Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor

(1)

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR

PRITA AYU PERMATASARI

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor” adalah karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi baik yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Maret 2012 Prita Ayu Permatasari NRP A44070038


(3)

RINGKASAN

PRITA AYU PERMATASARI. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN.

Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan pada akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH). RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi ekologis, salah satunya mengameliorasi iklim. RTH dapat mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya. Salah satu kebun raya yang ada di Indonesia adalah Kebun Raya Bogor (KRB). KRB memiliki struktur RTH yang beraneka ragam, seperti pohon, semak, dan rumput. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya.

Penelitian ini dilakukan pada Kebun Raya Bogor dari bulan Maret hingga November 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan analisis deskriptif. Pada metode survei, dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput dengan menggunakan alat pengukur iklim mikro digital HeavyWeather. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada siang hari pukul 12.30-13.30 WIB, yaitu ketika suhu udara memiliki nilai paling tinggi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro serta menghitung kenyamanan iklim mikro menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Untuk analisis kenyamanan pada elemen iklim mikro suhu dan kelembaban udara, digunakan rumus Temperature Humidity Index (THI). Suatu tempat termasuk kategori nyaman jika memiliki nilai THI antara 21-27. Untuk elemen iklim mikro kecepatan angin, digunakan skala Beaufort untuk mengetahui standar kecepatan angin. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan penelitian dan survei, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH secara deskriptif.

Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, diketahui bahwa setiap struktur RTH memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro yang ada di sekitarnya. Hal tersebut sangat terkait dengan karakteristik struktural tanaman yang ada di dalamnya. Selain itu, kondisi lingkungan di sekitar RTH juga memiliki pengaruh besar dalam menentukan kondisi iklim mikro pada RTH. Berdasarkan hipotesis, pohon merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi. Pengukuran suhu udara menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis. Pengukuran kelembaban udara pada area tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, tetapi tidak pada kedua area lainnya. Sementara itu, pengukuran kecepatan angin pada area pusat menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, tetapi tidak pada


(4)

kedua area lainnya. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di berbagai struktur RTH, terdapat banyak hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan hipotesis.

Berdasarkan pengukuran iklim mikro, diketahui bahwa suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada di atas 30°C atau tidak dapat memberikan kenyamanan, kelembaban udara pada berbagai struktur di KRB berada 62,5-75,7% atau hampir seluruhnya berada pada standar nyaman, sedangkan kecepatan angin pada berbagai struktur RTH berada pada kisaran 0,02-0,18 m/s atau berada di bawah standar nyaman manusia. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kenyamanan tersebut, diketahui bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB, kondisi RTH di KRB tidak dapat memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya.

Setelah dilakukan analisis deskriptif, diketahui karakteristik struktur RTH yang mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada RTH di KRB. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas iklim mikro pada KRB sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi disusun secara deskriptif. Rekomendasi yang diberikan berupa pemilihan dan penggunaan karakteristik struktur tanaman yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro pada KRB.

Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Iklim Mikro, Kebun Raya, Struktur Ruang Terbuka Hijau


(5)

® Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya diizinkan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan

kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(6)

PENGARUH RUANG TERBUKA HIJAU TERHADAP IKLIM MIKRO STUDI KASUS KEBUN RAYA BOGOR

PRITA AYU PERMATASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Arsitektur Lanskap

DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor

Nama : Prita Ayu Permatasari NRP : A44070038

Departemen : Arsitektur Lanskap

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Alinda F. M. Zain, M Si. 19660126 199103 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Arsitektur Lanskap

Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA 19480912 197412 2 001


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Swt, atas izin-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap

Iklim Mikro Studi Kasus Kawasan Kebun Raya Bogor”. Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang dilakukan penulis sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dari Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada

1. kedua orang tua, Sudewi Arni dan Bambang Sugiri, serta kakak Priyo Prabowo Herlambang atas dukungan moral dan doa yang telah diberikan kepada penulis;

2. Dr. Ir Alinda F. M. Zain, M Si. selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan motivasi, pemikiran, dan perbaikan hingga selesainya skripsi ini;

3. Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M. Agr dan Prof. Dr. Wahju Qamara Mugnisjah selaku dosen penguji atas saran dan kritiknya;

4. Dr. Ir. Siti Nurisjah sebagai dosen pembimbing akademik yang membantu penulis dalam kegiatan perkuliahan;

5. Ibu Rismita Sari, yang telah membantu penulis selama penelitian di Kebun Raya Bogor;

6. teman-teman Arsitektur Lanskap 44 yang telah menjadi teman penulis selama ini.

Bogor, Maret 2012


(9)

RIWAYAT HIDUP

Prita Ayu Permatasari dilahirkan di Bogor pada tanggal 30 November 1989 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bambang Sugiri, BA dan Dra. Hj. Sudewi Arni. Pada tahun 1995, penulis mengawali pendidikan formal di SDN Taman Pagelaran, Bogor. Pada tahun 2001, penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMP Negeri 4 Bogor. Pada tahun 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor (IPB), melalui jalur masuk Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) .

Selama perkuliahan, penulis pernah mengikuti beberapa kepanitiaan. Penulis aktif sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (Himaskap). Pada tahun 2009, penulis pernah mengikuti kegiatan magang di Dinas Pertamanan Kota Bogor. Selain itu, penulis pernah mengikuti Sayembara Taman Topi tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Lanskap Kota dan Wilayah (ARL313) dan Analisis Tapak (ARL 310) di Departemen Arsitektur Lanskap.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 2

1.4 Hipotesis ... 2

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

1.6 Kerangka Pikir Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Ruang Terbuka Hijau ... 4

2.1.1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau ... 4

2.1.2 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau ... 5

2.2 Iklim Mikro ... 5

2.3 Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro ... 6

2.3.1 Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara ... 6

2.3.2 Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara ... 6

2.3.3 Pengaruh RTH terhadap Kecepatan Angin ... 7

2.4 Kebun Raya ... 8

BAB III METODOLOGI ... 9

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 9

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 10

3.3.1 Persiapan Penelitian ... 11

3.3.2 Pengumpulan Data ... 12

3.3.3 Pengolahan Data dan Analisis ... 17

BAB IV KONDISI UMUM KEBUN RAYA BOGOR ... 22

4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor ... 22

4.2 Letak, Luas, dan Batas Lokasi ... 23

4.3 Keadaan Fisik Kebun Raya Bogor ... 23

4.3.1 Topografi ... 23

4.3.2 Kondisi Iklim ... 23

4.3.3 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau ... 24

4.4 Koleksi Kebun Raya Bogor ... 25

4.5 Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro ... 27

4.5.1 Area Pusat KRB ... 28

4.5.2 Area Tengah KRB ... 30

4.5.3 Area Tepi KRB ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

5.1 Analisis Pengaruh RTH terhadap Iklim Mikro ... 36


(11)

5.1.2 Analisis Pengaruh Struktur RTH Semak terhadap Iklim Mikro ... 45

5.1.3 Analisis Pengaruh Struktur RTH Rumput terhadap Iklim Mikro ... 53

5.1.4 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Suhu Udara .... 61

5.1.5 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kelembaban Udara ... 66

5.1.6 Analisis Pengaruh Berbagai Struktur RTH terhadap Kecepatan Angin ... 69

5.2 Analisis Kenyamanan ... 74

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 77

6.1 Simpulan ... 77

6.2 Saran ... 78


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian ... 10

Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan ... 12

Tabel 3 Waktu pengambilan data iklim mikro ... 16

Tabel 4 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara ... 18

Tabel 5 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara .. 18

Tabel 6 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kecepatan angin ... 19

Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin ... 20

Tabel 8 Rata-rata suhu udara pada struktur RTH di KRB ... 62

Tabel 9 Rata-rata kelembaban udara pada struktur RTH di KRB ... 66

Tabel 10 Rata-rata kecepatan angin pada struktur RTH di KRB ... 70


(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian ... 3

Gambar 2 Kemampuan pohon dalam memodifikasi angin ... 7

Gambar 3 Peta Kebun Raya Bogor berdasarkan citra Google Earth 2011 ... 9

Gambar 4 Seperangkat Mini Microclimate StationHeavyWeather ... 10

Gambar 5 Bagan proses penelitian ... 11

Gambar 6 Bagan lokasi pengambilan data iklim ... 13

Gambar 7 Tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro... 14

Gambar 8 Tampilan software HeavyWeather ... 17

Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam dalam software HeavyWeather ... 17

Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011 ... 24

Gambar 11 Berbagai jenis cluster tanaman di KRB ... 25

Gambar 12 Peta lokasi pengambilan data iklim mikro ... 27

Gambar 13 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 1 ... 29

Gambar 14 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 2 ... 29

Gambar 15 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 3 ... 30

Gambar 16 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 4 ... 31

Gambar 17 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 5 ... 32

Gambar 18 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 6 ... 32

Gambar 19 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 7 ... 33

Gambar 20 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 8 ... 34

Gambar 21 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 9 ... 35

Gambar 22 Grafik suhu udara pada struktur RTH pohon ... 38

Gambar 23 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon ... 39

Gambar 24 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH pohon... 40

Gambar 25 Susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB ... 41

Gambar 26 Susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB ... 42

Gambar 27 Susunan struktur RTH pohon di area tepi KRB ... 43

Gambar 28 Grafik suhu udara pada struktur RTH semak ... 46


(14)

Gambar 30 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH semak ... 48

Gambar 31 Susunan struktur RTH semak di area pusat KRB ... 49

Gambar 32 Susunan struktur RTH semak di area tengah KRB ... 50

Gambar 33 Susunan struktur RTH semak di area tepi KRB ... 52

Gambar 34 Grafik suhu udara pada struktur RTH rumput ... 54

Gambar 35 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH rumput ... 55

Gambar 36 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH rumput ... 56

Gambar 37 Susunan struktur RTH rumput di area pusat KRB ... 57

Gambar 38 Susunan struktur RTH rumput di area tengah KRB ... 58

Gambar 39 Susunan struktur RTH rumput di area tepi KRB ... 59

Gambar 40 Grafik suhu udara pada area pusat KRB ... 62

Gambar 41 Grafik suhu udara pada area tengah KRB ... 63

Gambar 42 Grafik suhu udara pada area tepi KRB... 64

Gambar 43 Grafik kelembaban udara pada area pusat KRB ... 67

Gambar 44 Grafik kelembaban udara pada area tengah KRB ... 68

Gambar 45 Grafik kelembaban udara pada area tepi KRB ... 68

Gambar 46 Grafik kecepatan angin pada area pusat KRB ... 71

Gambar 47 Grafik kecepatan angin pada area tengah KRB ... 72


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dari data penelitian tahun 2008, diperoleh informasi bahwa 50 % penduduk Indonesia tinggal di kota dan tahun 2025 diperkirakan jumlahnya akan meningkat menjadi 65 % atau sekitar 180 juta penduduk (Deni, 2009). Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Hal inilah yang menyebabkan jumlah ruang terbangun di kawasan perkotaan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya populasi manusia (Aprianto, 2011). Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan.

RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi estetis dan ekologis (Dahlan, 2004). Fungsi estetis yang dimiliki RTH, antara lain, dapat menghasilkan keindahan dan melembutkan arsitektur bangunan. Fungsi ekologis yang dimiliki RTH bermacam-macam, salah satunya, mengameliorasi iklim. RTH dapat mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin (Irwan, 2005). Semakin banyak jumlah dan jenis tanaman yang terdapat di suatu RTH, semakin tinggi kemampuan RTH dalam menanggulangi permasalahan lingkungan yang terkait dengan elemen-elemen iklim mikro seperti suhu, kelembaban, curah hujan, radiasi matahari, dan angin. RTH perlu dipertahankan keberadaannya agar dapat memberikan kenyamanan bagi manusia. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya.

Kebun raya merupakan tempat yang memiliki berbagai macam varietas tumbuhan yang ditanam untuk tujuan kegiatan penelitian, pendidikan, dan tujuan ornamental (Mamiri, 2008). Salah satu kebun raya yang ada di Indonesia adalah Kebun Raya Bogor (KRB). KRB memiliki struktur RTH yang beraneka ragam, seperti pohon, semak, dan rumput (Dahlan, 2004). Setiap struktur RTH memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi iklim mikro. Perbedaan setiap struktur RTH dalam mempengaruhi iklim mikro sangat terkait dengan


(16)

karakteristik strukturalnya maupun ukurannya. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya. Penelitian ini merupakan bagian dari rangkaian penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh RTH terhadap iklim mikro pada beberapa RTH kota dengan ketinggian lokasi yang berbeda.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Apakah terdapat perbedaan suhu udara pada struktur RTH yang berbeda? 2. Apakah terdapat perbedaan kelembaban udara pada struktur RTH yang

berbeda?

3. Apakah terdapat perbedaan kecepatan angin pada struktur RTH yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan

1. melakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH yang berbeda di Kebun Raya Bogor dan

2. mengetahui hubungan struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro.

1.4Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.

1. Terdapat pengaruh nyata setiap struktur RTH (pohon, semak, dan rumput) terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin.

2. Pohon merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi.


(17)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi evaluasi bagi Kebun Raya Bogor maupun rekomendasi pada pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Bogor sehingga dapat memberikan kenyamanan iklim mikro bagi para pengunjungnya.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Ruang terbuka hijau kota merupakan elemen kota yang dapat mengameliorasi iklim dan memberikan kenyamanan. Secara kuantitatif, hubungan antara struktur RTH yang berbeda terhadap iklim mikro belum banyak diketahui sehingga diperlukan pengukuran iklim mikro pada berbagai struktur RTH. Data hasil pengukuran iklim mikro selanjutnya dianalisis sehingga diketahui pengaruhnya terhadap berbagai struktur RTH. Berdasarkan hasil analisis, disusunlah suatu rekomendasi untuk memperbaiki RTH (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Ruang Terbuka Hijau

Pengukuran Suhu Udara, Kelembaban Udara, dan Kecepatan Angin (Menggunakan Mini Microclimate Station HeavyWeather) pada Struktur RTH Pohon, Semak, dan Rumput

Diketahui Pengaruh Struktur RTH yang Berbeda terhadap Iklim Mikro

Rekomendasi Data Iklim Mikro Kebun Raya Bogor

Analisis

Memiliki Berbagai Struktur RTH Memperbaiki Iklim


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Terbuka Hijau

Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. RTH sangat penting nilainya, tidak hanya dari segi fisik dan sosial, tetapi juga dari penilaian ekonomi dan ekologis serta penting bagi kesejahteraan, kesehatan, dan keamanan masyarakat sekitarnya. Menurut Simonds dan Starke (2006), ruang terbuka memiliki kekuatan untuk membentuk karakter kota dan menjaga kelangsungan hidupnya.

2.1.1 Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Menurut Grey dan Deneke (1978), fungsi RTH terhadap lingkungan perkotaan dapat dikelompokkan menjadi empat kategori.

1. Memperbaiki iklim

RTH dapat menciptakan iklim mikro yang nyaman bagi manusia dengan mempengaruhi radiasi matahari, suhu udara, pergerakan angin, dan kelembaban udara.

2. Fungsi teknis

RTH dapat digunakan untuk mengkonservasi lingkungan sehingga tidak hanya berfungsi untuk keindahan, tetapi juga untuk mengontrol lingkungan.

3. Fungsi arsitektural

RTH berfungsi untuk membentuk ruang, membatasi atau menghalangi pandangan yang tidak diinginkan, menciptakan ruang pribadi, dan meningkatkan daya tarik suatu area.

4. Fungsi estetis

RTH berfungsi untuk membingkai pemandangan, melembutkan kesan kaku dari bangunan dan struktur, memberikan kesatuan elemen yang berbeda, dan memberikan latar belakang pemandangan alami.


(19)

2.1.2 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau

Struktur RTH adalah komunitas tumbuh-tumbuhan yang menyusun RTH, sedangkan bentuk RTH adalah pola bentukan lahan yang digunakan untuk RTH (Irwan, 2005). Kombinasi antara struktur dan bentuk RTH dinamakan jenis RTH. Struktur RTH kota dapat dibedakan menjadi dua, yaitu strata dua dan strata banyak. RTH kota yang berstrata dua memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pepohonan dan rumput. RTH kota berstrata banyak memiliki komunitas tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari pepohonan, rumput, liana, semak, terna, epifit, ditumbuhi banyak anakan dan penutup tanah, jarak tanam tidak beraturan, serta meniru komunitas tumbuhan alam. Menurut Irwan (2005), bentuk RTH terbagi menjadi tiga jenis:

a. bergerombol atau menumpuk, yaitu RTH yang komunitas vegetasinya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah vegetasinya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat dan tidak beraturan;

b. menyebar, yaitu RTH yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas vegetasi tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau menggerombol kecil-kecil;

c. berbentuk jalur, yaitu RTH yang komunitas vegetasinya tumbuh pada lahan yang berbentuk lurus atau melengkung mengikuti bentukan sungai, pantai, jalan, saluran, dan sebagainya.

2.2 Iklim Mikro

Menurut Brown dan Gillespie (1995), iklim mikro merupakan kondisi dari radiasi matahari, radiasi bumi, angin, suhu udara, kelembaban, dan presipitasi pada ruang luar berskala kecil. Iklim mikro sangat mempengaruhi kenyamanan manusia. Vegetasi merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi iklim mikro. Vegetasi dapat mempengaruhi iklim mikro dengan cara mempengaruhi aliran angin, menghasilkan kelembaban, dan mempengaruhi suhu udara di sekitarnya. Iklim mikro sangat mempengaruhi kenyamanan manusia dan dapat dimodifikasi untuk memberikan kenyamanan bagi manusia (Brown dan Gillespie 1995). Modifikasi iklim mikro dapat dilakukan dengan memodifikasi elemen iklim mikro menggunakan elemen lanskap.


(20)

2.3 Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro

RTH memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim mikro yang ada di sekitarnya. Menurut Carpenter, Walker, dan Lanphear (1975), tanaman, sebagai elemen utama pada RTH, memiliki fungsi mengendalikan iklim, yaitu sebagai kontrol radiasi matahari dan suhu, kontrol dan pengendali angin, kontrol presipitasi dan kelembaban, pengendali suara, dan penyaring udara. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui fungsi tanaman dalam memodifikasi setiap elemen iklim mikro.

2.3.1 Pengaruh RTH terhadap Suhu Udara

Pada RTH, setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam memodifikasi suhu udara. Menurut Scudo (2002), secara struktural, vegetasi dapat mempengaruhi iklim mikro dengan karakteristik tertentu. Vegetasi mampu mempengaruhi suhu udara dengan cara mereduksi atau meningkatkan suhu udara. Karakteristik struktural vegetasi yang dapat mempengaruhi suhu udara adalah bentuk tajuk, penanaman, ukuran vegetasi, dan kepadatan tajuk. Selain dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman, suhu udara juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada RTH. Menurut Robinette (1977), struktur naungan yang ada pada RTH mampu mempengaruhi suhu udara pada RTH. Struktur naungan dapat berupa struktur bangunan atau struktur vegetasi yang memiliki kemampuan menaungi cukup baik. Struktur naungan ini sangat membantu dalam mengurangi suhu di sekitar RTH, khususnya pada RTH yang tidak memiliki struktur RTH pohon di dalamnya.

2.3.2 Pengaruh RTH terhadap Kelembaban Udara

Menurut Handoko (1995), kelembaban relatif dipengaruhi oleh suhu udara dan tidak berlaku sebaliknya. Semakin tinggi suhu udara, kelembaban udara semakin rendah. Semakin rendah suhu udara, kelembaban udara semakin tinggi. Oleh karena itu, faktor yang dapat mempengaruhi suhu udara juga dapat mempengaruhi kelembaban udara. Suhu udara pada RTH sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman (Scudo, 2002). Oleh karena itu, kelembaban udara pada RTH juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural tanaman dan


(21)

memiliki keterkaitan dengan suhu udara. Selain karakteristik struktural tanaman, kelembaban udara dapat saja dipengaruhi oleh faktor lain seperti kedekatan RTH dengan badan air (Saputro, Fatimah, dan Sulistyantara, 2010). Standar kenyamanan iklim mikro dapat diketahui dengan menggunakan rumus Temperature Humidity Index (THI) yang menggunakan faktor suhu dan kelembaban udara.

T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%)

Suatu RTH dapat memberikan kenyamanan jika memiliki nilai THI antara 21 dan 27 (Laurie, 1986).

2.3.3 Pengaruh RTH terhadap Kecepatan Angin

Setiap tanaman memiliki kemampuan yang berbeda dalam mempengaruhi arah dan kecepatan angin. Menurut Scudo (2002), vegetasi memiliki karakteristik struktural yang dapat menghalangi, menyimpangkan, menyaring, dan mengarahkan (Gambar 2).

Gambar 2 Kemampuan pohon dalam memodifikasi angin (Sumber: Boutet dalam Wardoyo (2011))

Karakteristik struktural vegetasi yang dapat mempengaruhi kecepatan angin adalah bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk. Kecepatan angin pada struktur RTH tidak hanya dipengaruhi oleh karakteristik struktural RTH, tetapi juga oleh lingkungan pada RTH. Menurut Robinette (1977), struktur penghalang angin pada RTH dapat memperkecil kecepatan angin. Struktur penghalang tersebut dapat berupa bangunan atau tanaman yang diletakkan pada RTH dengan orientasi yang dapat menghalangi aliran angin. Selain dipengaruhi


(22)

oleh struktur penghalang, kecepatan angin juga dapat dipengaruhi oleh struktur pengarah yang diletakkan pada RTH. Angin dapat mempengaruhi kenyamanan manusia berdasarkan kecepatannya. Standar kecepatan angin dapat diukur menggunakan skala Beaufort. Skala ini menggambarkan pengaruh kecepatan angin pada kondisi di alam sekitar (Anonim, 2011a).

2.4 Kebun Raya

Menurut Anonim (2011b), kebun raya adalah suatu lahan yang ditanami berbagai jenis tumbuhan yang ditujukan untuk keperluan koleksi, penelitian, dan konservasi ex-situ (di luar habitat). Selain untuk penelitian, kebun raya dapat berfungsi sebagai sarana wisata dan pendidikan bagi pengunjung. Tanaman yang dikoleksi pada kebun raya dipelihara dan diberi keterangan nama serta informasi lainnya yang berguna bagi pengunjung. Di dalam kebun raya, biasanya terdapat perpustakaan dan herbarium yang berfungsi untuk kegiatan penelitian dan dokumentasi. Di Indonesia, terdapat empat buah kebun raya yang dikelola oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yaitu Kebun Raya Bogor, Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Eka Karya Bali.


(23)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kebun raya. Kebun raya dipilih sebagai tempat penelitian karena merupakan salah satu jenis RTH yang terdapat di area perkotaan. Kebun raya yang digunakan sebagai tempat penelitian adalah Kebun Raya Bogor, Kota Bogor (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2011. Waktu pengumpulan data di lapang selama tiga bulan, yaitu pada bulan Maret sampai Juni 2011 dan pengolahan data dan penyusunan dilakukan selama lima bulan berikutnya.


(24)

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Selama penelitian digunakan beberapa alat dan bahan seperti yang ada pada Tabel 1. Salah satu alat penting yang digunakan selama penelitian adalah Mini Microclimate Station HeavyWeather, yang merupakan alat pengukur iklim mikro digital.

Tabel 1 Alat dan bahan penelitian

Alat/Bahan Kegunaan

Tiga perangkat Mini Microclimate Station

HeavyWeather Tipe WS2355

Mengukur iklim mikro

Tripod kamera Meletakkan alat pengukur iklim mikro Kamera Digital Merekam kondisi lokasi pengambilan data Peta Kawasan KRB Data map awal dalam menuntun turun

lapang

AutoCad 2007 Menentukan titik pengambilan data

Software HeavyWeather Menampilkan data iklim mikro dari alat

Alat pengukur iklim mikro digital yang digunakan terdiri dari beberapa bagian seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Seperangkat Mini Microclimate StationHeavyWeather

3.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan analisis deskriptif. Kegiatan survei bertujuan mengamati kondisi lokasi penelitian seperti kondisi fisik dan karakteristik RTH. Survei juga bertujuan menentukan titik pengambilan data, mengidentifikasi struktur RTH, dan mengambil data primer iklim mikro. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro serta mengetahui kenyamanan iklim mikro pada RTH

Layar untuk menampilkan iklim mikro

Alat pengukur suhu dan kelembaban

Alat pengukur curah hujan

Alat pengukur arah dan kecepatan angin


(25)

menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu persiapan penelitian, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis (Gambar 5).

Gambar 5 Bagan proses penelitian

3.3.1 Persiapan Penelitian

Pada tahap ini, dilakukan persiapan sebelum turun lapang dan pengambilan data seperti persiapan administrasi dan persiapan survei. Pada persiapan administrasi dilakukan pembuatan surat izin yang ditujukan untuk Kantor Pusat Konservasi Tumbuhan-LIPI Kebun Raya Bogor, yang merupakan pihak pengelola Kebun Raya Bogor, untuk mendapatkan izin penelitian dan data sekunder. Persiapan survei meliputi kegiatan persiapan alat dan penyusunan jadwal pengambilan data.

Persiapan Penelitian

Pengumpulan Data

Pengolahan Data dan Analisis

Perumusan Rekomendasi

Persiapan Administrasi dan Survei

Penentuan Titik Pengambilan Data Studi Literatur dan

Pengumpulan Data Sekunder

Pengukuran Iklim Mikro

Analisis Deskriptif Analisis Kenyamanan


(26)

3.3.2 Pengumpulan Data

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data baik data primer maupun data sekunder. Berbagai jenis data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis data yang dikumpulkan

No Jenis Data Parameter Sumber Data

1 Letak Batas wilayah Pengelola

Luas wilayah Pengelola

2 Fisik Topografi Pengelola

3 Iklim Suhu udara Survei, BMKG

Kelembaban udara Survei, BMKG

Kecepatan angin Survei, BMKG

4 RTH Sebaran Struktur Survei

5 Tanaman Nama spesies Survei

Bentuk tajuk Survei

Penanaman Survei

Ukuran Survei

Kepadatan tajuk Survei

Sebelum dilakukan pengambilan data primer, pembagian tempat pengambilan data iklim mikro ditentukan. Tempat pengambilan data iklim mikro dapat dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6, terlihat bahwa pengambilan data iklim mikro akan dilakukan pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang tersebar pada sembilan titik yang terdapat dalam tiga area.


(27)

(28)

Untuk menentukan lokasi tersebut pada KRB, dilakukan beberapa tahap penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro (Gambar 7). Dari Gambar 7, terlihat bahwa lokasi penelitian terbagi menjadi tiga area. Pembagian area tersebut dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh letak area terhadap iklim mikro. Pada setiap area, dilakukan pengukuran di tiga titik. Ketiga titik berfungsi sebagai ulangan pada pengukuran di setiap area. Pada masing-masing titik dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH rumput, semak, dan pohon. Struktur RTH tersebut dipilih karena sangat sering digunakan pada RTH dan memiliki ukuran yang berbeda-beda sehingga perlu diketahui pengaruhnya terhadap iklim mikro.


(29)

Penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro pada Gambar 7 dilakukan dengan beberapa tahap berikut.

1. Membagi lokasi penelitian menjadi tiga area yaitu pusat, tengah, dan tepi pada peta

Pembagian area dilakukan dengan cara membagi area KRB menjadi tiga lingkaran dari pusat hingga ke tepi.

2. Menentukan lokasi pengukuran iklim mikro dengan metode sampling vegetasi garis

Metode ini dilakukan dengan cara membuat garis-garis imajiner pada peta. Setelah itu, dilakukan survei untuk mengetahui sebaran struktur RTH.

3. Memilih tiga buah garis yang melewati RTH yang memiliki keragaman struktur

Garis yang dipilih adalah garis yang melewati RTH dengan keanekaragaman struktur seperti pohon, semak, dan rumput.

4. Memilih tiga buah titik pada setiap garis yang mewakili setiap area

Titik yang dipilih harus memiliki struktur RTH pohon, semak, dan rumput di dalamnya. Titik pengambilan data yang terletak di area pusat adalah Titik 1, 2, dan 3. Titik pengambilan data yang terletak di area tengah adalah Titik 4, 5, dan 6. Titik pengambilan data yang terletak di area tepi adalah Titik 7, 8, dan 9. Setelah titik ditentukan, pada setiap titik, ditentukan struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang digunakan untuk pengukuran. Struktur RTH pohon, semak, dan rumput yang dipilih pada setiap titik untuk pengambilan data adalah struktur RTH yang dilewati oleh garis imajiner. Jarak antar struktur RTH yang berbeda pada satu titik adalah sekitar 5 meter.

Setelah struktur RTH yang digunakan pengambilan data ditentukan, dilakukan identifikasi struktur RTH dan pengukuran iklim mikro. Identifikasi struktur dilakukan dengan cara mencatat identitas dan mengamati karakteristik strukturalnya beserta kondisi lingkungan di sekitar struktur RTH. Karakteristik struktural yang diamati meliputi bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk. Pengukuran iklim mikro dilaksanakan dengan jadwal sesuai pada Tabel 3.


(30)

Tabel 3 Waktu pengambilan data iklim mikro

Hari ke- Tanggal Area Titik Struktur RTH

1 1 Mei 2011 Pusat 1, 2, 3 Pohon

2 4 Mei 2011 Pusat 1, 2, 3 Semak

3 6 Mei 2011 Pusat 1, 2, 3 Rumput

4 10 Mei 2011 Tengah 4, 5, 6 Pohon

5 11 Mei 2011 Tengah 4, 5, 6 Semak

6 12 Mei 2011 Tengah 4, 5, 6 Rumput

7 13 Mei 2011 Tepi 7, 8, 9 Pohon

8 14 Mei 2011 Tepi 7, 8, 9 Semak

9 15 Mei 2011 Tepi 7, 8, 9 Rumput

Titik pengambilan data yang terletak di dalam satu area berfungsi sebagai ulangan. Oleh karena itu, struktur RTH yang sama dan terletak pada area yang sama diukur secara bersamaan menggunakan tiga buah alat yang berbeda. Pada saat pengambilan data, alat pengukur suhu dan kelembaban udara diletakkan pada ketinggian 20 cm di atas permukaan tanah sehingga suhu yang diukur merupakan suhu tanah (ground temperature). Sementara itu, alat pengukur kecepatan angin dipasang pada tripod dan diletakkan pada ketinggian 1 meter di atas permukaan tanah. Alat pengukur iklim mikro diletakkan di bawah naungan semak dan pohon tempat pengambilan data (sebelah selatan tanaman) serta di atas hamparan rumput.

Data yang diambil adalah elemen-elemen iklim mikro meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin. Pengambilan data dilakukan pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput pada titik pengambilan data yang telah ditentukan. Pengambilan data dilakukan saat hari kerja, tepatnya, di siang hari saat cuaca cerah pada pukul 12.30-13.30 WIB. Waktu tersebut dipilih karena merupakan waktu ketika radiasi sinar matahari paling terik dan suhu udara paling tinggi. Data iklim mikro pada setiap struktur RTH diambil setiap menit sehingga dihasilkan 60 buah data pada setiap pengukuran. Setelah data terkumpul, alat pengukur iklim mikro digital dihubungkan pada komputer. Semua data iklim akan ditampilkan pada software HeavyWeather. Tampilan software HeavyWeather dapat dilihat pada Gambar 8. Data iklim mikro yang telah diambil selama


(31)

pengukuran juga dapat ditampilkan pada software HeavyWeather (Gambar 9) kemudian diolah pada Microsoft Excel.

Gambar 8 Tampilan software HeavyWeather

Gambar 9 Tampilan data iklim yang terekam pada software HeavyWeather

3.3.3 Pengolahan Data dan Analisis

Pengolahan dan analisis data dikerjakan pada Microsoft Excel 2007. Setelah pengumpulan data selesai dilakukan, didapatkan data karakteristik struktur RTH dan iklim mikro pada berbagai struktur RTH yang tersebar di berbagai titik. Data iklim mikro pada struktur RTH yang sama dikelompokkan sesuai areanya. Untuk mencari hubungan antara struktur RTH dan iklim mikro yang dihasilkan, dilakukan analisis deskriptif dengan cara membandingkan hasil pengukuran iklim


(32)

mikro dengan karakteristik struktur RTH yang menjadi lokasi pengambilan data iklim.

Untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap elemen iklim mikro dilakukan analisis dengan parameter penilaian. Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin secara berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 4, 5, dan 6.

Tabel 4 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap suhu udara

Mereduksi Suhu Udara Meningkatkan Suhu Udara K ar ak ter is ti k St rukt ur al Bentuk Tajuk

Kolumnar ●

Piramidal ●

Horisontal ●

Bulat ●

Penanaman

Berjejer ●

Tunggal ●

Berkelompok ●

Ukuran

Tinggi ●

Sedang ● ●

Rendah

Sangat Rendah

Kepadatan Tajuk

Tinggi ●

Sedang ●

Rendah ●

Sumber: Scudo (2002)

Tabel 5 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kelembaban udara

Meningkatkan Kelembaban Udara Menurunkan Kelembaban Udara K ar ak ter is ti k St rukt ur al Bentuk Tajuk

Kolumnar ●

Piramidal ●

Horisontal ●

Bulat ●

Penanaman

Berjejer ●

Tunggal ●

Berkelompok ●

Ukuran

Tinggi ●

Sedang ● ●

Rendah

Sangat Rendah

Kepadatan Tajuk

Tinggi ●

Sedang ●

Rendah ●


(33)

Tabel 6 Parameter analisis pengaruh struktur RTH terhadap kecepatan angin

1 2 3 4

K ar ak ter is ti k St rukt ur al Bentuk Tajuk

Kolumnar ● ● ● ●

Piramidal ● ● ● ●

Horisontal ●

Bulat ● ● ● ●

Penanaman

Berjejer ● ● ● ●

Tunggal ●

Berkelompok ● ● ● ●

Ukuran

Tinggi ● ● ● ●

Sedang ● ● ● ●

Rendah ● ● ● ●

Sangat Rendah ●

Kepadatan Tajuk

Tinggi ●

Sedang ● ● ●

Rendah ● ● ●

Keterangan: (1) Menghalangi angin, (2) Menyimpangkan angin, (3) Menyaring angin, dan (4) Mengarahkan angin.

Sumber: Scudo (2002)

Oleh karena struktur RTH rumput berasal dari spesies yang sama, analisis pengaruh struktur RTH rumput terhadap iklim mikro tidak dilihat dari karakteristik strukturalnya, tetapi dari kondisi lingkungannya. Parameter analisis kondisi lingkungan terhadap suhu dan kelembaban udara yang diamati adalah ada atau tidaknya struktur naungan di sekitar struktur RTH rumput. Sementara itu, parameter analisis kondisi lingkungan terhadap kecepatan angin yang diamati adalah ada atau tidaknya struktur pengarah atau penghalang angin di sekitar struktur RTH rumput.

Selain dilakukan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, pada setiap struktur RTH, dilakukan analisis kenyamanan dari data iklim mikro yang diperoleh. Analisis kenyamanan dilakukan dengan menghitung THI (Temperature Humidity Index):

T = Suhu udara (°C) RH = Kelembaban udara (%)

Suatu area dikatakan nyaman jika memiliki nilai THI 21-27 (Laurie, 1986). Untuk mengukur standar kenyamanan kecepatan angin, digunakan skala Beaufort (Tabel


(34)

7). Skala Beaufort merupakan suatu ukuran yang dapat menghubungkan kecepatan angin dengan kondisi yang terjadi di darat atau laut. Menurut skala Beaufort, kecepatan angin di darat berada pada kondisi nyaman ketika terpaan angin terasa di kulit atau pada kecepatan 2-3 m/s.

Tabel 7 Skala Beaufort dan kecepatan angin Skala

Beaufort Tingkatan

Kecepatan

(m/s) Tanda-tanda di darat 0 Tenang <0,3 Tenang, asap mengepul vertikal 1 Teduh 0,3-2 Asap mengepul miring

2 Sepoi lemah 2-3 Terpaan angin terasa di kulit

3 Sepoi lembut 3-5 Daun-daun kecil di pohon bergerak, bendera dapat berkibar

4 Sepoi sedang 6-8 Debu dan kertas dapat terbang, ranting pohon bergerak

5 Sepoi segar 8,1-10,6

Pohon-pohon kecil terlihat condong, genangan air di tanah terlihat

berombak kecil

6 Sepoi kuat 10,8-13,6

Batang pohon terlihat bergerak, suara berdesing lewat kawat telepon dapat terdengar

7 Angin ribut

lemah 13,9-16,9

Pohon-pohon bergerak, berjalan terasa berat

8 Angin ribut 17,2-20,6 Batang pohon dapat patah, sampai pohon tumbang

9 Angin ribut

kuat 20,8-24,4

Dapat menyebabkan kerusakan cerobong, pot-pot beterbangan

10 Badai 24,7-28,3 Kerusakan lebih besar, tetapi di darat jarang terjadi

11 Badai Amuk 28,6-32,5 Kerusakan berat, tetapi di darat jarang terjadi

12 Topan >32,8 Hampir tidak pernah terjadi Sumber: Anonim (2011a)


(35)

Setelah dilakukan analisis deskriptif dan kenyamanan, akan diketahui karakteristik struktur RTH yang mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada RTH di KRB. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas iklim mikro pada KRB sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi disusun secara deskriptif.


(36)

BAB IV

KONDISI UMUM KEBUN RAYA BOGOR

4.1 Sejarah Kebun Raya Bogor

Pada mulanya, Kebun Raya Bogor merupakan bagian dari samida (hutan buatan atau taman buatan) yang telah ada pada pemerintahan Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi (1474-1513) dari Kerajaan Sunda. Hutan buatan itu ditujukan untuk keperluan menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat memelihara benih-benih kayu yang langka. Hutan ini kemudian dibiarkan setelah Kerajaan Sunda takluk oleh Kesultanan Banten, hingga Gubernur Jenderal van der Capellen membangun rumah peristirahatan di salah satu sudutnya pada pertengahan abad ke-18 (PKT Kebun Raya Bogor-LIPI, 2010).

Pada awal tahun 1800-an, Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles, yang mendiami Istana Bogor dan memiliki minat besar dalam botani, tertarik mengembangkan halaman Istana Bogor menjadi sebuah kebun yang cantik. Dengan bantuan para ahli botani, Raffles menyulap halaman istana menjadi taman bergaya Inggris klasik. Inilah awal mula Kebun Raya Bogor dengan bentuknya sekarang.

Pada 18 Mei 1817, Gubernur Jenderal Godert Alexander Gerard Philip van der Capellen secara resmi mendirikan Kebun Raya Bogor dengan nama s'Lands Plantentuinte Buitenzorg. Sekitar 47 hektar tanah di sekitar Istana Bogor dan bekas samida dijadikan lahan pertama untuk kebun botani. Pada mulanya kebun ini hanya akan digunakan sebagai kebun percobaan bagi tanaman perkebunan yang akan diperkenalkan ke Indonesia. Akan tetapi, pada perkembangannya, kebun juga digunakan sebagai wadah penelitian ilmuwan pada zaman itu.

Saat ini, Kebun Raya Bogor dikelola oleh Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor LIPI yang berada di bawah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor merupakan salah satu kebun raya yang dikelola oleh LIPI selain Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi, dan Kebun Raya Eka Karya Bali. Kebun Raya Bogor juga berisi kelompok tumbuhan yang membentuk komunitas dan mempunyai daya tarik tersendiri dan merupakan


(37)

sumber yang sangat berharga untuk kegiatan konservasi, penelitian, pendidikan, dan rekreasi (Ruhiyat, 2008).

4.2 Letak, Luas, dan Batas Lokasi

KRB terletak di pusat Kota Bogor. Secara administrasi, Kebun Raya Bogor termasuk dalam wilayah Kecamatan Bogor Tengah. Secara geografis, KRB

terletak di antara 106° 47‟ 40”--106° 48‟ 10” bujur timur dan 6° 25‟ 40”--6° 36‟

20” lintang selatan. KRB terletak di ketinggian 215--250 meter di atas permukaan laut. KRB memiliki luas 87 hektar dan terdiri dari area koleksi tanaman, jalur sirkulasi, lapangan parkir, museum, kebun pembibitan, rumah kaca, perkantoran, dan rumah pegawai. Areal koleksi tanaman yang dapat dikunjungi oleh pengunjung memiliki luas sekitar 53 hektar. KRB dibatasi oleh beberapa jalan berikut:

a. Jalan Jalak Harupat di sebelah Utara,

b. Jalan Otto Iskandar Dinata di sebelah Selatan, c. Jalan Pajajaran di sebelah Timur, dan

d. Jalan Ir. H. Djuanda di sebelah Barat

4.3 Keadaan Fisik Kebun Raya Bogor 4.3.1 Topografi

Kemiringan lahan KRB mengarah ke Sungai Ciliwung yang membelah kebun raya. Topografi KRB termasuk datar dengan kemiringan 3-15 % dan 16-31% dekat pinggiran sungai. KRB dilalui oleh Sungai Ciliwung. Sungai ini berfungsi sebagai drainase alami pada kawasan KRB.

4.3.2 Kondisi Iklim

Menurut klasifikasi iklim Koppen, KRB termasuk ke dalam kelompok iklim A yang memiliki karakter temperatur tinggi. Secara lebih khusus, iklim KRB masuk ke dalam kelompok Iklim tropika basah (Af). KRB memiliki suhu rata-rata tiap bulan 26°C, suhu terendah 21,8°C, suhu tertinggi 30,4°C, kelembaban udara lebih dari 70%, dan curah hujan bulanan berkisar antara 250-330 mm. KRB memiliki curah hujan tertinggi pada bulan Desember dan Januari. Data iklim Kota Bogor bulan Mei tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 10.


(38)

Gambar 10 Data iklim Kota Bogor bulan Mei 2011

(Sumber: BMKG Dramaga, Bogor)

4.3.3 Struktur dan Bentuk Ruang Terbuka Hijau

KRB merupakan ruang terbuka hijau besar yang ada di tengah Kota Bogor dan memiliki luas 87 hektar. Area Kebun Raya Bogor terdiri dari area koleksi tanaman, jalur sirkulasi, lapangan parkir, museum, kebun pembibitan, rumah kaca, perkantoran, dan rumah pegawai. Area koleksi tanaman yang dapat dikunjungi oleh pengunjung memiliki luas sekitar 53 hektar (60,92%). Sama halnya dengan RTH kota atau hutan kota pada umumnya, KRB memiliki struktur dan bentuk RTH tertentu. Dilihat dari strukturnya, KRB merupakan hutan kota yang berstrata banyak karena komunitas tumbuh-tumbuhan di dalam KRB terdiri dari pohon, rumput, semak, terna, liana, dan epifit serta memiliki jarak tanam yang rapat dan tidak beraturan.


(39)

Dilihat dari bentuknya, KRB didominasi oleh bentuk yang menyebar, yaitu pola komunitas vegetasinya tumbuh secara terpencar dalam bentuk rumpun dan gerombol-gerombol kecil. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya cluster tanaman pada KRB (Gambar 11). Selain memiliki bentuk menyebar, RTH di KRB juga ada yang berbentuk jalur seperti RTH yang terletak di sepanjang jalan kenari (Kenari Avenue) dan tepi Sungai Ciliwung. Namun, RTH dengan bentuk menyebar merupakan bentuk yang paling dominan di KRB. Beberapa cluster tanaman di KRB, antara lain adalah cluster tanaman palem, tanaman air, tanaman bambu, tanaman kering, tanaman jamu, tanaman buah, dan tanaman polong-polongan.

Gambar 11 Berbagai jenis cluster tanaman di KRB

4.4 Koleksi Tanaman di Kebun Raya Bogor

Koleksi tanaman Kebun Raya Bogor sebagian besar berasal dari kepulauan Indonesia dan sebagian lagi Indonesia juga hasil tukar-menukar benih tanaman dengan kebun raya lain di dunia. Koleksi tanaman KRB terdiri dari beberapa jenis berikut.

a. Tanaman Type

Sebagai museum plasma nutfah, KRB memiliki lebih dari 16 jenis tanaman type, yakni jenis tanaman-tanaman yang untuk pertama kalinya diberi nama ilmiah dengan menggunakan bahasa latin, seperti Aglaonema oblanceolatum (sri rejeki) dan Artocarpus altissimus (sukun).


(40)

b. Tanaman Air

KRB memiliki banyak koleksi tanaman air baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri. Salah satu tanaman air yang terkenal di KRB adalah Victoria amazonica atau teratai raksasa. Selain itu, terdapat juga teratai mini yang berasal dari Irian dan Jawa Barat.

c. Tanaman Obat

KRB memiliki lebih dari seratus koleksi tanaman obat. Contoh tanaman tersebut adalah Orthosiphon aristatus (kumis kucing), yang bermanfaat sebagai diuretik atau pengobatan penyakit ginjal; rumput kacang ungu (Cyperus rotundus), yang umbinya bermanfaat untuk mengobati bisul, sakit kepala, dan disentri.

d. Tanaman Buah

KRB memiliki koleksi tanaman buah tidak kurang dari 102 jenis, baik yang sudah menjadi tanaman budi daya maupun yang masih liar. Koleksi buah yang sudah dikenal, antara lain, mangga (Mangifera indica), nangka (Artocarpus heterophyllus), jeruk (Citrus reticulata), rambutan (Nephelium lappaceum), dan durian (Durio zibethinus).

e. Tanaman Hias

Terdapat koleksi tanaman berbagai jenis koleksi tanaman hias pada KRB seperti daun bahagia (Dieffenbachia sp.), daun pilo (Philodendron sp.), kuku macan (Mucuna benneti), anturium (Anthurium sp.), dan palem-paleman. Beberapa jenis tanaman hias dapat didapatkan di bagian penjualan KRB.

f. Tanaman Langka dan Populer

KRB mengkoleksi beberapa jenis tanaman langka seperti bintaro (Cerbera mangas), buah namnam (Cynometra cauliflora), rukam (Flacourtia jangomas), pohon bogor atau kolang-kaling (Arenga pinnata), kemang (Mangifera caesia), kayu manis (Cinnamomum burmanni), dan tanaman bahan baku minuman coca cola (Cola acuminata).

g. Anggrek

Pada KRB, terdapat koleksi ±7.178 spesimen anggrek liar, sebagian besar asli Indonesia, mencakup sekitar 441 jenis dari 93 famili. Di antara


(41)

berbagai jenis anggrek itu terdapat anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), Dendrobium sp., Vanda sp., Cymbidium sp., dan anggrek hitam (Coelogyne pandurata). Koleksi anggrek diletakkan pada Rumah Anggrek yang merupakan salah satu fasilitas di KRB.

4.5 Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro

Berdasarkan hasil penentuan lokasi pengambilan data iklim mikro, dihasilkan Peta Lokasi Pengambilan Data Iklim Mikro (Gambar 12). Pada peta ini, dapat diketahui tempat pengambilan data iklim mikro yang tersebar di 3 area dan 9 titik pengambilan data.


(42)

Pengambilan data dilakukan pada 3 area yang berbeda, yaitu bagian pusat, tengah, dan tepi KRB. Pada setiap area, dilakukan pengambilan data pada 3 titik yang berbeda sebagai ulangan sehingga terdapat 9 titik tempat pengambilan data. Pada masing-masing titik dilakukan pengambilan data pada struktur RTH yang berbeda seperti rumput, semak, dan pohon.

4.5.1 Area Pusat KRB

Pada bagian pusat KRB, RTH didominasi oleh struktur pepohonan yang memiliki bentuk menyebar. Oleh karena KRB dibelah oleh aliran Sungai Ciliwung, pada area ini, terdapat pula bentuk RTH yang memanjang pada tepi Sungai Ciliwung. Pada bagian pusat KRB, cluster-cluster pepohonan didominasi oleh pohon-pohon tinggi seperti kenari, meranti, dan tanjung. Pohon-pohon yang terdapat pada cluster tersebut cenderung memiliki jarak yang rapat antara satu sama lain sehingga area tersebut cukup teduh dan sejuk. Selain cluster pohon tinggi, pada bagian pusat KRB juga terdapat cluster palem yang memiliki pepohonan dengan jarak yang kurang rapat. Berbeda dengan pohon, semak relatif sulit ditemukan pada area ini. Semak pada area ini ditanam di pinggiran Sungai Ciliwung dengan jumlah yang terbatas. Hamparan rumput cukup mudah ditemukan. Beberapa di antaranya terletak di antara tegakan pohon dengan luasan yang cukup sempit.

Titik 1

Titik 1 tempat pengambilan data iklim (Gambar 13) terletak tidak jauh dari Sungai Ciliwung. Pohon yang digunakan untuk pengukuran iklim mikro adalah meranti tembaga (Shorea leprosula) yang memiliki tajuk kolumnar serta memiliki tinggi 20 meter. Pohon tersebut terdapat pada kelompok pohon tinggi yang ditanam secara berkelompok. Semak yang digunakan adalah teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang terletak di tepi Sungai Ciliwung dan memiliki tinggi sekitar 1 meter. Hamparan rumput tempat pengambilan data memiliki ukuran yang cukup luas dan merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus).


(43)

Gambar 13 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 1

Titik 2

Di Titik 2 tempat pengambilan data iklim (Gambar 14), dilakukan pengukuran elemen iklim mikro pada pohon kelapa sawit (Elaeis guineensis). Pohon ini memiliki tinggi 10 meter dengan tajuk horisontal dan ditanam secara berkelompok dengan tajuk bersinggungan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Semak yang digunakan adalah semak hanjuang merah (Cordyline terminalis) yang terletak di sepanjang tepi sungai dan digunakan sebagai tanaman buffer pada tepi sungai. Semak tersebut ditanam cukup rapat dan menyatu dengan semak-semak liar di sekitarnya. Hamparan rumput pada titik ini relatif sedikit dan sering ditemukan dengan luasan yang sempit. Kebanyakan hamparan rumput dikelilingi oleh tegakan pohon. Rumput yang digunakan untuk pengambilan data iklim merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus).


(44)

Titik 3

Sama halnya dengan Titik 1, pepohonan pada Titik 3 (Gambar 15) didominasi oleh pepohonan tinggi yang ditanam dengan jarak rapat. Pengukuran elemen iklim mikro dilakukan pada pohon yang tinggi, yaitu pohon tanjung (Mimusoph elengi). Pohon ini memiliki tinggi sekitar 15 meter. Pada area ini, sulit ditemukan semak sehingga pengukuran iklim mikro yang seharusnya dilakukan pada semak dilakukan pada pohon Eugenia boerlagei yang masih pendek, yaitu berukuran sekitar 50 cm. Hamparan rumput yang terbuka dan luas juga cukup sulit ditemukan. Rumput yang digunakan untuk pengambilan data iklim merupakan jenis rumput gajah (Axonopus compressus) yang terletak di antara tegakan pepohonan.

Gambar 15 Tanaman tempat pengambilan data iklim di titik 3

4.5.2 Area Tengah KRB

Pada area tengah KRB, banyak ditemui berbagai macam struktur RTH. Pepohonan pada area ini lebih bersifat masif dan berukuran tinggi serta berjarak tanam rapat sehingga identik dengan hutan hujan tropis. Struktur RTH semak dan rumput mudah ditemukan pada area tengah KRB. Hal tersebut akibat banyaknya RTH yang cukup „terbuka‟ seperti di dekat Istana Bogor dan dekat Taman Astrid. Pada area dekat istana dan Kenari Avenue terdapat RTH berbentuk jalur.

Titik 4

Titik 4 (Gambar 16) terletak dekat jembatan gantung. Seluruh pepohonan yang terletak di sekitar Titik 4 memiliki ukuran yang tinggi dengan jarak tanam yang sangat rapat sehingga hanya sedikit cahaya matahari yang masuk ke bawah


(45)

kanopi pohon. Pada titik ini, ruang terbuka hijau didominasi oleh pepohonan dari genus Artocarpus. Pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah pohon peusar (Artocarpus rotundus) yang memiliki tinggi sekitar 25 meter dengan tajuk berbentuk kolumnar. Di sekitar titik ini, jarang ditemukan semak. Semak yang digunakan adalah hanjuang merah (Cordyline terminalis) dengan tinggi sekitar 50 cm yang dikombinasikan dengan tanaman penutup tanah lily paris dan terletak pada tepi Sungai Ciliwung. Pada area ini, hamparan rumput cukup mudah ditemukan, tetapi dalam luasan yang relatif sempit. Jenis rumput yang digunakan adalah rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 16 Tanaman tempat pengambilan data iklim di titik 4

Titik 5

Titik 5 tempat pengambilan data iklim (Gambar 17) terletak pada Kenari Avenue. Pada area ini, RTH memiliki bentuk memanjang karena didominasi oleh pohon kenari yang ditanam sepanjang jalan. Pohon yang digunakan adalah pohon kenari (Canarium sp.) dengan tinggi sekitar 10 meter dan memiliki tajuk kolumnar. Pohon tersebut ditanam cukup rapat dengan tajuk yang saling bersinggungan antara satu pohon dengan pohon lainnya. Semak relatif mudah ditemukan pada titik ini dan banyak ditanam secara berjejer. Semak yang digunakan adalah tanaman puring (Codiaeum sp.). Tanaman ini memiliki tinggi 150 cm dan ditanam dengan jarak yang tidak rapat. Hamparan rumput di sekitar titik ini relatif sempit dan dikelilingi oleh naungan pohon. Jenis rumput yang digunakan adalah rumput gajah (Axonopus compressus).


(46)

Gambar 17 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 5

Titik 6

Titik 6 tempat pengambilan data iklim (Gambar 18) terletak dekat Istana Bogor. Pohon yang digunakan adalah Dysoxylum densiflorum atau Majegau. Pohon berkayu ini memiliki tinggi 15 m dengan diameter 120 cm. Pohon ini ditanam secara berjejer dengan tajuk pohon yang saling bersinggungan. Pada titik ini, semak mudah ditemukan karena titik ini terletak tidak jauh dari taman di sekitar istana. Semak yang digunakan adalah melati mayang (Ligustrum sinense) yang memiliki tinggi 1 meter. Semak tersebut memiliki tajuk yang cukup padat dan ditanam secara berjejer dengan jarak yang rapat. Pada titik ini terdapat hamparan rumput yang cukup luas mengelilingi area Danau Gunting. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).


(47)

4.5.3 Area Tepi KRB

Pada tepi KRB, struktur RTH cenderung beragam. Area tepi KRB memiliki

beberapa area yang cukup „terbuka‟ karena terdapat taman-taman yang memiliki hamparan rumput yang cukup luas seperti pada Taman Lebak Sudjana Kassan, Taman Bhineka, Taman Tejsman, dan Taman Astrid. Area tepi KRB yang berbatasan dengan Jalan Pajajaran dan Jalan Otto Iskandar Dinata masih didominasi oleh pepohonan tinggi yang ditanam secara berkelompok dengan jarak tanam yang cukup rapat. Pada area tepi KRB terdapat banyak bangunan yang berhubungan dengan fungsi kebun raya seperti gedung konservasi, Museum Zoologi, toko tanaman, Laboraturium Treub, Wisma Tamu Nusa Indah, Wisma Tamu Pinus, kantor utama, serta rumah pegawai KRB.

Titik 7

Titik 7 tempat pengambilan data iklim (Gambar 19) terletak di Taman Lebak Sudjana Kassan. Taman ini didominasi oleh hamparan rumput dan kolam. Kebanyakan pohon pada titik ini ditanam secara tunggal di tepi hamparan rumput. Pada titik ini dilakukan pengukuran iklim mikro pada pohon kasah (Pterygota alata) yang memiliki tinggi 15 meter dengan tajuk kolumnar. Kebanyakan semak di titik ini ditanam secara berjejer. Akan tetapi, ada pula semak yang ditanam secara tunggal dengan tajuk yang bulat dan cukup padat seperti semak soka (Ixora sp.) yang memiliki tinggi 1 meter dan digunakan untuk pengambilan data iklim. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).


(48)

Titik 8

Titik 8 (Gambar 20) terletak di dekat rumah pegawai KRB, tidak jauh pintu 4 KRB. Pada titik ini terdapat pepohonan yang ditanam secara berkelompok dengan jarak yang cukup rapat. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tinggi 20 meter dengan tajuk kolumnar yang ditanam secara berkelompok dengan jarak yang rapat. Semak dapat ditemukan pada halaman rumah pegawai dan ditanam secara berjejer. Semak yang digunakan untuk pengukuran adalah teh-tehan (Acalypha macrophylla) yang memiliki tinggi 60 cm, ditanam berjejer, serta memiliki tajuk yang padat. Sama halnya dengan semak, hamparan rumput yang cukup luas dapat ditemukan pada halaman rumah pegawai. Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).

Gambar 20 Tanaman tempat pengambilan data iklim di Titik 8

Titik 9

Titik 9 (Gambar 21) terletak pada cluster palem di belakang Kantor Pos Kota Bogor. Pepohonan yang ditanam di titik ini seluruhnya berasal dari famili palem-paleman dan memiliki jarak tanam yang tidak terlalu rapat. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada pohon palem uban (Washingtonia robusta) yang memiliki tinggi sekitar 10 meter dengan bentuk tajuk menjurai dan ditanam secara berkelompok dengan palem jenis lainnya. Pada titik ini tidak ditemukan semak. Oleh karena itu, pengukuran dilakukan pada pohon palem phoenix (Phoenix canariensis) yang masih berukuran 1 meter. Hamparan rumput yang ditemukan pada area ini berukuran relatif sempit dan terletak di belakang gedung kantor pos.


(49)

Rumput yang digunakan dalam pengambilan data iklim adalah jenis rumput gajah (Axonopus compressus).


(50)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Analisis Pengaruh RTH terhadap Iklim Mikro

5.1.1 Analisis Pengaruh Struktur RTH Pohon terhadap Iklim Mikro

Pohon merupakan struktur RTH yang memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap iklim mikro. Pada siang hari, pohon mampu menyerap radiasi matahari, memberikan naungan, dan melakukan transpirasi sehingga dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban udara (Grey dan Deneke, 1978). Selain dapat mempengaruhi suhu dan kelembaban udara, pohon juga dapat mempengaruhi kecepatan angin. Menurut Brown dan Gillespie (1995), pohon memiliki kemampuan cukup baik dalam mempengaruhi kecepatan dan mengubah arah aliran angin. Ukuran pohon yang cukup besar jika dibandingkan dengan struktur RTH lain menyebabkan pohon memiliki pengaruh paling besar terhadap aliran angin daripada struktur RTH lainnya. Kemampuan setiap pohon dalam mempengaruhi iklim mikro berbeda-beda sesuai dengan karakteristik strukturalnya.

Menurut Scudo (2002), terdapat beberapa karakteristik struktural pohon yang dapat mempengaruhi iklim mikro, yaitu bentuk tajuk, penanaman, ukuran tanaman, dan kepadatan tajuk tanaman. Berikut ini adalah karakteristik struktural pohon yang dapat mereduksi suhu udara.

1. Memiliki tajuk piramidal atau bulat. Tajuk pohon dengan bentuk bulat dan piramidal memiliki daerah bebas cabang yang lebih rendah sehingga kemampuan tajuknya dalam menyerap radiasi matahari lebih tinggi.

2. Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan menyerap radiasi matahari sangat tinggi.

3. Memiliki tinggi yang sedang (6-15 meter). Pohon dengan tinggi sedang memiliki kemampuan menaungi serta mengurangi suhu permukaan paling baik.

4. Memiliki kepadatan tajuk tinggi. Semakin padat tajuk pohon, maka kemampuannya dalam menyerap radiasi matahari akan semakin tinggi.


(51)

Berbeda dengan pohon yang memiliki karakteristik sebagai pereduksi suhu udara, pohon yang dapat menaikkan suhu udara memiliki karakteristik, antara lain, memiliki tajuk horisontal atau kolumnar; ditanam secara tunggal; memiliki ukuran sangat rendah, rendah, atau tinggi (<6 meter dan 15< meter); serta memiliki kepadatan tajuk rendah sampai sedang.

Dalam hal mempengaruhi angin, pohon memiliki fungsi untuk mengarahkan, menyimpangkan, menghalangi, serta menyaring. Berikut ini adalah karakteristik struktural pohon yang dapat mengarahkan atau menyimpangkan angin.

1. Memiliki tajuk kolumnar, piramidal, atau bulat. Pohon dengan tajuk tersebut memiliki ukuran yang tidak terlalu lebar sehingga angin tidak menyebar dan dapat diarahkan.

2. Ditanam berjejer atau berkelompok. Pohon yang ditanam secara berjejer atau berkelompok memiliki kemampuan yang baik dalam mengarahkan angin.

3. Memiliki ukuran antara rendah sampai tinggi (<6-15< meter). Pohon dengan ukuran tersebut memiliki kemampuan cukup baik dalam menjangkau angin sehingga angin mudah diarahkan.

4. Memiliki kepadatan sedang atau rendah. Pohon dengan kepadatan tajuk tinggi akan cenderung menyaring angin dibanding mengarahkannya. Sementara itu, kemampuan dalam menyaring atau mengurangi kecepatan angin dapat dimiliki pohon dengan berbagai karakteristik bentuk tajuk, penanaman, dan ukuran, namun dengan kepadatan tajuk tinggi atau sedang.

Untuk melihat pengaruh antara struktur RTH pohon terhadap iklim mikro, dilakukan pengambilan data iklim mikro yang meliputi suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin di bawah kanopi pohon. Pengukuran dilakukan pada siang hari yaitu pukul 12.30-13.30 WIB. Hasil pengukuran dikelompokkan sesuai areanya yaitu area pusat (rataan data Titik 1, 2, dan 3), tengah (rataan data Titik 4, 5, dan 6) , dan tepi (rataan data Titik 7, 8, dan 9) KRB. Grafik hasil pengukuran suhu udara, kelembaban udara, dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon dapat dilihat pada Gambar 22, 23, dan 24.


(52)

Gambar 22 Grafik suhu udara pada struktur RTH pohon

Gambar di atas merupakan grafik hasil pengukuran suhu udara pada struktur RTH pohon pada pukul 12.30-13.30 WIB. Secara umum, kondisi seluruh grafik, dari titik awal hingga titik akhir, cenderung mengalami penurunan. Pada gambar, terlihat bahwa grafik suhu udara pada pohon di area tepi KRB memiliki posisi paling tinggi dibandingkan grafik suhu udara pohon di area lain. Grafik suhu udara pada pohon di area pusat berada pada posisi tertinggi kedua dan mengalami penurunan dari 31,6°C menjadi 30,3°C. Sementara itu, grafik suhu udara pada pohon di area tengah berada pada posisi paling rendah dan cenderung mengalami penurunan dari 31,4°C menjadi 30,5°C. Ketiga grafik di atas menunjukkan bahwa lokasi area pengambilan data tidak memberi pengaruh nyata terhadap suhu udara.

Menurut Laurie (1986), iklim ideal bagi manusia ialah udara bersih pada suhu 27-28°C. Pada grafik terlihat bahwa suhu udara pada struktur RTH pohon di KRB berada di atas 30°C atau berada di luar kriteria suhu udara ideal. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH pohon di KRB perlu memiliki karakteristik struktural tanaman yang dapat mereduksi suhu udara. Perbedaan suhu udara pada struktur RTH pohon di ketiga area terjadi akibat kemampuan struktur RTH pohon yang berbeda dalam mereduksi suhu udara. Kemampuan tersebut sangat dipengaruhi oleh karakteristik struktural setiap pohon.


(53)

Gambar 23 Grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon

Gambar 23 merupakan grafik kelembaban udara pada pohon di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Pada grafik, terlihat bahwa posisi ketiga grafik mengalami naik turun di sepanjang waktu pengukuran dan mengalami perubahan yang berbeda-beda. Grafik kelembaban udara pada pohon di area pusat KRB hampir selalu berada di posisi paling atas dan mengalami kenaikan selama pengukuran dari 73,0% menjadi73,3%. Grafik kelembaban udara pada pohon di tengah KRB, pada mulanya, menempati posisi paling rendah yaitu pada titik 68,0%. Akan tetapi, grafik tersebut menunjukkan kenaikan yang berangsur-angsur sehingga posisinya berada di titik 71,3% dan mendahului grafik kelembaban udara pohon di tepi KRB. Berbeda dengan grafik kelembaban udara pohon di tengah KRB, grafik kelembaban udara pohon di tepi KRB tidak mengalami kenaikan yang signifikan dan hampir selalu berada di posisi paling rendah. Urutan grafik kelembaban udara pada struktur RTH pohon tidak berlawanan dengan urutan grafik suhu udaranya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kelembaban udara pada struktur RTH pohon tidak hanya dipengaruhi oleh suhu udara tetapi juga faktor lain seperti faktor lingkungan.

Berdasarkan hasil pengukuran, kelembaban udara pada struktur RTH pohon berada pada kisaran 68-73,7% atau berada pada kriteria kelembaban udara yang nyaman. Perbedaan kelembaban udara pada struktur RTH pohon di setiap area disebabkan oleh perbedaan karakteristik struktural tanaman serta faktor lingkungan.


(54)

Gambar 24 Grafik kecepatan angin pada struktur RTH pohon

Gambar di atas menunjukkan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area pusat, tengah, dan tepi KRB. Ketiga grafik di atas menunjukkan frekuensi datangnya angin dan kecepatan angin yang berbeda-beda. Selama pengukuran, angin tidak selalu ada sehingga kecepatan angin terkadang berada di titik nol. Dari gambar di atas, terlihat bahwa grafik kecepatan angin pada pohon di pusat KRB memiliki frekuensi dan kecepatan angin paling tinggi dibandingkan area lain. Kecepatan angin di area ini mencapai 0,5 m/s dan memiliki nilai rataan 0,14 m/s. Sama halnya dengan area pusat, kecepatan angin pada pohon di area tepi memiliki nilai tertinggi 0,5 m/s, namun nilai rataannya hanya 0,04 m/s. Grafik kecepatan angin pada pohon di tengah KRB memiliki rata-rata kecepatan terendah yaitu 0,03 m/s dan kecepatan angin tertinggi di area ini hanya mencapai 0,3 m/s.

Dari grafik di atas terlihat bahwa intensitas datangnya angin pada struktur RTH pohon cenderung kecil. Selain itu, kecepatan angin yang mengalir cukup rendah dan memiliki nilai tertinggi 0,5 m/s dan seluruh nilai rataan berada di bawah 0,2 m/s. Oleh karena itu, diperlukan suatu struktur RTH pohon yang memiliki karakteristik struktural dalam mengarahkan angin sehingga kecepatan angin dapat dioptimalkan. Intensitas dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon di setiap area menunjukkan nilai yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan kemampuan setiap struktur RTH pohon dalam mengarahkan angin. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik struktural


(55)

pohon di setiap area. Perbedaan karakteristik struktural pohon di setiap area dapat dilihat pada Gambar 25, 26, dan 27.

Gambar 25 Susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB

Dari gambar di atas, dapat terlihat susunan struktur RTH pohon di area pusat KRB yang diwakili oleh Titik 1, 2, dan 3 tempat pengambilan data. Dari gambar tersebut terlihat bahwa pada area ini pepohonan ditanam secara berkelompok. Pada Titik 1, pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah Shorea leprosula (meranti tembaga) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam berkelompok, memiliki ukuran 20 meter atau termasuk ke dalam pohon tinggi, serta memiliki kepadatan tajuk sedang. Pada Titik 2, pohon yang digunakan untuk pengambilan data adalah Elaeis guineensis (kelapa sawit) yang memiliki tajuk horisontal, ditanam berkelompok, memiliki ukuran 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Sementara itu, pada Titik 3, digunakan pohon tanjung (Mimusoph elengi) untuk pengambilan data, yang memiliki tajuk bulat, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 15 meter atau termasuk dalam pohon sedang, dan memiliki tajuk dengan kepadatan sedang.

Jika dilihat dari karakteristik strukturalnya, terdapat beberapa karakteristik struktur RTH pohon yang cukup baik dalam mereduksi suhu udara atau meningkatkan kelembaban udara. Hal tersebut terlihat dari beberapa tanaman dengan bentuk tajuk yang bulat, penanaman pohon secara berkelompok, serta banyaknya pohon dengan ukuran sedang. Jika dilihat dari grafik, suhu udara pada struktur pohon di area ini berada di posisi tertinggi kedua. Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur RTH pohon di area ini masih memiliki beberapa kekurangan dalam mereduksi suhu udara dibandingkan area lain. Hal ini terlihat dari beberapa tanaman yang memiliki bentuk tajuk kolumnar dan horisontal, ukuran yang tinggi, dan kepadatan tajuk yang sedang. Di sisi lain, kelembaban


(56)

udara pada struktur RTH pohon di area pusat memiliki nilai paling tinggi dibanding area lain. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang dapat meningkatkan kelembaban udara. Kedekatan struktur RTH pohon dengan badan air diduga menjadi faktor yang menyebabkan kelembaban menjadi cukup tinggi. Lokasi Titik 2 yang terletak tidak jauh dari Sungai Ciliwung kemungkinan dapat menyebabkan kandungan uap air pada struktur RTH pohon cukup tinggi sehingga menghasilkan kelembaban udara cukup tinggi.

Sementara itu, struktur pepohonan di area pusat memiliki banyak karakteristik yang cukup baik dalam mengarahkan kecepatan angin. Hal ini terlihat dari banyaknya tanaman dengan bentuk tajuk yang bulat dan kolumnar, penanaman pohon secara berkelompok, banyaknya pohon berukuran tinggi sampai sedang, serta kerapatan tajuk yang sedang. Oleh karena itu, kecepatan angin pada struktur RTH pohon di area ini memiliki nilai cukup tinggi dibanding area lain.

Gambar 26 Susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB

Gambar di atas merupakan susunan struktur RTH pohon di area tengah KRB. Pada area ini, pepohonan ditanam secara berkelompok maupun berjejer. Pada Titik 4, pohon yang digunakan sebagai tempat pengambilan data adalah Artocarpus rotundus (peusar) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 25 meter atau termasuk pohon tinggi, dan memiliki kepadatan tajuk tinggi. Pada Titik 5, digunakan pohon kenari (Canarium sp.) yang memiliki tajuk kolumnar, ditanam secara berkelompok, memiliki tinggi 10 meter atau termasuk ke dalam pohon sedang, dan memiliki kepadatan tajuk sedang. Sementara itu, pada Titik 6, digunakan pohon Dysoxylum densiflorum (majegau) untuk pengambilan data, yang memiliki tajuk bulat, ditanam secara berjejer,


(1)

DAFTAR PUSTAKA

[Anonim]. 2011a. Beaufort Scale. [terhubung berkala]. http://en.wikipedia.org/. [30 Okt 2011].

_______. 2011b. Kebun Botani. [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/. [2 Jan 2012].

Aprianto MC. 2011. Penghijauan sebagai Salah Satu Cara Mengatasi

Permasalahan Kota. [terhubung berkala].

http://chusnan.web.ugm.ac.id/. [8 Jun 2011].

Brown RD, TJ Gillespie. 1995. Microclimatic Landscape Design. New York: John Wiley and Sons.

Carpenter PL, TD Walker, FO Lanphear. 1975. Plants in the Landscape. San Fransisco: W.H. Freemand and Co.

Dahlan EN. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press.

Deni R. 2009. Green Cities Policy in Indonesia. Dalam: Zain AFM, Syartinilia (Penyunting). Proceeding The International Symposium of Green City:

“TheFuture Challenge”; Bogor, 10-11 Agu 2009. Bogor: Departemen Arsitektur Lanskap IPB. Hlm 28.

Grey WG, FJ Deneke. 1978. Urban Forestry. Toronto: John Wiley and Sons. Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta: Pustaka Jaya.

Irwan ZD. 2005. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Jakarta: Bumi Aksara.

Laurie M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture. New York: American Elsevier Publ. Co. Inc.

Mamiri AS. 2008. Persepsi dan Preferensi Pengunjung terhadap Fungsi dan Lokasi Obyek-obyek Rekreasi di Kebun Raya Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor.


(2)

PKT Kebun Raya Bogor-LIPI. 2010. Tentang Kebun Raya Bogor. [terhubung berkala]. http://www.bogorbotanicgardens.org/. [12 Februari 2011].

Robinette GO. 1977. Landscape Planning for Energy Conservation. Virginia: Environmental Design Press.

Ruhiyat Y. 2008. Studi Daya Dukung Biofisik Kawasan Rekreasi Kebun Raya Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Instititut Pertanian Bogor.

Saputro TH, IS Fatimah, B Sulistyantara. 2010. Studi Pengaruh Area Perkerasan terhadap Suhu Udara (Studi Kasus Area Parkir Plaza Senayan, Sarinah Thamrin, dan Stasiun Gambir). Jurnal Lanskap Indonesia 2:15-18. Scudo G. 2002. Thermal Comfort. [terhubung berkala].

http://www.greenstructureplanning.eu/COSTC11/.[29 Sep 2011].

Simonds JO, BW Starke. 2006. Landscape Architecture. New Jersey: Mc Graw Hill.

Wardoyo J. 2011. Vegetation Configuration as Microclimate Control Strategy In Hot Humid Tropic Urban Open Space. [terhubung berkala]. http://dtap.undip.ac.id/. [3 Mei 2011].


(3)

RINGKASAN

PRITA AYU PERMATASARI. Pengaruh Ruang Terbuka Hijau terhadap Iklim Mikro Studi Kasus Kebun Raya Bogor. Dibimbing oleh ALINDA F. M. ZAIN.

Populasi manusia yang semakin meningkat berdampak pada tingginya aktivitas manusia di perkotaan. Untuk mendukung kebutuhan dan aktivitas manusia, dibutuhkan banyak ruang terutama ruang terbangun. Meningkatnya kawasan terbangun di perkotaan pada akhirnya menyebabkan penurunan luas ruang terbuka hijau (RTH). RTH merupakan elemen kota yang memiliki fungsi ekologis, salah satunya mengameliorasi iklim. RTH dapat mengameliorasi iklim dengan cara memberikan perlindungan dari sinar matahari secara langsung, hujan deras, dan angin. Salah satu bentuk RTH adalah kebun raya. Salah satu kebun raya yang ada di Indonesia adalah Kebun Raya Bogor (KRB). KRB memiliki struktur RTH yang beraneka ragam, seperti pohon, semak, dan rumput. Pengaruh struktur RTH yang berbeda di KRB terhadap iklim mikro dan kenyamanan sampai saat ini belum diketahui secara kuantitatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengukuran iklim mikro dan analisis kenyamanan untuk mengetahuinya.

Penelitian ini dilakukan pada Kebun Raya Bogor dari bulan Maret hingga November 2011. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan analisis deskriptif. Pada metode survei, dilakukan pengukuran iklim mikro pada struktur RTH pohon, semak, dan rumput dengan menggunakan alat pengukur iklim mikro digital HeavyWeather. Pengukuran iklim mikro dilakukan pada siang hari pukul 12.30-13.30 WIB, yaitu ketika suhu udara memiliki nilai paling tinggi. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro serta menghitung kenyamanan iklim mikro menggunakan THI (Temperature Humidity Index) dan skala Beaufort. Untuk analisis kenyamanan pada elemen iklim mikro suhu dan kelembaban udara, digunakan rumus

Temperature Humidity Index (THI). Suatu tempat termasuk kategori nyaman jika memiliki nilai THI antara 21-27. Untuk elemen iklim mikro kecepatan angin, digunakan skala Beaufort untuk mengetahui standar kecepatan angin. Tahapan penelitian terdiri dari persiapan penelitian dan survei, pengumpulan data, serta pengolahan data dan analisis. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rekomendasi RTH secara deskriptif.

Berdasarkan analisis pengaruh struktur RTH terhadap iklim mikro, diketahui bahwa setiap struktur RTH memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap iklim mikro yang ada di sekitarnya. Hal tersebut sangat terkait dengan karakteristik struktural tanaman yang ada di dalamnya. Selain itu, kondisi lingkungan di sekitar RTH juga memiliki pengaruh besar dalam menentukan kondisi iklim mikro pada RTH. Berdasarkan hipotesis, pohon merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi. Pengukuran suhu udara menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis. Pengukuran kelembaban udara pada area tepi menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, tetapi tidak pada kedua area lainnya. Sementara itu, pengukuran kecepatan angin pada area pusat menunjukkan hasil yang sesuai dengan hipotesis, tetapi tidak pada


(4)

kedua area lainnya. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di berbagai struktur RTH, terdapat banyak hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan hipotesis.

Berdasarkan pengukuran iklim mikro, diketahui bahwa suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada di atas 30°C atau tidak dapat memberikan kenyamanan, kelembaban udara pada berbagai struktur di KRB berada 62,5-75,7% atau hampir seluruhnya berada pada standar nyaman, sedangkan kecepatan angin pada berbagai struktur RTH berada pada kisaran 0,02-0,18 m/s atau berada di bawah standar nyaman manusia. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kenyamanan tersebut, diketahui bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB, kondisi RTH di KRB tidak dapat memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya.

Setelah dilakukan analisis deskriptif, diketahui karakteristik struktur RTH yang mempengaruhi iklim mikro dan tingkat kenyamanan pada RTH di KRB. Berdasarkan hal tersebut, disusunlah rekomendasi untuk meningkatkan kualitas iklim mikro pada KRB sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi disusun secara deskriptif. Rekomendasi yang diberikan berupa pemilihan dan penggunaan karakteristik struktur tanaman yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro pada KRB.

Kata Kunci: Ruang Terbuka Hijau, Iklim Mikro, Kebun Raya, Struktur Ruang Terbuka Hijau


(5)

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro yang dilakukan pada pukul 12.30-13.30 WIB, diketahui bahwa suhu udara pada seluruh struktur RTH di KRB berada pada kisaran 30,5-34,7°C atau berada di atas standar kenyamanan manusia. Kelembaban udara pada berbagai struktur di KRB berada 62,5-75,7% atau hampir seluruhnya berada pada standar nyaman. Kecepatan angin pada berbagai struktur RTH berada pada kisaran 0,02-0,18 m/s dan kecepatan angin tertinggi mencapai 1,1 m/s atau berada di bawah standar nyaman manusia. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis kenyamanan tersebut, diketahui bahwa pada pukul 12.30-13.30 WIB, kondisi RTH di KRB tidak dapat memberikan kenyamanan bagi para pengunjungnya. Oleh karena itu, disusunlah suatu rekomendasi untuk RTH sehingga RTH dapat memberikan kenyamanan bagi para penggunanya. Rekomendasi yang diberikan berupa pemilihan dan penggunaan karakteristik struktur tanaman yang dapat memperbaiki kualitas iklim mikro pada KRB. 2. Berdasarkan hipotesis, pohon merupakan struktur RTH yang dapat

menghasilkan suhu udara paling rendah, kelembaban udara paling tinggi, dan kecepatan angin paling rendah. Sementara itu, rumput merupakan struktur RTH yang dapat menghasilkan suhu udara paling tinggi, kelembaban udara paling rendah, dan kecepatan angin paling tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran suhu udara, didapatkan hasil bahwa suhu udara pada struktur RTH pohon memiliki nilai paling rendah dan suhu udara pada struktur RTH rumput memiliki nilai paling tinggi. Hasil tersebut sesuai dengan hipotesis. Pengukuran kelembaban udara menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Kelembaban udara pada berbagai struktur RTH di area pusat dan tengah tidak menunjukkan hasil sesuai hipotesis. Sementara itu, kelembaban udara


(6)

pada berbagai struktur RTH di area tepi menunjukkan hasil sesuai dengan hipotesis. Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan angin pada berbagai struktur RTH, diketahui bahwa kecepatan angin pada struktur RTH rumput tidak selalu memiliki nilai paling tinggi dan kecepatan angin pada struktur RTH pohon tidak selalu berada di posisi paling rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecepatan angin di berbagai strukur RTH tidak sama dengan hipotesis. Secara keseluruhan, berdasarkan hasil pengukuran iklim mikro di berbagai struktur RTH, terdapat banyak hasil pengukuran yang tidak sesuai dengan hipotesis.

6.2 Saran

Penelitian ini diharapkan mampu membuka pandangan bahwa pemilihan struktur RTH merupakan aspek penting yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu RTH yang dapat menciptakan kenyamanan iklim mikro. Pada penelitian selanjutnya, diharapkan agar iklim mikro dapat diukur saat lokasi sedang dikunjungi banyak orang.