Pengendalian Persediaan Produksi Minyak Sawit Dan Inti Sawit Pada Ptpn IV (Persero) Bah Jambi
DAN INTI SAWIT PADA PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
SKRIPSI
APRILIYANTI
080803061
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
(2)
PENGENDALIAN PERSEDIAAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT PADA PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
APRILIYANTI 080803061
DEPARTEMEN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2012
(3)
PERSETUJUAN
Judul : PENGENDALIAN PERSEDIAAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT PADA PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
Kategori : SKRIPSI
Nama : APRILIYANTI
Nomor Induk Mahasiswa : 080803061
Program Studi : SARJANA (S1) MATEMATIKA
Departemen : MATEMATIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Oktober 2012
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Si. Prof. Drs. Tulus, M.Si. NIP 19500321198003 1 001 NIP 19620901 198803 1 002
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Matematika FMIPA USU Ketua,
Prof. Drs. Tulus, Vordipl.Math, M.Si., Ph.D. NIP 19620901 198803 1 002
(4)
iii
PERNYATAAN
PENGENDALIAN PERSEDIAAN PRODUKSI MINYAK SAWIT DAN INTI SAWIT PADA PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing- masing disebutkan sumbernya
Medan, Oktober 2012
APRILIYANTI 080803061
(5)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dalam waktu yang telah ditetapkan.
Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Prof. Drs. Tulus, M.Si. selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Suwarno Ariswoyo, M.Siselaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga kepada Bapak Drs. Marihat Situmorang,M.Kom dan Ibu Asima Manurung,S.Si,M.Si selaku dosen penguji atau pembanding yang telah memberikan saran-saran guna menjadikan skripsi ini menjadi lebih baik. Ucapan terima kasih juga saya ucapkan kepada Bapak Prof. Drs. Tulus, Vordipl. Math, M.Si, Ph.D. dan Ibu Dra.Mardiningsih, M.Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika, Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. selaku Dekan FMIPA USU serta para pegawai.
Terima kasih juga kepada pihak PTPN IV (Persero) Bah Jambi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan memberikan pelayanan yang baik sebagai tamu. Terima kasih kepada Om Jupri, Om Adi, Om Juliono, dan Buk Uli selaku keluarga yang tinggal di Bah Jambi yang telah memberikan dukungan dan akomodasi selama melakukan penelitian.
Terima kasih kepada teman-teman seperjuangan stambuk’08 khususnya Elsa, Sarah, Falin, Rina, Tika, Cathrin, dan Sri, adik-adik stambuk’11 ’10 dan ’09, para alumni yang telah memberikan nasehat-nasehat selama berada dalam kampus, khususnya kepada abang-abang dan kakak-kakak stambuk’05.
Terima kasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua tercinta, SOLIHIN dan SUMIYEM, kepada kedua saudara tersayang, SONY dan DIMAS, yang selama ini telah memberikan bantuan secara moril maupun materil serta dorongan, motivasi dan doa.
Semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Medan, Oktober 2012 Penulis
APRILIYANTI 080803061
(6)
v
ABSTRAK
Persediaan merupakan banyaknya material cadangan untuk memenuhi permintaan pelanggan pada periode tertentu. Jika permintaan tak menentu, persediaan bisa tidak cukup atau menjadi berlebihan. Oleh karena itu, pengendalian persediaan sangat diperlukan untuk mengatur material menjadi persediaan yang optimal. Pengendalian persediaan merupakan masalah utama pada manajemen perusahaan. Begitu juga dengan PTPN IV (Persero) Bah Jambi yang memproduksi Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (PK), persediaan harus dikelola sebaik-baiknya. Dalam kasus ini, suatu model persediaan untuk PTPN IV (Persero) Bah Jambi adalah untuk menentukan jumlah produksi yang meminimumkan biaya-biaya persediaan.
(7)
INVENTORY CONTROL OF CRUDE PALM OIL AND PALM KERNEL PRODUCTION AT PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
ABSTRACT
Inventory represents the amount of reserved material to meet demand of consumers in certain period. If the demand is uncertain, the stock could be insufficient or becoming excessive. Therefore, Inventory control is necessary to manage material to be optimal inventory. Inventory control is the main problem in company’s management. Likewise with PTPN IV (Persero) Bah Jambi that produce Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel (PK), the inventory must be managed properly. In this case, an inventory model for PTPN IV (Persero) Bah Jambi is to determine the production quantity that minimizes the costs of inventory.
(8)
vii
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACT vi
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tinjauan Pustaka 2
1.5 Tujuan Penelitian 4
1.6 Manfaat Penelitian 4
1.7 Metodologi Penelitian 4
BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1 Uji Normalitas Liliefors 5
2.2 Teori Pengendalian Persediaan 7
2.3 Sistem Persediaan 8
2.4 Kategori Biaya Persediaan 9
2.4.1 Biaya Pembelian atau Produksi 9
2.4.2 Set-up (ordering) costs atau Biaya Pengadaan 9 2.4.3 Holding (carrying) costs atau Biaya Penyimpanan 10
2.4.4 Stock-out (shortage) costs 11
2.5 Model-Model Persediaan 13
2.6 Economic Production Quantity (EPQ) 14
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pengumpulan Data
3.1.1 Data yang Dibutuhkan 17
3.1.2 Hasil Pengumpulan Data 17
3.2 Pengolahan Data
3.2.1 Uji Normalitas Liliefors untuk Minyak Sawit 21 3.2.2 Uji Normalitas Liliefors untuk Inti Sawit 25 3.3 Perhitungan dengan Model “Economic Production Quantity” (EPQ)
3.3.1 Perhitungan untuk Data Minyak Sawit 29 3.3.2 Perhitungan untuk Data Inti Sawit 32
(9)
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan 36
4.2 Saran 37
DAFTAR PUSTAKA 38
(10)
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Data Produksi Minyak Sawit (kg) 18
Tabel 3.2 Data Penyaluran Produksi Minyak Sawit (kg) 18
Tabel 3.3 Data Produksi Inti Sawit (kg) 19
Tabel 3.4 Data Penyaluran Produksi Inti (kg) 19
Tabel 3.5 Data Biaya Pengadaan Minyak Sawit (Rp) 20 Tabel 3.6 Data Biaya Penyimpanan Minyak Sawit (Rp) 20 Tabel 3.7 Data Biaya Pengadaan Inti Sawit (Rp) 20 Tabel 3.8 Data Biaya Penyimpanan Inti Sawit (Rp) 20 Tabel 3.9 Uji Normalitas Liliefors Data Penyaluran Minyak Sawit 24 Tabel 3.10 Uji Normalitas Liliefors Data Penyaluran Inti Sawit 28
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Grafik Minimum Total Costs 12
(12)
v
ABSTRAK
Persediaan merupakan banyaknya material cadangan untuk memenuhi permintaan pelanggan pada periode tertentu. Jika permintaan tak menentu, persediaan bisa tidak cukup atau menjadi berlebihan. Oleh karena itu, pengendalian persediaan sangat diperlukan untuk mengatur material menjadi persediaan yang optimal. Pengendalian persediaan merupakan masalah utama pada manajemen perusahaan. Begitu juga dengan PTPN IV (Persero) Bah Jambi yang memproduksi Minyak Sawit (CPO) dan Inti Sawit (PK), persediaan harus dikelola sebaik-baiknya. Dalam kasus ini, suatu model persediaan untuk PTPN IV (Persero) Bah Jambi adalah untuk menentukan jumlah produksi yang meminimumkan biaya-biaya persediaan.
(13)
INVENTORY CONTROL OF CRUDE PALM OIL AND PALM KERNEL PRODUCTION AT PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
ABSTRACT
Inventory represents the amount of reserved material to meet demand of consumers in certain period. If the demand is uncertain, the stock could be insufficient or becoming excessive. Therefore, Inventory control is necessary to manage material to be optimal inventory. Inventory control is the main problem in company’s management. Likewise with PTPN IV (Persero) Bah Jambi that produce Crude Palm Oil (CPO) and Palm Kernel (PK), the inventory must be managed properly. In this case, an inventory model for PTPN IV (Persero) Bah Jambi is to determine the production quantity that minimizes the costs of inventory.
(14)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap perusahaan, apakah perusahaan itu perusahaan perdagangan ataupun perusahaan pabrik serta jasa selalu mengadakan persediaan. Tanpa adanya persediaan, para pengusaha akan dihadapkan pada risiko bahwa perusahaannya pada suatu waktu tidak dapat memenuhi keinginan pelanggan yang memerlukan atau meminta barang atau jasa yang dihasilkan.
Pengendalian persediaan merupakan hal penting bagi suatu perusahaan dalam proses pengadaan produksi. Munculnya pengendalian persediaan disebabkan berbagai masalah yang timbul di perusahaan seperti kelebihan atau kekurangan persediaan. Jika perusahaan mengalami kelebihan persediaan, maka perusahaan akan mengalami kerugian karena muncul biaya-biaya tambahan seperti biaya penyimpanan. Jika perusahaan mengalami kekurangan persediaan, maka perusahaan tidak bisa memenuhi permintaan dalam jumlah yang besar sehingga perusahaan akan kehilangan keuntungan.
Begitu juga halnya pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi yang memproduksi Minyak Sawit dan Inti Sawit, pengendalian persediaan sangat dibutuhkan untuk mengatasi segala permasalahan biaya yang menyangkut produksi, seperti biaya pengadaan dan biaya penyimpanan. Biaya-biaya ini mengakibatkan harga pokok menjadi lebih tinggi.
Walaupun persediaan memungkinkan produksi dapat dijalankan secara ekonomis, persediaan menyebabkan biaya tambahan dan perputaran modal terhambat.
(15)
Oleh karena itu, pengendalian sangat diperlukan perusahaan untuk menjaga keseimbangan biaya dan persediaan dalam peningkatan produktifitas.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi PTPN IV (Persero) Bah Jambi adalah bagaimana cara untuk menyeimbangkan pengadaan produksi Minyak Sawit dan Inti Sawit sehingga biaya dan jumlah persediaan menjadi optimal.
1.3 Batasan Masalah
Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini, antara lain :
a. Data yang digunakan adalah data produksi, penyaluran, biaya pengadaan, dan penyimpanan untuk Minyak Sawit dan Inti Sawit dalam 2 tahun terakhir terhitung Januari 2010 sampai dengan Desember 2011.
b. Proses pengolahan dianggap tetap untuk masa yang akan datang. c. Biaya kekurangan persediaan dianggap tidak menjadi masalah.
d. Kebijaksanaan perusahaan tidak berubah selama periode yang ditentukan dalam pemecahan masalah.
1.4 Tinjauan Pustaka
Umumnya, terdapat empat kategori biaya persediaan yang sangat menentukan jawab optimal dari masalah persediaan. Empat kategori biaya tersebut ialah biaya pembelian atau produksi, Set-up (ordering) costs atau biaya pengadaan, Holding (carrying) costs atau biaya penyimpanan, stock-out (shortage) costs (Siagian, 1987, hal: 17).
(16)
3
Sudjana (2005, hal: 467) menyatakan bahwa uji kenormalan Liliefors, untuk menerima atau menolak hipotesis nol, kita bandingkan L0 dengan nilai kritis L untuk taraf nyata α yang dipilih. Kriterianya adalah : tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal jika L0 yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar. Dalam hal lainnya, hipotesis diterima.
Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi dan besarnya permintaan pasar. Perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal. Permasalahan itu dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ).
1.5 Tujuan Penelitian
Dengan menerapkan teori pengendalian persediaan pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat produksi optimal dan waktu optimal pada setiap putaran produksi yang dapat meminimumkan biaya produksi.
1.6 Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dan pertimbangan bagi PTPN IV (Persero) Bah Jambi dalam usaha mengoptimalkan produksi serta biaya pengadaan produksi Minyak Sawit dan Inti Sawit. Dan menjadikan bahan pembelajaran bagi mahasiswa di bidang pengendalian persediaan.
(17)
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian tentang pengendalian persediaan Minyak Sawit dan Inti Sawit ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data di PTPN IV (Persero) Bah Jambi.
b. Data yang diperoleh akan diuji apakah berdistribusi normal atau tidak dengan menggunakan uji Normalitas Liliefors. Jika data berdistribusi normal, maka akan digunakan teori pengendalian persediaan tertentu (Deterministic Inventory Control Model) tetapi apabila data tersebut tidak mengikuti distribusi normal, maka akan digunakan Probabilistic Inventory Control Model.
c. Pembahasan dengan model persediaan. d. Menarik kesimpulan.
(18)
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Uji Normalitas Liliefors
Di dalam pengendalian persediaan, perumusan ilmu statistik digunakan untuk menentukan pola distribusi, dimana pola distribusi tersebut dapat dihitung dengan menguji kenormalan terhadap data hasil pengamatan. Pengujian tersebut dilakukan dengan menggunakan Uji Normalitas Liliefors.
Andaikan terdapat sampel berukuran “n” dengan nilai data x1, x2, x3,…,xn. Berdasarkan sampel ini akan diuji hipotesis nol (H0) bahwa sampel tersebut berasal dari populasi berdistribusi normal melawan hipotesis tandingan (H1) bahwa distribusi tidak normal.
Untuk pengujian hipotesis tersebut kita tempuh prosedur sebagai berikut:
a. Nilai data x1, x2, x3,…,xn dijadikan bilangan baku z1, z2, z3,…,zn dengan menggunakan rumus:
i i
x -x z =
s Dimana:
x = rata-rata sampel
(19)
Untuk menghitung rata-rata sampel pengamatan digunakan rumus sebagai berikut:
n i i=1
x x=
n
∑
Untuk menghitung simpangan baku (s) dari sampel digunakan rumus:
( )
n 2
i i=1
x -x s =
n-1
∑
b. Dihitung peluang F z =P z
( ) (
i ≤zi)
dengan menggunakan daftar distribusi normal standard.c. Hitung proporsi z1, z2, z3,…,zn yang lebih kecil atau sama dengan zi . Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka :
1 2 3 n i i
banyaknya z , z , z ,…, z z S(z )=
n
≤
d. Dihitung selisih antara F z
( )
i dengan S(z )i , yaitu( ) ( )
i iF z -S z
e. Dihitung harga maksimum diantara F z -S z
( ) ( )
i i yaitu :( ) ( )
{
}
hitung i i
L =max F z -S z
(20)
7
f. Pengujian hipotesis:
Hipotesa:
H0 : Data penyaluran minyak sawit dan inti sawit memenuhi distribusi normal. H1 : Data penyaluran minyak sawit dan inti sawit tidak memenuhi distribusi normal.
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
Jika ( )
( )
0
α n
0
α n
L : maka H diterima L=
L : maka H ditolak
≤ >
Dimana: Lα(n) adalah nilai kritis untuk uji kenormalan Liliefors dengan taraf nyata α dan banyak data n.
2.2 Teori Pengendalian Persediaan
Persediaan didefinisikan sebagai barang yang disimpan untuk digunakan atau dijual pada periode mendatang. Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena mayoritas perusahaan melibatkan investasi besar pada aspek ini.
Secara fisik, item persediaan dapat dikelompokkan dalam lima kategori, yaitu sebagai berikut :
a. Bahan mentah (raw materials) yaitu barang-baranag berwujud seperti baja, kayu, tanah liat, atau bahan-bahan mentah lainnya yang diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari pemasok, atau diolah sendiri oleh perusahaan untuk digunakan perusahaan dalam proses produksinya sendiri.
(21)
b. Komponen yaitu barang-barang yang terdiri atas bagian-bagian (parts) yang diperoleh dari perusahaan lain atau hasil produksi sendiri untuk digunakan dalam pembuatan barang jadi atau barang setengah jadi.
c. Barang setengah jadi (work in process) yaitu barang-barang keluaran dari tiap operasi produksi atau perakitan yang telah memiliki bentuk lebih kompleks daripada komponen, namun masih perlu proses lebih lanjut untuk menjadi barang jadi.
d. Barang jadi (finished good) yaitu barang-barang yang telah selesai diproses dan siap untuk didistribusikan ke konsumen.
e. Bahan pembantu (supplies material) yaitu barang-barang yang diperlukan dalam proses pembuatan atau perakitan barang, namun bukan merupakan komponen barang jadi. Contohnya adalah bahan bakar, pelumas, listrik,dan lain-lain.
2.3 Sistem Persediaan
Sistem persediaan adalah suatu mekanisme mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan menjadi output, di mana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin persediaan secara optimal, dalam kuantitas yang optimal, dan pada waktu yang optimal. Kriteria optimal adalah minimasi biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan persediaan.
Secara luas, tujuan dari sistem persediaan adalah menemukan solusi optimal terhadap seluruh masalah yang terkait dengan persediaan. Dikaitkan dengan tujuan umum perusahaan, maka ukuran optimalitas pengendalian persediaan seringkali
(22)
9
diukur dengan keuntungan maksimum yang dicapai. Karena perusahaan memiliki banyak subsistem lain selain persediaan, maka mengukur kontribusi pengendalian persediaan dalam mencapai total keuntungan bukan hal mudah. Optimalisasi pengendalian persediaan biasanya diukur dengan total biaya minimal pada suatu periode tertentu.
2.4 Kategori Biaya Persediaan
Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Tanpa memperhatikan bagaimana sifat kebutuhan, waktu tenggang dan lain-lain, umumnya terdapat empat kategori biaya persediaan yang sangat menentukan jawab optimal dari masalah persediaan. Empat kategori biaya tersebut ialah:
2.4.1 Biaya pembelian atau produksi
Biaya pembelian adalah harga pembelian atau produksi yang memperlihatkan dua jenis biaya yaitu :
a. Kalau harga pembelian adalah tetap, maka ongkos per satuan adalah juga tetap tanpa melihat jumlah yang dibeli.
b. Kalau diskon tersedia, maka harga per satuan adalah variabel tergantung pada jumlah pembelian.
Pada beberapa model pengendalian sistem persediaan, biaya tidak dimasukkan sebagai dasar untuk membuat keputusan.
2.4.2 Set-up (ordering) costs atau biaya pengadaan
Kategori biaya ini mencakup beberapa jenis ongkos yang sudah umum diketahui dan biasa disebut biaya pengadaan. Kalau sifatnya pembelian, maka disebut ordering costs
(23)
atau biaya pemesanan. Biaya pemesanan adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan pemesanan ke pemasok, yang besarnya biasanya tidak dipengaruhi oleh jumlah pemesanan. Biaya pemesanan ini terdiri dari ongkos pemeriksaan, ongkos pengepakan, ongkos ekspedisi, ongkos penerimaan dan pemeriksaan, ongkos kuitansi-kuitansi dan dokumen lainnya untuk menjamin lancarnya arus barang, biaya telepon, dan lain-lain. Bagian terbesar dari kategori ini ialah gaji pegawai.
Tetapi kalau sifatnya produksi, dalam arti bila item sediaan diproduksi sendiri dan tidak membeli dari pemasok, maka disebut set-up costs atau biaya penyiapan. Biaya penyiapan adalah semua pengeluaran yang timbul dalam mempersiapkan produksi. Biaya ini meliputi biaya persiapan peralatan produksi, biaya mempersiapkan mesin, biaya mempersiapkan gambar kerja, biaya perbaikan mesin, biaya penambahan mesin baru, biaya mempersiapkan tenaga kerja langsung, biaya perencanaan dan penjadwalan produksi, dan biaya-biaya lain yang besarnya tidak tergantung pada jumlah item yang diproduksi.
2.4.3 Holding (carrying) costs atau biaya penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang dikeluarkan dalam penanganan atau penyimpanan barang. Biaya simpan tergantung dari lama penyimpanan dan jumlah yang disimpan. Biaya simpan biasanya dinyatakan dalam biaya per unit per periode. Biaya penyimpanan meliputi berikut ini :
a. Biaya kesempatan. Penumpukan barang di gudang berati penumpukan modal. Padahal modal ini dapat diinvestasikan pada tabungan bank atau bisnis lain. Biaya modal merupakan opportunity cost yang hilang karena menyimpan persediaan.
b. Biaya simpan. Termasuk dalam biaya simpan adalah biaya sewa gudang, biaya asuransi dan pajak, biaya administrasi dan pemindahan, serta biaya kerusakan dan penyusutan.
(24)
11
c. Biaya keusangan. Biaya yang disimpan dapat mengalami penurunan nilai karena perubahan teknologi (misal komputer).
d. Biaya-biaya lain yang besarnya bersifat variabel tergantung pada jumlah item.
Dalam praktek, biaya penyimpanan sukar dihitung secara teliti, sehingga dilakukan pendekatan dengan suatu prosentase tertentu. Pada beberapa perusahaan, prosentase ini ditetapkan antara 15% sampai 30% pertahun dari harga pembelian.
2.4.4 Stock-out (shortage) costs
Biaya ini timbul akibat tidak terpenuhinya kebutuhan langganan. Kalau langganan mau menunggu, maka biaya terdiri dari ongkos produksi yang terburu-buru. Tetapi kalau langganan tidak rela menunggu, maka biaya terdiri dari kehilangan untung dan lebih-lebih lagi kehilangan kepercayaan. Biaya dari jenis ini umumnya mendapat perhatian yang sungguh-sungguh karena akibatnya tidak segera terasa dan sifatnya merusak dan berlangsung secara lambat-laun. Biaya ini sulit diukur karena berhubungan dengan good will perusahaan.
Sebagai pedoman, biaya stock-out dapat dihitung dari hal-hal berikut:
a. Kuantitas yang tak dapat dipenuhi, biasanya diukur dari keuntungan yang hilang karena tidak dapat memenuhi permintaan. Biaya ini diistilahkan sebagai biaya penalti atau hukuman kerugian bagi perusahaan.
b. Waktu pemenuhan. Lamanya gudang kosong berarti lamanya proses produksi terhenti atau lamanya perusahaan tidak dapat mendapat keuntungan, sehingga waktu menganggur tersebut dapat diartikan sebagai uang yang hilang.
c. Biaya pengadaan darurat. Agar konsumen tidak kecewa, maka dapat dilakukan pengadaan darurat yang biasanya menimbulkan biaya lebih besar ketimbang biaya pengadaan normal.
(25)
Dalam praktek, tidak jarang ada kasus berupa suatu biaya sulit dapat diklasifikasikan dalam biaya tetap (biaya pemesanan atau penyiapan) sekaligus dapat diklasifikasikan dalam biaya variabel (biaya simpan, stock out). Misalkan biaya transportasi, kalau satuan item pesanan dalam bilangan ‘truk’, maka ongkos transpor sifatnya variabel tergantung pada berapa truk yang dikirim. Namun, bila satuan item pesanan dalam unit dan satu truk berisi 1000 unit, maka ongkos transportasi jika pesanan maksimal 1000 unit adalah fix cost (biaya pemesanan), artinya tidak dipengaruhi jumlah item yang dipesan. Bila jumlah maksimal item pengiriman tidak dibatasi dan satuan item pengiriman dalam unit, maka ongkos transpor ini dapat pula dikatakan variabel. Terkait dengan ini diperlukan pertimbangan (trade off) dari pembuat kebijakan persediaan. Trade off ini akan sangat bergantung pada jenis item yang dipesan atau diproduksi.
Sebagai ilustrasi dapat diperlihatkan bagaimana hubungan antara tingkat persediaan dan jumlah biaya seperti pada gambar berikut:
Biaya
0 Optimum Tingkat Persediaan
Gambar 2.1 Minimum total costs
Holding Costs Total Costs
(26)
13
2.5 Model-Model Persediaan
Biaya bukanlah satu-satunya masalah dalam persediaan, tetapi juga mengandung variabel-variabel lain seperti jumlah permintaan dan waktu. Jumlah permintaan boleh tetap dan boleh berubah-ubah dari waktu ke waktu. Variabel waktu bisa timbul karena penundaan yang boleh tetap dan juga boleh berubah. Kombinasi dari variabel-variabel ini memberikan karakter yang khusus bagi tiap masalah persediaan. Oleh karena itu terdapat beberapa model untuk menyelesaikan masalah persediaan tersebut.
Menurut Taha (1982), model persediaan dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
a. Model Deterministik
Model deterministik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan yang dapat diketahui secara pasti sebelumnya. Model ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Deterministik statis
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahuhi secara pasti dan bersifat konstan
2. Deterministik dinamik
Pada model ini tingkat permintaan setiap unit barang untuk tiap periode diketahui secara pasti, tetapi bervariasi dari satu periode ke periode.
b. Model Probabilistik
Model probabilistik ditandai oleh karakteristik permintaan dan periode kedatangan pesanan yang tidak dapat diketahui secara pasti sebelumnya, sehingga perlu didekati dengan distribusi probabilitas. Model ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Probabilistik Stationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana probability density function dari permintaan tidak dipengaruhui oleh waktu setiap periode.
(27)
2. Probabilistik Nonstationary
Pada model ini tingkat permintaan bersifat random, di mana probability density function dari permintaan bervariasi dari satu periode ke periode lainnya.
2.6 Economic Production Quantity (EPQ)
Persediaan produk dalam suatu perusahaan berkaitan dengan volume produksi dan besarnya permintaan pasar. Perusahaan harus mempunyai kebijakan untuk menentukan volume produksi dengan disesuaikan besarnya permintaan pasar agar jumlah persediaan pada tingkat biaya minimal. Menurut Yamit (2002), permasalahan itu dapat diselesaikan dengan menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ).
Economic Production Quantity (EPQ) adalah pengembangan model persediaan dimana pengadaan bahan baku berupa komponen tertentu diproduksi secara massal dan dipakai sendiri sebagai sub-komponen suatu produk jadi oleh perusahaan.
Jika item diproduksi sendiri, umumnya pesanan tidak dapat datang sekaligus karena keterbatasan tingkat produksi. Persediaan akan ada secara bertahap dan juga dikurangi secara bertahap karena untuk memenuhi kebutuhan.
Adapun beberapa asumsi yang diberikan dalam perhitungan dalam perumusan pengendalian persediaan sebagai berikut:
a. Produksi dilakukan kembali sebelum persediaan habis. Dengan kata lain Jumlah produksi lebih besar daripada jumlah permintaan.
b. Tingkat persediaan adalah sama untuk setiap putaran produksi.
c. Selama produksi dilakukan, tingkat pemenuhan persediaan adalah sama dengan tingkat produksi dikurangi tingkat permintaan.
d. Waktu tenggang (lead time) adalah konstan. e. Tidak terjadi stock-out.
(28)
15
Model matematis persamaan EPQ dapat dikembangkan melalui gambar di bawah ini :
Persediaan
Gambar 2.2 Grafik Economic Production Quantity
Dalam model ini, jumlah produksi setiap sub siklus tetap harus memenuhi kebutuhan selama t, atau dinotasikan Q = (D . t) . Pada masa tp adalah produksi pada tingkat P bersamaan dengan penggunaan untuk membuat produk jadi. Persediaan mencapai puncaknya (Imax) pada masa tp adalah tp(P−D), dimana tahap produksi berhenti.
Rata-rata persediaan akan sama dengan tp P D 2
−
. Kuantitas material yang
diproduksi adalah sebesar Q = tp . P, maka tp = Q
P . Pada masa ti adalah lamanya produksi berhenti dimana terjadi pengurangan persediaan dengan tingkat D. Jika persediaan telah mencapai tingkat R, maka harus diadakan set-up (persiapan) produksi yang lamanya tergantung lead time (L). Jadi, L dalam model ini menyatakan waktu yang diperlukan untuk set-up (persiapan) produksi.
Dengan mensubstitusikan tp, maka rata-rata persediaan menjadi :
(
)
Q P D
Q P D Q QD D Q
= = 1
P 2 2P 2 2P P 2
− − = − − Waktu Q Imax tp ti t R L P-D L D
(29)
sehingga biaya rata-rata penyimpanannya adalah 1 D Q P 2
−
. Cc
Karena jumlah putaran produksi adalah D Q , maka biaya rata-rata pengadaannya adalah DCs
Q Sehingga total biaya persediaan (Tc) adalah :
s c
D D Q
Tc= C + 1 .C
Q P 2
−
Dengan mendiferensialkan persamaan Tc terhadap Q,
s c
2
dTc D D 1
= C + 1 C =0
dQ Q P 2
− −
maka diperoleh jumlah produksi optimal dalam satu putaran produksi yaitu :
s 0 c 2DC Q = D 1 C P −
dengan interval waktu optimal pada setiap putaran produksi adalah :
0 0 Q t = D Dimana:
Q = Jumlah barang yang diproduksi dalam satu putaran produksi D = Laju permintaan barang yang diperlukan per satuan waktu P = Laju produksi barang per satuan waktu
Cc = Carrying costs / biaya penyimpanan per unit per satuan waktu Cs = Set Up Cost / biaya pengadaan untuk tiap putaran produksi Tc = Total Costs / total biaya persediaan
(30)
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Pengumpulan Data
3.1.1 Data yang dibutuhkan
Data yang diperoleh adalah hasil pengamatan dan pencatatan serta wawancara dengan pihak PTPN IV (Persero) Bah Jambi yaitu tentang pengolahan data yang berhubungan dengan masalah persediaan. Adapun data yang dimaksud adalah :
1. Data produksi Minyak Sawit dan Inti Sawit pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi periode Januari 2010 s/d Desember 2011.
2. Data penyaluran Minyak Sawit dan Inti Sawit pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi periode Januari 2010 s/d Desember 2011.
3. Data biaya pengadaan Minyak Sawit dan Inti Sawit pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi periode Januari 2010 s/d Desember 2011.
4. Data biaya penyimpanan Minyak Sawit dan Inti Sawit pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi periode Januari 2010 s/d Desember 2011.
3.1.2 Hasil pengumpulan data
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pencatatan serta wawancara dengan pihak PTPN IV (Persero) Bah Jambi adalah sebagai berikut :
(31)
Tabel 3.1 Data Produksi Minyak Sawit
No Bulan Tahun
2010 2011
1 Januari 2.997.281 1.994.537
2 Februari 2.788.888 2.716.837
3 Maret 3.125.321 3.711.018
4 April 3.462.244 3.722.328
5 Mei 3.149.021 3.416.493
6 Juni 3.910.634 2.691.718
7 Juli 3.970.680 3.013.296
8 Agustus 3.395.697 3.170.579
9 September 3.035.484 2.579.862
10 Oktober 3.582.811 3.172.265
11 November 3.697.529 2.988.795
12 Desember 3.398.874 3.166.416
Jumlah (Kg) 40.514.464 36.344.144
Sumber : Laporan Manajemen Bulanan (LMB) PTPN IV Bah Jambi
Tabel 3.2 Data Penyaluran Minyak Sawit
No Bulan Tahun
2010 2011
1 Januari 3.521.610 2.533.665 2 Februari 1.846.376 2.613.373
3 Maret 3.943.927 3.290.672
4 April 2.980.313 3.603.418
5 Mei 3.428.740 3.131.333
6 Juni 3.711.194 2.774.598
7 Juli 4.036.905 2.313.456
8 Agustus 3.452.225 3.838.959 9 September 3.172.380 2.186.202 10 Oktober 3.799.870 2.653.687 11 November 3.456.925 1.891.245 12 Desember 3.262.352 3.239.405 Jumlah (Kg) 40.612.817 34.070.013
Sumber : Laporan Manajemen Bulanan (LMB) PTPN IV Bah Jambi
Tabel 3.1 dan 3.2 menyajikan data jumlah produksi dan penyaluran Minyak Sawit per bulan untuk Tahun 2010 dan 2011. Pada Januari 2010 telah diproduksi sebanyak 2.997.281 kg dan hasil produksinya disalurkan sebanyak 3.521.610 kg. Jumlah yang disalurkan adalah jumlah produksi di Tahun 2010 dan persediaan akhir tahun 2009.
(32)
19
Tabel 3.3 Data Produksi Inti Sawit (kg)
No Bulan Tahun
2010 2011
1 Januari 607.821 352.290
2 Februari 569.795 466.180
3 Maret 645.319 677.436
4 April 698.302 644.233
5 Mei 615.760 619.476
6 Juni 752.213 417.967
7 Juli 752.035 476.124
8 Agustus 661.215 554.123
9 September 584.415 415.126
10 Oktober 639.220 474.268
11 November 612.305 429.178
12 Desember 585.405 569.706
Jumlah (Kg) 7.723.805 6.096.107
Sumber : Laporan Manajemen Bulanan (LMB) PTPN IV Bah Jambi
Tabel 3.4 Data Penyaluran Inti Sawit (kg)
No Bulan Tahun
2010 2011
1 Januari 1.229.681 308.230
2 Februari 553.785 288.530
3 Maret 455.349 550.496
4 April 867.152 754.693
5 Mei 589.380 594.336
6 Juni 690.983 446.287
7 Juli 430.405 419.154
8 Agustus 1.094.475 365.743
9 September 131.255 211.866
10 Oktober 412.240 753.468
11 November 1.065.815 249.428
12 Desember 909.415 376.008
Jumlah (Kg) 8.429.935 5.318.239
Sumber : Laporan Manajemen Bulanan (LMB) PTPN IV Bah Jambi
Tabel 3.3 dan 3.4 menyajikan data jumlah produksi dan penyaluran Inti Sawit per bulan untuk Tahun 2010 dan 2011. Pada Januari 2010 telah diproduksi sebanyak 607.821 kg dan hasil produksinya disalurkan sebanyak 1.229.681 kg. Dimana jumlah yang disalurkan adalah jumlah produksi pada Januari 2010 dan persediaan akhir tahun 2009.
(33)
Tabel 3.5 Data Biaya Pengadaan Minyak Sawit
Tahun Jumlah Biaya (Rp) 2010 119.137.075.044 2011 81.597.045.090 Jumlah 200.734.120.134
Tabel 3.6 Data Biaya Penyimpanan Minyak Sawit
Tahun Jumlah Biaya (Rp)
2010 665.131
2011 1.336.624
Jumlah 2.001.755
Tabel 3.7 Data Biaya Pengadaan Inti Sawit
Tahun Jumlah Biaya (Rp) 2010 4.313.927.917 2011 4.939.022.565 Jumlah 8.820.902.166
Tabel 3.8 Data Biaya Penyimpanan Inti Sawit
Tahun Jumlah Biaya (Rp)
2010 931.942
2011 1.116.536
Jumlah 2.048.478
Sumber : Laporan Manajemen Bulanan (LMB) PTPN IV Bah Jambi
Tabel 3.5, 3.6, 3.7 dan 3.8 menyajikan data dari biaya pengadaan dan penyimpanan untuk Minyak Sawit dan Inti Sawit. Pada Tahun 2010, jumlah biaya pengadaan Minyak Sawit adalah Rp 119.137.075.044. Sedangkan untuk jumlah biaya penyimpanan adalah Rp 665.131 per kg dalam kurun waktu setahun, dan seterusnya.
(34)
21
3.2 Pengolahan Data
3.2.1 Uji Normalitas Liliefors untuk Minyak Sawit
Data penyaluran Minyak Sawit diuji kenormalannya dengan menggunakan Uji Normalitas Liliefors. Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:
a. Rata-rata penyaluran Minyak Sawit (x) adalah :
N i i=1
x
x=
n
∑
=76.858.608 24 = 3.202.442
b. Standard deviasi penyaluran Minyak Sawit (s) adalah :
(
)
N 2
i i=1
X X
s =
n-1
−
∑
9.238.476.115.379,830 s =
23 s = 633.776,676
c. Hitung zi dengan rumus:
i i
x -x z =
(35)
1
2
3
3.521.610-3.111.784,583
z = =0, 647
633.776,676 1.846.376-3.111.784,583
z = = 1,997
633.776,676 3.943.927-3.111.784,583
z = =1,313
633.776,676 − . . . 24 3.239.405 3.111.784,583
z = =0, 201
633.776,676
−
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.9
d. Tentukan nilai F z dimana i=1,2,3,…,24 digunakan daftar luas dibawah kurva
( )
i normal F z =P z( ) (
i ≤zt)
F(z1)=P(z≤0,647) = 0,741
F(z2)=P(z≤−1,997) = 0,023
F(z3)=P(z≤1,313) = 0,906
. . .
F(z24)=P(z≤0,201) = 0,579
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.9
e. Menghitung proporsi z1, z2, z3,…, zn yang lebih kecil atau sama dengan zi yaitu:
1 2 3 n i i
banyaknya z , z , z ,…, z z S(z )=
n
(36)
23
Maka:
S(z1)=18
24 = 0,750
S(z2)= 1
24 = 0,042
S(z3)=23
24 = 0,958
. . .
S(z24)=12
24 = 0,500
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.9
f. Menghitung selisih antara antara F z
( )
i dengan S(z )i , yaitu F z( ) ( )
i −S zi untuk i=1,2,3,…,24 maka:( ) ( )
1 1F z −S z = 0,009
( ) ( )
2 2F z −S z = 0,019
( ) ( )
3 3F z −S z = 0,053
. . .
( ) ( )
24 24F z −S z = 0,079
(37)
Tabel 3.9 Uji Normalitas Liliefors Data Penyaluran Minyak Sawit
No Xi zi F(zi) S(zi) |F(zi)-S(zi)|
1 3.521.610 0,647 0,741 0,750 0,009 2 1.846.376 -1,997 0,023 0,042 0,019 3 3.943.927 1,313 0,906 0,958 0,053 4 2.980.313 -0,207 0,419 0,375 0,044 5 3.428.740 0,500 0,691 0,625 0,066 6 3.711.194 0,946 0,828 0,833 0,006 7 4.036.905 1,460 0,928 1,000 0,072 8 3.452.225 0,537 0,704 0,667 0,037 9 3.172.380 0,096 0,538 0,458 0,080 10 3.799.870 1,086 0,861 0,875 0,014 11 3.456.925 0,545 0,707 0,708 0,001 12 3.262.352 0,238 0,595 0,542 0,053 13 2.533.665 -0,912 0,181 0,208 0,027 14 2.613.373 -0,786 0,216 0,250 0,034 15 3.290.672 0,282 0,610 0,583 0,027 16 3.603.418 0,776 0,781 0,792 0,011 17 3.131.333 0,031 0,512 0,417 0,095 18 2.774.598 -0,532 0,298 0,333 0,035 19 2.313.456 -1,260 0,104 0,167 0,063 20 3.838.959 1,147 0,874 0,917 0,043 21 2.186.202 -1,460 0,072 0,125 0,053 22 2.653.687 -0,723 0,234 0,292 0,057 23 1.891.245 -1,926 0,027 0,083 0,056 24 3.239.405 0,201 0,579 0,500 0,079
Harga L ditentukan dari harga maksimum dari harga mutlak selisih F z
( )
i dengan S(z )iLhitung = max {|F(zi)-S(zi)|} = 0,095
Nilai Lα(n) diperoleh dari tabel Uji Kenormalan Liliefors dengan taraf nyata α=0,05
L0,05(24) = 0,1764
(38)
25
Kesimpulan bahwa data penyaluran Minyak Sawit pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi pada periode Januari 2010 s/d Desember 2011 mengikuti pola penyebaran atau berdistribusi normal. Dengan demikian, perhitungan dengan pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan model Inventory Control Deterministic.
3.2.2 Uji normalitas Liliefors untuk Inti Sawit
Data penyaluran Inti Sawit diuji kenormalannya dengan menggunakan Uji Normalitas Liliefors. Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut:
a. Rata-rata penyaluran Inti Sawit (x) adalah :
N i i=1
x
x=
n
∑
=13.748.174 24 = 572.840,583
b. Standard deviasi penyaluran Inti Sawit (s) adalah :
(
)
N 2
i i=1
X X
s =
n-1
−
∑
1.989.619.327.699,830 s =
23 s = 294.117,643
(39)
c. Hitung zi dengan rumus: i i x -x z = s 1 2 3
1.229.681 572.840, 583
z = =2,233
294.117,643 553.785 572.840, 583
z = = 0.065
294.117,643 455.349 572.840, 583
z = = 0, 399
294.117,643 − − − − − . . . 24
376.008 572.840, 583
z = = 0, 669
294.117,643
− −
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.10
d. Tentukan nilai F z dimana i=1,2,3,…,24 digunakan daftar luas dibawah kurva
( )
i normal F z =P z( ) (
i ≤zt)
F(z1)=P(z≤2,233) = 0,987
F(z2)=P(z≤−0,065) =0,474 F(z3)=P(z≤−0,399) = 0,346
. . .
F(z24)=P(z≤−0,669) = 0,251
(40)
27
e. Menghitung proporsi z1, z2, z3,…, zn yang lebih kecil atau sama dengan zi yaitu:
1 2 3 n i i
banyaknya z , z , z ,…, z z S(z )=
n
≤
Maka:
S(z1)= 24
24 = 1,000
S(z2)=14
24 = 0,583
S(z3)=12
24 = 0,500
. . .
S(z24)= 7
24 = 0,292
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.10
f. Menghitung selisih antara antara F z
( )
i dengan S(z )i , yaitu F z( ) ( )
i −S zi untuk i=1,2,3,…,24 maka:( ) ( )
1 1F z −S z = 0,013
( ) ( )
2 2F z −S z =0,109
( ) ( )
3 3F z −S z =0,154
. . .
( ) ( )
24 24F z −S z =0,040
(41)
Tabel 3.10 Uji Normalitas Liliefors Data Penyaluran Inti Sawit
No Xi zi F(zi) S(zi) |F(zi)-S(zi)|
1 1.229.681 2,233 0,987 1,000 0,013 2 553.785 -0,065 0,474 0,583 0,109 3 455.349 -0,399 0,346 0,500 0,154 4 867.152 1,001 0,841 0,833 0,008 5 589.380 0,056 0,522 0,625 0,103 6 690.983 0,402 0,655 0,708 0,053 7 430.405 -0,484 0,314 0,417 0,103 8 1.094.475 1,774 0,962 0,958 0,004 9 131.255 -1,501 0,067 0,042 0,025 10 412.240 -0,546 0,293 0,333 0,040 11 1.065.815 1,676 0,953 0,917 0,036 12 909.415 1,144 0,874 0,875 0,001 13 308.230 -0,900 0,184 0,208 0,024 14 288.530 -0,967 0,167 0,167 0,001 15 550.496 -0,076 0,470 0,542 0,072 16 754.693 0,618 0,732 0,792 0,059 17 594.336 0,073 0,530 0,667 0,137 18 446.287 -0,430 0,334 0,458 0,125 19 419.154 -0,523 0,300 0,375 0,075 20 365.743 -0,704 0,240 0,250 0,010 21 211.866 -1,227 0,110 0,083 0,027 22 753.468 0,614 0,731 0,750 0,019 23 249.428 -1,100 0,136 0,125 0,011 24 376.008 -0,669 0,251 0,292 0,040
Harga L ditentukan dari harga maksimum dari harga mutlak selisih F z
( )
i dengan S(z )iLhitung = max {|F(zi)-S(zi)|} = 0,154
Nilai Lα(n) diperoleh dari tabel Uji Kenormalan Liliefors dengan taraf nyata α=0,05
L0,05(24) = 0,1764
(42)
29
Kesimpulan bahwa data penyaluran Inti Sawit pada PTPN IV (Persero) Bah Jambi pada periode Januari 2010 s/d Desember 2011 mengikuti pola penyebaran atau berdistribusi normal. Dengan demikian, perhitungan dengan pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan model Inventory Control Deterministic.
3.3 Perhitungan dengan Model “Economic Production Quantity” (EPQ)
3.3.1 Perhitungan untuk Data Minyak Sawit
a. Menghitung tingkat optimal produksi
Berdasarkan data yang telah ada, maka dapat dihitung antara lain :
Rata-rata produksi (P) setiap bulan adalah
P =76.858.608 24 = 3.202.442 kg
Rata-rata penyaluran (D) setiap bulan adalah
D =74.682.830 24
= 3.111.784,583 kg
Biaya rata-rata dalam pengadaan produksi setiap bulan adalah
Cs =
200.734.120.134 24
(43)
Biaya rata-rata penyimpanan produksi setiap bulan adalah
Cc =2.001.755 24
= Rp 83.406,470
Selanjutnya, dilakukan perhitungan jumlah produksi optimal satu putaran (Q0) dengan menggunakan rumus EPQ:
0
2(3.111.784,583)(8.363.921.672,250) Q =
3.111.784,583
1 (83.406,470)
3.202.442
−
= 4.695.305,264
Maka, tingkat produksi optimal dalam setiap memproduksi Minyak Sawit adalah
4.695.305,264 kg.
b. Menghitung interval waktu optimal pada setiap putaran produksi (t0)
Interval waktu optimal pada setiap putaran produksi (t0) adalah
t0 = 0 Q
D =4.695.305, 264
3.111.784,583 = 1,509
Maka, interval waktu optimal pada setiap putaran produksi adalah
1,509 bulan. Artinya setiap 1,509 bulan dilakukan proses produksi. Bila diasumsikan 1
bulan adalah 30 hari maka interval waktu optimalnya adalah 45,270 hari atau 1086,480 jam.
(44)
31
c. Menghitung biaya minimum produksi
Untuk menghitung seluruh biaya produksi, digunakan rumus :
Tc=DC + 1s D Q.Cc
Q P 2
−
Untuk menghitung biaya minimumnya, Q0 disubstitusikan ke persamaan Tc, menjadi :
0
0 s c
0
Q
D D
Tc = C + 1 .C
Q P 2
−
3.111.784,583 3.111.784,583 4.695.305,264
= ( 8.363.921.672,250)+ 1 (83.406,470)
4.695.305,264 3.202.442 2
−
= Rp 11.086.274.928,411
Sehingga biaya minimum untuk setiap kali produksi adalah
Rp 11.086.274.928,411 x 1,509 = Rp 16.727.843.344,500
Dari hasil perhitungan pengendalian persediaan produksi, dapat diperoleh jumlah produksi optimal dalam satu putaran dan biaya minimum dalam satu putaran produksi, untuk selanjutnya dapat juga dihitung dalam satu periode penelitian selama 24 bulan yaitu:
Jumlah putaran produksi dalam satu periode adalah
0
n t =
24 1, 509 = 15,905
Dalam waktu 24 bulan tersebut, dilakukan 15,905 kali produksi.
Sehingga, biaya minimum produksi dalam 24 bulan adalah
(45)
Sedangkan lama waktu tiap putaran produksi adalah
0
Q 4.695.305,264 P = 3.202.442 = 1,466 bulan
Maka didapatlah lama produksi berhenti (ti) tiap putaran produksi adalah
t-tp = 1,509 − 1,466
= 0,043 bulan
Produksi akan berhenti selama 0,043 bulan atau 30,960 jam untuk tiap kali produksi.
3.3.2 Perhitungan untuk Data Inti Sawit
a. Menghitung tingkat optimal produksi
Berdasarkan data yang telah ada, maka dapat dihitung antara lain :
Rata-rata produksi (P) setiap bulan adalah
P =13.819.912 24
= 575.829,667 kg
Rata-rata penyaluran (D) setiap bulan adalah
D =13.748.174 24
= 572.840,583 kg
Biaya rata-rata dalam pengadaan produksi setiap bulan adalah
Cs =
8.820.902.166 24
(46)
33
Biaya rata-rata penyimpanan produksi setiap bulan adalah
Cc =2.048.478 24
= Rp 85.353,250
Selanjutnya, dilakukan perhitungan jumlah produksi optimal satu putaran (Q0) dengan menggunakan rumus EPQ:
0
2(572.840, 583)(367.537.590, 244) Q =
572.840, 583
1 (85.353, 250)
575.829, 667
−
= 974.878,956
Maka, tingkat produksi optimal dalam setiap memproduksi Inti Sawit adalah
974.878,956 kg.
b. Menghitung interval waktu optimal pada setiap putaran produksi (t0)
Interval waktu optimal pada setiap putaran produksi (t0) adalah
t0 = 0 Q
D
=974.879,064 572.840, 583 = 1,702
Maka, interval waktu optimal pada setiap putaran produksi adalah
1,702 bulan. Artinya setiap 1,702 bulan dilakukan proses produksi. Bila diasumsikan 1
bulan adalah 30 hari maka interval waktu optimalnya adalah 51,060 hari atau 1225,440 jam.
(47)
c. Menghitung biaya minimum produksi
Untuk menghitung seluruh biaya produksi, digunakan rumus :
Tc=DC + 1s D Q.Cc
Q P 2
−
Untuk menghitung biaya minimumnya, Q0 disubstitusikan ke persamaan Tc, menjadi :
0
0 s c
0
Q
D D
Tc = C + 1 .C
Q P 2
−
572.840, 583 572.840, 583 974.878, 956
= ( 367.537.590, 244)+ 1 (85.353, 250)
974.878, 956 575.829, 667 2
−
= Rp 431.931.464,368
Sehingga biaya minimum untuk setiap kali produksi adalah
Rp 431.931.464,368 x 1,702= Rp 735.147.352,354
Dari hasil perhitungan pengendalian persediaan produksi, dapat diperoleh jumlah produksi optimal dalam satu putaran dan biaya minimum dalam satu putaran produksi, untuk selanjutnya dapat juga dihitung dalam satu periode penelitian selama 24 bulan yaitu:
Jumlah putaran produksi dalam satu periode adalah
0
n t =
24 1, 702 = 14,101
Dalam waktu 24 bulan tersebut, dilakukan 14,101 kali produksi.
Sehingga, biaya minimum produksi dalam 24 bulan adalah
(48)
35
Sedangkan lama waktu tiap putaran produksi adalah
0
Q 974.878, 956 P =575.829,667 = 1,693 bulan
Maka didapatlah lama produksi berhenti (ti) tiap putaran produksi adalah
t-tp = 1,702− 1,693
= 0,009 bulan
Produksi akan berhenti selama 0,009 bulan atau 6,480 jam untuk tiap kali produksi.
Dari semua perhitungan yang dilakukan, didapat jumlah produksi optimal untuk tiap putaran produksi dengan interval waktu yang optimal sehingga diperolehlah biaya minimum keseluruhan proses produksi. Terdapat suatu waktu dimana proses produksi berhenti yang dapat dimanfaatkan untuk pembersihan pabrik.
(49)
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan data, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan Uji Normalitas Liliefors, diketahui bahwa data penyaluran Minyak Sawit dan Inti Sawit pada Januari 2010 s/d Desember 2011 berdistribusi normal.
2. Dari perhitungan untuk data Minyak Sawit dengan menggunakan model Economic Production Quantity (EPQ), didapatlah jumlah produksi optimal Minyak Sawit untuk tiap kali produksi adalah 4.695.305,264 kg dengan interval waktu optimal adalah 1,509 bulan atau 45,270 hari atau 1086,480 jam dan jumlah putaran produksi adalah 15,906 kali. Untuk setiap perputaran produksi biaya minimumnya adalah Rp
16.727.843.344,500. Sedangkan untuk periode 24 bulan, biaya minimum
produksinya adalah Rp 266.056.348.394,272 dengan lama waktu tiap putaran produksi adalah 1,466 bulan. Produksi akan berhenti selama 0,043 bulan atau 30,960 jam untuk tiap kali produksi.
3. Dari perhitungan untuk data Inti Sawit dengan menggunakan model Economic Production Quantity (EPQ), didapatlah jumlah produksi optimal Inti Sawit untuk tiap kali produksi adalah 974.878,956 kg dengan interval waktu optimal adalah 1,702
bulan atau 51,060 hari atau 1225,440 jam dan jumlah putaran produksi adalah
14,101 kali. Untuk setiap perputaran produksi biaya minimumnya adalah Rp
735.147.352,354 . Sedangkan untuk periode 24 bulan, biaya minimum produksinya
adalah Rp 10.366.312.815,544 dengan lama waktu tiap putaran produksi adalah
1,693 bulan. Produksi akan berhenti selama 0,009 bulan atau 6,480 jam untuk tiap
(50)
37
. 4.2 Saran
Dari penelitian yang dilakukan, disarankan kepada perusahaan untuk melakukan kebijakan dalam produksi dengan menggunakan model persediaan Economic Production Quantity (EPQ). Metode ini dapat menentukan berapa jumlah optimal produksi dan interval waktu optimal yang dapat meminimalkan biaya produksi. Metode ini sangat bermanfaat dalam manajemen produksi dimana menentukan jumlah persediaan yang optimal sangatlah sulit karena bila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat merugikan perusahaan. Metode ini juga dapat menentukan berapa lama proses produksi berhenti yang dapat dimanfaatkan untuk perawatan pabrik, seperti pembersihan pabrik.
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Assauri Sofyan. 1998. Manajemen Produksi : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Djalal,M., Santosa, dan Sefriadi,S. 2007. Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku dalam Produksi Laminating Block pada PT. Torimon Padang. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas 11(1).
Kusuma Hendra. 2004. Manajemen Produksi Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi ke-3. Yogyakarta : Andi.
Nasution, A.H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi ke-1. Surabaya: Guna Widya.
Perilaku produsen. Diakses tanggal 15 Februari, 2012. riend88.wordpress.com/2011/04/18/perilaku-produsen/.
Siagian. P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Sudjana. DR. MA. MSc. 2005. Metode Statistika. Edisi ke-6. Bandung : Tarsito.
Taha, Hamdy A. 1982. Operation Research an Introduction. New York : MacMillan Publishing Co, Inc.
Teguh Baroto. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta : Ghalia Indonesia.
(52)
SEJARAH SINGKAT PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
Kebun Bah Jambi adalah salah satu Unit Usaha dari PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) berada di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dan berkantor Pusat di Jl.Letjend. Suprapto Medan. Bergerak di Bidang Usaha Perkebunan dan Pengolahan Kelapa Sawit yang menghasilkan Minyak (CPO) dan Inti (PK).
Pada mulanya Kebun Bah Jambi adalah milik Swasta Asing NV, HVA (Handle Veronigging Amsterdam) dari Negeri Belanda komoditinya Budidaya Sisal (Agave Sisalana).
Tanggal 02 Mei 1959 diambil alih oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Nomor 19 dalam lembaran Negara Nomor 31, tahun 1959 dengan peralihan status menjadi PPN Baru sampai dengan tahun 1963.
Periode PPN berlangsung tahun 1963 sampai dengan tahun 1968 kemudian menjadi PPN Sumut III selanjutnya berubah nama PPN Antan III.
Tahun 1968 sampai dengan tahun 1996 beralih status menjadi PTP VIII, kemudian sejak tanggal 11 Maret 1996 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9, menjadi PTP Nusantara IV (Persero) hingga kini.
Letak Geografis
Lokasi kebun Bah Jambi berada di Kecamatan Jawa Meraja Bah Jambi dan Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.
Jarak dengan Kota Medan sebagai Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara berkisar 147 Km, dan dari Kota Pematang Siantar 19 Km.
Topografi tanah keadaannya sedikit bergelombang berbukit. Jenis tanah Podolik Coklat Kuning (PCK) dan Podsolik Coklat (PC).
Kebun Bah Jambi memiliki luas HGU 8.060,5 Ha, terdiri dari 9 Afdeling Tanaman Kelapa Sawit, Emplasmen, Pembibitan, Pabrik dan Kolam Limbah.
(1)
c. Menghitung biaya minimum produksi
Untuk menghitung seluruh biaya produksi, digunakan rumus :
Tc=DC + 1s D Q.Cc
Q P 2
−
Untuk menghitung biaya minimumnya, Q0 disubstitusikan ke persamaan Tc, menjadi :
0
0 s c
0
Q
D D
Tc = C + 1 .C
Q P 2
−
572.840, 583 572.840, 583 974.878, 956
= ( 367.537.590, 244)+ 1 (85.353, 250)
974.878, 956 575.829, 667 2
−
= Rp 431.931.464,368
Sehingga biaya minimum untuk setiap kali produksi adalah
Rp 431.931.464,368 x 1,702= Rp 735.147.352,354
Dari hasil perhitungan pengendalian persediaan produksi, dapat diperoleh jumlah produksi optimal dalam satu putaran dan biaya minimum dalam satu putaran produksi, untuk selanjutnya dapat juga dihitung dalam satu periode penelitian selama 24 bulan yaitu:
Jumlah putaran produksi dalam satu periode adalah
0 n t =
24 1, 702 = 14,101
Dalam waktu 24 bulan tersebut, dilakukan 14,101 kali produksi.
Sehingga, biaya minimum produksi dalam 24 bulan adalah
(2)
35 Sedangkan lama waktu tiap putaran produksi adalah
0
Q 974.878, 956 P =575.829,667 = 1,693 bulan
Maka didapatlah lama produksi berhenti (ti) tiap putaran produksi adalah t-tp = 1,702− 1,693
= 0,009 bulan
Produksi akan berhenti selama 0,009 bulan atau 6,480 jam untuk tiap kali produksi.
Dari semua perhitungan yang dilakukan, didapat jumlah produksi optimal untuk tiap putaran produksi dengan interval waktu yang optimal sehingga diperolehlah biaya minimum keseluruhan proses produksi. Terdapat suatu waktu dimana proses produksi berhenti yang dapat dimanfaatkan untuk pembersihan pabrik.
(3)
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan data, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Uji Normalitas Liliefors, diketahui bahwa data penyaluran Minyak
Sawit dan Inti Sawit pada Januari 2010 s/d Desember 2011 berdistribusi normal. 2. Dari perhitungan untuk data Minyak Sawit dengan menggunakan model Economic
Production Quantity (EPQ), didapatlah jumlah produksi optimal Minyak Sawit
untuk tiap kali produksi adalah 4.695.305,264 kg dengan interval waktu optimal adalah 1,509 bulan atau 45,270 hari atau 1086,480 jam dan jumlah putaran produksi adalah 15,906 kali. Untuk setiap perputaran produksi biaya minimumnya adalah Rp
16.727.843.344,500. Sedangkan untuk periode 24 bulan, biaya minimum
produksinya adalah Rp 266.056.348.394,272 dengan lama waktu tiap putaran produksi adalah 1,466 bulan. Produksi akan berhenti selama 0,043 bulan atau 30,960 jam untuk tiap kali produksi.
3. Dari perhitungan untuk data Inti Sawit dengan menggunakan model Economic
Production Quantity (EPQ), didapatlah jumlah produksi optimal Inti Sawit untuk
tiap kali produksi adalah 974.878,956 kg dengan interval waktu optimal adalah 1,702
bulan atau 51,060 hari atau 1225,440 jam dan jumlah putaran produksi adalah
14,101 kali. Untuk setiap perputaran produksi biaya minimumnya adalah Rp
735.147.352,354 . Sedangkan untuk periode 24 bulan, biaya minimum produksinya
adalah Rp 10.366.312.815,544 dengan lama waktu tiap putaran produksi adalah
1,693 bulan. Produksi akan berhenti selama 0,009 bulan atau 6,480 jam untuk tiap kali produksi.
(4)
37 . 4.2 Saran
Dari penelitian yang dilakukan, disarankan kepada perusahaan untuk melakukan kebijakan dalam produksi dengan menggunakan model persediaan Economic
Production Quantity (EPQ). Metode ini dapat menentukan berapa jumlah optimal
produksi dan interval waktu optimal yang dapat meminimalkan biaya produksi. Metode ini sangat bermanfaat dalam manajemen produksi dimana menentukan jumlah persediaan yang optimal sangatlah sulit karena bila terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat merugikan perusahaan. Metode ini juga dapat menentukan berapa lama proses produksi berhenti yang dapat dimanfaatkan untuk perawatan pabrik, seperti pembersihan pabrik.
(5)
DAFTAR PUSTAKA
Assauri Sofyan. 1998. Manajemen Produksi : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Djalal,M., Santosa, dan Sefriadi,S. 2007. Model Pengendalian Persediaan Bahan Baku dalam Produksi Laminating Block pada PT. Torimon Padang. Jurnal
Teknologi Pertanian Andalas 11(1).
Kusuma Hendra. 2004. Manajemen Produksi Perencanaan dan Pengendalian
Produksi. Edisi ke-3. Yogyakarta : Andi.
Nasution, A.H. 2003. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Edisi ke-1. Surabaya: Guna Widya.
Perilaku produsen. Diakses tanggal 15 Februari, 2012.
riend88.wordpress.com/2011/04/18/perilaku-produsen/.
Siagian. P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-PRESS).
Sudjana. DR. MA. MSc. 2005. Metode Statistika. Edisi ke-6. Bandung : Tarsito. Taha, Hamdy A. 1982. Operation Research an Introduction. New York : MacMillan
Publishing Co, Inc.
Teguh Baroto. 2002. Perencanaan dan Pengendalian Produksi. Jakarta : Ghalia Indonesia.
(6)
SEJARAH SINGKAT PTPN IV (PERSERO) BAH JAMBI
Kebun Bah Jambi adalah salah satu Unit Usaha dari PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) berada di Kabupaten Simalungun Sumatera Utara dan berkantor Pusat di Jl.Letjend. Suprapto Medan. Bergerak di Bidang Usaha Perkebunan dan Pengolahan Kelapa Sawit yang menghasilkan Minyak (CPO) dan Inti (PK).
Pada mulanya Kebun Bah Jambi adalah milik Swasta Asing NV, HVA (Handle Veronigging Amsterdam) dari Negeri Belanda komoditinya Budidaya Sisal (Agave Sisalana).
Tanggal 02 Mei 1959 diambil alih oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Nomor 19 dalam lembaran Negara Nomor 31, tahun 1959 dengan peralihan status menjadi PPN Baru sampai dengan tahun 1963.
Periode PPN berlangsung tahun 1963 sampai dengan tahun 1968 kemudian menjadi PPN Sumut III selanjutnya berubah nama PPN Antan III.
Tahun 1968 sampai dengan tahun 1996 beralih status menjadi PTP VIII, kemudian sejak tanggal 11 Maret 1996 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 9, menjadi PTP Nusantara IV (Persero) hingga kini.
Letak Geografis
Lokasi kebun Bah Jambi berada di Kecamatan Jawa Meraja Bah Jambi dan Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun.
Jarak dengan Kota Medan sebagai Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara berkisar 147 Km, dan dari Kota Pematang Siantar 19 Km.
Topografi tanah keadaannya sedikit bergelombang berbukit. Jenis tanah Podolik Coklat Kuning (PCK) dan Podsolik Coklat (PC).
Kebun Bah Jambi memiliki luas HGU 8.060,5 Ha, terdiri dari 9 Afdeling Tanaman Kelapa Sawit, Emplasmen, Pembibitan, Pabrik dan Kolam Limbah.