6
Tabel 2.1 Jenis Produk Turunan Minyak Sawit [18] Tingkatan Proses
Jenis Produk
Bahan baku tingkat 1 Buah  sawit,  kernel  sawit,  crude  palm
oil Produk Hilir tingkat 1
Palm  kernel  millexpeller,  crude  palm stearin,  crude  palm  olein,  crude  palm
kernel olein, crude palm kernel stearin, refined  bleached  deodorized  RBD
palm stearin, RBD palm oil, RBD palm kernel  oil,  palm  fatty  acid  destilate
PFAD
Produk Hilir tingkat 2 RBD  palm  olein
curah  dan  RBD  palm olein
dalam  kemasan  bermerek,  RBD palm stearin
Produk Hilir tingkat 3  4 Margarine,  shortening,  sabun  padat,
Special Fats
CBS-Cocoa Butter
Substitute CBA
Asam  palmitat  surfaktan,  plastisizer, asam  palmitat  lilin,crayon,  asam
stearat  rubber  grade,  asam  stearat stabilizer,
coating, asam
oleat surfaktan,
MCT farmasi,
PK diethonamide  foam  booster,  alkohol
detergents, monodigliserida
stabilizer Gas  metan,  hidrogen,  listrik  ET,
pulppaper,  briket  arang,  biolubricant, papan
partikel, anti
oksidan betakaroten,  tokoferol,  tokotrienol,
mineral  oil  surfactant ,  bioavtur  bahan
bakar jet, bioplastik dan biochemicals
2.2 PALM OLEIN
Palm  olein  adalah  fraksi  cair  yang  diperoleh  dengan  fraksinasi  minyak  sawit setelah proses kristalisasi pada suhu yang dikontrol. Karakteristik fisik dari palm
olein berbeda  dari  minyak  sawit  [4].  Secara  keseluruhan  proses  penyulingan
minyak  kelapa  sawit  tersebut  dapat  menghasilkan  73  olein,  21  stearin,  5 PFAD    Palm  Fatty  Acid  Distillate  dan  0.5  buangan  [20].  Palm  olein  dapat
dikonversi menjadi biofuel dapat karena  palm olein memiliki rantai karbon  yang panjang. Salah satu krtiteria dalam menentukan minyak yang cocok sebagai bahan
baku  untuk  menghasilkan  biofuel  adalah  komposisi  dari  umpan  tersebut. Komposisi  dari  minyak  tersebut  akan  menentukan  sifat  dari  biofuel  yang
Universitas Sumatera Utara
7 diperoleh  [13]  dan  juga  akan  mempengaruhi  yield  dan  komposisi  produk  yang
dihasilkan [9]. Adapun  komposisi  dari  asam  lemak  dari  palm  olein  ditunjukan  pada  tabel
2.2. bawah
Table 2.2 Komposisi Asam Lemak dari Palm Olein [21] Nama Asam Lemak
Jumlah C Komposisi
Laurat 12:0
0.3 Miristat
14:0 1,0
Palmitat 16:0
39,8 Palmitoleat
16:1 0,2
Stearat 18:0
4,4 Oleat
18:1 42,2
Linoleat 18:2
11,2 Linolenic
18:3 0.4
Arahidic 20:0
0,4 Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa komposisi dari palm olein didominasi oleh
asam  lemak  tak  jenuh.  Kandungan  asam  lemak  jenuh  dan  tak  jenuh  dalam trigliserida mempengaruhi proses catalytic cracking, tranformasi dari asam stearat
asam  lemak  jenuh  memberikan  yield  yang  tinggi  untuk  fraksi  gasoline  dan produk  gas  apabila  dibandingkan  dengan  asam  oleat  asam  lemak  dengan  ikatan
rangkap [22].
2.3
CATALITYC CRACKING
Catalytic  cracking adalah  proses  pemutusan  rantai  karbon  dari  molekul
hidrokarbon. Proses ini sangat penting dalam industri refinery. Tujuan utama dari catalytic cracking
adalah untuk mengkonversi umpan dalam fraksi berat  menjadi molekul  hidrokarbon  lebih  rendah  [23].  Sebelum  adanya  catalytic  cracking,
thermal  cracking merupakan  proses  utama  yang  tersedia  untuk  mengkonversi
bahan baku menjadi produk yang lebih ringan [24].  Catalytic cracking lebih baik dibandingkan  termal  cracking  karena  menggunakan  suhu  yang  lebih  rendah,
menghasilkan gasoline dengan oktana tinggi dan fraksi minyak berat lebih rendah [25].
Proses  catalytic  cracking  telah  banyak  dilakukan  untuk  merengkah  rantai karbon dari minyak tumbuhan. Catalytic cracking pada minyak tumbuhan adalah
Universitas Sumatera Utara
8 cara lain untuk memproduksi bahan bakar cair yang mengandung linear dan siklo
paraffin,  olefin,  aldehid,  keton  dan  asam  karboksilat  [16].  Produk  biofuel  yang dihasilkan  seperti  fraksi  diesel  dan  fraksi  gasoline  bisa  menjadi  alternatif  bahan
bakar dari minyak tumbuhan atau lemak yang ramah lingkungan karena bebas dari nitrogen dan sulfur mengurangi efek rumah kaca dan polusi udara lokal [26].
Proses  cracking  pada  minyak  nabati  atau  lemak  hewani  berlangsung  dalam dua  langkah  berbeda  yang  berturut-turut.  Tahap  pertama  ditandai  dengan
pembentukan  asam  lemak  dengan  konsentrasi  tinggi,  karena  dekomposisi termokimia  triasilgliserida.  Tahap  kedua  ditandai  dengan  degradasi  asam  lemak
yang  dihasilkan  pada  tahap  pertama  yang  mengarah  pada  pembentukan hidrokarbon  dengan  konsentrasi  tinggi  [7].  Adapun  mekanisme  proses  cracking
dari trigliserida dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:
Gambar 2.2 Mekanisme Umum Proses Catalytic Cracking Trigliserida [34] Dalam mekanisme reaksi di atas molekul trigiserida diuraikan menjadi heavy
oxygenated hidrokarbon  seperti  asam  lemak,  keton,  aldehid  dan  ester  untuk
Universitas Sumatera Utara
9 mencapai produk lain dimulai dengan pemutusan dari ikatan C-O dan C-C. Pada
dekomposisi termal trigliserida dan heavy oxygenated hidrokarbon selalu diawali selalu  diawali  pada  suhu  240-300
o
C  [34].  Setelah  tahap  pertama  tahap  kedua adalah perengkahan heavy hidrokarbon dan oxygenated menjadi parafin dan olefin
rantai  panjang  dan  pendek,  CO
2
,  CO,  H
2
O  dan  alkohol.  Light  olefin  akan mengalami  proses  reaksi  oligomerisasi  yang  dapat  digunakan  seperti  gasolin,
kerosene dan diesel [36]. Alur reaksi yang terjadi dapat berbeda bergantung pada ikatan rangkap yang ada pada heavy oxygenated hidrokarbon [34].
Catalytic  cracking minyak  nabati  menggunakan  katalis  padat  untuk
meningkatkan  yield  produk.  Catalytic  cracking  digunakan  untuk  menurunkan konsumsi  energi  untuk  mengkonversi  umpan  menjadi  menjadi  fraksi  ringan
seperti gasolin [27]. Proses  catalytic  cracking  salah  proses  untuk  memproduksi  biofuel  yang
dikonversi  dari  minyak  tumbuh-tumbuhan  selain  proses  transesterifikasi. Perbedaan  produk  yang  dihasilkan  dari  proses    transesterifikasi  dan  catalytic
cracking dapat dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 2.3 Konversi Minyak Sawit menjadi Biofuels [16]
2.4 ZEOLITE ZSM-5