Vegetasi Tinggi Penentuan Pengaruh Jarak Jangkau Tiap Jenis Vegetasi dan Suhu Permukaan

24 dapat diwakili oleh dua peubah saja yaitu radiasi dan albedo. Albedo tidak bermultikolinierasi terhadap ketiga peubah penjelas tersebut karena albedo merupakan nilai nisbah antara radiasi pantul dengan radiasi datang. Oleh karena itu, walaupun dalam persamaan 4 disebutkan bahwa nilai G sebanding dengan nilai albedo, tetapi kedua peubah ini tidak memiliki korelasi yang nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai galat yang mendekati 0.000.

4.5. Penentuan Pengaruh Jarak Jangkau Tiap Jenis Vegetasi dan Suhu Permukaan

Sebelum menentukan pengaruh secara keseluruhan antara ruang terbuka hijau sawah, ladang, rumputsemak, vegetasi tinggi dan sawit terhadap suhu permukaan, perlu adanya peninjauan pengaruh tunggal diantara peubah-peubah penjelas tersebut terhadap peubah responnya.

4.5.1. Vegetasi Tinggi

Untuk menganalisa pengaruh tunggal vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan terutama diperkotaan, perlu adanya perhatian khusus terhadap lingkungan disekitarnya. Dalam kasus pengaruh vegetasi tinggi terhadap suhu di perkotaan, sangatlah penting melakukan tracking dengan menggunakan titik-titik sampling pada penutupan terbangun dengan jarak yang semakin menjauh dari vegetasi tinggi. Pada penelitian ini dilakukan tracking pada Kebun Raya Bogor seperti tampak pada Gambar 21. Hal ini disebabkan lingkungan yang mempengaruhi perpindahan panas pada vegetasi hanya terdapat dua kondisi yaitu vegetasi tinggi yang berada di pusat Kota Bogor Kebun Raya Bogor dan jalur hijau yang diantaranya berada di Jalan Pajajaran, Doktor Semeru, Cimanggu Pahlawan dan Jend. Sudirman, Haji Juanda dan sebagainya dan vegetasi tinggi yang berada di daerah sub-urban Cifor dan Cijeruk. Gambar 21 Peta titik sampel pengaruh vegetasi terhadap suhu permukaan di perkotaan. Gambar 21 menunjukkan bahwa suhu di dalam Kebun Raya Bogor dengan penutupan lahan berupa vegetasi tinggi, memiliki suhu rata-rata 28 o C. Titik-titik di Kebun Raya Bogor ini dijadikan sebagai titik referensi pengaruh vegetasi terhadap suhu permukaan di perkotaan. Selanjutnya, terlihat bahwa suhu permukaan akan meningkat seiring dengan bertambahnya 25 jarak terhadap vegetasi tinggi. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 13. Tabel 13. Suhu titik amatan dan jarak terhadap vegetasi tinggi di Kota Bogor Hubungan pengaruh eksistensi vegetasi terhadap suhu permukaaan di Perkotaan berbentuk non-linier dengan persamaan T s = 28.6 + 1.17LnDv di mana T s merupakan suhu permukaan di perkotaan dan Dv adalah jarak titik amatan terhadapvegetasi tinggi. Pada plot pengaruh vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan, memiliki residual yang menyebar normal dengan P value lebih dari 0.05. Vegetasi tinggi berpengaruh tunggal terhadap suhu permukaan di perkotaan karena vegetasi tinggi dapat menyebabkan adanya gradien suhu antara lingkungan berupa lahan terbangun terhadap suhu di penutupan lahan bervegetasi tinggi di mana dengan adanya perbedaan gradien suhu tersebut, aliran panas akan mengalir secara konveksi dan konduksi seperti yang telah dijalaskan pada sub-bab 4.3.3.4. Gambar 22 Uji kenormalan residual vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan. Bila keseluruhan vegetasi tinggi di wilayah penelitian dibuat hubungan pengaruh vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan, vegetasi tinggi hanya berkontribusi sebesar 8.6 dalam menjelaskan persamaan T s =26.2 + 1.13 LnDv. Residual persamaan pengaruh jarak vegetasi tiggi ini menyebar normal dengan P value lebih dari 0.150. 4.5.2. Ladang dan RumputSemak Berbeda dengan vegetasi tinggi, dalam analisa pengaruh ladang dan rumputsemak terhadap suhu permukaan hanya menggunakan analisis regresi linier dan tidak menggunakan metode tracking. Hal ini dilakukan karena sebaran ladang mendominasi penutupan lahan di daerah kajian secara keseluruhan, sehingga faktor lain di luar faktor pengaruh ladang dan rumputsemak dapat diminimumkan. Berdasarkan hasil analisis, ladang dan suhu permukaan memiliki hubungan sebesar 45.8 dengan kontribusi pengaruh ladang terhadap suhu permukaan sebesar 32.4 dalam persamaan T s =24.6 + 1.47 Ln DLadang. Persamaan ini memiliki P value sebesar 0.089 di mana nilai ini berarti terima hipotesis bahwa residual menyebar normal. Keterangan suhu o C Jarak meter Rata- rata maksimum Titik Referensi 28 Lapisan ke: 1 34 115 152 2 35 182 253 3 35 235 307 4 35 280 417 5 35 299 515 6 37 633 707 26 Gambar 23 Uji kenormalan residual vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan. Penutupan lahan berupa rumputsemak memiliki hubungan sebesar 42.8 terhadap suhu permukaan di perkotaan. Konstribusi semak terhadap suhu permukaan secara liner hanya 17.8 dalam persamaan T s = 30.7 + 0.00849 Dsemak di mana Dsemak adalah jarak titik amatan terhadap semak. Pada penelitian ini, sangat sulit mencari hubungan pengaruh semak terhadap suhu permukaan karena plot residual persamaan yang menghubungkan suhu permukaan dan semak memiliki sebaran yang tidak normal yaitu dengan P value yang kurang dari 0.05. Kondisi ini berbeda dengan pengaruh ladang terhadap suhu permukaan. Adanya perbedaan pengaruh antara ladang dan rumputsemak disebabkan oleh tekstur daun pada rumputsemak dan ladang seperti yang dijelaskan pada sub bahasan 4.3.2. 4.5.3. Sawah Sawah memiliki hubungan sebesar 46.4 terhadap suhu permukaan dan berkonstribusi secara linier dalam menjelaskan persamaan T s = 31.3 + 0.00471 Dsawah sebesar 21.5 di mana Dsawah adalah jarak titik amatan terhadap sawah. Residual pada pengaruh sawah terhadap suhu permukaan menyebar normal dengan P value sebesar 0.134. Gambar 24 Uji kenormalan residual sawah terhadap suhu permukaan. Pengaruh sawah terhadap suhu permukaan disebabkan pada pengambilan citra, sebagian besar sawah sedang dalam kondisi tergenang air dan sawah memiliki respon khusus terhadap penerimaan radiasi netto seperti yang dijelaskan pada sub bahasan 4.3.2 dan 4.3.3.3. 4.5.4. Sawit Di wilayah kajian penelitian, jarak terdekat perkebunan sawit dari pusat kota Bogor ± 11.544 kilometer. Dengan jarak yang cukup jauh dan penutupan lahan sawit yang hanya 118.44 hektar dengan luas total daerah penelitian adalah 106,739.307 kilometer -2 maka akan sangat sulit bagi 27 penutupan lahan berupa perkebunan sawit untuk mempengaruhi suhu permukaan di Kota Bogor. 4.6. Penentuan Pengaruh Neraca Energi, Jarak Jangkau RTH Dan Suhu Permukaan Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan ruang terbuka hijau adalah wilayah dengan penutupan lahan yang mengandung vegetasi didalamnya dan bukan merupakan badan air atau lahan terbangun. Selanjutnya, dengan pengertian tersebut akan ditentukan pengaruh dari keempat penutupan lahan berupa vegetasi tinggi, rumputsemak, sawah dan vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan di perkotaan. Berdasarkan sub bahasan 4.4.1, perkebunan sawit tidak dimasukkan sebagai prediktor. Dengan merujuk pada Gambar 25, dapat diketahui bahwa suhu akan meningkat seiring dengan bertambahnya radiasi netto. Akan tetapi, pada komponen albedo, nilainya beragam sesuai dan hampir seragam dengan memusat pada selang nilai 0.06 hingga 0.07. Pola hubungan penutupan lahan bervegetasi terhadap suhu permukaan mengikuti sebaran asimtot y di mana semakin dekat jarak suatu titik terhadap lahan bervegetasi, semakin rendah suhu permukaannya. Namun, semakin menjauh suatu titik terhadap lahan bervegetasi, maka suhu permukaannya akan konstan dan mendekati batas maksimum suhu di suatu daerah. Berdasarkan prediktor – prediktor tersebut, dilakukan analisis regresi linier mengenai pengaruh dari masing-masing prediktor terhadap suhu permukaan. Hasil analisis bentuk hubungan antara masing- masing lahan bervegetasi dan neraca energi terhadap suhu permukaan didapatkan bahwa prediktor radiasi netto, albedo, sawah dan ladang berpengaruh terhadap suhu permukaan di perkotaan, tetapi vegetasi tinggi dan rumputsemak tidak berpengaruh nyata terhadap suhu permukaan di perkotaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai P value pada rumputsemak dan vegetasi tinggi yaitu 0.206 dan 0.495. Oleh karena itu, kedua prediktor tersebut tidak digunakan sebagai penduga suhu permukaan di wilyah kajian. 28 Gambar 25 Scatter plot suhu permukaan peubah respon terhadap RTH dan komponen neraca energi. Pemodelan selanjutnya hanya menggunakan empat prediktor yaitu radiasi netto, albedo, sawah dan ladang. Model dibangun dengan mentransformasikan nilai suhu permukaan dengan menggunakan Box Cox transformation agar residual suhu permukaan dapat menyebar normal sehingga dapat memenuhi asumsi analisis regresi. Karena sebaran pada sawah dan ladang menghampiri fungsi asimtot y, maka agar memenuhi asumsi residual yang menyebar normal dilakukan transformasi berupa logaritmik natural untuk nilai Rn, sawah dan ladang. Untuk peubah penjelas berupa albedo tidak dilakukan transformasi karena nilainya menyebar secara merata Gambar 22. Dari hasil regresi tersebut, dihasilkan model : ̂ = - 0.0280 + 0.0198 albedo + 0.00538 LnRn - 0.000038 LnDsawah- 0.000053 LnLadang ………….21 di mana albedo merupakan nisbah radiasi pantul terhadap radiasi datang, Rn adalah radiasi netto, D sawah adalah jarak titik amatan terhadap sawah dan D ladang adalah jarak titik amatan terhadap ladang dimana titik amatan adalah titik-titik yang tersebar di lahan terbangun di pusat kota yang akan diekstraksi sebagai pembangkit model. Gambar 26 Tranformasi Box Cox terhadap suhu permukaan. Persamaan 21 memiliki koefisien determinasi sebesar 88.0 . Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa model tersebut cukup menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi suhu permukaan di Bogor. Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, diperoleh bahwa residual dari persamaan tersebut menyebar normal dengan nilai kemungkinan lebih dari 0.150. Pada uji autokorelasi dengan menggunakan metode Durbin-Watson, diperoleh nilai uji D-W adalah 1.65. Nilai 29 tersebut mendekati nilai 2, sehingga dapat dikatakan bahwa galat model tersebut tidak saling berautokorelasi. Selanjutnya, untuk menilai kualitas persamaan 21, maka dilakukan validasi dengan menggunakan 20 dari data titik amatan yang terdiri dari berbagai tipe land cover. Berdasarkan hasil validasi, diperoleh bahwa suhu permukaan hasil dugaan memiliki nilai korelasi sebesar 93.3. nilai korelasi ini terbilang besar dalam menduga suhu permukaan berdasarkan keempat prediktor tersebut. Gambar 27 Uji kenormalan residual vegetasi tinggi terhadap suhu permukaan.

4.7. Pengaruh RTH Di Bogor