Suhu Permukaan Neraca Energi Tiap Penutupan

5 dan 3 o 49 ’ BT menyatakan bahwa peningkatan dan penurunan penggunaan radiasi netto mengubah energi menjadi biomasa S v sebanding dengan sensible heat flux. Selain itu, Samson dan Lemeur 2001 juga menyebutkan bahwa pemanfaatan radiasi netto untuk proses fotosintesis S p pada tumbuhan pinus hanya sebesar 3 dari keseluruhan radiasi netto yang diterima vegetasi tersebut. 2.4. NDVI Normalized Difference Vegetation Index Departemen Kehutanan 2001 mendefinisikan NDVI Normalized Difference Vegetation Index sebagai suatu nilai hasil pengolahan indeks vegetasi dari citra satelit kanal infra merah dan kanal merah dekat yang menunjukkan tingkat konsentrasi klorofil daun yang berkorelasi dengan kerapatan vegetasi berdasarkan nilai spektral pada setiap piksel. Sementara Panuju 2009 mendefinisikan NDVI Normalized Difference Vegetation Index sebagai nilai indeks tanpa satuan yang menggambarkan kondisi vegetasi pada suatu hamparan yang dirumuskan sebagai …7 di mana NIR adalah gelombang infra merah dekat 0.76 - 0.90 µm dan IR adalah gelombang infra merah 0.63 - 0.69 µm. Menurut Knipling 1970, vegetasi memiliki reflektansi yang rendah terhadap gelombang cahaya tampak dan IR karena sebagian besar gellombang cahaya tampak tersebut diserap oleh klorofil dan sebagian besar IR pada panjang gelombang di atas 1.3 µ m akan diserap oleh air. Sebaliknya, vegetasi akan merefleksikan sebagian besar gelombang infra merah dekat yang diterimanya. Perhitungan NDVI merupakan perbandingan antara reflektansi gelombang infra merah dekat dengan gelombang cahaya tampak. Nilai NDVI berkisar dari -1 hingga +1. Nilai tersebut mengindikasikan tingkat kesuburan dan kerapatan vegetasi dari suatu penutupan lahan. Semakin rapat dan subur suatu vegetasi, maka nilai NDVI akan menunjukkan nilai yang tinggi, sedangkan pada area yang telah terjadi pembukaan lahan akan menunjukkan nilai NDVI yang rendah. Nilai NDVI positif + terjadi apabila suatu obyek lebih banyak memantulkan gelombang inframerah dekat dibandingkan dengan infra merah. Nilai NDVI nol 0 terjadi apabila pemantulan gelombang inframerah sama dengan pemantulan gelombang infra merah. Nilai NDVI negatif - terjadi apabila suatu awan, salju dan badan air memantulkan gelombang infra merah yang lebih banyak dibandingkan dengan gelombang inframerah dekat. Menurut Allen et. al 2001 terdapat hubungan antara nilai NDVI, soil heat flux G, radiasi netto, albedo dan suhu permukaan : G = f R n , T s , α, ζDVI …….8 dirumuskan sebagai berikut : 1-0.98 NDVI 4 ………………..9 di mana : G = soil heat flux Wm -2 Ts = suhu permukaan K NDVI = indeks vegetasi Rn = radiasi netto Wm -2 α = albedo. Panuju 2009 menyatakan bahwa pendugaan indeks vegetasi dengan menggunakan NDVI memiliki berbagai keuntungan. Pertama, NDVI potensial untuk mempelajari tanaman. Kedua, NDVI dapat digunakan untuk memisahkan tipe permukaan bervegetasi. Ketiga, NDVI merupakan indeks vegetasi yang relatif tidak sensitif terhadap topografi. Menurut Darmawan 2005, berdasarkan beberapa studi menunjukkan bahwa indeks vegetasi NDVI menunjukkan bahwa NDVI sebagai parameter terbaik dalam membedakan berbagai kelas vegetasi. Minimum NDVI adalah nilai NDVI minimal dan umumnya merupakan titik terendah dari kegiatan fotosintesis, sementara maksimum NDVI adalah nilai maksimum yang merupakan titik tertinggi aktivitas fotosintesis.

2.5. Suhu Permukaan

Menurut Rosenberg 1974, suhu permukaan dapat diartikan sebagai suhu terluar suatu objek. Untuk suatu tanah terbuka, suhu permukaan adalah suhu pada lapisan terluar permukaan tanah. Sedangkan untuk vegetasi dapat dipandang sebagai suhu permukaan kanopi tumbuhan, dan pada tubuh air merupakan suhu dari permukaan air tersebut. Ketika radiasi melewati permukaan suatu objek, fluks energi tersebut akan meningkatkan suhu permukaan objek. 6 Hal ini akan meningkatkan fluks energi yang keluar dari permukaan benda tersebut. Energi panas tersebut akan dipindahkan dari permukaan yang lebih panas ke udara diatasnya yang lebih dingin. Sebaliknya, jika udara lebih panas dan permukaan lebih dingin, panas akan dipindahkan dari udara ke permukaan dibawahnya. Perubahan suhu permukaan obyek tidaklah sama. Hal ini tergantung pada karakteristik objek tersebut. Karakteristik yang menyebabkan perbedaan tersebut diantaranya emisivitas, kapasitas panas jenis dan konduktivitas thermal. Suhu permukaan objek akan meningkat bila memiliki emisivitas dan kapasitas panas yang rendah dan konduktivitas termalnya tinggi Adiningsih, 2001. Emisivitas, konduktivitas dan kapasitas panas sangat berpengaruh terhadap suhu permukaan. Emisivitas adalah rasio total energi radian yang diemisikan suatu benda per unit waktu per unit luas pada suatu permukaan dengan panjang gelombang tertentu pada temperatur benda hitam pada kondisi yang sama. Konduktivitas termal dapat didefinisikan sebagai kemampuan fisik suatu benda untuk menghantarkan panas dengan pergerakan molekul. Kapasitas panas merupakan jumlah panas yang dikandung oleh suatu benda Handayani 2007 .

2.6. Neraca Energi Tiap Penutupan

Lahan bervegetasi Menurut Waspadadi 2007, ruang terbuka hijau dengan luasan 30x30 meter mampu menurunkan suhu udara di lahan terbangun sebesar 0,0631 o C. Berdasarkan penelitian tersebut, maka dapat diidentifikasi bahwa bila RTH mampu menurunkan suhu udara. Oleh karena itu, RTH juga mampu menurunkan suhu permukaan pada penutupan lahan non-vegetasi. Dengan demikian, dapat dipertimbangkan bahwa luasan RTH mempengaruhi kondisi suhu permukaan disekitaanya dan dapat digunakan sebagai peubah penjelas dari peubah respon berupa suhu permukaan. Pada penelitian yang dilakukan Waspadadi 2007 juga diketahui bahwa dengan penambahan 213,75 m lahan bervegetasi pada 3 poligon 14.850 m 2 mampu menggeser rentang suhu permukaan yaitu dari selang 21-33 o C menjadi 23-32 o C.  Persawahan Pusmahasib 2002 menjelaskan bahwa pada lahan bervegetasi tanaman padi sawah, radiasi netto yang mencapai permukaan tanah akan berkurang. Hal ini terjadi karena sebagian dari radiasi netto akan mengenai tanaman sebelum mencapai permukaan tanah. Selanjutnya, dijelaskan pula bahwa untuk penutupan lahan berupa persawahan, nilai fluks pemanasan udara H berfluktuasi sesuai dengan perkembangan umur tanaman padi. Fluks pemanasan udara relatif besar terjadi pada awal umur tanaman padi dan akan menurun ketika tajuk tanaman mulai rapat. Kondisi ini dikarenakan pada saat tersebut tanaman masih muda dengan rumpun yang masih renggang, sehingga radiasi global yang datang langsung mengenai air pada lahan sawah. Akibatnya suhu air akan tinggi dan akan terjadi peningkatan limpahan lengas terasa. Ketika tanaman mulai tumbuh dan tajuk tanaman mulai rapat, radiasi yang sampai ke permukaan tanah akan menurun karena tajuk tanaman padi yang rapat menghalangi penerimaan langsung radiasi ke tanah. Nilai H pada persawahan akan meningkat saat menjelang panen karena terjadi perontokan tanaman padi dan pembukaan lahan akibat proses pemanenan. Pada rujukan yang sama, diketahui bahwa untuk daerah persawahan, LE latent heat yang terjadi cukup tinggi dan berbanding lurus terhadap penerimaan radiasi netto yang mengenai kawasan persawahan tersebut. Nilai LE akan menurun seiring dengan umur tanaman dan akan meningkat pada saat menjelang panen. Hal ini dikarenakan pada saat umur tanaman masih muda, lahan sawah masih terairi sehingga kelembaban udara di sekitar tanaman akan meningkat dan defisit tekanan uap air akan menurun, akibatnya nilai LE akan berkurang. Sebaliknya, pada saat akhir tanam, pengairan pada lahan mulai dikurangi, maka kelembaban udara akan turun sehingga terjadi peningkatan defisit tekanan dan mengakibatkan LE juga akan meningkat. Sementara itu, untuk nilai fluks panas tanah G pada persawahan, nilainya akan berkurang seiring dengan pertambahan umur tanaman padi sawah dan akan meningkat kembali pada saat tanaman padi sawah menggugurkan daunnya ketika menjelang panen.  Vegetasi tinggi Dalam Impron 1999, kanopi tanaman memiliki tiga sifat optikal, yaitu refleksivitas, transmisivitas dan absorbsivitas. Refleksivitas merupakan proporsi kerapatan fluks radiasi matahari 7 yang direfleksikan oleh unit indeks luas daun atau kanopi, sedangkan transmisivitas adalah proporsi kerapatan fluks radiasi yang ditransmisikan oleh unit indeks luas daun. Absorbsivitas dapat didefinisikan sebagai proporsi kerapatan fluks radiasi yang diabsorbsi oleh unit indeks luas daun. Dalam June 1993, radiasi surya yang sampai di permukaan kanopi tanaman ± 85 akan diserap dan kurang dari 10 akan dipantulkan. Sedangkan bagian yang tidak diintersepsi akan diteruskan atau ditransmisikan ke bagian bawah kanopi sebesar 5. Proses penyerapan, pemantulan dan penerusan radiasi pada area tanaman akan menyebabkan terjadinya perubahan spektrum dari radiasi surya di puncak, tengah dan dasar kanopi. Keadaan ini mempunyai implikasi penting untuk tanaman yang tumbuh di bawah kanopi yang tebal. Faktor yang mempengaruhi penetrasi radiasi surya ke dalam tajuk meliputi sudut berdirinya daun, sifat permukaan daun, ketebalan daun transmisi radiasi, ukuran daun, elevasi matahari serta proporsi dari radiasi langsung dan baur tajuk tanaman. Dalam suatu vegetasi, bila indeks pantulan yang terjadi adalah ρ, indeks transmisi , dan indeks absorbsi α, maka keseimbangan radiasi yang terjadi adalah sebagai berikut Impron, 1999 : ρ + + α = 100......................10 Koefisien pemadaman extinction coefficient tajuk tanaman menggambarkan besarnya kemampuan tajuk dalam mengintersepsi radiasi yang melewati tajuk tanaman, mulai dari puncak tajuk menuju permukaan tanah June, 1993. Distribusi cahaya dalam kanopi tanaman merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman dan efisiensi konversi penerimaan radiasi menjadi bahan kering June, 1993. Koefisien pemadaman dapat menjelaskan bagaimana hubungan karakteristik kanopi tanaman dan intersepsi radiasi. Nilai koefisien pemadaman k bergantung pada spesies, tipe tegakan, dan distribusi daun. Nilai k kurang dari 1 terdapat pada kondisi dedaunan yang tidak horizontal atau distribusi daun tidak merata merumpun. Sementara nilai k lebih dari 1 terdapat pada distribusi daun yang tersebar merata June, 1993. Yoshida 2009 menyatakan bahwa pada penutupan lahan berupa hutan dengan vegetasi tinggi yang rapat, akan memancarkan 70 fluks panas laten dan 30 lengas terasa dari radiasi netto yang diterimanya. Untuk daerah urban, radiasi netto yang diserap oleh vegetasi menjadi lebih besar dibandingkan dengan wilayah hutan. Selanjutnya disebutkan dalam Rauf 2009 bahwa kandungan air pada tajuk vegetasi tinggi lebih besar dibandingkan dengan rumput, sehingga kebutuhan panas laten untuk mengevaporasikan air pada permukaan tajuk vegetasi tinggi lebih besar dibandingkan dengan rumput.  Rumputsemak Menurut Newton Blackman 1970, rumput memiliki tekstur daun yang kasar dan berujung runcing, tekstur ini menyebabkan radiasi yang diterimanya akan dipancarkan lebih besar dibandingkan dengan daun yang bertekstur halus. Hal ini menyebabkan rumput akan memancarkan suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan pada daun bertekstur halus. Tabel 2 Neraca energi pada vegetasi tinggi dan rumput Variabel neraca energi Hutan Vegetasi tinggi MJm -2 hari -1 Rumput MJm -2 hari -1 Rn 11.28±2.74 10.21±2.5 LE 8.41± 6.50 4.21±2.4 H 2.85±6.16 6.00 2.7 G 0.02±0.59 0.01±0.2 Sumber : Rauf 2009 Pada penelitian yang dilakukan Rauf 2009 diketahui bahwa radiasi global yang diterima rumput akan lebih besar nilainya dibandingkan dengan radiasi global yang diterima oleh vegetasi tinggi. Di kawasan Babahaleka Taman Nasional Lore Lindu, padang rumput menerima radiasi global 19.19 MJm -2 hari -1 , sedangkan vegetasi tinggi akan menerima radiasi global sebesar 18.55 MJm -2 hari -1 pada hari tidak hujan. Selain itu, terdapat pula perbedaan radiasi netto pada rumput dan vegetasi tinggi yang disebabkan oleh perbedaan albedo kedua penutupan lahan tersebut. Monteith 1975 melaporkan hasil penelitian Marriam 1961 dan Leyton 1967 bahwa kapasitas tajuk rumput adalah 0.5-0.9 mm. 8 Tabel 3 Aliran energi dan massa Variabel neraca energi Vegetasi tinggi MJm -2 hari -1 Rumput MJm -2 hari -1 Rn 11.28±2.74 10.21±2.53 LE 8.41± 6.50 4.21±2.48 LERn 74.56 41.23 H 2.85±6.16 6.00 2.69 HRn 25.27 58.77 Aliran massa 3.43 1.72 Sumber : Rauf 2009  Ladang Pada penelitian yang dilakukan oleh Jose dan Berrade 1983 di Calobozo Biological Station, USA, dihasilkan bahwa dengan penghitungan Radiasi netto, sensible heat flux, latent heat flux dan soil heat flux melalui pendekatan neraca energi selama musim basah dihasilkan radiasi netto yang diserap oleh tanaman ladang ladang seperti singkong dengan radiasi yang cukup rendah pada siang hari, pada umumnya radiasi netto yang diru bah menjadi panas laten sebesar 76 hingga 86 persen. Proses tersebut bergantung pada fase-fase pertumbuhan tanaman pada ladang dan tutupan kanopi tanaman tersebut. Selanjutnya, disebutkan bahwa sensile heat flux pada ladang akan mencapai maksimum terjadi pada tengah hari. Tabel 4 Neraca energi MJm -2 pada ladang singkong di sabana pada musim basah komponen Periode observasi 50 84 115 153 Hari setelah pemupukan Rl 18.4 21.5 9.6 18.5 Rn 14.1 12.7 5.0 11.4 G 0.3 0.5 0.2 0.7 H -1.8 -7.5 -0.9 -5.5 LE - 12.2 -8.1 -3.9 -5.3 Sumber : Lean, 1996. III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan April 2011 di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data diantaranya:  Perangkat lunak Erdas 9.1 untuk mengklasifikasikan penutupan lahan pada wilayah kajian serta menentukan berbagai komponen-komponen NDVI, neraca energi, suhu permukaan dan albedo.  Perangkat lunak ArcGIS 9.3 digunakan untuk menentukan jarak dengan prinsip Euclidean distance, menentukan titik amatan dan memperoleh berbagai komponen-komponen sebagai peubah penjelas dan peubah respon berdasarkan titik amatan.  Perangkat lunak Ms. Office 2010 untuk mengolah data yang diperoleh dan melaporkan hasil penelitian.  Perangkat lunak Minitab 15.0 sebagai perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh menggunakan alasisa statistik  Perangkat lunak R 2.13.0 untuk mentransformasi matrik yang diperoleh pada Erdas 9.1. 8 Tabel 3 Aliran energi dan massa Variabel neraca energi Vegetasi tinggi MJm -2 hari -1 Rumput MJm -2 hari -1 Rn 11.28±2.74 10.21±2.53 LE 8.41± 6.50 4.21±2.48 LERn 74.56 41.23 H 2.85±6.16 6.00 2.69 HRn 25.27 58.77 Aliran massa 3.43 1.72 Sumber : Rauf 2009  Ladang Pada penelitian yang dilakukan oleh Jose dan Berrade 1983 di Calobozo Biological Station, USA, dihasilkan bahwa dengan penghitungan Radiasi netto, sensible heat flux, latent heat flux dan soil heat flux melalui pendekatan neraca energi selama musim basah dihasilkan radiasi netto yang diserap oleh tanaman ladang ladang seperti singkong dengan radiasi yang cukup rendah pada siang hari, pada umumnya radiasi netto yang diru bah menjadi panas laten sebesar 76 hingga 86 persen. Proses tersebut bergantung pada fase-fase pertumbuhan tanaman pada ladang dan tutupan kanopi tanaman tersebut. Selanjutnya, disebutkan bahwa sensile heat flux pada ladang akan mencapai maksimum terjadi pada tengah hari. Tabel 4 Neraca energi MJm -2 pada ladang singkong di sabana pada musim basah komponen Periode observasi 50 84 115 153 Hari setelah pemupukan Rl 18.4 21.5 9.6 18.5 Rn 14.1 12.7 5.0 11.4 G 0.3 0.5 0.2 0.7 H -1.8 -7.5 -0.9 -5.5 LE - 12.2 -8.1 -3.9 -5.3 Sumber : Lean, 1996. III METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan dari bulan Oktober 2010 sampai dengan bulan April 2011 di Laboratorium Agrometeorologi Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB dan Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam analisis dan pengolahan data diantaranya:  Perangkat lunak Erdas 9.1 untuk mengklasifikasikan penutupan lahan pada wilayah kajian serta menentukan berbagai komponen-komponen NDVI, neraca energi, suhu permukaan dan albedo.  Perangkat lunak ArcGIS 9.3 digunakan untuk menentukan jarak dengan prinsip Euclidean distance, menentukan titik amatan dan memperoleh berbagai komponen-komponen sebagai peubah penjelas dan peubah respon berdasarkan titik amatan.  Perangkat lunak Ms. Office 2010 untuk mengolah data yang diperoleh dan melaporkan hasil penelitian.  Perangkat lunak Minitab 15.0 sebagai perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh menggunakan alasisa statistik  Perangkat lunak R 2.13.0 untuk mentransformasi matrik yang diperoleh pada Erdas 9.1. 9  Seperangkat komputer dan printer  GPS Ground Control Point sebagai alat yang digunakan untuk memperoleh ground check point GCP. Bahan – bahan yang digunakan antara lain : 1. Data citra Landsat TM+ PathRow 122065, tanggal akuisisi 18 Mei 2006 dengan penutupan awan 0. 2. Peta dasar wilayah Kota Bogor 3. Data iklim Kota Bogor 1993-2009 3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pemrosesan Data Citra