22
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Perjuangan Tokoh Utama
Perjuangan merupakan proses yang panjang dengan pengorbanan yang besar untuk mencapai suatu impian atau tujuan yang diinginkan. Pengorbanan yang besar tersebut
dapat berupa waktu, tenaga, dan pikiran. Perjuangan terjadi karena adanya dorongan atau motivasi untuk mengubah keadaan. Keadaan yang dimaksud adalah keterbatasan secara
ekonomi, atau dengan kata lain, yaitu kemiskinan. Kemiskinan tidak menjadi suatu alasan untuk tidak melanjutkan pendidikan.
Selama kita terus berusaha, maka selalu ada jalan untuk melanjutkan pendidikan tersebut. Apapun kita lakukan demi mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Demikianlah yang
dilakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron dalam novel SP. Hal ini tergambar dalam kutipan berikut ini.
“Karena di kampung orangtuaku tak ada SMA, setelah tamat SMP aku, Arai, dan Jimbron merantau ke Magai untuk sekolah di SMA Bukan Main. Pada saat itulah
PN Timah Belitong, perusahaan di mana sebagian besar orang Melayu menggantungkan periuk belanganya, termasuk ayahku, terancam kolaps.
Gelombang besar karyawan di-PHK. Ledakan PHK itu memunculkan gelombang besar anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah dan tak punya pilihan selain
bekerja membantu orang tua.” SP:67
Dari kutipan di atas, tergambar bahwa Ikal, Arai, dan Jimbron berjuang untuk melanjutkan pendidikannya dengan merantau ke Magai karena di kampung mereka tidak
ada SMA. Setelah tamat SMP, mereka sudah berpisah atau jauh dengan orang tua dan kerabatnya. Pada saat situasi sulit, PN Timah Belitong terancam kolaps, menimbulkan
gelombang besar karyawan yang di-PHK, termasuk orang tua mereka.
Universitas Sumatera Utara
23
Gelombang besar karyawan yang di-PHK ini, memunculkan gelombang besar anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah dan bekerja membantu orang tua. Hal ini tidak
membuat Ikal, Arai, dan Jimbron untuk berhenti melanjutkan pendidikannya. Apapun mereka lakukan agar tetap bisa melanjutkan pendidikannya.
Mereka yang masih bersemangat sekolah umumnya bekerja di warung mi rebus. Mencuci piring dan setiap malam pulang kerja harus mengerus tangan tujuh kali
dengan tanah karena terkena minyak babi. Atau menjadi buruh pabrik kepiting. Berdiri sepanjang malam menyiangi kepiting untuk dipaketkan ke Jakarta dengan
risiko dijepiti hewan nakal itu. Atau, seperti aku, Arai, dan Jimbron, menjadi kuli ngambat
.” SP:68 Ngambat berasal dari kata menghambat yang merupakan suatu pekerjaan untuk
menunggu perahu nelayan yang tambat, kemudian memikul ikan-ikan hasil tangkapan nelayan ke pasar ikan. Pekerjaan yang demikian itu dinamakan dengan kuli ngambat.
Bahkan pekerjaan ini sudah cukup lama mereka lakukan. “Aku hafal lingkungan ini karena sebenarnya aku, Jimbron, Arai, tinggal di salah
satu los di pasar kumuh ini. Untuk menyokong keluarga, sudah dua tahun kami menjadi kuli ngambat
–tukang pikul ikan-di dermaga.” SP:3-4 Pekerjaan seperti ini mereka lakukan untuk membantu keluarga yang tidak mampu
untuk membiayai semua keperluan sekolah. Sejak PN Timah Belitong terancam kolaps dan menimbulkan gelombang besar karyawan di-PHK, sehingga memunculkan
gelombang besar anak-anak terpaksa berhenti sekolah. Mereka yang mempunyai keinginan dan semangat yang tinggi untuk tetap bisa bersekolah, maka mau tidak mau
mereka harus mandiri dan bekerja keras untuk membiayai sekolahnya. Seperti yang dilakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron, mereka hidup secara mandiri
dan bekerja keras demi membiayai semua keperluan sekolahnya. Mereka bekerja setiap hari, mulai dari pukul dua pagi sampai subuh. Meskipun mereka bekerja pada pagi buta,
mereka selalu disiplin dalam membagi waktu untuk bekerja dengan membagi waktu untuk sekolah.
Universitas Sumatera Utara
24
“Setiap pukul dua pagi, berbekal sebatang bambu, kami sempoyongan memikul berbagai jenis makhluk laut yang sudah harus tersaji di meja pualam stanplat pada
pukul lima, sehingga pukul enam sudah bisa diserbu. Artinya, setelah itu kami leluasa untuk sekolah.” SP:70
Apapun dilakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron agar tetap bisa bersekolah. Bahkan
sebelum mereka bekerja sebagai kuli ngambat, mereka bekerja sebagai penyelam di padang golf.
“Sebelum menjadi kuli ngambat kami pernah memiliki pekerjaan lain yang juga memungkinkan untuk tetap sekolah, yaitu sebagai penyelam di padang golf.” SP:
68-69
Ikal, Arai, dan Jimbron bekerja sebagai penyelam di padang golf. Padang golf ini merupakan milik para petinggi PN Timah Belitong. Penjaga padang golf akan membayar
untuk setiap bola golf yang dapat diambil pada kedalaman hampir tujuh meter di dasar danau. Danau tersebut merupakan danau bekas galian kapal keruk di tengah padang golf
tersebut. Setelah Ikal, Arai, dan Jimbron berhenti bekerja sebagai penyelam di padang golf,
mereka beralih bekerja menjadi part time office boy. “Lalu kami beralih menjadi part time office boy di kompleks kantor pemerintahan.
Mantap sekali judul jabatan kami itu dan hebat sekali job description-nya: masuk kerja subuh-subuh dan menyiapkan ratusan gelas teh dan kopi untuk para abdi
negara.” SP:69
Setelah berhenti bekerja sebagai part time office boy, Ikal, Arai, dan Jimbron bekerja sebagai kuli ngambat tersebut. Sudah dua tahun mereka menekuni pekerjaan
sebagai kuli ngambat ini. Karena pekerjaan ini, mereka mampu untuk menyewa sebuah los sempit di dermaga.
Universitas Sumatera Utara
25
Bahkan ketika masih SMP, Ikal, Arai, dan Jimbron sudah terbiasa mencari uang sendiri. Mereka bekerja karena keadaan ekonomi orang tua. Karena keadaan ekonomi
inilah yang memaksa mereka untuk bekerja. “Dan seperti kebanyakan anak-anak Melayu miskin di kampung kami yang rata-
rata beranjak remaja mulai bekerja mencari uang, Arai-lah yang mengajariku mencari akar banar untuk dijual kepada penjual ikan
.” SP:32 Keadaan ekonomi atau kemiskinan yang membuat Ikal, Arai, dan Jimbron harus
bekerja untuk mencari uang sendiri. Ditambah lagi dengan kolapsnya PN Timah Belitong yang merupakan perusahaan di mana sebagian besar orang Melayu menggantungkan
periuk belanganya. Ikal, Arai, dan Jimbron bekerja sebagai pencari akar banar. Akar banar merupakan akar yang digunakan oleh penjual ikan untuk menusuk insang ikan agar mudah
ditenteng oleh pembeli. Bukan hanya itu saja yang di lakukan oleh Ikal, Arai, dan Jimbron, mereka juga
mencari akar purun. “Dia juga yang mengajakku mengambil akar purun perdu yang tumbuh di rawa-
rawa yang kami jual kepada pedagang kelontong untuk mengikat bungkus terasi .”
SP:32 Akar purun merupakan perdu yang tumbuh di rawa-rawa yang digunakan oleh para
pedagang kelontong untuk mengikat bungkus terasi. Untuk menebas akar purun, harus berendam dalam rawa setinggi dada. Begitulah perjuangan yang dilakukan oleh Ikal, Arai,
dan Jimbron untuk mendapatkan akar purun tersebut. Tidak hanya sampai di situ saja perjuangan Ikal, Arai, dan Jimbron, kerap kali
mereka berubah profesi atau pekerjaan. Dari pencari akar banar sampai pencari akar rumpun purun, hingga menjadi penjual kue.
“Lalu aku tertegun mendengar rencana Arai: dengan bahan-bahan itu dimintanya Mak Cik membuat kue dan kami yang akan menjualnya.” SP:51
Universitas Sumatera Utara
26
Berjualan kue merupakan ide dari Arai. Arai mengajak Mak Cik Maryamah untuk bekerja sama dengan mereka. Mak Cik Maryamah adalah seorang ibu yang mempunyai
dua orang anak perempuan yang masih kecil. Ia merupakan wanita yang tidak beruntung dan tak berdaya karena tak lagi dipedulikan oleh suaminya.
Oleh karena tidak lagi dipedulikan oleh suaminya, maka Mak Cik Maryamah sering meminjam beras kepada tetangga untuk kebutuhan dia dan anak-anaknya yang
masih kecil. Melihat hal itu, maka atas inisiatif Arai, ia mengajak Ikal untuk membantu Mak Cik Maryamah. Mereka membeli terigu, gandum, dan gula dari hasil uang tabungan
mereka selama bekerja sebagai pencari akar banar dan akar rumpun purun, dan kemudian meminta Mak Cik Maryamah membuat kue dengan bahan-bahan tersebut, dan mereka
yang akan menjualnya. “Dan sejak itu, kami naik pangkat dari penebas akar banar dan pencabut rumpun
purun menjadi penjual kue basah. Karena sasaran pasar kami adalah orang-orang bersarung, maka kami berjualan dari perahu ke perahu. Jika ada pertandingan
sepak bola, kami berjualan di pinggir lapangan bola. SP:52
Dengan demikian, Mak Cik Maryamah sudah mempunyai pekerjaan dan tak perlu lagi untuk meminjam-minjam beras kepada tetangganya. Hasil dari penjualan kue basah
yang dibuatnya, akan mendapatkan bagian atau komisi. Apalagi penghasilan dari kue basah yang dibuatnya lumayan, maka Mak Cik Maryamah sudah punya penghasilan
sendiri untuk ia dan anak-anaknya. Perjuangan Ikal, Arai, dan Jimbron tidak hanya sampai di situ saja. Setelah tamat
SMA, Ikal dan Arai mencoba untuk merantau ke Jawa. Dengan uang tabungan selama bekerja di Magai, mereka yakin untuk merantau ke Jawa.
“Merantau, kita harus merantau, berapa pun tabungan kita, sampai di Jawa urusan belakangan.
” SP:216
Universitas Sumatera Utara
27
Ikal dan Arai sangat ingin mengunjungi pulau Jawa, tanpa ada keluarga dan sahabat yang dituju di sana. Dengan uang tabungan selama bekerja keras di Magai, mereka
bisa bertahan hidup selama di Jawa dan sambil mencari pekerjaan. Mereka berangkat dari dermaga Olivir ke Tanjung Priok, dengan naik kapal barang yang mereka tumpangi secara
gratis. Ikal dan Arai belum terbiasa dengan perjalanan panjang dan lama. Selama
perjalanan empat hari dari dermaga Olivir menuju dermaga Tanjung Priok, mereka mengalami mabuk secara terus menerus. Demikianlah perjuangan mereka untuk sampai ke
pulau Jawa. “Pelayaran kami takkan pernah kulupakan karena itulah empat hari, secara terus
menerus, detik demi detik, kami didera siksaan. Siksaan pertama karena kami telah mabuk ketika baru beberapa jam berlayar.” SP:222
Sesampai di Jawa, prioritas utama Ikal dan Arai adalah bagaimana agar bisa dapat
pekerjaan, berpenghasilan, dan dapat makan tiga kali sehari, kemudian baru memikirkan kuliah.
“Saat ini kami hanya memiliki dua tas kulit buaya, sedikit uang untuk bertahan hidup, dan dua celengan kuda. Tapi walaupun terbatas keadaan kami, kami yakin
dapat kuliah. Sekarang satu persatu saja dulu, yaitu bagaimana agar segera dapat pekerjaan, berpenghasilan, dan dapat makan tiga kali sehari.” SP:235
Setelah hampir lima bulan menetap di Jawa, Ikal dan Arai baru mendapatkan
pekerjaan untuk bertahan hidup. Pekerjaan tersebut adalah sebagai penjual wajan teflon serta berbagai peralatan dapur. Mulai dari pagi, Ikal dan Arai sudah berkeliling diberbagai
perumahan yang ada di Bogor. “Beruntung pada bulan kelima kami mendapat pekerjaan yang istimewa. Karena
sang juragan memberi kami baju seragam yang elok: sepatu hitam, celana panjang hitam, baju putih lengan panjang, dan dasi. Setiap pagi kami di-drop diberbagai
perumahan kelas menengah di Bogor, lalu kami mengetuk pintu demi pintu untuk men
jual wajan teflon serta berbagai peralatan dapur.” SP:237
Universitas Sumatera Utara
28
Akan tetapi, pekerjaan tersebut tidak menguntungkan bagi Ikal dan Arai. Sebulan penuh bekerja, mereka tak berhasil menjual satu barang pun. Karena hal tersebut, maka
Ikal dan Arai dipecat. Setelah dipecat dari pekerjaan sebagai penjual wajan teflon, Ikal dan Arai bekerja di pabrik tali.
“Lalu kami mendapat pekerjaan di pabrik tali. Pabrik ini memproduksi berbagai jenis tali
” SP:237 Belum lama bekerja di pabrik tali, Ikal dan Arai harus berhenti bekerja karena
pabriknya mengalami kebangkrutan. Selama di Jawa, mereka kerap kali berganti pekerjaan. Dari satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Hingga akhirnya, dari pekerjaan
tersebut, Ikal dan Arai bisa kuliah.
4.2 Bentuk-bentuk Perjuangan Tokoh Utama