan di lapang.
Gambar 15 Trainning area
pada klasifikasi tutupan lahan.
Akurasi klasifikasi lahan tersebut diperoleh dengan mecocokkan hasil ground
check dengan hasil klasifikasi pada citra. Berdasarkan uji akurasi, didapatkan bahwa
klasifikasi lahan pada penelitian di area studi, sebesar 95.65 dan nilai kappa
statistik sejumlah 0.9454. Nilai akurasi dan kappa
tersebut menunjukkan
adanya kesalahan klasifikasi sebesar 4.35 dengan
perbedaan hasil klasifikasi terhadap ground truth sebesar 5.46 dari kondisi sebenarnya.
Dengan demikian, klasifikasi penutupan pada penelitian ini telah menghampiri
kondisi penutupan lahan yang sebenarnya pada wilayah kajian. Hal ini ditandai dengan
nilai akurasi dan kappa statistik yang lebih dari 85.
Tabel 6 Klasifikasi penutupan lahan Bogor
tahun 2006 Penutupan
Lahan Luas
Ha Luas
Badan air 505
4.7 Sawah
2357 22.1
Vegetasi tinggi 1704
15.9 Semakrumput
2786 26.1
Badan air Sawah
Vegetasi tinggi Lahan terbangun
Rumputsemak Ladang
Sawit
16
Sawit 118
1.1 Ladang
7434 69.6
Lahan terbangun
6616 62
Total 10674
100 Hasil klasifikasi penutupan lahan pada
daerah studi menunjukkan bahwa wilayah Bogor didominasi oleh lahan pertanian
sebesar 65.95 dari keseluruhan penutupan lahan di Bogor. Penutupan lahan berupa
vegetasi tinggi hanya menempati 11,65 dari total luas di Bogor pada daerah kajian.
Hal ini disebabkan oleh adanya konversi lahan dari vegetasi menjadi lahan terbangun
maupun lahan pertanian seiring dengan meningkatnya
jumah penduduk,
pembangunan infrastruktur dan berbagai perkembangan kegiatan pembangunan di
Bogor. Badan air sebagian besar terletak terdapat
di Sungai
Ciliwung, sungai
Cisadane dan sumber badan air lainnya. Tabel 7 Klasifikasi penutupan lahan
Kota Bogor tahun 2006 Penutupan lahan
Luas Ha
Badan air 318
2.9 Sawah
1124 10.5
Vegetasi tinggi 808
7.6 Lahan
terbangun 4799
45 Semakrumput
1335 12.5
Ladang 2289
21.4 Total
10674 100
Untuk wilayah di Kota Bogor, penutupan lahan didominasi oleh lahan
terbangun terbangun dengan persentase penutupan
lahan sebesar
45 dari
keseluruhan penutupan lahan di Kota Bogor. Luas area terbuka hijau semakin terdesak
dengan maraknya
pembangunan yang
dilakukan di area Kota Bogor. Dengan terkonsentrasinya
lahan terbangun
di wilayah perkotaan seperti Kota Bogor
dibandingkan wilayah sekitar kota rural, mengindikasikan akan adanya fenomena
urban heat island di mana secara wilayah perkotaan akan cenderung lebiih panas
dibandingkan wilayah di pinggir kota sehingga membentuk seperti kubah di pusat
kota.
Luasan pada masing – masing
penutupan lahan
tidak sepenuhnya
menunjukkan kondisi yang sebenarnya di lapangan. Hasil luasan pada masing-masing
penutupan lahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa kesalahan seperti faktor galat
secara spasial ketika klasifikasi penutupan lahan.
4.3. Pendugaan