Metabolisme di Otak Mekanisme Hormon Epinefrin terhadap Memori

2.6 Hubungan Kadar Gula Darah dengan Kognisi

Terdapat berbagai mekanisme yang menyatakan pengaruh glukosa terhadap kognisi manusia, yakni metabolisme yang terjadi di otak dan mekanisme hormon epinefrin yang diregulasi glukosa di otak.

2.6.1 Metabolisme di Otak

Otak dan area lainnya di sistem saraf pusa SSP memiliki kebutuhan ATP yang tinggi. Meskipun otak hanya 2 dari massa tubuh, ia mengkonsumsi sekitar 20 oksigen yang dimetabolisme dan 60 glukosa. Kebutuhan energi yang tinggi dari saraf adalah karena pompa ion dependen ATP terutama Na+K+ ATPase dan proses transpor aktif lainnya yang membutuhkan konduksi saraf. Koolman Roehm, 2007. Gambar 2.6 Pengaturan Gula Darah di Pembuluh Darah Sumber : Nelson, D. L., Cox, M. M. 2013. Glukosa secara normal adalah satu-satunya metabolit yang dapat mencukupkan kebutuhan otak terhadap jumlah ATP melalui glikolisis aerobik dan disusul oleh oxidase ke CO2 dan H2O. Lemak tidak dapat melewati sawar darah otak, dan asam amino juga hanya tersedia di otak dalam jumlah terbatas. Neuron hanya memiliki sedikit simpanan glikogen, neuron bergantung pada pasokan konstan glukosa dari darah Gambar 2.6. Penurunan glukosa darah yang berat - seperti yang dapat terjadi setelah overdosis insulin pada diabetes- dengan cepat Universitas Sumatera Utara menurunkan tingkat ATP dalam otak. Ini menghasilkan kehilangan kesadaran dan penurunan neurologis yang dapat mengarah ke kematian. Koolman Roehm, 2007. Selama periode kelaparan, otak, setelah beberapa waktu mendapatkan kemampuan untuk menggunakan badan keton untuk menggantikan glukosa membentuk ATP. Dalam minggu pertama periode kelaparan, terdapat peningkatan kuat dalam aktivitas enzim yang dibutuhkan untuk ini dalam otak. Degradasi badan keton dalam SSP menghemat glukosa dan karenanya menurunkan pemecahan protein otot yang mempertahankan glukoneogenesis dalam hati selama kelaparan. Setelah beberapa minggu, pemecahan otot yang luas menurun hingga sepertiga dari jumlah awal. Gambar 2.7. Koolman Roehm, 2007. Gambar 2.7 Metabolisme Glukosa di Otak. Sumber : Koolman, J. Roehm K. H. 2007.

2.6.2 Mekanisme Hormon Epinefrin terhadap Memori

Respons hormonal dapat berkontribusi terhadap proses memori, ketika seseorang ditanyakan di mana memparkirkan mobilnya minggu lalu, kemungkinan besar tidak dapat mengingatnya, tetapi jika pada saat itu mobil yang diparkirnya ditabrak oleh mobil lain, kejadian bermakna ini kemungkinan besar akan diingat Universitas Sumatera Utara sehingga ia dapat mengingat dengan tepat di mana ia memarkirkan mobilnya minggu lalu. Perhatikan bahwa jumlah informasi yang diperoleh dalam dua situasi tersebut tidaklah terlalu berbeda sama-sama memarkirkan mobil. Mengapa otak menyimpan informasi mendetail tentang pengalaman jika terjadi kecelakaan tetapi tidak jika tidak terjadi apa-apa? Jawabannya terdapat dalam pelepasan hormone terkait stress ketika melihat tabrakan, hormone yang meregulasi pembentukan sebuah memori baru. Hormon yang berpengaruh paling besar adalah epinefrin, sebuah hormone katekolamin yang dilepaskan di medulla adrenal sebagai respon pengalaman arousal. Gold, 1995 Meskipun epinefrin tidak masuk ke dalam otak dalam jumlah besar, itu dapat memodulasi fungsi otak oleh mekanisme batang otak, dengan mengaktivasi saraf nukleus traktus solitarius. Sebagai tambahan epinefrin dapat meregulasi pembentukan memori dengan mekanisme intermediet di luar sistem saraf pusat, yakni aksi dari epinefrin yang meningkatkan pelepasan glukosa ke pembuluh darah. Berdasarkan ini efek epinefrin terhadap fungsi otak dimediasi oleh konsentrasi glukosa darah yang beredar. Gold, 1995; Cahil 2003. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep